UPAYA PENGENDALIAN BANJIR DI DAS BLORONG KABUPATEN KENDAL PROVINSI JAWA TENGAH PDF

Title UPAYA PENGENDALIAN BANJIR DI DAS BLORONG KABUPATEN KENDAL PROVINSI JAWA TENGAH
Pages 10
File Size 118.9 KB
File Type PDF
Total Downloads 20
Total Views 796

Summary

UPAYA PENGENDALIAN BANJIR DI DAS BLORONG KABUPATEN KENDAL PROVINSI JAWA TENGAH. Salsabilla Firdaus Rahma Putri Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Semarang. [email protected] ABSTRAK DAS Blorong merupakan Daerah Aliran Sungai yang melintasi 2 kabupaten di Jawa Tengah yaitu Kabupaten K...


Description

UPAYA PENGENDALIAN BANJIR DI DAS BLORONG KABUPATEN KENDAL PROVINSI JAWA TENGAH.

Salsabilla Firdaus Rahma Putri Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Semarang. [email protected]

ABSTRAK DAS Blorong merupakan Daerah Aliran Sungai yang melintasi 2 kabupaten di Jawa Tengah yaitu Kabupaten Kendal dan Kabupaten Kota Semarang. Perubahan penggunaan DAS Blorong, dimana adanya perluasan kawasan dan perubahan lahan menjadi kawasan permukiman yang akan mengurangi kawasan peresapan air hujan dan mengakibatkan terjadinya peningkatan debit aliran Sungai Blorong di Kabupaten Kendal khususnya di bagian hilir DAS. Dalam beberapa tahun terakhir ini banjir yang diakibatkan oleh meluapnya sungai Blorong Kabupaten Kendal disebabkan oleh curah hujan yang tinggi dan meningkatnya besar debit maksimum yang melebihi kapasitas sungai, dikarenakan banyaknya perubahan lahan yang terjadi di kawasan tersebut. Penelitian ini dilakukan dengan metode penginderaan jauh yaitu dengan interpretasi dan klasifikasi citra Landsat untuk memperoleh peta tutupan lahan, selanjutnya dilakukan perhitungan nilai koefisien run off berdasarkan kelas tutupan lahannya, kemudian dengan data intensitas hujan maksimum, dan luas daerah tangkapan air hujan dilakukan perhitungan debit maksimum dengan Metode Rasional.

I.

LATAR BELAKANG Sungai Blorong merupakan Sungai yang terletak di Kabupaten Kendal, memiliki luas 157,5 km2. Kejadian banjir di Kabupaten Kendal selama tahun 2004-2005 tidak hanya terjadi pada musim penghujan saja, tetapi terjadi pada musim kemarau. Masalah utama DAS Blorong terletak pada, bagian tengah DAS terjadi alih fungsi lahan yang berjalan sangat cepat, menuju ke bentuk kawasan permukiman Boja sebagai akibat dari perluasan Kota Semarang, akibatnya terjadinya peningkatan frekuensi banjir pada kawasan hilir Kali

Blorong. Partisipasi masyarakat dalam mengelola lahan, penebangan hutan, dan alih fungsi lahan diidentifikasi sebagai faktor pendorong meningkatkan frekuensi banjir DAS Blorong. Menurut UU. No. 7, Tahun 2004, tentang Sumber Daya Air bahwa Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan. Perubahan penggunaan lahan di daerah DAS yang tidak memperhatikan kaidah-kaidah konservasi, dapat mengakibatkan berkurangnya daya serap air yang akan menyebabkan meningkatkan jumlah air larian (run off) yang masuk kedalam sungai. Hal ini merupakan salah satu penyebab meningkatnya besar debit puncak / debit maksimum suatu daerah aliran sungai. Apabila nilai debit puncak suatu sungai terlalu besar maka air sungai akan meluap dan dapat menyebabkan terjadinya banjir di wilayah daerah aliran sungai tersebut.

II.

TINJAUAN PUSTAKA DAS atau daerah aliran sungai, dalam istilah asing disebut catchment area, river basin atau watershed, merupakan wilayah yang dibatasi oleh pemisah topografik atau igir. Selain merupakan wilayah ketersediaan air, DAS juga merupakan suatu ekosistem. Unsurunsur yang terdapat di dalam DAS meliputi sumberdaya alam (tanah, vegetasi, dan air) dan manusia (sebagai pelaku pendayagunaan).

Pada siklus hidrologi terdapat beberapa proses yang saling terkait mencerminkan pergerakan air, meliputi proses presipitasi, evaporasi, transpirasi, intersepsi, infiltrasi, perkolasi, aliran limpasan, aliran air bawah tanah. Selanjutnya proses Evapotranspirasi, intersepsi, infiltrasi, perkolasi, aliran disebut sebagai komponen ketersediaan air. Pergerakan air pada suatu DAS merupakan manifestasi dari siklus hidrologi untuk mencapai keseimbangan ketersediaan air di bumi. Konsep keseimbangan air adalah water balance atau persamaan air (viessman et.al, 1977, Arsyad, 1989), yaitu: AP = P - IN - ET – PE – dSA Keterangan

Aliran permukaan (AP), Curah hujan (P), Intersepsi (IN), Evapotranspirasi (ET), Perkolasi (PE), Perubahan Simpanan Air (∆SA). Proses pergerakan air tersebut dapat ditiru dan diwujudkan dalam bentuk model. Model tentang pengalih ragaman hujan menjadi aliran yang paling sederhana dan sampai saat ini masih digunakan di Indonesia maupun negara lain yaitu merode Rasional. Metode Rasional Menurut Gunawan (1991), bahwa pendugaan debit puncak dengan menggunakan metode rasional merupakan penyederhanaan besaran-besaran terhadap suatu proses penentuan aliran permukaan yang rumit, akan tetapi metode tersebut dianggap akurat untuk menduga aliran permukaan dalam rancang bangun yang relatif murah, sederhana dan memberikan hasil yang dapat diterima (reasonable). Persamaan matematik metode rasional untuk menghitung besarnya debit puncak (Qp) adalah : Qp = 0,0028.C.i.A Keterangan : Qp = Air larian (debit) puncak (m³/dt) C = Koefisien air larian i = Intensitas hujan (mm/jam) A = Luas wilayah DAS (ha). Penutupan Lahan (land cover) dapat berupa vegetasi dan konstruksi yang menutup permukaan lahan. Penutupan lahan berkaitan dengan jenis kenampakannya di permukaan bumi, seperti bangunan, danau, vegetasi (Lillesand dan Kiefer, 1990). Perubahan penggunaan lahan dari non terbangun menjadi terbangun seperti dari tegalan atau hutan menjadi permukiman dll dapat menyebabkan berkurangnya kemampuan lahan untuk meresapkan air hujan. Sistem Klasifikasi Penutupan Lahan Penetapan klasifikasi penutupan lahan dalam standar ini bertujuan untuk mengakomodasikan kelas penutupan lahan yang pendetailan kelasnya bervariasi antar pihak-pihak yang berkepentingan. Kelas penutupan lahan dalam standar ini merupakan kelas-kelas umum yang melibatkan banyak sektor. Standar penutupan lahan ini mengacu pada Land Cover Classification System United Nation – Food and Agriculture Organization (LCCS-UNFAO) dan ISO 19144-1 Geographic information Classification System – part 1 : Classification System Structure, dan dikembangkan sesuai dengan keadaan tutupan lahan di Indonesia.

Debit Aliran, Debit aliran adalah laju aliran air (dalam bentuk volume air) yang melewati suatu penampang melintang sungai per satuan waktu. Dalam sistem satuan SI besarnya debit aliran dinyatakan dalam satuan meter kubik (m³/detik) (Asdak, 2010). Sebagian besar debit aliran pada sungai kecil yang masih alamiah adalah debit aliran yang berasal dari air tanah atau mata air, dan debit aliran air permukaan (air hujan). Dengan demikian aliran air pada sungai kecil pada umumnya lebih menggambarkan kondisi hujan daerah yang bersangkutan. Sedangkan sungai besar, sebagian besar debit alirannya berasal dari sungai-sungai kecil dan sungai sedang diatasnya. Sehingga aliran air sungai besar tidak selalu menggambarkan kondisi hujan di lokasi yang bersangkutan. Penginderaan Jauh, Penginderaan jauh merupakan teknik yang dikembangkan untuk memperoleh dan menganalisis informasi tentang bumi. Informasi itu berbentuk radiasi elektro magnetik yang dipantulkan untuk dipancarkan dari permukaan bumi (Lindgren, 1985). Penginderaan jauh adalah ilmu atau seni untuk memperoleh informasi tentang objek, daerah atau gejala, dengan jalan menganalisis data yang diperoleh dengan menggunakan alat, tanpa kontak langsung dengan objek, daerah atau gejala yang akan dikaji (Lillesand dan Kiefer, 1990).

III. PEMBAHASAN Penelitian dilakukan pada salah satu wilayah sungai di Kabupaten Kendal, yaitu DAS Blorong. Alasan yang mendasari pemilihan DAS Blorong antara lain karena problem banjir selalu terjadi setiap tahun dengan indikasi bencana semakin meluas, terjadi perubahan penggunaan lahan yang kompleks pada kawasan hulu sungai. 1. Konsep Pengendelian banjir Secara lengkap siklus pengelolaan banjir terdiri dari 3 (tiga) komponen, yaitu: Pencegahan

(Prevention),

Penanganan

(Intervention/response),

dan

Pemulihan

(Recovery). Dalam tulisan ini pembahasan dibatasi pada komponen pertama saja. Pencegahan (prevention) terhadap bencana banjir dapat dibedakan dalam beberapa kategori, mulai dari yang paling mendasar sampai tindakan darurat 2. Penurunan Beban Banjir Air yang mengalir di sungai berasal dari air hujan yang jatuh di Daerah Aliran Sungai (DAS) atau watershed, sehingga prioritas utama kegiatan penanganan banjir

dilakukan di DAS, melalui pengelolaan DAS (watersehd management). Pengelolaan DAS yang tepat dapat mengurangi kerugian banjir dengan jalan menurunkan dan/atau menahan limpasan permukaan yang akan masuk ke sungai dan meningkatkan resapan / pengisian air tanah. Secara garis besar kegiatan pengelolaan DAS dapat dikelompokkan menjadi dua grup, yaitu pertama perbaikan penutup lahan dengan tanaman, penghutanan kembali, rotasi tanaman, dll. Fungsi utama kegiatan ini adalah meningkatkan kapasitas infiltrasi tanah. Kelompok kedua meliputi kegiatan teknik seperti terrasering, penanaman menurut kontur, gully plug, check dams, bangunan outlet, groin, dan bangunan tampungan air, dll., yang berfungsi menurunkan dan/atau menunda sementara limpasan permukaan, mencegah erosi dan longsor, dan mengurangi beban sedimen di sungai.Pengelolaan DAS pada kawasan perkotaan dapat dilakukan dengan cara yang sedikit berbeda dengan yang dijelaskan di atas, namun mempunyai fungsi yang sama, yaitu dengan apa yang dekenal sebagai fasilitas pemanenan air hujan (rainwater harvesting), dan penerapan konsep Bioretention. 3. Pengolahan Data

a. Klasifikasi Tutupan Lahan Pengklasifikasian tutupan lahan pada penelitian ini didasarkan pada klasifikasi penutupan lahan oleh Badan Standar Nasional Indonesia. Klasifikasi tutupan lahan ini juga menggunakan metode Digitasi On Screen, dimana digitasi ini bertujuan untuk membagi tutupan lahan berdasarkan kelas yang sudah ditentukan dalam klasifikasi yang sesuai dengan Badan Standar Nasional Indonesia. b. Perhitungan Koefisien run off Dalam metode rasional, nilai koefisien run off (C) merupakan suatu nilai koefisien yang sudah diketahui besarnya masingmasing kelas tutupan lahan tersebut kemudian

dilakukan

pembobotan

sederhana

untuk

memperoleh

nilai

Ctertimbangpada masing-masing sub DAS berdasarkan luas masing-masing kelas tutupan lahan.

c. Perhitungan Curah Hujan rata-rata

Pehitungan curah hujan rata-rata dilakukan dengan metode Poligon Thiessen, yaitu dengan membagi daerah penelitian menjadi beberapa poligon. d. Perhitungan Debit Puncak Perhitungan debit puncak ini menggunakan metode rasional. Perhitungan ini dilakukan pada masing-masing sub DAS dengan mengalikan besarnya nilai koefisien run off (Ctertimbang) dengan curah hujan rata-rata dan juga dengan luas daripada sub DAS. 4. Hasil Perhitungan a. Digitasi dan Klasifikasi Hasil digitasi dan klasifikasi citra terbagi menjadi 7 kelas tutupan lahan diantaranya hutan, kebun campuran, ladang, perairan, perkebunan, permukiman, dan sawah. Tabel 1. Hasil Digitasi Citra Landsat tahun 2003 No

TutupanLahan

Luas (Ha)

Persentase

1

Hutan

82,906

14,94%

2

Kebuncampuran

60,551

10,91%

3

Ladang

177,203

31,93%

4

Perairan

50,664

9,13%

5

Perkebunan

47,164

8,50%

6

Permukiman

38,088

6,86%

7

Sawah

98,396

17,73%

554,972

100,00%

Jumlah

Gambar 1. Peta Klasifikasi Tutupan Lahan DAS Blorong tahun 2003

Digitasi dan klasifikasi citra tahun 2003 menunjukkan bahwa tutupan lahan yang paling luas adalah lahan ladang yaitu sebesar 177,203 ha dan lahan yang paling kecil yaitu lahan permukiman sebesar 38,088 ha.

Tabel 2. Hasil Digitasi Citra Landsat tahun 2013 No

TutupanLahan

Luas (Ha)

Persentase

1

Hutan

47,977

8,64%

v2

Kebuncampuran

55,491

10,00%

3

Ladang

124,664

22,46%

4

Perairan

53,551

9,65%

5

Perkebunan

58,841

10,60%

6

Permukiman

156,110

28,13%

7

Sawah

58,338

10,51%

554,972

100,00%

Jumlah

Gambar 2. Peta Klasifikasi Tutupan Lahan DAS Blorong tahun 2013

Sedangkan pada digitasi dan klasifikasi citra tahun 2013 menunjukkan bahwa tutupan lahan yang paling luas adalah lahan permukiman yaitu sebesar 156,110 ha dan lahan yang paling kecil yaitu lahan hutan sebesar 47,977 ha. Ketersediaan air mencerminkan keadaan kondisi air, tentang ada atau tidak adanya air di dalam sistem DAS. Pergerakan air merupakan suatu rangkaian proses hidrologi siklus air yang terus berjalan dari waktu ke waktu, dimulai dari hujan turun jatuh di atas vegetasi (intersepsi) dan tanah, sebagian meresap ke dalam tanah (infiltrasi), sebagian air hujan mengalir sebagai aliran permukaan di atas tanah, bergabung dengan sungai-sungai lain menuju ke laut. Selanjutnya air di laut maupun air yang tergenang di permukaan tanah akan Bersama sama mengalami proses penguapan (evaporasi) dan penguapan dari vegetasi (transpirasi),selanjutnya proses penguapan air dari permukaan tanah dan vegetasi disebut evapotranspirasi. Berdasarkan model ketersediaan air yang telah diuji validitasnya, diterapkan untuk melakukan simulasi pada beberapa perubahan penggunaan lahan yang mungkin terjadi. Pedoman pengubahan pola penggunaan lahan berdasarkan pada kaidah konservasi tanah dan lingkungan

hidup agar tidak akan menjadi

bumerang bagi masyarakat

sekitarnya. Alternatif pengubahan penggunaan lahan yang diusulkan antara lain, perubahan lahan pada lereng lebih besar dari 25 % dijadikan sebagai daerah konservasi

sebagai lahan perkebunan satu kebun campuran, perubahan lahan perkebunan menjadi sawah atau tegalan,perubahan penggunaan lahan tegalan atau sawah menjadi pemukiman dan sebagainya 5. Upaya Pengendalian Banjir a. Modifikasi Aliran Banjir Perlindungan banjir prioritas kedua dapat dilakukan dengan memodifikasi aliran banjir yang masuk ke sungai, dengan menyediakan waduk untuk menampung atau menunda debit yang berlebihan sehingga tinggi banjir di hilir dapat dikurangi. Secara umum, kegiatan ini dilakukan dengan membangun waduk di sungai utama dan/atau anak-anak sungai, dalam beberapa kasus, dengan pembangunan retarding basins di bagian tengah sungai. Jika dioperasikan dengan tepat, dan dikombinasikan dengan sistem peramalan banjir yang efisien, waduk mampu berfungsi sebagai pengendali banjir yang mumpuni. b. Meningkatkan Kapasitas Sistem Jika prioritas pertama dan kedua belum mampu mengendalikan banjir, maka langkah berikutnya adalah meningkatkan kapasitas sungai dengan kegiatan perbaikan sungai dan pembangunan pengelak banjir. Kegiatan perbaikan sungai meliputi pembersihan, pelurusan, pelebaran, pendalaman sehingga memperbaiki kapasitasnya. Peningkatan kapasitas juga dapat dilakukan dengan meningkatkan kemiringan dasar saluran, menurunkan kekasaran sehingga kecepatan air meningkat, dan tinggi banjir menurun. c. Meminimalkan Kerugian Banjir Usaha terakhir yang dapat dilakukan setelah ketiga kegiatan di atas sudah maksimal dan banjir masih akan terjadi adalah meminimalkan kerugian banjir, melalui kegiatan (1) persiapan mengahadapi banjir, dan (2) perlawanan terhadap banjir (flood fighting). Kegiatan persiapan menghadapi banjir dapat dipersiapkan jauh hari sebelum terjadi banjir, dan bersifat permanen. Kegiatan ini meliputi pengelolaan dataran banjir, zonasi dataran banjir, land-development policies, pembangunan rumah tahan banjir, rumah panggung, evakuasi permanen, sistem peringatan dini banjir, dan asuransi banjir.

IV. KESIMPULAN Pengendalian banjir yang dilaksanakan sampai saat ini sebagian besar masih terfokus pada peningkatan kapasitas sungai, dengan melakukan “normalisasi sungai”. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa banjir masih terus terjadi, dan bahkan makin meluas, seolah apa yang telah dilaksanakan dengan dana yang tidak sedikit, tidak ada artinya. Peningkatan kapasitas sungai tidak sebanding dengan peningkatan debit akibat perubahan karakteristik DAS yang ditimbulkan oleh perubahan penutupan lahan. Model dapat digunakan untuk analisis ketersediaan air dengan melakukan simulasi berbagai alternatif penggunaan lahan. Nilai rasio debit Kali Blorong berkisar antara 27,64 sampai 28,48 mendekati angka kritis. Berdasarkan aspek produksi lahan, pengurangan lahan sawah dan kebun, dapat menurunkan rasio debit dan produksi juga menurun. Analisis aspek ekonomi termasuk merugikan karena terganggunya suplai beras dan tanaman tegalan yang diperlukan untuk menopang kehidupan masyarakat. Perilaku masyarakat di DAS Blorong menunjukkan hal yang kontradiktif, terdapat ketidak selarasan antara tingkat kognitif, afektif dengan perilaku terhadaplingkungan. Umumnya masyarakat memiliki pandangan hidup fatalistik, pandangan hidup demikian dapat mendorong sebagian masyarakat melakukan tindakan yang dapat berdampak buruk bagi kondisi lingkungan alam dan sosial di sekitarnya.

DAFTAR PUSTAKA Asdak, Chay. 2007. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah

Aliran Sungai.Yogyakarta:

Gadjah

Mada University Press. Badan Standar Nasional. 2010. Klasifikasi Penutupan Lahan. Jakarta. Gunawan,T.

1991.

Penerapan Teknik Penginderaan Jauh untuk Menduga Debit Puncak

Menggunakan Karakteristik Lingkungan Fisik DAS, Studi Kasus di DAS Bengawan Solo Hulu, Jawa Tengah. Bogor : IPB Press. Lillesan, dan Kiefer. 1990. Remote Sensing and Image Interpretation.University of Wisconsin Madison. Lindgren,D.T. 1985.Landuse

Planning

and Remote Sensing.Doldrecht Martinur Nijhoff

Publisher. Setyawati, Dewi Liesnoor. 2008. Permodelan ketersediaan air untuk perencanaan pengendalian banjir

kali

blorong

kabupaten

Kendal.

“https://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/jtsp/article/view/6953 “.Diakses pada tanggal 04 Desember 2019 Pukul 22.21 Wib....


Similar Free PDFs