11. Pendekatan Penelitian hukum.pdf PDF

Title 11. Pendekatan Penelitian hukum.pdf
Author Lukman Santoso Az
Pages 66
File Size 1.4 MB
File Type PDF
Total Downloads 57
Total Views 911

Summary

1 Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisanya. 2 Dua syarat utama yang harus dipenuhi sebelum mengadakan penelitian ilmiah dengan...


Description

1

Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisanya. 2

Dua syarat utama yang harus dipenuhi sebelum mengadakan penelitian ilmiah dengan baik dan dapat dipertanggungjawabkan yakni peneliti harus lebih dulu memahami konsep dasar ilmu pengetahuan (yang berisi sistem dan ilmunya) dan metodologi penelitian disiplin ilmu tersebut. 3



Apabila kita memilih untuk melihat hukum sebagai perwujudan dari nilainilai tertentu, maka pilihan tersebut akan membawa kita kepada metode yang bersifat idealis. Metode ini akan senantiasa berusaha untuk menguji hukum yang harus mewujudkan nilainilai tertentu. 4

 Apabila

kita memilih untuk melihat hukum sebagai suatu sistem peraturanperaturan yang abstrak, maka perhatiannya akan terpusat pada hukum sebagai suatu lembaga yang benarbenar otonom, yaitu yang bisa kita bicarakan sebagai subyek tersendiri, terlepas dari kaitannya dengan hal-hal di luar peraturan-peraturan tersebut. 5

 Apabila

kita memilih memahami hukum sebagai alat untuk mengatur masyarakat, maka pilihannya akan jatuh pada penggunaan metode sosiologis. Metode ini mengaitkan hukum kepada usaha untuk mencapai tujuan-tujuan serta memenuhi kebutuhan-kebutuhan kongkret dalam masyarakat. 6

7

Penelitian

hukum doktrinal bekerja untuk menemukan jawaban-jawaban yang benar dengan pembuktian kebenaran yang dicari di atau dari preskripsi-preskripsi hukum yang tertulis di kitab-kitab undang-undang berikut ajaran atau doktrin yang mendasarinya. 8

 Penelitian

hukum non doktrinal bekerja untuk menemukan jawaban-jawaban yang benar dengan pembuktian kebenaran yang dicari di atau dari fakta-fakta sosial yang bermakna hukum sebagaimana yang tersimak dalam kehidupan sehari-hari atau pula fakta-fakta tersebut sebagaimana telah terinterpretasi dan menjadi bagian dari dunia makna yang hidup di lingkungan suatu masyarakat.

9

Meliputi:  Penelitian inventarisasi hukum  Penelitian penemuan azas-azas hukum  Penelitian penemuan hukum in concreto  Penelitian terhadap sistematika hukum  Penelitian terhadap taraf sinkronisasi hukum  Penelitian sejarah hukum  Penelitian perbandingan hukum  Penelitian konsistensi hukum 10

Penelitian

inventarisasi hukum

-

MENGUMPULKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

-

MENGKLASIFIKASIKAN PERUNDANGUNDANGAN YANG RELEVAN

-

MENGANANALISIS PENELITIAN

11

Penelitian

penemuan azas-azas hukum

Penelitian penemuan azas-azas hukum dilakukan terhadap bahan-bahan hukum primer dan sekunder. Bahan hukum primer: bahan hukum yang terdiri atas peraturan perundang-undangan, hukum adat, yurisprudensi, traktat, bahan hukum dari jaman penjajahan yang masih berlaku (KUHP, KUH perdata, KUHD) Bahan hukum sekunder: rancangan undang-undang, hasil-hasil penelitian, buku yang ditulis ahli hukum. 12

Penelitian

terhadap azas-azas hukum

Penelitian penemuan azas-azas hukum merupakan penelitian filosofis, oleh karena asasasas hukum merupakan unsur ideal dari hukum. Azas-azas hukum dapat dibedakan antara asas hukum konstitutif dengan asas hukum regulatif. Azas-azas hukum konstitutif merupakan azas-azas hukum yang harus ada bagi kehidupan suatu sistem hukum. Azas-azas hukum regulatif perlu bagi berprosesnya sistem hukum tersebut. 13

Penelitian

terhadap sistematika hukum

Penelitian terhadap sistematika hukum adalah khusus terhadap bahan-bahan hukum primer dan sekunder. Kerangka acuan yang dipergunakan adalah: 1. pengertian dasar dalam sistem hukum yaitu masyarakat hukum, subyek hukum, hak dan kewajiban, peristiwa hukum, hubungan hukum, obyek hukum. 2. dikaitkan dengan ciri-ciri perundang-undangan dalam UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, maka dapat diteliti bahwa pembentukan UU harus mengikuti tata cara yang ditentukan UU No. 12 Tahun 2011. 14

 Penelitian

terhadap taraf sinkronisasi hukum

Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan kenyataan sampai sejauh mana perundangundangan tertentu serasi secara vertikal atau mempunyai keserasian secara horizontal . Serasi secara vertikal: keserasian peraturan perundang-undangan berbeda derajat yang mengatur bidang kehidupan tertentu. Serasi secara horizontal: keserasian peraturan perundang-undangan sederajat mengenai bidang yang sama. 15

 Penelitian

Penemuan Hukum in concreto

Kaidah yang bersifat abstrak dikonkritkan melalui analisis terhadap suatu obyek permasalahan tertentu sehingga dapat diambil suatu penyelesaian masalah yang dapat diterapkan dalam kenyataannya.

16

Penelitian

terhadap taraf sinkronisasi

hukum Langkah-langkah penelitian taraf sinkronisasi vertikal:  Inventarisasi perundang-undangan yang mengatur bidang kehidupan yang dipilih peneliti (spesifikasi inventarisasi perundang-undangan;  Perundang-undangan disusun menurut hierarki perundang-undangan;  Disusun secara kronologis, yakni menurut saat dikeluarkannya perundang-undangan tersebut.  Menelaah fungsi masing-masing perundangundangan berdasarkan tingkatannya. 17

Penelitian

terhadap sinkronisasi hukum

taraf

Penelitian terhadap taraf sinkronisasi secara horizontal dapat dilakukan dengan membuat inventarisasi yang sejajar, yaitu menempatkan perundang-undangan yang sederajat pada posisi yang sejajar, kemudian mengadakan identifikasi terhadap taraf sinkronisasinya rendah, sedang atau tinggi. 18

Penelitian

sejarah hukum

Penelitian sejarah hukum dilakukan dengan melakukan identifikasi terhadap tahap-tahap perkembangan hukum, yang dapat dipersempit ruang lingkupnya menjadi sejarah perundang-undangan. Penelitian sejarah hukum meliputi penelitian terhadap sejarah lembaga-lembaga hukum dan penelitian terhadap sejarah penyusunan perundang-undangan. 19

Penelitian

sejarah hukum

Sejarah lembaga-lembaga tertentu dapat ditelaah dengan bahan hukum maupun bahan non hukum. jika yang diteliti adalah bahan hukum primer, maka sejarah suatu lembaga tertentu dapat ditelaah dengan cara meneliti perundang-undangan yang mengatur lembaga tersebut sejak semula ada. Penelitian sejarah penyusunan perundangundangan dapat dilakukan dengan jalan membandingkan prosedur penyusunan perundangundangan dalam pelbagai kurun waktu. 20

Penelitian

  

perbandingan hukum

Metode perbandingan hukum mungkin diterapkan dengan memakai unsur-unsur sistem hukum sebagai titik tolak perbandingan. Sistem hukum mencakup tiga unsur pokok, yakni: Struktur hukum yang mencakup lembagalembaga hukum Substansi hukum yang mencakup perangkat kaidah atau perilaku teratur Budaya hukum yang mencakup perangkat nilai-nilai yang dianut. 21

Penelitian

perbandingan hukum

Perbandingan dapat dilakukan terhadap masing-masing unsur ataupun secara kumulatif terhadap semuanya. Metode perbandingan hukum dapat dilakukan dengan penelitian terhadap pelbagai sub sistem hukum yang berlaku di suatu masyarakat tertentu, atau secara lintas sektoral terhadap sistem-sistem hukum pelbagai masyarakat yang berbeda. 22

Penelitian

Konsistensi Hukum

Penelitian terhadap bahan hukum yang mengkaji kesesuaian dalam penerapan norma atau azas. Misalnya analisis penerapan pasal oleh hakim terhadap keputusan pengadilan pada kasus pencurian. Jika hakim memberi keputusan bahwa terdakwa mencuri karena telah memenuhi semua unsur untuk dikatakan sebagai pencurian sebagaimana terdapat dalam pasal 362 KUHP, maka sudah terwujud konsistensi hukum. 23

 Pendekatan

Perundang-undangan (statute

approach)  Pendekatan Konsep (conceptual approach)  Pendekatan Analitis (analytical approach)  Pendekatan Perbandingan (comparative approach)  Pendekatan Historis (historical approach)  Pendekatan Filsafat (philosophical approach)  Pendekatan Kasus (case approach) 24

Pendekatan

Perundang-undangan (statute approach) Suatu penelitian normatif harus menggunakan pendekatan perundangundangan, karena yang akan diteliti adalah berbagai aturan hukum yang menjadi fokus sekaligus tema sentral suatu penelitian. Lebih akurat bila dibantu oleh satu atau lebih pendekatan lain yang cocok, guna memperkaya pertimbangan-pertimbangan hukum yang tepat untuk menghadapi problem hukum yang dihadapi. 25

Pendekatan

Perundang-undangan (statute approach)

Peneliti harus melihat hukum sebagai sistem tertutup yang mempunyai sifat-sifat sebagai berikut:  Comprehensive artinya norma-norma hukum yang ada di dalamnya terkait antara satu dengan lain secara logis;  All-inclusive bahwa kumpulan norma hukum tersebut cukup mampu menampung permasalahan hukum yang ada, sehingga tidak aka nada kekurangan hukum;  Systematic bahwa di samping bertautan antara satu dengan yang lain, norma-norma hukum tersebut juga tersusun secara hierarkis. 26

Pendekatan

Konsep (conceptual approach)

Konsep dalam pengertian yang relevan adalah unsur-unsur abstrak yang mewakili kelas-kelas fenomena dalam suatu bidang studi yang kadangkala menunjuk pada halhal universal yang diabstrkasikan darihalhal yang particular.

27

Pendekatan

Analitis (analytical approach)

 Maksud

utama analisis terhadap bahan hukum adalah mengetahui makna yang dikandung oleh istilah-istilah yang digunakan dalam aturan perundang-undangan secara konsepsional, sekaligus mengetahui penerapannya dalam praktik dan putusan-putusan hukum.  Analisis teersebut dilakukan dengan dua pemeriksaan:  Sang peneliti berusaha memperoleh makna baru yang terkandung dalam aturan hukum yang bersangkutan;  Menguji istilah-istilah hukum tersebut dalam praktik melalui analisis terhadap putusan-putusan hukum. 28

Pendekatan

Perbandingan (comparative approach)

 Pendekatan

perbandingan merupakan salah satu cara yang digunakan dalam penelitian normatif untuk membandingkan salah satu lembaga hukum (legal institutions) dari sistem hukum yang satu dengan lembaga hukum (yang kurang lebih sama dari sistem hukum) yang lain. 29

Pendekatan

Perbandingan (comparative approach)

 Perbandingan

hukum memiliki dimensi empiris yang dapat digunakan sebagai ilmu bantu (hulp wetenschap) untuk keperluan analisis dan eksplanasi terhadap hukum. Penelitian perbandingan harus memanfaatkan hasil-hasil penelitian ilmu empiris. 30

Pendekatan

Historis (historical approach)

 Penelitian

normatif yang menggunakan pendekatan sejarah memungkinkan seorang peneliti untuk memahami hukum secara lebih mendalam tentang suatu sistem atau lembaga, atau suatu pengaturan hukum tertentu sehingga dapat memperkecil kekeliruan, baik dalam pemahaman maupun penerapan suatu lembaga atau ketentuan hukum tertentu. 31

Pendekatan

Historis (historical approach)

 Hukum

pada masa kini dan hukum pada masa lampau merupakan suatu kesatuan yang berhubungan erat, sambungmenyambung dan tidak putus sehingga dikatakan bahwa kita dapat memahami hukum pada masa kini dengan mempelajari sejarah. Mengingat tata hukum yang berlaku sekarang mengandung anasir-anasir dari tata hukum yang silam dan membentuk tunas-tunas tentang tata hukum pada masa yang akan datang. 32

Pendekatan

Filsafat (philosophical approach)  Penjelajahan

filsafat akan mengupas isu hukum (legal issues) dalam penelitian normatif secara radikal dan mengupasnya secara mendalam. Penjelajahan dalam filsafat meliputi ajaran ontologis (ajaran tentang hakikat), aksiologis (ajaran tentang nilai), epistemologis (ajaran tentang pengetahuan), teleologis (ajaran tentang tujuan) untuk memperjelas secara mendalam, sejauh dimungkinkan oleh pencapaian pengetahuan manusia. 33

Pendekatan

Filsafat (philosophical approach)

 Seyogyanya

dibantu beberapa pendekatan yang tepat, yaitu fundamental research (menurut Ziegler). Fundamental research adalah suatu penelitian untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam terhadap implikasi sosial dan efek penerapan suatu aturan perundang-undangan terhadap masyarakat atau kelompok masyarakat yang melibatkan penelitian terhadap sejarah, filsafat, ilmu bahasa, ekonomi, serta implikasi sosial, dan politik terhadap pemberlakuan suatu aturan hukum. 34

Pendekatan

Kasus (case approach)

 pendekatan

kasus (case approach) dalam penelitian normatif bertujuan untuk mempelajari penerapan norma-norma atau kaidah hukum yang dilakukan dalam praktik hukum. Terutama mengenai kasus-kasus yang telah diputus sebagaimana yang dapat dilihat dalam yurisprudensi terhadap perkara-perkara yang menjadi fokus penelitian. 35

Pendekatan

Kasus (case approach)

 Jelas

kasus-kasus yang telah terjadi bermakna empiris, namun dalam suatu penelitian normatif, kasus-kasus tersebut dipelajari untuk memperoleh gambaran terhadap dampak dimensi penormaan dalam suatu aturan hukum dalam praktik hukum, serta menggunakan hasil analisisnya untuk bahan masukan (input) dalam eksplanasi hukum. 36

 Menurut

Soedikno Mertokusumo, interpretasi atau penafsiran merupakan salah satu metode penemuan hukum yang memberikan penjelasan gamblang tentang teks undang-undang, agar ruang lingkup kaidah dalam undang-undang tersebut dapat diterapkan pada peristiwa hukum tertentu. 37

Beberapa metode interpretasi dalam ilmu hukum antara lain:  Interpretasi

Gramatikal (Menurut Bahasa)

 Interpretasi

Teleologis

 Interpretasi

Historis

 Interpretasi

Komparatif

 Interpretasi

Futuris

 Interpretasi

Restriktif dan Ekstensif

 Interpretasi

Interdisipliner

 Interpretasi

Multidisipliner 38

 Interpretasi

gramatikal merupakan upaya untuk mencoba memahami suatu teks aturan perundang-undangan ataupun suatu teks perjanjian berdasarkan bahasa dan susunan katakata yang digunakan. Interpretasi gramatikal juga sering disebut sebagai interpretasi tekstual atau interpretasi formal. 39

 Biasanya

interpretasi gramatikal dilakukan oleh hakim bersamaan dengan interpretasi logis (logical interpretation) yaitu memaknai berbagai aturan hukum yang ada melalui penalaran hukum untuk diterapkan terhadap teks yang kabur atau kurang jelas (applaying the obscure text the multiple resources of judicial reasoning). 40

“dipercayakan” yang tercantum dalam Pasal 432 KUHP.  Kasus posisi: sebuah paket diserahkan kepada Dinas Perkeretaapian (PJKA), sedangkan yang berhubungan dengan pengiriman tidak ada yang lain kecuali dinas tersebut.  Maka kata diserahkan tercakup dalam istilah “dipercayakan” dalam Pasal 432 KUHP  Istilah

41

 Interpretasi

teleologis merupakan metode yang digunakan apabila pemaknaan suatu aturan hukum ditafsirkan berdasarkan tujuan pembuatan aturan hukum tersebut dan apa yang ingin dicapai dalam masyarakat. Interpretasi teleologis juga sering disebut sebagai interpretasi sosiologis, interpretasi kontekstual atau interpretasi formal. 42

 Pada

interpretasi teleologis, ketentuan undang-undang yang sudah tidak sesuai lagi dilihat sebagai alat untuk memecahkan atau menyelesaikan sengketa dalam kehidupan bersama waktu sekarang. Peraturan yang lama dibuat aktual. 43

 Apakah

penyadapan dan penggunaan tenaga (aliran )listrik untuk kepentingan sendiri yang dilakukan orang lain termasuk pencurian menurut Pasal 362 KUHP?  Pada waktu KUHP dibuat, belum tergambarkan adanya kemungkinan pencurian aliran listrik.  Apakah tenaga listrik merupakan barang yang dapat diambil menurut rumusan Pasal 362 KUHP? 44

 Dengan

interpretasi teleologis ditafsirkan bahwa tenaga listrik bersifat mandiri dan mempunyai nilai tertentu, karena untuk memperoleh aliran listrik diperlukan biaya dan aliran itu dapat diberikan oleh orang lain dengan ganti rugi, dan bahwa Pasal 362 KUHP bertujuan melindungi harta kekayaan orang lain. Maka penyadapan dan penggunaan tenaga (aliran )listrik untuk kepentingan sendiri yang dilakukan orang lain termasuk pencurian menurut Pasal 362 KUHP.

45

Ada dua macam interpretasi historis:  Interpretasi menurut sejarah lahirnya undang-undang yang disebut juga interpretasi subjektif karena penafsir menempatkan diri pada pandangan subjektif pembentuk undang-undang.  Interpretasi yang hendak memahami undang-undang dalam konteks seluruh sejarah hukum sehingga metode ini disebut juga metode interpretasi menurut sejarah hukum. 46

Interpretasi menurut sejarah undang-undang mengambil sumbernya dari surat menyurat dan pembicaraan di DPR. Undang-undang tidak terjadi begitu saja, karena undangundang merupakan reaksi terhadap kebutuhan sosial untuk mengatur suatu hal tertentu.

47

 Interpretasi

menurut sejarah undangundang terhadap UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan hanya dapat dimengerti dengan meneliti sejarah tentang emansipasi wanita Indonesia.  Interpretasi menurut sejarah hukum terhadap BW, maka tidak cukup hanya meneliti sejarah terbentuknya BW, tetapi masih mundur ke belakang sampai pada hukum Romawi. 48

Interpretasi komparatif atau penafsiran dengan jalan membandingkan dua sistem hukum atau lebih digunakan untuk mencari kejelasan mengenai makna suatu pengaturan atau ketentuan perundang-undangan. Metode interpretasi komparatif digunakan oleh hakim pada saat menghadapi kasuskasus yang menggunakan dasar hukum positif yang lahir dari perjanjian-perjanjian internasional. 49

 Dengan

berpedoman pada suatu naskah Rancangan Undang-Undang (RUU) yang ada di tangannya, seorang hakim melakukan penafsiran berdasarkan undang-undang yang belum mempunyai kekuatan hukum karena masih dalam tahap legislasi, belum diundangkan serta ada kemungkinan mengalami perubahan. Ia memiliki keyakinan bahwa naskah RUU tersebut pasti akan segera diundangkan sehingga ia melakukan antisipasi dengan melakukan penafsiran futuris tersebut. 50

 Interpretasi

restriktif merupakan metode interpretasi yang sifatnya membatasi makna suatu aturan. Sedangkan interpretasi ekstensif merupakan metode penafsiran yang dilakukan sampai melampaui batas-batas yang biasa dilakukan melalui interpretasi gramatikal atau interpretasi tekstual. 51

 Menurut

interpretasi gramatikal “tetangga” menurut Pasal 666 BW dapat diartikan setiap tetangga termasuk seorang penyewa dari pekarangan sebelahnya. Jika tetangga ditafsirkan tidak termasuk tetangga penyewa, ini merupakan interpretasi restriktif.

52

kata “menjual” dalam Pasal 1576 BW. Sudah sejak tahun 1906 kata “menjual” dalam Pasal 1576 BW oleh HR ditafsirkan luas yaitu bukan semata-mata hanya berarti jual beli saja, tetapi juga peralihan atau pengasingan.

 Penafsiran

53

 Metode

penafsiran interdisipliner dilakukan oleh hakim apabila ia melakukan analisis terhadap kasus yang ternyata substansinya menyangkut berbagai disiplin atau bidang kekhususan dalam lingkup ilmu hukum, seperti hukum perdata, hukum pidana, hukum administrasi atau hukum internasional.  Hakim tersebut akan melakukan penafsiran yang di...


Similar Free PDFs