Title | Amandemen dan Modifikasi Berdasarkan Konvensi Wina 1969 |
---|---|
Author | Jeremia HPN |
Pages | 19 |
File Size | 573 KB |
File Type | |
Total Downloads | 598 |
Total Views | 895 |
MATA KULIAH PERJANJIAN INTERNASIONAL AMANDEMEN DAN MODIFIKASI MENURUT KONVENSI WINA 1969 M. Bigi R. P 1206243910 Jeremia Humolong P N 1306412294 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS INDONESIA PROGRAM SARJANA REGULER DEPOK 2016 Amandemen (Article 39) Amandemen merupakan suatu media atau cara ...
MATA KULIAH PERJANJIAN INTERNASIONAL AMANDEMEN DAN MODIFIKASI MENURUT KONVENSI WINA 1969
M. Bigi R. P
1206243910
Jeremia Humolong P N
1306412294
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS INDONESIA PROGRAM SARJANA REGULER
DEPOK 2016
Amandemen (Article 39)
Amandemen merupakan suatu media atau cara yang resmi (formal legal device)
untuk melakukan perubahan terhadap teks daripada sebuah perjanjian internasional, baik itu terhadap ketentuan pokok atau terhadap annex atau appendices1. Ketentuan mengenai amandemen haruslah dipertimbangkan secara matang dalam proses drafting sebuah perjanjian internasional, khususnya dalam perjanjian internasional yang bersifat multilateral. Sebelum Perang Dunia Kedua, amandemen terhadap perjanjian internasional dilaksanakan dengan prinsip unanimity. Permasalahannya adalah sangat susah untuk mencapai kata mufakat sehingga muncul praktik-‐praktik dimana amandemen hanya berlaku (entry into force) terhadap pihak-‐pihak yang menyatakan persetujuannya. Ini berarti perjanjian internasional yang asli/awal tetap berlaku kepada pihak-‐pihak yang tidak menyatakan persetujuannya terhadap amandemen dan antara pihak tersebut dengan pihak yang telah menyatakan persetujuannya terhadap amandemen. Kondisi ini semakin diperparah dengan adanya beberapa amandemen terhadap suatu perjanjian internasional2. Anthony Aust kemudian memberi contoh The Warsaw Convention 1929 (Convention for the Unification of Certain Rules relating to International Carriage by Air) yang diamandemen oleh Protokol pada tahun 1951 dan 1971, oleh empat tambahan Protokol pada tahun 1975, dan dilengkapi oleh Konvensi pada tahun 1961, yang mana beberapa masih belum berlaku (entry into force). Pihak yang terikat terhadap instrumen-‐instrumen ini bervariasi, ada yang terikat hanya kepada satu instrumen dan ada yang terikat kepada beberapa instrumen. Ini mengakibatkan batasan tanggung jawab (liability) internasional sebuah maskapai terhadap penumpang bergantung kepada kewajiban dalam perjanjian internasional mana yang disetujui oleh negara terkait. Maksud atau kehendak daripada Warsaw Convention untuk menciptakan sebuah rejim yang seragam untuk penerbangan internasional pun tidak terpenuhi. International Law Commission menyadari akan hal ini saat sedang menyusun draf daripada VCLT 1969 pada tahun 1964. Proses amandemen dalam suatu perjanjian internasional tersebut akhirnya diatur di dalam Part IV Vienna Convention on the Law of 1 2
Jutta Brunnee, The Oxford Guide To Treaties, Oxford: Oxford University Press, 2012, hal. 347 Anthony Aust, Modern Treaty Law and Practice, New York: Cambridge University Press, 2007, hal.262
Treaties. 1969 VCLT mengatur mengenai prinsip-‐prinsip dasar tertentu daripada amandemen tersebut. Dimulai dari Article 39, yang menetapkan mengenai prinsip umum daripada amandemen perjanjian internasional, yaitu bahwa “Suatu perjanjian internasional dapat diamandemen oleh perjanjian di antara para pihak. Peraturan yang tertulis di Bagian II berlaku terhadap perjanjian tersebut kecuali perjanjian internasional tersebut mengatur berbeda” (A treaty may be amended by agreement between the parties. The rules laid down in Part II apply to such an agreement except in so far as the treaty may otherwise provide). Prinsip umum yang terdapat di dalam Article 39 dikaitkan dengan ketentuan di dalam Article lainnya, yang akan dijelaskan selanjutnya. Prinsip umum ini bergerak dari dua prinsip, yaitu pacta sunt servanda (Article 26) dan res inter alios acta merujuk kepada tidak ada Negara yang dapat dibatasi oleh perjanjian internasional yang melawan kehendaknya (Article 34)3. Pengaturan Article 39 juga harus dibaca dan dimengerti bersama dengan Article 40 dan Article 41. Berdasarkan Commentary di dalam Final Draft, ILC mengartikan kata amandemen yang mencakup amandemen terhadap ketentuan tertentu dan seluruh ketentuan perjanjian internasional. Tidak ada perjanjian internasional yang tidak dapat diamandemen. Ketika di dalam perjanjian internasional tidak ada ketentuan mengenai durasi keberlakuannya (misalnya waktu atau keadaan tertentu), perjanjian internasional tersebut dapat diamandemen setiap saat. Bahkan ketika terdapat kondisi-‐kondisi tertentu misalnya batasan waktu terhadap amandemennya, dapat digantikan oleh perjanjian yang berdasarkan hasil mufakat antar pihak4. Amandemen terjadi berdasarkan perjanjian di antara para pihak (terkadang disebut dengan Protokol). Ini berarti tidak dikenal adanya hak unilateral dalam melakukan amandemen atau modifikasi terhadap perjanjian internasional. Konsepsi sebuah perjanjian internasional hanya dapat diamandemen oleh sebuah perjanjian baru dan terpisah berangkat dari pendekatan prinsip pacta sunt servanda5. Bentuk perjanjian ini merupakan 3
Oliver Dorr dan Kirsten Schmalenbach, Vienna Convention on the Law of Treaties, A Commentary, Heidelberg: Springer, 2012, hal. 700. 4 Mark E. Villiger, Commentary on the 1969 Vienna Convention on the Law of Treaties, Leiden: Martinus Nijhoff Publishers, 2009, hal. 512. 5 Loc. Cit.
diskresi daripada Negara-‐Negara Pihak tersebut. Mereka dapat memilih bentuk mana yang menurut mereka tepat. Bentuk yang paling umum adalah perjanjian secara tertulis, perjanjian secara lisan (oral agreement) atau berisi perjanjian lisan dari menteri, pertukaran nota diplomatik, resolusi dari Konferensi Para Pihak dan perjanjian secara diam-‐diam atau tersirat (tacit agreement). Menurut Waldock dalam Rapat ILC, tacit agreement masih dimungkinkan meskipun susah untuk ditangani. Tacit agreement dapat dilihat dari munculnya sebuah praktik yang berulang (a subsequent practice) dan aturan hukum kebiasaan. Perbedaan antara praktik yang berulang dan hukum kebiasaan terletak di pihak yang terlibat dan fokus daripada kebiasaan mereka6. Praktik yang berulang merujuk kepada kebiasaan Negara Pihak berkaitan dengan ketentuan tertentu dari perjanjian internasional, sedangkan Perjanjian internasional juga dapat diubah (amended) secara efektif oleh perjanjian yang berulang antar pihak berkaitan dengan interpretasi dan aplikasi perjanjian internasional (Article 31 (3)(a)). Terkait dengan berbagai bentuk daripada tacit agreement dimungkinkan juga untuk mengubah (amend) suatu perjanjian internasional berdasarkan kemunculan dari peraturan baru di ius cogens. Ini sesuai dengan Article 64 yang mengatakan bahwa sebuah perjanjian internasional yang ketentuannya berlawanan dengan peremptory norm hukum internasional akan kehilangan kekuatan hukumnya (void). Dikaitkan dengan Article 44 para 3, menjadi jelas apabila di dalam kasus yang ada ketentuan yang terpisah (severability), maka hanya ketentuan tertentu lah yang hanya diganti7. Perjanjian itu tersebut, berdasarkan Article 39 tidak dimaksudkan untuk disetujui oleh semua Negara Pihak. Jika dalam kasus perjanjian internasional yang bilateral, maka memang harus dilaksanakan berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak. Dalam kasus perjanjian internasional yang bersifat multilateral, maka amandemen dapat berlaku hanya kepada Negara tertentu saja. Isu terakhir yang timbul adalah peraturan prosedur mana yang akan berlaku terhadap perjanjian amendemen sesuai Article 39. Terdapat dua kondisi yang lahir dari kalimat kedua (The rules laid down in Part II apply to such an agreement except in so far as the treaty may otherwise provide) yaitu perjanjian internasional itu diam dan tidak 6 7
Oliver, Op.Cit, hal. 704. Oliver, Op.Cit, hal. 705.
mengatur secara spesifik mengenai prosedur amandemennya dan kedua, perjanjian internasional tersebut yang mengatur secara spesifik mengenai prosedur itu secara tertulis. Kondisi pertama berarti peraturan dalam Part II berlaku terhadap prosedur amandemennya. Sedangkan untuk prosedur dalam kondisi kedua, prosedur yang digunakan adalah sesuai dengan apa yang tertulis di dalam perjanjian internasional tersebut. Jimenez di dalam Rapat ILC mengatakan bahwa persyaratan dalam amandemen yang terdapat dalam ketentuan perjanjian internasional yang akan berlaku, persyaratan itu dapat lebih ketat atau longgar daripada persyaratan dalam proses adopsi teks perjanjian internasional asli/pertama (adoption of the text). Namun, menurut Villiger, Article 39 gagal dalam mempertimbangkan kondisi ketiga, dimana perjanjian perubahan (amending) tidak dalam bentuk tertulis berkaitan dengan perjanjian internasional tersebut tidak mengatur mengenai persyaratan amandemen secara spesifik. Peraturan dalam Part II tidak akan berlaku terhadap perjanjian internasional ini. Persyaratan amandemen yang diinginkan akan diserahkan kepada Negara Pihak yang akan merumuskannya secara oral atau tacit. Yang harus diperhatikan dalam prosedur ini adalah keseimbangan antara stabilitas dari suatu perjanjian internasional, dinamisme, dan adaptibilitasnya. Dalam beberapa konteks, misalnya pada perjanjian internasional yang menghasilkan organisasi internasional, stabilitas daripada struktur institusi dan prosedur akan menjadi hal terpenting dari maksud perjanjian internasional tersebut. Stabilitas ini juga menjadi tolok ukur dalam isu-‐ isu seperti Hak Asasi Manusia. Untuk kasus lingkungan, misalnya perjanjian internasional akan diukur keberhasilannya lewat dinamismenya, yaitu kemampuan adapsi dan bereaksi dalam menangani tantangan-‐tantangan baru dan yang sedang berkembang8. Perjanjian Multilateral (Article 40)
Perjanjian internasional yang bilateral pada dasarnya lebih mudah untuk diubah
daripada perjanjian internasional yang multilateral. Yang menjadi permasalahan mengenai perjanjian bilateral adalah bentuk perjanjian untuk melakukan amandemen. Salah satu contoh daripada ketentuan amandemen di perjanjian bilateral antara Indonesia dan Australia mengenai Pertahanan (Lombok Treaty), yang bunyinya sebagai berikut: 8
Julie, Op.Cit, hal. 351.
“This Agreement may be amended in writing by mutual consent by both Parties. Any amendment to this Agreement shall come into force on the date of later notification by either Party of the completion of its ratification procedure for the amendment.9” Dengan demikian, ILC menganggap bahwa pengaturan spesifik terhadap prosedur perjanjian internasional yang bersifat bilateral tidak diperlukan, pengaturan dalam Part II sudah cukup10. Untuk perjanjian internasional yang multilateral, setidaknya menurut Anthony Aust terdapat tiga masalah yang timbul, yaitu pertama, proses persetujuan daripada perjanjian dan membuatnya berlaku (entry into force) dapat sesusah proses negosiasi dan entry into force perjanjian internasional yang orisinil; kedua, dengan maksud untuk jangka waktu yang lama, perjanjian multilateral lazimnya akan membutuhkan amandemen; dan ketiga, dengan tidak lengkapnya atau tidak adanya ketentuan mengenai amandemen dalam suatu perjanjian internasional, maka amandemen itu tidak mengikat semua Pihak11. Jika Article 39 merujuk kepada ketentuan secara umum daripada amandemen terhadap perjanjian internasional, khususnya perjanjian bilateral, maka dalam Article 40 dijelaskan secara spesifik mengenai prosedur amandemen terhadap perjanjian internasional yang bersifat multilateral. Article 40 mengatur sebagai berikut: 1. Apabila perjanjian internasional mengatur sebaliknya, amandemen perjanjian internasional yang bersifat multilateral harus diatur oleh ketentuan yang ada di paragraph berikut. (Unless the treaty otherwise provides, the amendment of multilateral treaties shall be governed by the following paragraphs.); 2. Setiap permintaan atau permohonan untuk mengubah suatu perjanjian internasional yang bersifat multilateral di antara semua pihak harus dinotifikasi kepada semua negara yang mengadakan perjanjian, yang mana setiap mereka memiliki hak dalam (Any proposal to amend a multilateral treaty as between all the parties must be notified to all the contracting States, each one of which shall have the right to take part in): (a) keputusan mengenai tindakan yang akan dilakukan sehubungan dengan permohonan tersebut (the decision as to the action to be taken in regard to such proposal); 9
Article 9 Lombok Treaty Final Draft, Commentary to Art 36, 233 para 5. 11 Anthony, Op.Cit, hal. 263. 10
(b) negoisasi dan perumusan setiap perjanjian amandemen terhadap perjanjian internasional (the negotiation and conclusion of any agreement for the amendment of the treaty). 3. Setiap Negara yang tercatat akan menjadi pihak dalam perjanjian internasional harus juga tercatat akan menjadi pihak dalam perjanjian internasional yang telah diubah (Every State entitled to become a party to the treaty shall also be entitled to become a party to the treaty as amended). 4. Perjanjian yang mengubah tersebut tidak mengikat setiap Negara yang telah menjadi pihak dalam perjanjian internasional tetapi tidak menjadi pihak dalam perjanjian yang mengubah, Article 30 paragraph 4(b) berlaku terhadap hubungan antara Negara-‐negara tersebut (The amending agreement does not bind any State already a party to the treaty which does not become a party to the amending agreement; Article 30, paragraph 4(b), applies in relation to such State). 5. Setiap Negara yang menjadi pihak dalam perjanjian internasional setelah perjanjian internasional berlaku yang telah gagal dalam menunjukkan intensi yang berbeda harus (Any State which becomes a party to the treaty after the entry into force of the amending agreement shall, failing an expression of a different intention by that State): (a) dianggap sebagai pihak dalam perjanjian internasional yang telah diubah (be considered as a party to the treaty as amended); dan (b) dianggap sebagai pihak dalam perjanjian internasional yang tidak diubah dalam hubungannya kepada pihak lain dalam perjanjian internasional yang tidak terkat kepada perjanjian pengubahan tersebut (be considered as a party to the unamended treaty in relation to any party to the treaty not bound by the amending agreement).
Tujuan utama dari Article 40 adalah untuk menjaga struktur keanggotaan daripada
perjanjian internasional yang orisinil dan yang telah diamandemen. Article 40 mengatur hubungan antara Negara Pihak dalam perjanjian internasional yang orisinil dan perjanjian internasional yang telah diamandemen. Ketentuan ini bertujuan untuk memberikan keseimbangan antara stabilitas dari hubungan kontraktual dan kebebasan Negara dalam
membuat keputusan di masyarakat internasional12. Peraturan yang ada dalam Article ini tidak mengharuskan semua Negara Pihak untuk menyatakan persetujuannya dalam amandemen, sebaliknya peraturan ini memberikan jaminan terhadap hak-‐hak tiap Negara Pihak untuk berpartisipasi dalam proses amandemen13.
Ketentuan yang ada di dalam amendment clause daripada perjanjian internasional
akan berlaku sesuai paragraph 2-‐5 apabila tidak diatur lain dalam perjanjian internasional. Bagian ini tadi telah dijelaskan di bagian sebelumnya. Salah satu alasan diperlukannya Article 40 adalah karena sering di bagian klausa amandemen perjanjian internasional, hanya diatur mengenai aspek-‐aspek tertentu dalam perjanjian internasional.
Prosedur amandemen yang tercantum dalam perjanjian-‐perjanjian internasional
dielaborasi dalam beberapa tahun terakhir. Setiap prosedur dibuat menyesuaikan dengan kebutuhan-‐kebutuhan tertentu dari organisasi atau perjanjian internasional, tetapi pada umumnya mencakup: 1. Jumlah pihak atau votes dari badan utama (plenary body) atau pertemuan yang dibutuhkan untuk mendorong amandemen sebelum itu berlaku terhadap semua pihak; 2. Mayoritas yang dibutuhkan dalam proses adopsi amandemen; 3. Apakah adopsi amandemen ini perlu diratifikasi atau disetujui saja ( 4. Jika begitu, jumlah pihak yang dibutuhkan untuk melakukan ratifikasi atau menyetujui agar amandemen tersebut berlaku (entry into force); 5. Dalam hal ratifikasi atau persetujuan tidak dibutuhkan, amandemen dapat diadopsi melalui perjanjian secara implisit atau tersirat (tacit agreement); dan 6. Apakah amandemen tersebut mengikat pihak yang belum meratifikasi atau menyetujui.
Salah satu contoh perjanjian internasional yang memiliki prosedur amandemen di
dalamnya adalah Piagam PBB (UN...