ANALISA KASUS BANK CNTURY PDF

Title ANALISA KASUS BANK CNTURY
Author Dewi Hamdanah
Pages 25
File Size 558.8 KB
File Type PDF
Total Downloads 526
Total Views 872

Summary

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN ANALISA KASUS YANG BERKAITAN DENGAN DEMOKRASI & HAM “KASUS BANK CENTURY” MAKALAH Disusun oleh : Kelompok 3 Ajeng Yayu Suherti E A1021511RB4004 Anisa Rizqika A1021511RB4005 Devi Tresa Rachmat A1021511RB4008 Dewi Hamdanah A1021511RB4009 Iis Aisyah Sanmas A1021511RB4016 I...


Description

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN ANALISA KASUS YANG BERKAITAN DENGAN DEMOKRASI & HAM “KASUS BANK CENTURY”

MAKALAH

Disusun oleh : Kelompok 3 Ajeng Yayu Suherti E

A1021511RB4004

Anisa Rizqika

A1021511RB4005

Devi Tresa Rachmat

A1021511RB4008

Dewi Hamdanah

A1021511RB4009

Iis Aisyah Sanmas

A1021511RB4016

Irma Rahayu

A1021511RB4017

Ita Nuraeni

A1021511RB4018

Lani Afriliani

A1021511RB4020

Nurintan Kaely K

A1021511RB4040

Wida Feryanti

A1021511RB4036

PROGRAM STUDI AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SANGGA BUANA (YPKP) 2016

KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan atas ke hadirat Tuhan Yang Mahaesa yang telah memberi petunjuk dan kekuatan sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “ANALISA KASUS YANG BERKAITAN DENGAN DEMOKRASI DAN HAM” pada mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa susunan dan materi yang terkandung di dalam makalah ini belumlah sempurna. Untuk itu saran dan kritik yang sifatnya membangun selalu penulis harapkan dengan senang hati dari semua pihak demi kesempurnaan makalah ini.

Bandung, Februari 2016

Penulis

i

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1 A. Latar Belakang Kasus Bank Century ........................................................... 1 BAB II PEMBAHASAN KASUS BANK CENTURY .......................................... 3 A. Resiko Sistemik............................................................................................ 5 B. Hasil audit BPK ........................................................................................... 9 C. Panitia Khusus (Pansus) Century ............................................................... 10 D. Sidang Paripurna DPR ............................................................................... 14 BAB III PENUTUP .............................................................................................. 20 A. Kesimpulan ................................................................................................ 20 B. Saran ........................................................................................................... 21 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 22

ii

BAB I PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang Kasus Bank Century Hiruk pikuk seputar kasus Bank Century, yang kini telah berganti nama

menjadi Bank Mutiara, menyita perhatian banyak elemen masyarakat. Tema besar kasus tersebut adalah korupsi. Lakon para legislator/Dewan Perwakilan Rakyat/DPR (baca: Panitia Khusus/Pansus Hak Angket Bank Century) dalam upaya pembongkaran kasus Bank Century, disimak secara luas oleh masyarakat melalui pemberitaan berbagai media massa, baik cetak maupun elektronik. Bahkan masyarakat sendiri dapat melihat jalannya persidangan Pansus Hak Angket Bank Century melalui program Breaking News yang disiarkan secara langsung (Live Streaming) oleh beberapa televisi swasta. Pemerintah (DepKeu) dan Bank Indonesia (BI) yang sementara ini dituduh sebagai pihak-pihak yang paling bertanggungjawab atas pengucuran dana talangan (bailout) kepada Bank Century—yang dinilai telah merugikan negara sekitar Rp6,76 Trilyun— melakukan pembelaan diri, seolah tidak ada yang keliru dengan mekanisme dan keputusan yang telah diambilnya. Para politisi di luar parlemen saling adu argumen. Di satu pihak partai politik tertentu mempertanyakan komitmen partai lain atas koalisi politik yang telah mereka bangun bersama, sedangkan di pihak lain partai yang dituduh “berkhianat” membela dirinya atas nama kebenaran dan keberpihakan kepada rakyat. Rakyat yang tidak puas dengan kinerja parlemen dan pemerintah melakukan unjuk rasa di mana-mana menuntut tegaknya kebenaran dan keadilan. Secara kronologi kasus Bank Century dimulai pada tahun 1989 oleh Robert Tantular yang mendirikan Bank Century Intervest Corporation (Bank CIC). Tahun 1999 pada bulan Maret Bank CIC melakukan penawaran umum terbatas pertama dan Robert Tantular dinyatakan tidak lolos uji kelayakan dan kepatutan oleh Bank Indonesia.

1

Pada tahun 2002 Auditor Bank Indonesia menemukan rasio modal Bank CIC amblas hingga minus 83,06% dan CIC kekurangan modal sebesar Rp 2,67 triliun. Tahun 2003 bulan Maret bank CIC melakukan penawaran umum terbatas ketiga. Bulan Juni Bank CIC melakukan penawaran umum terbatas keempat. Pada tahun 2003 pun bank CIC diketahui terdapat masalah yang diindikasikan dengan adanya surat-surat berharga valuta asing sekitar Rp 2 triliun yang tidak memiliki peringkat, berjangka panjang, berbunga rendah, dan sulit dijual. BI menyarankan merger untuk mengatasi ketidakberesan pada bank ini. Tahun 2004, 22 Oktober dileburlah Bank Danpac dan Bank Picco ke Bank CIC. Setelah penggabungan nama tiga bank itu menjadi PT Bank Century Tbk, dan Bank Century memiliki 25 kantor cabang, 31 kantor cabang pembantu, 7 kantor kas, dan 9 ATM. Tahun 2005 pada bulan Juni Budi Sampoerna menjadi salah satu nasabah terbesar Bank Century Cabang Kertajaya Surabaya.

2

BAB II PEMBAHASAN KASUS BANK CENTURY

Tahun 2008, Bank Century mengalami kesulitan likuiditas karena beberapa nasabah besar Bank Century menarik dananya seperti Budi Sampoerna akan menarik uangnya yang mencapai Rp 2 triliun. Sedangkan dana yang ada di bank tidak ada sehingga tidak mampu mengembalikan uang nasabah dan tanggal 30 Oktober dan 3 November sebanyak US$ 56 juta surat-surat berharga valuta asing jatuh tempo dan gagal bayar. Keadaan ini semakin parah pada tanggal 17 November, Antaboga Delta Sekuritas yang dimiliki Robert Tantular mulai tak sanggup membayar kewajiban atas produk discreationary fund yang dijual Bank Century sejak akhir 2007. Pada 20 November 2008, BI melalui Rapat Dewan Gubernur menetapkan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik. Keputusan itu kemudian disampaikan kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani selaku Ketua Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK). Kemudian KSSK mengadakan rapat pada 21 November 2008. Berdasarkan audit BPK, rapat tertutup itu dihadiri oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani sebagai ketua KSSK, Raden Pardede selaku Sekretaris KSSK, Ketua Unit Kerja Presiden untuk Pengelolaan Program Reformasi (UKP3R) Marsilam Simanjuntak, dan Gubernur BI Boediono sebagai anggota KSSK. Rapat itu kemudian ditindaklanjuti dengan rapat Komite Koordinasi yang dihadiri oleh Ketua KSSK, Gubernur BI, dan Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Peserta rapat sepakat menyatakan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik dan menerima aliran dana penanganan Bank Century melalui LPS.

3

Saat rapat Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) yang dipimpin oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani untuk memutuskan nasib Bank Century, Marsilam masih menjabat sebagai Ketua UKP3R. Akan tetapi keikutsertaanya dalam kapasitas sebagai penasihat Menteri Keuangan RI dan seagai narasumber. Dari rapat tersebut diputuskan menyuntikkan dana ke Bank Century sebesar Rp 632 miliar untuk menambah modal sehingga dapat menaikkan CAR menjadi 8%. Enam hari dari pengambilalihan LPS mengucurkan dana Rp 2,776 triliun pada Bank Century untuk menambah CAR menjadi 10%. Karena permasalahan tak kunjung selesai Bank Century mulai menghadapi tuntutan ribuan investor Antaboga atas penggelapan dana investasi senilai Rp 1,38 triliun yang mengalir ke Robert Tantular. Bank yang tampak mendapat perlakuan istimewa dari Bank Indonesia ini masih tetap diberikan kucuran dana sebesar Rp 1,55 triliun pada tanggal 3 Februari 2009. Padahal bank ini terbukti lumpuh. Pada 5 Desember 2008 LPS menyuntikkan dana kembali sebesar Rp 2,2 triliun untuk memenuhi tingkat kesehatan bank. Akhir bulan Desember 2008 Bank Century mencatat kerugian sebesar Rp 7,8 triliun. Pada Bulan Juni 2009 Bank Century mencairkan dana yang telah diselewengkan Robert sebesar Rp 180 miliar pada Budi Sampoerna. Namun, dibantah oleh Budi yang merasa tidak menerima sedikit pun uang dari Bank Century. Atas pernyataan itu LPS mengucurkan dana lagi kepada Bank Century sebesar Rp 630 miliar untuk menutupi CAR. Sehingga, total dana yang dikucurkan kepada Bank Century sebesar Rp 6,762 triliun.

4

A.

Resiko Sistemik Beberapa Menkeu saat itu Sri Mulyani menyatakan bahwa alasan

menyelamatkan Bank Century karena bank ini ‘berpotensi sistemik’ dalam merusak sistem perbankan nasional. Karena ada ‘resiko sistemik’ maka Negara – dalam hal ini LPS– bertanggung jawab untuk menyuntikkan dana 6,7 triliun rupiah ke bank tersebut. Sebuah argumen yang masih layak diperdebatkan, apakah sistemik yang dimaksud ?. Benarkah hipotesis bahwa kalau Bank Century tidak diselamatkan – alias langsung ditutup saja– akan ada potensi kerusakan sistemik ?. Ataukah itu hanya imajinasi paranoid dari para bankir sayap kanan –ideologi yang sama yang meruntuhkan perbankan pada 1998 dan Amerika pada dekade ini ? Menkeu juga berkali-kali menyatakan bahwa kebijakan itu sah. Bahwa kebijakan ini telah melalui prosedur formal yang benar, sesuatu yang kemudian terbantahkan sebagian oleh kenyataan bahwa Perpu JPS telah ditolak DPR; dan bukti bahwa keputusan itu tanpa ijin/persetujuan lebih dahulu dari pemegang mandat politik, yaitu Tuan Presiden / Wapres. Khusus untuk Presiden, sampai hari ini tidak ada konfirmasi apakah SBY menyetujui hal ini pada pertemuan tanggal 13 November 2008. Beberapa pengamat –diantaranya Tuan Antonius Tony Prasetyantono, Chief Economist BNI dan dosen FE-UGM– menyatakan bahwa tidak ada potensi kerugian dalam kasus ini. Seperti juga Kepala LPS, Tuan Firdaus Djaelani, mereka menyatakan bahwa kerugian negara dalam kasus Bank Century adalah hipotetis karena bisa dijual dengan harga lebih mahal daripada dana suntikannya, sebuah mitos yang sejak BLBI pertama tidak pernah terbukti. Mungkin kita masih ingat, recovery rate eks BPPN hanyalah sebesar 28%.

5

Kita perlu mengujinya satu per satu beberapa argumen yang ditawarkan pada publik belakangan ini. Pertama, sistemik. Sampai hari ini BI dan Menkeu sebagai KKSK tidak pernah menjelaskan dengan gamblang apa itu resiko sistemik dan bagaimana itu bisa terjadi. Yang parah bahwa penjelasan sistemik itu barangkali tidak sampai di telinga Presiden dan Wapres sampai konfirmasi terakhir tanggal 25 November 2008 saat Sri Mulyani melapor pada

Wapres, 2 hari setelah pengucuran

pertama sebesar 2,7 triliun pada tanggal 23 Nov. Sistemik telah berubah menjadi loncatan logika yang ngawur. Sebuah problem di sebuah bank kecil yang diawali oleh kesalahan kriminal para bankirnya dipetakan sebagai punya potensi pengaruh pada keseluruhan sistem perbankan nasional. Imajinasi yang dibangun bahwa bila dibiarkan atau ditutup maka hal ini akan menciptakan rush pada perbankan nasional perlu diuji : apakah benar ?. Adakah penjelasan teknis mengenai hal ini ?. Ataukah jangan-jangan ada deposan besar tertentu yang perlu dilindungi atau ditalangi oleh LPS ?. Bagaimana saling terkait dengan bank atau institusi lain sehingga berpotensi sistemik ? Berbagai gosip di dunia bawah tanah perbankan menduga bahwa ada deposan besar yang tersangkut uangnya dan harus ditalangi; mengganggu dan menuntut penjelasan apa yang dimaksud sistemik tersebut. Yang menyakitkan adanya pikiran bahwa karena kesalahan kriminal di sebuah bank –ingat kasus Bank Century diawali oleh tindak penerbitan reksadana bodong dan eksposure kredit yang nakal– dapat ‘dibantu negara’ ketika ia bersifat sistemik. Apa ini ? Seperti berpesan : “jadilah penjahat yang punya pengaruh sistemik, pastilah dibantu negara.” Para pengamat dan juga Menkeu selalu bilang bahwa uang talangan bukanlah uang negara. Apa benar ?

6

Setoran awal LPS senilai 4 triliun merupakan uang negara. Premi dari peserta penjaminan LPS pada akhirnya sebenarnya adalah uang rakyat. Ketika premi dihabiskan –atau menjadi mahal karena resiko sistemik yang diciptakan para bankir nakal– maka bebannya ditaruh pada pundak para deposan dan kreditur. SBI 6,5% tapi KPR 15%, selisih yang besar karena ada resiko pada sistem, harus ditanggung dengan membebankan premi pada ‘biaya’. Dan jatuhlah pada tanggungan Anda,para nasabah bank. Pradjoto mengatakan bahwa yang menjadi masalah sebetulnya adalah mengapa Bank Century bisa dikatakan sistemik. Hanya saja, lanjut Pradjoto, hal itu sulit diukur karena tidak mungkin menggunakan parameter yang berlaku saat ini untuk menjangkau masa lampau. Menurutnya, jika terjadi keadaan bank seperti yang dahulu dialami Century pada saat ini, kemungkinan besar bank bersangkutan akan ditutup. Artinya, persoalan sistemik yang dialami Century sangat dipengaruhi krisis ekonomi global saat itu. Mengapa kita harus mengukur potensi sitemik dengan parameter yang berlaku saat ini ?. Justru yang paling tepat adalah menggunakan parameter saat lalu. Ketidaktepatan pengambilan keputusan penyelamatan tidak hanya tergantung pada ‘potensi sistemik’ tetapi juga pada aspek kecukupan dan kelengkapan pertimbangan lainnya seperti aspek cost, benefit dan risiko juga tergantung pada sudah diidentifikasinya semua alternatif pilihan penggambilan keputusan. Tidak tercapainya tujuan pengambilan keputusan pada saat ini bisa juga dianalisis dari kecukupan hal-hal tersebut. Kedua, soal sah. Menkeu selalu berlindung pada argumen bahwa kebijakan ini diambil secara sah. Menkeu lupa bahwa dalam azas kebijakan publik, sah saja tidak pernah cukup. Ada azas lain yang lebih penting, yaitu adil. Semua kebijakan Pak Harto juga sah; bahkan praktis semua kasus korupsi modern juga sahkarena secara administratif telah memenuhi syarat formal.

7

Korupsi modern diatur dalam ruang aturan legal yang ketat, melalui proses tender, ditetapkan melalui aturan formal dan sah. Kesalahan kriminal segelintir orang kok ditanggung oleh kita bersama ? Ketiga, potensi kerugian. Beberapa pengamat –seperti Toni– bilang bahwa tidak ada kerugian negara dalam kasus Bank Century. Apakah benar ?. Bahkan bila Toni memperhitungkan PV (present value) dari suntikan dana ini pada 3 tahun mendatang; apakah tidak ada potensi kerugian ?. Benarkah kita bisa menjamin bahwa pada 3 tahun mendatang nilai penjualan Bank Century lebih besar dari 6,7 triliun ?. Siapakah yang mau membeli dengan nilai lebih dari 6,7 triliun ketika aset dan resiko manajemennya jauh lebih rendah dari angka itu ?. Apalagi mengingat pengalaman 1998 ketika recovery rate aset eks bank hanyalah 28% ? Yang lebih tidak masuk akal adalah wacana yang dilontarkan pengamat – misalnya Toni– ini dinyatakan sebelum audit (BPK) dilakukan. Tidak ada laporan faktual yang kredibel yang menjelaskan posisi aset sebenarnya Bank Century, berapa kewajibannya, berapa Dana Pihak Ketiganya serta berapa aset bersih wajarnya ? Baiklah barangkali para anggota di DPR yang membongkar kasus ini punya pretensi dengan bayangan kerugian besar tapi menyatakan bahwa Century tidak berpotensi kerugian merupakan imajinasi sesat. Keempat, yang paling mengkhawatirkan adalah kenyataan bahwa beberapa pihak yang terlibat merupakan jantung dari kabinet SBY, sekarang dan kabinet mendatang. BI bersalah karena gagal melakukan pengawasan yang baik, pimpinannya waktu itu adalahBoediono yang sekarang jadi Wapres terpilih. Boediono bahkan ditunjuk Jenderal SBY untuk memimpin penyusunan program kerja 100 harinya. Pihak lain yang terlibat adalah Nyonya Sri Mulyani, Menkeu sekarang dan dipastikan salah satu jantung mesin ekonomi SBY di kabinet mendatang.

8

Luar biasa, dengan orang-orang yang sama, cara berpikir yang sama serta cara mengelolakebijakan publik yang sama, menurut saya mengkhawatirkan untuk membayangkan bagaimana mesin kabinet SBY mengolah kebijakan publik di masa depan. Dengan kasus yang identik di masa depan ataukah kasus lain, sulit mengharapkan adanya keluaran kebijakan berbeda pada periode mendatang. Orang yang sama, cara berpikir yang sama dan cara mengelola kebijakan publik yang sama merupakan resiko yang melekat pada kabinet SBY mendatang. Dan kasus Bank Century membuat gamblang bagaimana resiko sistemik yang melekat padakabinet mendatang.

B.

Hasil audit BPK Hasil audit interim BPK atas Century itu telah diserahkan kepada DPR

pada 28 September 2008. Pada tanggal 30 September laporan awal audit BPK mengungkapkan bahwa banyak kejangggalan dalam masalah pengucuran dana pada Bank Century. Pada akhirnya BPK menemukan 9 temuan dalam kasus Bank Century diantaranya Selain itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan bisa menangani sebagian besar dari sembilan temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam kasus Bank Century jika sesuai dengan kewenangan KPK dan ditemukan cukup bukti. Satu-satunya temuan BPK yang tidak bisa ditangani KPK adalah temuan ketujuh, tentang penggunaan FPJP oleh manajemen Bank Century. Sementara enam temuan lain bisa ditangani KPK jika memenuhi ketentuan dalam Undang-Undang KPK. KPK membagi temuan BPK dalam tiga periode.

Pertama, periode sebelum pengucuran FPJP. Tiga temuan BPK masuk dalam periode itu, yakni ketidaktegasan BI dalam menerapkan aturan akuisisi dan

9

merger tiga bank menjadi Bank Century, ketidaktegasan pengawasan BI, dan praktik tidak sehat oleh pengurus Bank Century. Kedua, setelah kucuran FPJP. Selain temuan ketujuh, temuan ketiga juga dimasukkan dalam periode ini. Temua ketiga berupa pemberian FPJP dengan mengubah ketentuan BI. Ketiga, periode sejak ditangani LPS. Temuan BPK yang masuk periode ini penentuan Century sebagai bank gagal berdampak sistemik tidak didasarkan data mutakhir (temuan keempat), penanganan oleh LPS dilakukan melalui Komite Koordinasi yang belum dibentuk oleh undang-undang (temuan kelima). Kemudian penanganan Bank Century oleh LPS tidak disertai perkiraan biaya

penanganan

sehingga

terjadi

penambahan

(temuan

keenam),

pembayarankepada pihak ketiga selama Bank Century berada dalam pengawasan khusus (temuan ketujuh), dan penggelapan dana kas 18 juta dolar AS (temuan kedelapan).Uang LPS yang dikucurkan adalah uang negara meski sudah dipisahkan. Pengertian pemisahan dana LPS adalah dipisahkan dari APBN. Dengan demikian, uang LPS sama statusnya dengan uang sejumlah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebagai uang negara yang dpipisahkan dari APBN.

C.

Panitia Khusus (Pansus) Century Atas temuan BPK yang janggal tersebut DPR melakukan hak angket. Hak

angket adalah hak anggota badan legislatif untuk mengadakan penyelidikan kembali. Panitia Khusus Hak Angket yang dibentuk terdiri dari 139 anggota dari

10

8 fraksi, diketuai oleh Idrus Marham. Tujuan dari pansus ini adalah mengadakan penyelidikan selama 3 bulan kepada pihak-pihak yang bertanggung jawab dan yang berhubungan dengan bank Century dengan meminta kesaksian dari pihakpihak tersebut. 1. Kesaksian Menteri Keuangan Sri Mulyani Menteri Keuangan Sri Mulyani bertanggung jawab penuh atas keputusan penyelamatan Bank Century berdasarkan data awal nilai bailout dari BI sebesar Rp 632 miliar. Pada 13 November 2008, Sri Mulyani pernah membicarakan krisis keuangan global dan perbankan nasional kepada Presiden dan Wakil Presiden. Dalam pembicaraan tersebut diberitahukan bahwa keadaan bisa memburuk karena Bank Century kalah kliring. SBY mengatakan perlu ada langkah-langkahpencegahan, sementara JK tidak ingin ada penjamin penuh terhadap Bank Century. Sri Mulyani telah melaporkan keputusan KSSK untuk memberikan dana talangan pada Bank Century kepada Presiden SBY dan Wakil Presiden JK melalui SMS. SMS tersebut ia kirimkan pada 21 November 2008 sekitar pukul 8.30 WIB. Komisi XI DPR, pada saat...


Similar Free PDFs