Analisis ICOR Kota Tumaritis Untuk Perkiraan Investasi PDF

Title Analisis ICOR Kota Tumaritis Untuk Perkiraan Investasi
Author Divia Indira
Pages 16
File Size 210 KB
File Type PDF
Total Downloads 470
Total Views 824

Summary

Analisis ICOR Kota Tumaritis Untuk Perkiraan Investasi Divia Indira Arifin | 22116064 [email protected] Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota Institut Teknologi Sumatera A. Konsep Strategi Pembangunan Wilayah dengan Peningkatan Investasi Pembangunan wilayah merupakan proses perumusan dan pe...


Description

Analisis ICOR Kota Tumaritis Untuk Perkiraan Investasi Divia Indira Arifin | 22116064 [email protected] Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota Institut Teknologi Sumatera

A.

Konsep Strategi Pembangunan Wilayah dengan Peningkatan Investasi Pembangunan wilayah merupakan proses perumusan dan pengimplementasian tujuantujuan pembangunan dalam skala supra-urban. Pembangunan wilayah pada dasarnya dilakukan dengan menggunakan sumber daya alam secara optimal melalui pengembangan ekonomi lokal, yaitu berdasarkan kegiatan ekonomi dasar yang terjadi pada suatu wilayah. Menurut teori yang dikembangkan oleh Hirscham dan Myrdal, pembangunan wilayah adalah pertumbuhan yang tak berimbang (unbalanced growth). Teori ini memandang bahwa suatu wilayah tidak dapat berkembang bila ada keseimbangan, sehingga harus terjadi ketidakseimbangan. Penanaman investasi tidak mungkin dilakukan pada setiap sektor di suatu wilayah secara merata, tetapi harus dilakukan pada sektor-sektor unggulan (leading sector) yang diharapkan dapat menarik kemajuan sektor lainnya. (Siswanto, 2014)

Investasi merupakan salah satu akselerator dalam perekonomian suatu negara, karena besar kecilnya suatu investasi akan terkait dengan aktivitas atau variabel ekonomi lain, seperti tingkat kesempatan kerja, laju pertumbuhan, dan pendapatan suatu negara. Peningkatan investasi akan mampu mendorong laju pertumbuhan ekonomi menjadi lebih cepat, sehingga pendapatan nasional yang tinggi pun dapat dicapai. Investasi dapat diartikan sebagai suatu aktivitas atau kegiatan yang diharapkan pada masa mendatang akan memberikan feedback yang lebih besar. (Mulyo, Sumedi Andono., dkk., 2014)

Penanaman investasi pada suatu negara berkaitan dengan pertumbuhan ekonominya. Untuk di Indonesia sendiri, selama tahun 2000-2004, Indonesia perlahan pulih dari krisis keuangan; dengan nilai rata-rata PDB yang naik 4.6% per tahunnya. Dari tahun 2005 hingga 2011, rata-rata pertumbuhan ekonomi meningkat menjadi 6% per tahun, yang didukung oleh pemulihan kuat pada harga komoditas global; yang kemudian

memicu periode ledakan komoditas. Setelah hal tersebut memuncak pada kuartal kedua di tahun 2010, pertumbuhan ekonomi di Indonesia telah menurun secara stabil menjadi 6.2% di tahun 2011, 6.0% di tahun 2012, 5.6% pada tahun 2013, dan 5.0% pada tahun 2014. Penurunan ini disebabkan karena turunnya harga komoditas global, kondisi keuangan global yang fluktuatif, pengetatan fiskal dan moneter, serta daya saing yang terus melemah. (Tabor, 2015)

Menurunnya pertumbuhan ekonomi suatu negara memengaruhi pertumbuhan investasi di negara tersebut. Beberapa hal yang menjadi penghambat utama dalam pertumbuhan ekonomi di Indonesia adalah daya saing dan kerentanan makroekonomi, kesenjangan infrastruktur, kesenjangan latar belakang dan upah minimum yang meningkat, lingkungan bisnis, kondisi buruh pabrik, pertanian dan ketahanan pangan, serta pengembangan pada sektor jasa. Globalisasi menyebabkan terjadinya peningkatan akan ketergantungan pada arus modal asing, dan daya saing ekspor di Indonesia menurun (peningkatan impor). Selain itu, nilai tukar rupiah telah mengalami banyak perubahan selama masa ketidakstabilan politik dalam negeri dan guncangan global (akhir 2005, awal 2009, dan akhir 2013), dan langkah tidak tepat dari pemerintah dengan memprioritaskan stabilitas fiskal selama pertumbuhan sedang tinggi menyebabkan perlambatan pertumbuhan. Infrastruktur yang sangat tidak memadai merupakan hambatan utama bagi pertumbuhan ekonomi, karena kesenjangan infrastruktur mengakibatkan peningkatan biaya, menghambat investasi yang masuk, dan mengurangi kesempatan untuk berpartisipasi dalam pertumbuhan. Belanja pemerintah di sektor infrastruktur sangat rendah; disebabkan karena kendala di pendanaan, pilihan belanja yang buruk, ataupun kendala pada pinjaman sektor publik. (Tabor, 2015)

Di pasar tenaga kerja, upah riil di sektor manufaktur telah melampaui kenaikan produktivitas akibat kenaikan upah minimum. Meskipun sudah lebih banyak orang di Indonesia yang menerima pendidikan formal, namun prestasi belajarnya masih sederhana. Kualitas pendidikan dasar di Indonesia lebih rendah daripada negara tetangga, dan kekurangan keterampilan tersebar luas di semua sektor. Beberapa siswa menerima pendidikan kejuruan, dan kualitas pelatihan kejuruannya buruk. Kualitas pendidikan yang tinggi beragam, dan tidak satu pun institusi pelatihan tersier di Indonesia yang menduduki peringkat teratas di liga utama universitas Asia-Pasifik.

Sangat sedikit teknologi baru yang dikembangkan di Indonesia, sehingga berbagai inovasi terhambat oleh rendahnya tingkat pengeluaran dari Litbang. (Tabor, 2015)

Berbisnis di Indonesia dibatasi oleh peraturan yang ketat dan sektor keuangan yang dangkal. Indonesia tertinggal dari mitra regionalnya dalam reformasi untuk memperbaiki lingkungan bisnis dan memperdalam pasar keuangan domestik. Sentimen nasionalis juga berkontribusi terhadap pembatasan aktivitas perdagangan dan investasi asing, yang meningkatkan biaya dan melemahkan kepercayaan investor terhadap sektor-sektor utama, seperti pertambangan dan agribisnis. (Tabor, 2015)

Terdapat kesempatan yang besar untuk meningkatkan produktivitas di bidang pertanian, manufaktur, dan sektor jasa. Memprioritaskan pengembangan petani kecil dan perubahan sumber daya dari produksi pangan berkualitas rendah ke perikanan, peternakan, dan produksi kayu akan meningkatkan produktivitas dan meningkatkan hasil kerja pertanian. Di bidang manufaktur, ada kesempatan untuk memperbaiki integrasi di jaringan produksi regional dan untuk meningkatkan investasi dalam manufaktur padat karya. Kemajuan di sektor manufaktur bergantung pada sejauh mana biaya dapat dikurangi secara ekonomi, termasuk biaya yang akan dihasilkan jika sebuah kebijakan industri aktif diterapkan. Di sektor jasa, Indonesia belum mendapatkan keuntungan dari revolusi TIK global, namun ini akan berubah dengan cepat jika akses broadband dapat ditingkatkan secara nasional. Membuka sektor jasa untuk diperdagangkan, sebagai bagian dari proses Komunitas Ekonomi ASEAN, harus mendukung persaingan dan berkontribusi pada peningkatan efisiensi di bidang manufaktur dan pertanian. (Tabor, 2015)

Teori pembangunan di atas berkaitan dengan strategi pembangunan, yakni perubahan struktur ekonomi dan pranata sosial yang diupayakan untuk menemukan solusi yang konsisten bagi persoalan yang dihadapi. Secara luas, pembangunan wilayah diartikan sebagai suatu upaya untuk merumuskan dan mengaplikasikan kerangka teori ke dalam kebijakan ekonomi dan program pembangunan, yang di dalamnya mempertimbangkan aspek wilayah, dengan mengintegrasikan aspek sosial dan lingkungan menuju tercapainya kesejahteraan yang optimal dan berkelanjutan (Siswanto, 2014). Oleh karena itu, investasi sebagai salah satu pendorong utama pertumbuhan ekonomi sangat berpengaruh dalam strategi pembangunan wilayah. Pertumbuhan ekonomi yang

berkualitas dapat dicirikan dari besarnya kontribusi investasi dalam pertumbuhan daerah. Investasi akan meningkatkan akumulasi kapital, yang selanjutnya mendorong peningkatan produktivitas tenaga kerja, dan berujung pada meningkatnya output perekonomian. Peningkatan output tersebut akan diikuti dengan dampak-dampak lainnya,

seperti

meningkatnya

permintaan

tenaga

kerja

yang

menurunkan

pengangguran, meningkatkan pendapatan regional, mengurangi tingkat kemiskinan, serta meningkatkan ekspor. Selain itu, investasi yang bertumbuh secara merata di tanah air berpotensi untuk mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya alam. Pembangunan yang berimbang lebih mendukung pembangunan yang berkelanjutan, daripada pembangunan yang terkonsentrasi di satu lokasi dengan tingkat intensitas yang membahayakan titik kritis keseimbangan ekologi. (Mulyo, Sumedi Andono., dkk., 2014)

B.

Kondisi ICOR Indonesia Dibandingkan dengan Negara Lain Berikut adalah tabel dan grafik perbandingan nilai ICOR negara Indonesia dengan negara Malaysia, Thailand, Vietnam dan Tiongkok. Tabel 1 Kondisi ICOR Indonesia dengan Negara Lain di Asia Indonesia Malaysia Thailand Vietnam Tiongkok 1995

4,53

3,97

5,47

2,61

3,48

1996

5,66

4,53

4,64

3,02

3,94

1997

3,29

1,36

2,06

3,80

4,38

1998

1,85

1,35

1,01

4,97

4,66

1999

0,60

0,38

1,69

5,26

4,67

2000

3,58

3,53

5,96

5,07

4,47

2001

5,11

3,68

5,86

4,42

4,17

2002

5,25

4,29

5,47

4,47

3,98

2003

4,70

4,25

3,45

4,48

3,87

2004

4,32

4,19

3,85

4,40

3,75

2005

4,31

4,04

4,53

4,37

3,58

2006

4,05

4,07

4,90

4,37

3,23

2007

3,95

4,19

6,20

5,24

3,45

2008

4,19

4,16

6,43

6,52

3,89

2009

4,21

3,92

5,66

7,18

4,39

2010

4,22

3,89

3,61

7,42

4,62

2011

3,86

4,00

2,84

7,23

5,11

Gambar 1 Perbandingan Antara Nilai ICOR Indonesia dengan Negara Lain di Asia % 8 7 6 5 4 3 2 1 0

Indonesia

Malaysia

Thailand

Viet Nam

China

Sumber: OECD Development Centre`s calculation based on World Bank, World Development Indicators.

Tabel dan grafik di atas memperlihatkan nilai ICOR Indonesia dari tahun 1995 sampai dengan 2011 yang mengalami fase naik- turun, dengan nilai rata-rata ICOR 3,98. Nilai tersebut membuat Indonesia memiliki nilai rata-rata ICOR terendah diantara negara lainnya. Nilai ICOR Indonesia pada data tahun terakhir (2011) sebesar 3.86, sehingga dapat diartikan bahwa untuk meningkatkan 1 unit output dibutuhkan modal sebesar IDR 3,98. Banyak ahli ekonomi yang mengartikan bahwa semakin tinggi ICOR menandakan bahwa suatu sektor atau perekonomian memiliki tingkat kebocoran ekonomi yang tinggi. Kebocoran ekonomi yang tinggi menandakan bahwa investasi yang ditanamkan akan menjadi tidak efisien. Sebaliknya, jika ICOR rendah menandakan bahwa perekonomian berjalan dengan tingkat efisiensi yang tinggi, sehingga kebocoran ekonomi menjadi rendah. Kebocoran (leakages) ekonomi bisa diartikan bila pendapatan nasional suatu negara menurun karena kegiatan yang dilakukan oleh negara, seperti impor. Angka ICOR sebesar 3,98 menunjukkan angka yang cukup efisien dan dapat dikatakan tidak terjadi kebocoran ekonomi.

Nilai ICOR pada negara Vietnam dari tahun 1995 sampai 2011 juga mengalami fase naik-turun seperti Indonesia. Namun, nilai ICOR untuk tahun 2007 sampai dengan 2011 mengalami kenaikan yang sangat signifikan yaitu 5,24 – 7,23. Dengan nilai ratarata ICOR sebesar 4.99, Vietnam menjadi negara dengan rata-rata ICOR tertinggi

diantara negara lainnya. Angka ini dapat diartikan bahwa, untuk meningkatkan 1 unit output dibutuhkan modal sebesar VND 4,99. ICOR 4,99 bisa dikatakan terlalu tinggi sehingga berpotensi terjadi kebocoran ekonomi.

C.

Metode ICOR Definisi dan Rumus Hubungan antara investasi dan output nasional telah lama dirumuskan dalam model pertumbuhan ekonomi Harrod-Domar. Teori ini pada dasarnya menganalisis syaratsyarat yang diperlukan agar perekonomian nasional mampu tumbuh mantap di masamasa mendatang. Tekanan diberikan pada peranan pembentukan modal (capital formation) dalam upaya untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi. Syarat yang harus dipenuhi adalah bahwa dalam jangka panjang, kapasitas produksi yang meningkat dari tahun ke tahun sebagai akibat pembentukan modal pada tahun sebelumnya, harus digunakan secara penuh. (Susilowati, Sri H., dkk., 2012)

Hubungan antara pembentukan modal dan pertumbuhan output tercermin pada indikator makroekonomi yang dikenal sebagai ICOR (Incremental Capital Output Ratio). Indikator ini menunjukkan besarnya tambahan kapital baru yang dibutuhkan untuk meningkatkan satu unit output atau nilai tambah (Susilowati, Sri H., dkk., 2012). Output dalam pengertian ICOR adalah tambahan (flow) produk dari hasil kegiatan ekonomi dalam suatu periode atau nilai-nilai yang merupakan hasil pendayagunaan faktor produksi. Output ini merupakan seluruh nilai tambah atas dasar biaya faktor produksi yang dihasilkan dari seluruh kegiatan usaha. Untuk itu, dalam penghitungan ICOR sektor industri, yang dipakai adalah konsep Gross Value Added (nilai tambah); bukan konsep output secara umum. (BPS Provinsi Banten, 2015)

Karena ICOR menunjukkan perubahan output sebagai akibat langsung dari penambahan kapita, maka ICOR bisa diformulasikan sebagai berikut:

dimana: ∆K = perubahan nilai kapital ∆Y = perubahan nilai output

Dalam perkembangannya, data yang digunakan untuk menghitung ICOR bukan lagi hanya dari penambahan barang modal baru atau perubahan stok kapital saja, melainkan dari investasi (I) yang ditanamkan, baik oleh masyarakat, pengusaha swasta, maupun pemerintah (Susilowati, Sri H., dkk., 2012). Dalam penghitungan ICOR, konsep investasi yang digunakan mengacu pada konsep ekonomi nasional. Pengertian investasi yang dimaksud disini adalah fixed capital formation, atau pembentukan barang modal tetap; yang terdiri dari tanah, gedung/konstruksi, mesin berikut perlengkapannya, kendaraan, dan barang modal lainnya. Sementara itu, nilai yang diperhitungkan mencakup: a) Pembelian barang baru/bekas. b) Pembuatan/perbaikan besar yang dilakukan pihak lain. c) Pembuatan/perbaikan besar yang dilakukan sendiri. d) Penjualan barang modal bekas Fixed Capital Formation (Pembentukan Barang Modal Tetap). Dalam hal ini, yang dimaksud adalah Pembentukan Barang Modal Tetap Bruto (PMTB)

Kemudian, total nilai investasi akan diperoleh dari penjumlahan seluruh pembelian barang modal baru/bekas dan pembuatan/perbaikan besar yang dilakukan oleh pihak lain dan sendiri, dikurangi oleh penjualan barang modal bekas. (BPS Provinsi Banten, 2015) Sehingga, rumus ICOR dimodifikasi menjadi:

(Susilowati, Sri H., dkk., 2012)

Kemudian, bila pada konsep dasar tersebut diterapkan pada data derek waktu (time series), maka untuk memperoleh suatu nilai ICOR yang mewakili dilakukan penghitungan rata-rata sederhana yang dibagi dalam 3 tenggang waktu (gestation period), yaitu (Susanto & Jatmiko, 2012): a. ICOR Tanpa Tenggat Waktu

dimana: kit = ICOR pada tahun ke t untuk aktivitas i Iit = investasi pada tahun ke t untuk aktivitas i Yit-1 = pendapatan regional pada tahun ke t-1 untuk aktivitas i git = laju pertumbuhan aktivitas i pada tahun ke t Arti dari model 1 adalah, investasi yang ditanamkan pada tahun t (I it) diasumsikan menghasilkan output pada tahun ke t (Yit) juga. (Susanto & Jatmiko, 2012) b. ICOR Tenggang Waktu Satu Tahun

dimana: kit = ICOR pada tahun ke t untuk aktivitas i Iit-2 = investasi pada tahun ke t-1 untuk aktivitas i Yit-1 = pendapatan regional pada tahun ke t-1 untuk aktivitas i git = laju pertumbuhan aktivitas i pada tahun ke t Arti dari model 2 adalah, investasi yang ditanamkan pada tahun t diasumsikan baru akan menghasilkan output satu tahun kemudian (t+1). Tambahan output pada tahun t+1 sepenuhnya merupakan hasil dari investasi yang ditanamkan pada tahun t. (Susanto & Jatmiko, 2012) c. ICOR Tenggang Waktu Lebih dari Satu Tahun Dalam beberapa aktivitas tertentu, jangka waktu antara investasi dan tambahan hasil yang diperoleh sebagai akibat investasi tersebut dapat lebih dari 1 tahun. Bila sekiranya jangka waktu investasi tahun ke t-2 baru akan memberikan tambahan pendapatan regional pada tahun t, maka perhitungan ICOR dilakukan dengan cara:

sedangkan bila tambahan hasil baru diperoleh tiga tahun kemudian, maka ICOR dihitung dengan formulasi:

dimana: kit = ICOR pada tahun ke t untuk aktivitas i

Iit-2 = investasi pada tahun ke t-2 untuk aktivitas i Iit-3 = investasi pada tahun ke t-2 untuk aktivitas i Yit-1 = pendapatan regional pada tahun ke t-1 untuk aktivitas i git = laju pertumbuhan aktivitas i pada tahun ke t Perkiraan ICOR rata-rata kurang tepat bila dilakukan berdasarkan rata-rata ICOR per tahun, karena bisa terjadi pembiasan angka yang mungkin saja terjadi pada tahun-tahun tertentu. Untuk mengatasi hal tersebut, perhitungan ICOR rata-rata sebaiknya dilakukan berdasarkan perkembangan investasi dan tambahan hasil secara kumulatif dalam jangka waktu tertentu. Sebagaimana halnya ICOR tahunan, perhitungan ICOR rata-rata juga dapat dibedakan berdasarkan tenggang waktu. Namun secara umum, rumus ICOR ratarata ini adalah

dimana:

̅



k = ICOR rata-rata I = investasi ∆Y = tambahan hasil (pendapatan regional) i = aktivitas ke i t = tahun ke t n = tenggat waktu yang digunakan, dimana n ≥ 1 Kegunaan Metode ICOR Kegunaan dari metode ICOR adalah untuk menaikkan/menambah satu unit output. Karena unit kapital memiliki bentuk yang berbeda-beda dan beraneka ragam, sementara unit output relatif tidak berbeda, maka untuk memudahkan penghitungan keduanya dinilai dalam bentuk uang (nominal). ICOR juga dapat merefleksikan besarnya produktivitas kapital, yang pada akhirnya menyangkut besarnya pertumbuhan ekonomi yang bisa dicapai. (BPS Provinsi Banten, 2015)

Contoh Interpretasi Nilai ICOR Berikut adalah contoh tabel investasi dan PDRB pada suatu wilayah yang akan dihitung nilai COR dan ICOR nya menggunakan data hipotesis sederhana.

Tabel 2 Contoh Data Investasi dan PDRB pada Suatu Wilayah Tahun 2000-2002 Investasi PDRB Sektor 2000 2001 2002 2000 2001 2002 Tanaman Bahan 350,00 850,00 1250,00 2308,44 3239,41 3803,33 Makanan Tanaman Perkebunan 670,00 750,00 1030,00 1003,00 1054,43 1617,00 Peternakan dan Hasil850,00 1200,00 2130,00 1034,93 1452,30 2373,09 Hasilnya Kehutanan 1200,00 1320,00 1400,00 1038,34 1457,09 1856,07 Perikanan 350,00 460,00 750,00 146187,53 149889,00 181157,54 Pertambangan dan 8080,00 9750,00 10850,00 48692,58 394545,00 400612,30 Penggalian Industri Pengolahan 22000,00 50000,00 46000,00 94854,00 68329,71 88010,95 Listrik, Gas, dan Air 4560,00 5000,00 6250,00 133107,48 184466,05 256647,31 Bersih Bangunan 1230,00 2100,00 3050,00 603351,81 360150,09 586864,67 Perdagangan Besar dan 5550,00 7120,00 8420,00 117693,00 88900,83 95348,00 Eceran Hotel dan Restoran 1020,00 1300,00 2000,00 119287,91 165157,17 296826,71 Pengangkutan dan 3500,00 4560,00 7400,00 101681,23 167395,29 197224,60 Komunikasi Jasa-jasa Lainnya 230,00 400,00 640,00 3566,00 4572,00 6204,00 Total 49690,00 85110,00 91720,00 2461560,46 1733296,42 2354333,18

Keterangan perkiraan tenggat waktu pengembalian: 

Tanpa tenggat waktu: Tanaman Bahan Makanan (TBM), Peternakan dan HasilHasilnya, Kehutanan, Perikanan, Bangunan, Perdagangan Besar dan Eceran, serta



Jasa-Jasa Lainnya.



Bersih, Hotel dan Restoran, serta Pengangkutan dan Komunikasi.

1 Tahun: Tanaman Perkebunan (KBN), Industri Pengolahan, Listrik Gas dan Air

2 Tahun: Pertambangan dan Penggalian (TAM).

Kemudian, contoh perhitungan untuk masing-masing tenggat waktu adalah sebagai berikut: 

Tanpa tenggat waktu ⁄



ICOR (t-1) tenggat waktu 1 tahun



⁄...


Similar Free PDFs