PREPARASI SAMPEL UNTUK ANALISIS MINERAL PDF

Title PREPARASI SAMPEL UNTUK ANALISIS MINERAL
Author Laila Nailul Muna
Pages 5
File Size 117.1 KB
File Type PDF
Total Downloads 79
Total Views 344

Summary

PREPARASI SAMPEL UNTUK ANALISIS MINERAL Noorfikry LAa, Noviantia, Fitri Ramadhania, Shofiyyatunnisaak NAa, Muna LNa, (Rafsan Syabani Cb, Wahyu Siti Rochmahb) a Kelompok 2 AZG Mikro, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, IPB, 16680 Bogor, Indonesia b Asisten Praktikum AZG Mikro Depart...


Description

Accelerat ing t he world's research.

PREPARASI SAMPEL UNTUK ANALISIS MINERAL laila nailul muna

Related papers LAPORAN AZG PREPARASI SAMPEL nunis must ika

BAHAN AJAR APHP I revised alex alicia Kimia Analit ik Terapan Rahman Oella

Download a PDF Pack of t he best relat ed papers 

PREPARASI SAMPEL UNTUK ANALISIS MINERAL

Noorfikry LAa, Noviantia, Fitri Ramadhania, Shofiyyatunnisaak NAa, Muna LNa, (Rafsan Syabani Cb, Wahyu Siti Rochmahb) a

Kelompok 2 AZG Mikro, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, IPB, 16680 Bogor, Indonesia b Asisten Praktikum AZG Mikro Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, IPB, 16680 Bogor, Indonesia.

ABSTRAK __________________________________________________________________ Sample preparation for mineral analysis can use by wet ashing and dry ashing. This study was conducted by wet ashing AOAC 975.03 method at laboratory of chemist and food analysis, Community Nutrition Department, Faculty of Human Ecology, Bogor Agricultural University. The purpose of this study is prepare sample for mineral analtsis. Sample that use to preparation is isotonic drink. The principle of this method is oxidizing organic substances by using acids or their combinations. Acids that used are nitric acid, sulfate acid, chloric acid, and perchloric acid. Minerals are solubilized without volatlization. Wet ashing often is preferable to dry ashing as a preparation for specific elemental analysis. Keyword: acids, mineral, sample preparation, wet ashing. Preparasi sampel untuk analisis mineral dapat dilakukan dengan pengabuan basah dan pengabuan kering. Praktikum preparasi sampel kali ini dilakukan dengan pengabuan basah metode AOAC 975.03 dan dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Analisis Makanan Departemen Gizi Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor. Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mempersiakan sampel yang akan digunakan untuk analisis mineral. Sampel yang digunakan yaitu minuman isotonik. Prinsip dari metode ini adalah mengoksidasi komponen organik menggunakan asam kuat atau kombinasi asam kuat. Jenis asam kuat yang digunakan seperti asam nitrat, asam sulfat, asam klorida, asam perklorat. Pada pengabuan basah, mineral dilarutkan tanpa mengalami volatilisasi. Pengabuan basah lebih sering digunakan sebagai preparasi untuk analisis mineral spesifik dibandingkan dengan pengabuan kering. Kata kunci: asam kuat, mineral, pengabuan basah, preparasi sampel.

1. PENDAHULUAN Mineral merupakan zat gizi mikro yang dibutuhkan tubuh dalam jumlah sedikit. Secara umum, fungsi mineral adalah memelihara keseimbangan asam basa dalam tubuh dengan jalan pembentukkan mineral pembentuk asam dan mineral pembentuk basa, sebagai katalisator reaksi yang berhubungan dengan pemecahan karbohidrat, lemak, dan protein, serta pembentukkan lemak dan protein dalam tubuh. Fungsi lainnya adalah sebagai hormon dan enzim, membantu memelihara keseimbangan tubuh, sebagai neurotransmiter, sebagai bagian dari cairan usus, dan membantu dalam pembentukan serta pemeliharaan tulang, gigi, dan jaringan tubuh lain (PERSAGI 2009). Mineral didapat dari bahan pangan, dan untuk mengetahui kandungan mineral dalam bahan pangan tersebut diperlukan sebuah analisis. Proses analisis diawali dengan preparasi atau persiapan sampel. Preparasi sampel merupakan hal paling penting dalam suatu analisis karena membutuhkan waktu paling lama diantara langkah yang lain dan tidak jarang banyak kesalahan terjadi dalam proses preparasi sampel. Setiap langkah dalam preparasi sampel harus benar-benar

diperhatikan karena preparasi sampel yang salah dapat menyebabkan kesalahan dalam interpretasi data yang diperoleh. Salah satu metode analisis untuk mineral adalah menggunakan AAS. AAS merupakan metode analitik berdasarkan absorpsi radiasi UV atau visible oleh atom bebas dalam keadaan gas, AAS banyak digunakan untuk analisis bahan pangan. Oleh karena itu, sangat diperlukkan sebuah praktikum mengenai preparasi sampel untuk analisis mineral dan selanjutnya dilakukan praktikum yang menjelaskan tatacara pelaksanaan analisis mineral dengan menggunakan AAS. 2. METODE 2.1 Waktu dan Tempat Praktikum dilaksanakan pada hari Kamis tanggal 2 Oktober 2014 pukul 15.00-18.00 WIB di Laboratorium Analisis Zat Gizi Mikro Lantai 2, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. 2.2 Alat dan Bahan Percobaan preparasi sampel untuk analisis mineral yaitu neraca analitik, kaca arloji, erlenmeyer, blender, pipet volumetrik, labu ukur, dan hot plate. Bahan yang digunakan, yaitu HNO3, H2SO4 98%, air deionisasi dan sampel (minuman isotonik). 2.3 Prosedur Percobaan Prosedur percobaan pada preparasi sampel dengan pengabuan basah (AOAC 975.03 method) langkah pertama yang dilakukan adalah sampel sebanyak 1 gram ditimbang kemudian dilarutkan ke dalam 15 ml air pada Erlenmeyer berukuran 100 ml. Selanjutnya ditambahkan 10 ml HNO3, kemudian ditambahkan 10 ml H2SO4 98%, dan dihomogen. Tahap selanjutnya larutan tersebut dipanaskan di hot plate hingga menjadi warna hitam kemudian menjadi jernih. Setelah itu larutan tersebut diangkat dan didinginkan, apabila larutan menjadi warna hitam. Ditambahkan lagi HNO3 10 ml dan dipanaskan hingga jernih. Setelah itu didinginkan, kemudian diperiksa dengan 1-2 tetes air deionisasi, apabila larutan berwarna kuning dipanaskan kembali. Namun apabila tidak, tahap terakhir yaitu larutan dapat ditera dalam labu takar 50 ml. 3. PEMBAHASAN Preparasi sampel adalah proses penting yang harus dilakukan untuk menyiapkan sampel sehingga sampel tersebut siap untuk dianalisis menggunakan instrumentasi yang sesuai. Preparasi sampel juga dilakukan untuk analisis mineral. Garam mineral yang terdapat dalam bahan pangan dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu garam organik dan anorganik. Kadar mineral dari suatu bahan pangan dapat ditetapkan setelah melalui tahapan-tahapan tertentu, salah satunya tahapan pengabuan. Abu merupakan zat anorganik sisa hasil pembakaran

suatu bahan organik. Pengabuan dapat dibedakan menjadi pengabuan kering (dry ashing) dan pengabuan basah (wet ashing) (Fauzi 2000). Pada percobaan preparasi sampel untuk analisis mineral kali ini hanya dilakukan pengabuan basah. Pengabuan basah merupakan jenis pengabuan yang secara tidak langsung dilakukan dengan mengoksidasi sampel dengan oksidator kuat atau asam kuat pekat, baik secara tunggal maupun kombinasinya. Pada pengabuan basah, asam kuat yang digunakan diantaranya HNO3, H2SO4, H2O2 dan HClO4 dan sampel yang dianalisis diantaranya Fe, As, Cu, Pb, Sn dan Zn. Asam nitrat dan asam sulfat sering dikombinasikan untuk digunakan dalam pengabuan basah, karena asam sulfat akan memakan waktu oksidasi yang sangat lama, sedangkan asam nitrat mampu mengoksidasi bahan organik sampel dengan baik, akan tetapi cepat habis sebelum semua sampel terdekstruksi sempurna. Oleh karena itu, kombinasi tersebut digunakan untuk menutupi kekurangan dari masing-masing oksidator kimiawi (Gunawan 2009). Prinsip pengabuan basah yaitu penggunaan asam nitrat (HNO3) pekat untuk mendestruksi senyawa organik dari sampel menggunakan suhu rendah (Bintang 2010). Tahapan pengabuan basah diawali dengan menimbang sampel sebanyak satu gram dan melarutkannya dengan menggunakan 15 ml air ke dalam erlenmeyer 100 ml. Air yang digunakan untuk melarutkan adalah air deionisasi untuk mengurangi bias pada hasil analisis mineral. Setelah itu, pada sampel ditambahkan 10 ml HNO3 (asam nitrat) dan 10 ml H2SO4 (asam sulfat) 98%, agar larutan dan sampel dapat teroksidasi sempurna dan zat-zat organik di dalamnya dapat terdestruksi pada suhu rendah sehingga kehilangan mineral akibat penguapan dapat dihindari. Kedua asam tersebut juga merupakan oksidator yang kuat sehingga proses oksidasi dan destruksi dapat dipercepat (Setiono dan Pudjaatmaka 2009). Penambahan HNO3 dan H2SO4 98% dilakukan di ruang asam karena kedua pereaksi tersebut merupakan pereaksi yang cukup berbahaya dan bersifat korosif (Ngili 2010). Tahap selanjutnya setelah penambahan reagen adalah pemanasan larutan sampel menggunakan hot plate di ruang asam. Ketika proses pemanasan, akan terjadi oksidasi komponen organik dari sampel sehingga larutan sampel akan mengeluarkan asap dan warna larutan berubah menjadi jernih. Apabila warna larutan berubah menjadi hitam, yang menandakan bahwa zat organik dari sampel masih tersisa namun reagen yang digunakan untuk mengoksidasinya telah habis, maka larutan harus ditambahkan dengan HNO3 sebanyak 10 ml dan dipanaskan kembali. Setelah larutan berwarna jernih, larutan selanjutnya diangkat dan didinginkan. Larutan yang telah dingin ditambahkan dengan air deionisasi sebanyak 1-2 tetes untuk meyakinkan dan mengakuratkan bahwa senyawa organik dari sampel telah benar–benar teroksidasi sempurna karena penambahan air deionisasi tersebut dapat mengikat senyawa–senyawa lain yang larut dalam air (Setiono dan Pudjaatmaka 2009). Warna larutan harus tetap jernih agar tahapan selanjutnya dapat dilaksanakan, akan tetapi apabila larutan berubah menjadi berwarna kuning yang berarti masih terdapat zat organik pada sampel, maka larutan harus dipanaskan kembali hingga benar-benar jernih. Lalu larutan diangkat dan didinginkan, kemudian dimasukkan ke dalam labu takar 50 ml dan dilakukan pengenceran dengan penambahan air deionisasi hingga tanda tera.

Metode pengabuan basah dapat dikatakan lebih baik dibandingkan dengan pengabuan kering, karena tidak banyak bahan yang hilang dengan suhu pengabuan yang tinggi seperti pada pengabuan kering, waktu yang dibutuhkan dalam pengabuan basah juga lebih singkat dan kerusakan mineral bisa diminimalisir (Maria 2010). Selain itu, peralatan yang digunakan pada pengabuan basah lebih sederhana, proses oksidasi cepat, volatilisasi mineral lebih rendah, dan suhu yang dibutuhkan juga tidak terlalu tinggi. Akan tetapi, teknik pengabuan basah hanya dapat digunakan untuk analisis sampel dalam jumlah sedikit dan pelaksanaannya juga harus dilakukan dengan sangat hati-hati karena reagen yang digunakan bersifat korosif dan berbahaya dan perlu koreksi terhadap reagen yang digunakan (Gunawan 2009). 4. SIMPULAN Preparasi sampel untuk analisis mineral dilakukan dengan metode pegabuan basah (AOAC 975.03). Pengabuan basah dipilih karena dirasa lebih baik dari pengabuan kering. Pada pengabuan basah tidak banyak terjadi volatilisasi mineral yang dapat mengakibatkan kadar mineral pada bahan pangan berkurang, dan juga waktu yang dibutuhkan lebih singkat sehingga kerusakan mineral dapat diminimalisir. 5. DAFTAR PUSTAKA 1. 2. 3. 4.

5. 6. 7.

Bintang M. Biokimia Teknik Penelitian. Jakarta (ID): Erlangga. 2010. Fauzi Mukhammad. Analisa Hasil Pangan (Teori dan Praktek). Jember (ID): UNEJ. 2000. Gunawan D, dkk. Petunjuk Operasi AAS Analyse 100. Semarang (ID): Lab. Kimia Instrumen UNES. 2009. Maria S. Penentuan Kadar Logam Besi (Fe) dalam Tepung Gandung dengan Cara Destruksi Basah dan Kering dengan Spektrofotometri Serapan Atom sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-3751-2006. Skripsi. Departemen Kimia FMIPA Universitas Sumatera Utara, Medan. 2010. Ngili Y. Biokimia Dasar. Jakarta (ID): Rekayasa Sains. 2010. [PERSAGI]. Kamus Gizi Pelengkap Kesehatan Keluarga. Jakarta (ID): Penerbit Buku Kompas. 2009. Setiono L, Hadyana Pudjaatmaka. Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro Bagian I. Jakarta (ID): PT. Kalman Media Pustaka. 2009.

6. PEMBAGIAN KERJA...


Similar Free PDFs