Analisis Kasus Pidana Prasyarat UAS PDF

Title Analisis Kasus Pidana Prasyarat UAS
Author Dyah Saraswati
Course Asas-asas Hukum Pidana
Institution Universitas Indonesia
Pages 24
File Size 434.2 KB
File Type PDF
Total Downloads 155
Total Views 709

Summary

UNIVERSITAS INDONESIAANALISIS PENERAPAN ASAS-ASAS HUKUM PIDANADALAM PERKARA KASUS TINDAK PIDANA PENIPUAN DAN PENCURIANTUGAS PRASYARAT UAS ASAS-ASAS HUKUM PIDANAKELAS ADYAH AYU SARASWATI1806139241FAKULTAS HUKUMPROGRAM SARJANA REGULERDEPOKMEI 2019KASUS POSISI(dilansir dari megapolitan.kompas/read/2019...


Description

UNIVERSITAS INDONESIA

ANALISIS PENERAPAN ASAS-ASAS HUKUM PIDANA DALAM PERKARA KASUS TINDAK PIDANA PENIPUAN DAN PENCURIAN

TUGAS PRASYARAT UAS ASAS-ASAS HUKUM PIDANA KELAS A

DYAH AYU SARASWATI 1806139241 FAKULTAS HUKUM PROGRAM SARJANA REGULER DEPOK MEI 2019

KASUS POSISI (dilansir dari https://megapolitan.kompas.com/read/2019/02/25/19163961/biar-kelihatankeren-ridwan-pura-pura-jadi-polisi-dan-curi-emas-pacarnya)

DEPOK, KOMPAS.com - Ridwan (22) ditangkap polisi lantaran mengaku-ngaku sebagai anggota polisi yang bertugas di Polres Jakarta Selatan. Ia mengaku melakukan hal tersebut agar kelihatan keren di mata WW (44), pacarnya. Sebab, ia juga bercita-cita sebagai polisi. Namun, saat mendaftar jadi anggota kepolisian, ia tidak diterima. “Biar keren saja (pakai baju polisi), saya juga mau jadi polisi, tetapi enggak kesampaian makanya beli baju polisi,” ucap Ridwan di Polresta Depok, Senin (25/2/2019).

Ridwan juga mengaku membeli atribut kepolisian, seperti jaket, sepatu, dan seragam polisi dari toko online. Namun, ia enggan menyebutkan berapa uang yang dia keluarkan untuk membeli perlengkapan tersebut. “Saya beli online semua perlengkapan polisi karena saya ingi kelihatan keren, saya beli bekas dari online,” ujar Ridwan. Wakapolresta Depok Arya Perdana mengatakan, Ridwan telah melakukan penipuan dan mencuri emas pacarnya sebesar 100 gram. Dengan berpura-pura menjadi polisi, Ridwan membuat pacarnya percaya hingga akhirnya ia mencuri emas milik tersebut. Pencurian itu dilakukannya saat ia main ke rumah sang pacar. Saat itu, pacar Ridwan sedang ke luar rumah. "Pas pacarnya sedang keluar rumah, ia mengambil kesempatan untuk mencuri emas pacarnya tersebut,” ucap Arya. Emas yang dicuri tersebut kemudian dijual dengan harga Rp 12 juta rupiah secara online. “Harusnya kerugiannya bisa Rp 48 juta, namun karena dia ini ingin cepat menjualnya, akhirnya dijuallah secara online sebesar Rp 12 juta,” ucap Arya.

Arya mengatakan, pelaku ini mengaku baru sekali melakukan penipuan sekaligus pencurian tersebut. Kendati demikian, polisi tetap mendalami pengakuan tersebut. Sejauh ini, kata dia, belum ada laporan mengenai Ridwan yang menggunakan atribut kepolisian untuk keperluan lain. Ridwan dikenakan Pasal 362 KUHP tentang pencurian dengan ancaman maksimal 5 tahun penjara dan Pasal 228 KUHP tentang penyalahgunaan atribut yang tidak semestinya digunakan seseorang dengan ancaman maksimal 2 tahun penjara.

1

(dilansir dari https://megapolitan.kompas.com/read/2019/02/25/13232441/pura-pura-jadipolisi-pria-ini-curi-emas-milik-pacarnya)

DEPOK, KOMPAS.com - Polresta Depok menangkap Ridwan (23) lantaran mengaku-ngaku sebagai anggota polisi yang bertugas di Polres Jakarta Selatan, Senin (25/2/2019) dini hari. Kassubag Humas Polresta Depok AKP Firdaus mengatakan, penangkapan tersebut berawal dari

laporan

seorang

warga

yang

menjadi

korban

polisi

gadungan

tersebut.

Firdaus mengatakan, awalnya Ridwan berpacaran dengan korban dan sudah menjalani hubungan selama satu tahun. “Pada saat pacaran dengan korban, pelaku terus menerus mengenakan seragam polisi sehingga korban percaya kalau pelaku ini polisi,” ucapnya saat dikonfirmasi, Senin. Setelah menjalani hubungannya kira-kira delapan bulan, kemudian Ridwan (pelaku) mencuri emas korban tersebut di rumahnya. “Setelah ketahuan barang korban sudah dicuri nih, kemudian korban melaporkan kejadian tersebut ke kami. Sehingga keberadaan Ridwan kami lacak dan langsung kami bawa ke kantor (Polresta Depok),” ucap Firdaus.

Firdaus mengatakan, saat ini Ridwan (pelaku) masih melakukan pendalaman terkait kasus tersebut di Polresta Depok. “Masih didalami sudah dari kapan melakukan penipuan dan sudah berapa orang yang ditipu,” ucap Firdaus.

2

ANALISIS 1.

Uraian Kapos -

Ridwan (22) berpura-pura menjadi polisi untuk menarik hati WW (44).

-

Setelah menjalani hubungan selama 8 bulan, Ridwan melakukan pencurian atas emas 100 gram milik WW saat WW pergi keluar rumah.

-

2.

Ridwan tertangkap oleh polisi di Depok pada 25 Februari 2019 dini hari.

Pasal yang Dikenakan dan Penguraian Unsur Pasal Ridwan (22), pelaku, telah melakukan dua tindak pidana secara berurutan. Atas dua tindak pidana ini dijatuhkan pidana Pasal 228 dan 362 KUHP.

Pasal 228 KUHP “Barangsiapa dengan sengaja memakai tanda kebesaran yang berhubungan dengan pangkat atau gelar yang tidak dimilikinya, diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun atau denda sebanyak-banyaknya empat ribu lima ratus rupiah.” Penguraian unsur-unsur pasalnya: 1.

Barangsiapa Barangsiapa yang dimaksud adalah subjek hukum yang dapat dimintakan pertanggungjawaban pidana, penyandang hak, dan kewajiban hukum, yaitu natuurlijk persoon. Subjek hukum yang bertanggung jawab dalam kasus ini ialah Ridwan.

2.

Dengan sengaja Unsur “dengan sengaja” berhubungan dengan unsur kesalahan dalam tindak pidana. Memorie van Toelichting berpendapat bahwa kita dapat mengetahui sebuah perbuatan memenuhi unsur kesengajaan apabila penanggung jawab pidana memenuhi wetten (mengetahui tindakan yang akan dilakukan akan

3

memiliki akibat sedemikian rupa) dan willen (menghendaki perbuatan atau akibat tersebut agar terjadi). 1 MvT membagi sengaja menjadi tiga: a) Sengaja sebagai maksud, yaitu pelaku menghendaki akibat daripada perbuatannya. Jadi, andaikan perbuatan yang ia lakukan tidak akan memenuhi akibat yang diinginkan, ia tidak akan melakukannya. b) Sengaja sebagai keinsyafan kepastian, yaitu kesengajaan yang dilakukan oleh pelaku untuk mencapai tujuan utamanya di mana si pelaku menyadari bahwa dengan dilakukannya perbuatan itu akan menimbulkan akibat lain demi tercapai tujuan utamanya, dan pelaku menganggap akibat lain itu bukan penghalang untuk mencapai tujuan utamanya. c) Sengaja sebagai keinsyafan kemungkinan, yaitu kesengajaan yang dilakukan oleh pelaku untuk mencapai tujuan utamanya, tetapi ada kemungkinan ada akibat lain dari perbuatannya itu. Dalam kasus, tindakan Ridwan sebagai pelaku termasuk dalam sengaja sebagai maksud, karena ia memang bermaksud berpura-pura menjadi seorang polisi meskipun sesungguhnya bukan. 3.

Memakai tanda kebesaran yang berhubungan dengan pangkat atau gelar yang tidak dimilikinya Yang dimaksud dengan “memakai tanda kebsaran yang berhubungan dengan pangkat atau gelar yang tidak dimilikinya” yakni memakai seragam atau tanda polisi, residen, sipir penjara, tentara, dsb. saat ia bukan pejabat-pejabat tersebut. Pakaian ini tidak perlu persis dalam detail, selama membuat orang lain percaya bahwa ia seorang pejabat. Ridwan telah menggunakan atribut polisi dan membuat WW percaya bahwa ia polisi, maka tindakan Ridwan telah memenuhi unsur ini.

Selain Pasal 228 KUHP, tindakan Ridwan juga dijatuhkan Pasal 362 KUHP.

1

Andi Hamzah, Asas-Asas Hukum Pidana, cet. 4, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), hlm. 114.

4

Pasal 362 KUHP “Barangsiapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau denda paling banyak sembilan ratus rupiah.” Penguraian unsur-unsur pasalnya: 1.

Barangsiapa Barangsiapa yang dimaksud adalah subjek hukum yang dapat dimintakan pertanggungjawaban pidana, penyandang hak, dan kewajiban hukum, yaitu natuurlijk persoon. Subjek hukum yang bertanggung jawab dalam kasus ini ialah Ridwan.

2.

Mengambil Unsur mengambil terbukti dengan tindakan Ridwan yang mengambil emas 100 gram dari rumah WW.

3.

Barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain Unsur barang yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain dibuktikan dengan barang milik WW berupa emas 100 gram yang dicuri dari rumahnya oleh Ridwan.

4. Dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum Unsur “melawan hukum” meliputi: 2 a. Tanpa hak sendiri b. Tanpa wewenang c. Mengambil hak orang lain d. Melawan hukum positif Emas 100 gram yang diambil Ridwan bukanlah haknya, juga bukan pula pemberian dari WW kepadanya, oleh karena itu ia tidak memiliki wewenang untuk mengambil emas tersebut dan menyimpannya bagi diri sendiri.

2

Ernst Utrecht, Rangkaian Sari Kuliah: Hukum Pidana I, (Bandung: Percetakan Universitas Padjajaran, 1958), hlm. 383.

5

Unsur melawan hukum juga dibagi menjadi dua macam, yaitu melawan hukum formil dan materiel. 1.

Melawan hukum formil Suatu tindakan bersifat melawan hukum apabila seseorang melanggra suatu ketentuan undang-undang, di mana unsur “melawan hukum” itu dapat menjadi unsur tertulis maupun tidak tertulis. Apabila menjadi unsur tertulis, maka harus dibuktikan dalam pengadilan, sedangkan jika tidak maka tindak pidana itu sendiri telah dianggap melawan hukum. Positif formil berarti melawan undang-undang, negatif formil berarti tidak melawan undang-undang.

2.

Melawan hukum materiel Suatu tindakan mengandung “sifat melawan hukum” tidak cukup didasarkan saja pada undang-undang, tetapi harus didasarkan pula pada nilai-nilai kepatutan yang ada dalam masyarakat. Positif materiel berarti melawan asas-asas kesadaran hukum dalam masyarakat, negatif materiel berarrti tidak bertentangan dengan asas-asas kesadaran hukum dalam masyarakat. Pencurian dianggap melawan hukum secara formil karena sesuai dengan pasal yang tertera dalam KUHP dan bertentangan pula dengan asas-asas kesadaran hukum yang ada di masyarakat, sehingga tindak pencurian memenuhi unsur melawan hukum formil dan materiel. Jadi, unsur melawan hukum dalam kasus ini terbukti.

3.

Kesalahan (Schuld) Pengertian kesalahan dalam hukum pidana dibahas oleh para ahli hukum dengan berbagai cara; ada yang menempatkan kesaalahan sebagai salah satu unsur dari tindak pidana (Simons) dan ada pula yang menempatkan sebagai unsur dari pertanggungjawaban pidana (Roeslan Saleh, Moeljatno).3 Secara umum, “kesalahan” telah dianut suatu

3

E. Y. Kanter dan S. R. Sianturi, Asas-Asas Hukum Pidana dan Penerapannya di Indonesia, cet. 3, (Jakarta: Storia Grafika, 2002), hlm. 161.

6

adagium yang berbunyi “Tidak ada pemidanaan tanpa adanya kesalahan.” (“Geen straf zonder schuld.”) Kesalahan terikat erat dengan pengertian dasar dari hukum pidana, yang di dalamnya termasuk perbuatan pidana dan pertanggungjawaban pidana. Unsur perbuatan pidana ialah perbuatan formil, yakni perbuatan yang dilarang oleh peraturan perundangundangan,

dan

perbuatan

materiel,

yakni

sifat

melawan

hukum.

Unsur

pertanggungjawaban pidana ialah kesalahan itu sendiri, dengan unsur-unsur mampu bertanggung jawab, sengaja atau alpa, dan tidak ada alasan pemaaf. Asal dari kesalahan sebagai unsur pertanggungjawaban pidana ialah orang hanya akan dipidana jika ia mempunyai pertanggungjawaban pidana.

Dalam kasus posisi, serta dari penguraian unsur pasal, terbukti bahwa tindakan Ridwan telah memenuhi unsur kesalahan, karena Ridwan dapat bertanggung jawab, sengaja melakukan penipuan dan pencurian, dan tidak ada alasan pemaaf yang setelah ini akan dibahas.

4.

Teori Pemidanaan (Straftheorien) Teori pemidanaan digolongkan dalam tiga pokok, yaitu: 4 1.

Teori Pembalasan/Absolut Teori ini membenarkan pemidanaan karena seseorang telah melakukan suatu tindak pidana dan terhadap pelaku mutlak harus diadakan pembalasan yang berupa pidana. Hukuman dianggap sebagai syarat mutlak yang menjadi konsekuensi terjadinya kejahatan; kejahatan itu sendiri menjadi justifikasi adanya hukuman. Teori ini sering disamakan dengan lex talionis atau hukum pembalasan. Negara berperan sebagai pembalas tindak kejahatan yang dilakukan oleh terpidana tanpa melihat akibat pemidanaan bagi terpidana.

2.

Teori Relatif/Tujuan Teori ini membenarkan pemidanaan berdasarkan atau tergantung kepada tujuan pemidanaan, yaitu untuk perlindungan masyarakat atau pencegahan terjadinya kejahatan. Pengancaman suatu pidana dan dijatuhkan suatu pidana bertujuan untuk menakut-nakuti calon penjahat atau penjahat yang besangkutan, untuk memperbaiki penahat, untuk menyingkirkan penjahat,

4

Ibid., hlm. 59.

7

atau prevensi umum. Berbeda dengan teori absolut, teori relatif mempersoalkan akibat-akibat dari pemidanaan kepada penjahat atau kepada kepentingan masyarakat. Dipertimbangkan juga pencegahan untuk masa mendatang. Teori relatif mengenal prevensi/efek jera yang dibagi menjadi dua: •

Generale preventie: Pencegahan terjadinya suatu kejahatan dengan mengadakan ancaman pidana yang cukup berat untuk menakut-nakuti calon-calon penjahat. Cara ini ditujukan secara umum (kepada siapa saja) agar takut melakukan kejahatan.



Special preventie: Hukuman diberikan untuk memberi efek jera, memberikan pendidikan bagi pelaku agar tidak melakukan tindak pidana lagi.

3.

Teori Gabungan Teori ini menggabungkan kelebihan teori absolut dan relatif. Teori gabungan tidak hanya memperitmbangkan masa lalu (seperti teori absolut), tetapi juga mempertimbangkan masa datang (seperti teori relatif). Penjatuhan suatu pidana harus memberikan rasa kepuasan, baik bagi hakim maupun kepada penjahat itu sendiri di samping kepada masyarakat. Harus ad akeseimbangan antara pidana yang dijatuhkan dengan kejahatan yang telah dilakukan.

Berdasarkan ketiga teori di atas, hukuman yang diberikan kepada Ridwan ialah pembalasan atas penipuan dan pencurian yang ia lakukan kepada WW, tetapi hukuman yang diberikan harus memberikan efek jera agar tidak mengulangi perbuatannya lagi, jadi termasuk dalam teori gabungan.

5.

Dasar Penghapus Pidana (Strafuitsluitingsgronden) Dasar penghapus pidana muncul ketika seseorang melakukan delik dan memenuhi unsur-unsur yang ada dalam delik tersebut, tetapi ada kondisi yang yang menyebabkan tindakan tersebut tidak dapat dipidana. Strafuitsluitingsgronden umum adalah dasar pengahapus yang berlaku untuk tiap delik dalam KUHP dan tercantum dalam Pasal 44 dan 48-51 KUHP. Dasar penghapus pidana umum dibagi menjadi dua, yaitu: 5

5

Utrecht, Hukum Pidana I, hlm. 346.

8

1.

Dasar pemaaf (schulduitsluitingsgronden) 6 Dasar pemaaf adalah alasan-alasan yang menghilangkan unsur kesalahan dalam tindak pidana karena pelaku tidak dapat bertanggung jawab. Dasar pemaaf ini bersifat subjektif karena melekat pada diri orang (sikap batin sebelum atau saat berbuat). Apabila unsur kesalahan dihapuskan, maka tidak dapat dipidana suatu perbuatan, sesuai dengan adagium tidak ada pidana tanpa kesalahan. Dasar-dasar pemaaf dalam KUHP, antara lain: a) Pasal 44 KUHP menyatakan bahwa sebuah perbuatan pidana tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada seseorang apabila orang tersebut jiwanya cacat dalam pertumbuhan atau terganggu karena penyakit. Apabila terbukti pelaku memiliki gangguan atau cacat jiwa, maka tidak dapat bertanggungjawab atas suatu perbuatan pidana. b) Pasal 48 KUHP berbicara mengenai daya paksa (overmacht) di mana pasal 48 menyatakan bahwa seseorang tidak dapat dihukum apabila melakukan tindak pidana di bawah pengaruh daya paksa. Dikenal 2 macam overmacht, yaitu: •

Vis Absoluta (daya paksa absolut): suatu paksaan yang sama sekali tidak bisa dilawan oleh pembuat tindak pidana.



Vis Compulsiva (daya paksa relatif): suatu paksaan yang dapat dilawan tetapi pada umumnya orang akan tetap mengikuti ancaman tersebut.

Overmacht yang menjadi dasar pemaaf ialah overmacht relatif atau vis compulsiva. c) Pasal 49 ayat (2) KUHP membahas pembelaan terpaksa yang melampaui batas (noodweer excess). Pasal 49 ayat (1) memberikan hak untuk membela diri, tetapi hak tersebut hilang apabila pembelaan melampaui batas. Namun pembelaan melampaui batas tidak termasuk strafbar, karena berdasarkan Pasal 49 ayat (2) seseorang tidak dipidana orang yang melakukan pembelaan melampaui batas. Unsur-unsur noodweer excess yaitu:

6



Melampaui batas pembelaan yang perlu



Terbawa oleh suatu perasaan “sangat panas hati”

Ibid., hlm. 349.

9



Antara timbulnya perasaan “sangat panas hati” dan serangan yang dilakukan ada hubungan kausal

d) Pasal 51 ayat (2) KUHP berbicara tentang menjalankan perintah jabatan yang tidak sah dengan itikad baik. Ada dua syarat agar pembuat dapat dimaafkan, yaitu: •

Yang diperintah sama sekali tidak tahu bahwa perintah yang dikeluarkan adalah suatu perintah yang itdak sah (syarat subjektif).



Menjalankan perintah itu harus diadakn dalam batas lingkungan dari yang diperintah pada yang memerintah (syarat objektif).

2.

Dasar pembenar (rechtvaardigingsgronden) 7 Dasar pembenar adalah alasan-alasan yang membenarkan suatu perbuatan sehingga sifat melawan hukumnya hilang. Pada umumnya diterima bahwa dasar pembenar menghapuskan suatu peristiwa pidana sehingga perbuatan yang bersangkutan bukan sebuah peristiwa tindak pidana. Dasar pembenar dibagi menjadi: a) Keadaan darurat (Noodtoestand), di mana pembuat delik bertindak karena terdorong paksaan dari luar. Dalam noodtoestand, pembuat dipaksa memilih antara dua hal buruk, dan ia memilih melakukan delik dibanding dirugikan besar oleh paksaan dari luar itu. Ada tiga macam noodtoestand: •

Suatu pertentangan antara kepentingan hukum. Contoh: akibat kecelakaan kapal, A dan B berpegangan pada sebuah papan di tengah laut. Apabila keduanya tetap berpegangan, keduanya akan tenggelam dan mati. Maka A mendorong B. Walaupun seharusnya melanggar Pasal 338 KUHP, A tidak dipidana.



Suatu pertentangan antara kepentingan hukum dan kewajiban huku.



Suatu pertentangan antara kewajiban hukum. Contoh: seorang dokter wajb melakukan opreasi kepada seorang pasien dan di waktu yang sama dokter itu dipanggil di pengadilan

7

Ibid., hlm. 346.

10

sebagai seorang ahli. Dokter tersebut memilih kewajibannya untuk mengoperasi pasien dibanding menjadi ahli di pengadilan. b) Pembelaan terpaksa (noodweer) diatur dalam Pasal 49 ayat (1) syarat penyerangan adalah penyerangan terhadap perbuatan yang melawan hukum terhadap diri sendiri atau orang lain, terhadap kehormatan kesusilaan atau harta benda sendiri maupun orang lain. Dalam perbuatan pembelaan terpaksa harus seimbang dengan serangan yang mengancam, disebut asas proporsionalitas, yakni pembelaan sebatas apa yang diperlukan saja. Ada pula asas subsidaritas, yaitu untuk mempertahankan kepentingan hukumnya, yang terancam pembelaan itu harus mengambil upaya yang paling ringan akibatnya. c) Melaksanakan perintah jabatan yang sah diatur dalam Pasal 51 ayat (1). Ada hubungan publik antara orang yang memberi perintah dan orang yang diberi perintah yang melakukan suatu perbuatan tertentu. Kewenangan pada menjalankan perintah jabatan ialah pada perintah yang diberikan peraturan perundang-undangan.

Sementara, strafluitsluitingsgronden khusus adalah alasan-alasan yang dapat menghapuskan unsur tindak pidana dalam pasal-pasal tertentu. Contohnya: •

Pasal 163 bis ayat (1): mencoba menggerakkan orang lain menggunakan cara yang dipakai dalam Pasal 55 ayat (1) ke-2.



Pasal 166 jo. 164 dan 165: tidak memberitahukan kepada pejabat kehakiman

atau

kepolisian

mengenai

suatu

permufakatan

jahat

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 104, 106, 107, 108, 113, 115, 124, 187, dan 187 bis. •

Pasal 221 ...


Similar Free PDFs