Analisis Yuridis Tehradap Harta Pusaka Tinggi Yang Diperjualbelikan Menurut Hukum Waris Adat Kerinci PDF

Title Analisis Yuridis Tehradap Harta Pusaka Tinggi Yang Diperjualbelikan Menurut Hukum Waris Adat Kerinci
Author Ning Adiasih
Pages 15
File Size 302.6 KB
File Type PDF
Total Downloads 111
Total Views 227

Summary

ANALISIS YURIDIS TEHRADAP HARTA PUSAKA TINGGI YANG DIPERJUALBELIKAN MENURUT HUKUM WARIS ADAT KERINCI Rizki Kusuma (Mahasiswa Program S1 Fakultas Hukum Universitas Trisakti) (E-mail: rizki [email protected]) Ning Adiasih, S.H., M.H. (Dosen Fakultas Hukum Universitas Trisakti) (E-mail: ningadiasih@tr...


Description

ANALISIS YURIDIS TEHRADAP HARTA PUSAKA TINGGI YANG DIPERJUALBELIKAN MENURUT HUKUM WARIS ADAT KERINCI

Rizki Kusuma (Mahasiswa Program S1 Fakultas Hukum Universitas Trisakti) (E-mail: rizki [email protected])

Ning Adiasih, S.H., M.H. (Dosen Fakultas Hukum Universitas Trisakti) (E-mail: [email protected]) Abstrak Salah satu masalah yang sering muncul dalam hukum waris adat adalah hukum warisnya, seringkali ketentuan-ketentuan hukum waris adat dilanggar oleh para pihak yang memiliki kepentingannya sendiri berdasarkan hal tersebut banyak hakim di Indonesia yang berbeda memberikan putusan mengenai waris adat. Pokok permasalahannya yaitu : 1) Apakah harta pusaka tinggi bisa diperjualbelikan menurut hukum waris adat Kerinci ? 2) Bagaimana kesesuaian putusan Mahkamah Agung No. 419 PK/ Pdt/ 2016 ?. Metode penelitian yang digunakan terdiri dari objek penelitian yaitu adalah putusan, Tipe penelitian yaitu tipe penelitian hukum normatif, Sifat penelitian yaitu deskriptif analisis, Data yang digunakan adalah data sekunder, Dengan cara pengumpulan data melalui studi kepustakaan, Analisis data yaitu menggunakan metode kualitatif dan penarikan kesimpulan menggunakan logika deduktif. Kesimpulan 1) Kedudukan harta pusaka tinggi Minangkabau / Kerinci berlaku ketentuan adat yaitu tajua indak dimakan bali (terjual tidak bisa terbeli) harta pusaka tinggi tidak boleh dipejualbelikan. 2) dengan adanya pertimbangan hakim Mahkamah Agung dalam perkara a quo pada tingkat peninjauan kembali yang menyatakan bahwa hak gadai yang sudah berlangsung 7 tahun atau lebih wajib dikembalikan kepada pemiliknya, yaitu keturunan Siti Gerah, Putusan sudah sesuai dengan ketentuan hukum waris adat Kerinci.

Kata Kunci: Harta Pusaka Tinggi, Hukum Waris Adat

1

PENDAHULUAN 1.

Latar Belakang Negara Indonesia adalah negara kesatuan yang terdiri dari 34 provinsi.

Terdapat lebih dari 300 kelompok etnik atau suku bangsa di Indonesia, atau lebih tepatnya 1.340 suku bangsa menurut BPS pada tahun 2010. Seperti suku Jawa adalah kelompok suku yang terbesar di Indonesia dengan jumlah mencapai 41% dari total populasi. Suku jawa kebanyakan berkumpul di pulau Jawa, akan tetapi jutaan jiwa telah bertransmigrasi dan tersebar ke berbagai pulau di nusantara bahkan bermigrasi ke luar negeri seperti ke Malaysia dan Suriname. Suku Sunda, suku Melayu, dan suku Madura adalah kelompok terbesar berikutnya di negara ini setelah suku Jawa. Selain itu banyak suku-suku terpencil, terutama pada daerah Kalimantan dan papua, memiliki populasi yang sangat kecil, bahkan hanya ada yang beranggotakan ratusan orang saja. Sebagian besar bahasa daerahpun masuk dalam golongan rumpun bahasa Austronesia, meskipun demikian sejumlah besar suku-suku di Papua tergolong dalam rumpun bahasa Papua atau Melanesia.

1

Pembagian kelompok suku di Indonesia tidak mutlak dan tidak jelas diakibatkan oleh perpindahan penduduk dan percampuran budaya. Sebagai contoh suku Baduy dan suku Banten yang sementara pihak menganggap mereka sebagian dari keseluruhan suku Sunda. Contoh lain percampuran suku bangsa adalah suku Betawi yang merupakan suku Bangsa hasil percampuran berbagai suku bangsa pendatang baik dari Nusantara maupun Tionghoa dan Arab yang datang dan tinggal di Batavia pada masa kolonial Belanda.

2

Dengan demikian, Di dalam kehidupan manusia tidak lepas dari aturan-aturan baik berupa aturan hukum maupun yang bukan merupakan aturan hukum. Sehingga terdapat banyak hukum adat yang berlaku di Indonesia akibat keanekaragaman suku Bangsa, dan untuk membedakan antara adat dengan hukum adat

membutuhkan suatu kriteria yang dapat dijadikan pedoman. Kriteria yang

_________________________ 1

RagamSuku Bangsa Indonesia”(On-Line),tersedia di http://id.wikipedia.org/wiki/Suku bangsa di indonesia (15 september 2010)

2

Ibid

2

digunakan adalah berupa batasan dan atribut yang diberikan kepada gejala hukum (adat) itu. Batasan atau atribut dapat berupa sanksi atau akibat hukum, misalnya seperti yang dikemukakan oleh Van Vollenhoven, Soepomo, dan Soekanto mengenai definisi hukum adat. Van Vollenhoven mengemukakan bahwa : Hukum adat adalah hukum yang tidak bersumber kepada peraturan-peraturan yang dibuat oleh pemerintah belanda dahulu atau alat-alat kekuasaan lainnya yang menjadi sendinya dan diadakan sendiri oleh kekuasaan belanda dahulu.

3

Soepomo Mengemukakan bahwa : Hukum Adat adalah hukum yang tidak tertulis didalam peraturan legislatif meliputi peraturan-peraturan yang hidup meskipun tidak ditetapkan, tetapi didukung oleh rakyat

berdasarkan atas

keyakinan bahwa peraturan tersebut mempunyai kekuatan hukum.4 Salah satu bidang hukum adat adalah hukum waris, hukum waris yang berlaku di Indonesia ada tiga yakni : Hukum Waris Islam, Hukum Waris Adat dan Hukum Waris Perdata. Setiap daerah memiliki hukum yang berbeda-beda sesuai dengan sistem kekerabatan yang mereka anut.7 Istilah waris didalam hukum waris adat diambil alih dari bahasa Arab yang telah menjadi bahasa Indonesia, dengan pengertian hukum penerusan harta kekayaan dari suatu generasi kepada generasi keturunannya yang memuat hukum adat dan memuat garis-garis ketentuan tentang sistem dan azas-azas hukum Waris, Tentang harta warisan, pewaris, dan waris serta cara dialihkannya penguasaan dan pemilikan harta warisan dari pewaris kepada ahli waris.

8

Hukum Waris Perdata diatur dalam kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata), memberikan batasan tentang pengertian dan definisi hukum waris sebagai suatu pedoman, adapun pengertian tersebut, adalah seperti terurai dibawah ini. Menurut Pasal 830 KUHPerdata mengatakan : “pewarisan hanya ________________________ 3

Soerojo Wignjodipoerjo, Pengantar dan Asas-asas Hukum Adat, (Jakarta: PT. Gunung Agung, 1995), h. 15. 4 Ibid., h. 14 7

Hukum waris “ (On-Line), tersedia di: http://id.wikipedia.org/wiki/Hukum_Waris (9 Desember 2005 ) 8 H.Hilman Hadikusuma, Op.,Cit.h 7.

3

berlangsung karena kematian”. Dan Pasal 832 KUHPerdata mengatakan : “Menurut Undang-undang yang berhak menjadi ahli waris ialah, para keluarga sedarah baik sah maupun luar kawin dan suami atau istri yang hidup terlama, semua menurut peraturan tertera dibawah ini, dalam hal bilamana baik keluarga sedarah maupun yang hidup terlama diantara suami istri tidak ada, maka segala harta peninggalan si yang meninggal menjadi milik negara yang mana wajib melunasi segala utangnya, sekedar harta peninggalan mencukupi untuk itu”.

9

Dari uraian diatas maka dapat diketahui, bahwa harta warisan merupakan harta kekayaan dari pewaris yang telah wafat, baik harta itu telah dibagi atau masih dalam keadaan belum terbagi (utuh). Dalam kebudayaan hukum adat Kerinci dikenal sistem kekerabatan Matrilineal, Dalam masyarakat adat Kerinci anak batino (anak perempuan) dibebani kewajiban “berkembang lapek bertungku jahang” artinya ialah “berkembang tikart bertukungku jarang”, artinya sewaktu- waktu ada peristiwa penting dalam keluarga, maka anak batino (perempuan) yang bertindak sebagai penyelenggaranya, atau terjadi hal-hal yang menimpa keluarga misalnya anak jantan (laki-laki) terkena musibah hingga

terpaksa pergi

dari

rumah

isterinya/mertuanya, merajuk atau cerai, maka anak batino (perempuan) harus siap menampungnya. Atas pertimbangan itulah maka dalam pembagian harta warisan, ahli waris yang perempuan diberi bagian yang lebih besar. Hal itu disadari oleh ahli waris laki-laki sehingga ia menerimanya dengan suka rela. Kenyataan seperti diatas tidak menutup kemungkinan untuk mengharapkan hukum warisan islam atau faraidh. Dalam pewarisan adat di kerinci Harta Warisan dibagi menjadi dua, yang pertama adalah harta pusaka tinggi yang merupakan harta turun-temurun dari generasi sebelumnya kepada generasi setelahnya, macam-macam harta benda pusaka tinggi yaitu, harta pusaka tinggi dan cara pembagian harta pusaka tinggi ________________________ 9

Elfrida R Gultom, Hukum Waris Adat di Indonesia, (Jakarta: Literata Lintas Media, 2010), h. 13.

4

masih menganut hukum waris adat yaitu bersifat warisan turun-temurun dan tidak boleh diperjualbelikan, sementara pada harta pusaka rendah merupakan segala harta yang didapat dari hasil usaha pekerjaan dan pencaharian sendiri. Harta ini boleh dijual dan digadaikan menurut keperluan dengan sepakat ahli waris.

10

Dalam kasus yang akan dilakukan penelitian terjadi sengketa antara keluarga Penggugat (Terlawan) dan orang tua Tergugat (Pelawan) telah terjadi kesepakatan Jual-Beli bersifat gadai atas sawah yang terletak di Desa Koto Tuo, yang merupakan Harta Pusaka Tinggi Milik Pihak Tergugat dengan Nilai 700 (tujuh ratus) kaleng padi. Kemudian Pihak Penggugat (Terlawan) membawa sengketa ini ke pengadilan Sungai Penuh, dan majelis hakim PN memutuskan bahwa jual beli pada tanggal 18 November 1961 adalah jual beli lepas, dan pada tingkat Pengadilan Tinggi (Banding) dan MA (Kasasi) Perlawanan dari pihak Tergugat selalu di tolak. Tentu Putusan Majelis Hakim ini bertentangan dengan sistem kewarisan adat Kerinci, Jambi. karena Harta Pusaka Tinggi tidak dapat diperjualbelikan kepada siapapun dan bersifat turun-temurun dari generasi sebelumnya kepada generasi setelahnya. Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk menelaah, meneliti, memfokuskan dan membahasnya lebih lanjut dalam bentuk penulisan skripsi dengan judul “Analisis Yuridis Terhadap Harta Pusaka Tinggi yang Diperjualbelikan Menurut Hukum Waris Adat Kerinci (Studi Putusan Mahkamah Agung No. 419 PK/ Pdt/ 2016)”.

2.

Rumusan Masalah Dalam penelitian ini akan dikemukakan perumusan masalah sebagai

berikut : 1. Apakah Harta Pusaka Tinggi bisa diperjualbelikan menurut Hukum Waris Adat Kerinci ? __________________________ 10

Ibid.

5

2. Bagaimana kesesuaian Putusan Mahkamah Agung No. 419 Pk/Pdt/2016 dengan Hukum Waris Adat Kerinci ?

Metode Penelitian Dalam penelitian ini objek yang penulis teliti adalah (Studi Putusan Mahkamah Agung No. 419 Pk/Pdt/2016, yaitu tentang “Harta Pusaka Tinggi yang diperjualbelikan Menurut Hukum Waris Adat Kerinci”, merupakan penelitian yuridis normatif, maka penelitian ini berbasis pada analisis norma hukum, baik hukum dalam arti law as it is written the books (dalam perundang-undangan), maupun hukum dalam arti law as it is diceded by judge through judicialprocess (putusan-putusan pengadilan).

11

Dan Sifat Penelitian adalah deskriptif yaitu

penelitian yang memberikan gambaran terhadap hukum waris adat khususnya kedudukan harta pusaka tinggi yang diperjualbelikan menurut hukum waris adat di kerinci. Pengumpulan

data

dilakukan

melalui

pengumpulan

bahan

studi

kepustakaan, dengan cara pembelajaraan dan pengumpulan bahan-bahan pustaka di perpustakaan, mengakses data melalu media internet dan dokumen- dokumen yang ada kaitannya dengan objek yang akan diteliti. Adapun metode yang dipergunakan dalam menganalisis data ini adalah metode kualitatif yang merupakan suatu metode analisis data yang mengelompokan dan menyelidiki data yang telah diperoleh dari penelitian lapangan menurut kualitas dan kebenarannya, kemudian dihubungkan dengan teori-teori yang diperoleh dari studi kepustakaan sehingga diperoleh jawaban atas permasalahan yang diajukan.

12

Pengambilan kesimpulan dengan menggunakan logika deduktif, yaitu metode yang menarik kesimpulan bersifat khusus dari pernyataan-pernyataan yang bersifat umum lalu dapat diambil kesimpulan.13 ___________________________________ 11

Fakultas Hukum Universitas Trisakti, Pedoman Penulisan Tugas Akhir Mahasiswa (jakarta: Universitas Trisakti, 2011) h. 54 12 Fakultas Hukum Universitas trisakti, Op.,Cit.h. 11

13

Ibid, hal. 53

6

PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITAN

OBJEK PERKARA

B

D

E

F

G

H

Keterangan : (A)

Merah Husin, Merupakan bapak dari Penggugat yang melakukan jual beli gadai dengan Siti Gerah.

(B)

Hoesri, Putra dari Merah Husin.

(C)

Siti Gerah, Merupakan ibu dari Para Tergugat/ Para Pelawan, yang melakukan jual beli gadai dengan Merah Husin.

(D)

Sinurmah, Merupakan anak dari Siti Gerah

(E)

Nasarudin, Merupakan anak dari Siti Gerah.

(F)

Kamidasni, Merupakan anak dari Siti Gerah.

(G)

Majid Usman, Merupakan anak dari Siti Gerah.

(H)

Talib Usman, Merupakan anak dari Siti Gerah.

A.

Harta Pusaka Tinggi Bisa Diperjualbelikan Menurut Hukum Waris Adat Kerinci. Adat merupakan kebudayaan

keseluruhan dan menggambarkan keidentikan

antara adat dan kebudayaan, artinya kebudayaan pada suatu sisi diidentikan dengan adat, sementara disisi lainnya ada perbedaan.14 Secara umum tujuan hukum adat adalah harmoni sosial. dalam harmoni sosial terdapat 3 unsur yaitu : keteraturan, keadilan, dan kesejahteraan. Dalam _______________________ 14

C. Dewi Wulansari, Op.,Cit.h. 71.

7

keteraturan tesimpul 3 komponen, yaitu : kohesi sosial (kerekatan), kebersamaan (komunalisme), dan kemakmuran. Didalam keadilan tersimpul 3 komponen yaitu : hak-kewajiban, tugas- wewenang, perintah-larangan. Sedangkan dalam kesejahteraan mengandung makna : ketentraman, keamanan, dan kedamaian.15 Khusus pada kebudayaan Kerinci adat merupakan kebudayaan bagi masyarakatnya. Penjelasan diatas menegaskan bahwa adat bagian kebudayaan dan bukan perbedaan, maka tidak perlu dipersoalkan apabila orang Kerinci menyebutkan adatnya sebagai kebudayaan.16 Mayoritas agama masyarakat Kerinci adalah Islam, mereka tunduk kepada ajaran hukum Islam khusus untuk masalah waris mereka menggunakan hukum adat. Hal tersebut dapat dilihat dari sistem orang keturunan yang ditarik menurut garis ibu atau perempuan (matrilineal). Pada umumnya kekuasaan itu mempunyai hubungan yang erat perannya dalam kelangsungan keturunan dan tidak akan menempatkan pada pusat kekuasaan. Oleh karna itu dapat dikatakan adat Kerinci menganut sistem kekerabatan matrilineal.17 Untuk harta waris adat Kerinci terdapat beberapa macam yaitu : 1.

Harta Pusaka Tinggi adalah hak milik bersama dari pada suatu kaum yang mempunyai pertalian darah dan diwarisi secara turun temurun dari nenek moyang terdahulu dan harta ini berada dibawah pengelolahan 18

mamak kepala waris. 2.

Harta Pusaka Rendah adalah warisan yang ditinggalkan oleh seseorang pada generasi pertama, karena ahli warisnya masih sedikit itulah statusnya masih dipandang rendah. Harta Pusaka Rendah berarti harta pencaharian orang tua sewaktu masih hidup dalam ikatan perkawinan.19

_______________________ Ning Adiasih, “Bunga Rampai Asosiasi Pengajar Hukum Adat”, (https://www.jial- apha.net /index.php/adat/article/view/bunga-rampai-seri-1/1, diakses pada 25 juni 2020 ) 16 Jamaris Jamna, Op.,Cit.h. 77. 17 Amir Syarifuddin, Op. Cit., h. 183-184. 18 Naim Muchtar, Loc. Cit. 19 Ibid. 15

8

Terdapat hubungan antara mamak kemenakan dan harta pusaka tinggi yaitu, hubungan antara seseorang laki-laki atau perempuan dengan saudara lakilaki dari ibunya dilain pihak. Dalam bentuk hubungan mamak kemenakan ini seorang laki-laki mempunyai dua arus hubungan yang berlainan arus yaitu keatas mempunyai hubungan ke mamak dan kebawah mempunyai arus hubungan kepada kemenakan.20 Mamak adalah saudara laki-laki dari garis ibu serumah gadang menurut hukum adat Kerinci, keberadaan seorang mamak itu sangat penting sebagai orang yang memegang hak dan kewajiban dalam mengurus kewarisan. Mamak juga bertanggung jawab memelihara dan mendidik semua kemenakannya sekaligus mamak itu menjaga keselamatan harta pusaka kaumnya.21 Kemenakan adalah semua anak dari saudara perempuan, bisa laki- laki maupun perempuan, dalam adat Kerinci yang menganut sistem matrilineal mamak dan kemenakan adalah satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Karena harta pusaka tinggi sebagaimana yang dikatakan pusaka dari mamak diwarisi kepada kemenakan. Selain itu para ahli waris juga dapat menghalau atau menghalangi tindakan mamak kepala waris terhadap harta pusaka yang tidak mereka setujui. Bagi Harta Pusaka Tinggi berlaku ketentuan adat yaitu “tidak bisa di perjualbelikan”, dalam hukum waris adat Kerinci/ Minangkabau tidak mengenal menjual harta pusaka tinggi, yang boleh hanya digadaikan. Untuk tanah dalam harta pusaka tinggi misalnya, gadai hanya dapat dilakukan atas kesepakatan anggota kaum sebagai pemilik tanah pusaka tinggi yang bersangkutan jika dalam keadaan memaksa. Tanah pusaka tinggi hanya dapat digadaikan karena alasanalasan berikut : 1.

Rumah Gadang Katirisan (rumah gadang yang bocor) Rumah gadang sebagai milik bersama, ternyata sudah rusak seperti

bocor atau sudah lapuk, maka boleh menggadaikan untuk keperluan perbaikannya. _________________________ 20 21

Amir Syarifuddin, Op., Cit.h.200. H. Suardi Mahyuddin, Op.,Cit., h.65.

9

2.

Gadih gadang tak balaki (gadis dewasa yang belum bersuami) Bila kemenakan perempuan bersuami karena alasan biaya yakni tidak ada untuk mengisi adat dan untuk pesta perkawinan maka boleh menggadaikan harta pusaka tersebut.

3.

Mayat tabujue di tengah rumah (mayat terbujur di tengah rumah) Tanah itu boleh digadaikan untuk menutupi biaya kematian, penguburan, kenduri dan sebagainya.

4.

Membangkitkan batang tarandam (membangkitkan batang tarandam) Pada kaumnya bila gelar pusako (pusaka) sudah lama terbenam. Bahwa berdasarkan

kasus

harta

pusaka

tinggi

adat

Kerinci

yang

diperjualbelikan dalam putusan Mahkamah Agung No. 419 PK/ Pdt/2016. Merah Husin (orang tua penggugat/ Terlawan) yang merupakan bukan dari kalangan anggota kaum pemilik tanah harta pusaka tinggi tersebut, tidak berhak untuk menguasai tanah tersebut karena alasan-alasan untuk memindahtangankan harta pusaka tinggi tersebut tidak terpenuhi, antara lain :

a.

Rumah Gadang Katirisan (rumah gadang yang bocor), bahwa didalam kasus Siti Gerah (orang tua Tergugat/ Pelawan) menjual kepada Merah Husin (orang tua Penggugat/ Terlawan) tanpa ada maksud sebagai biaya untuk melakukan perbaikan/ renovasi terhadap harta pusaka tinggi kaum.

b.

Gadih gadang tak balaki (gadis dewasa belum bersuami) Bahwa didalam kasus Siti Gerah (orang tua Tergugat/ Pelawan) menjual kepada Merah Husin (orang tua Penggugat/ Terlawan) tanpa ada maksud sebagai biaya pernikahan gadis dewasa dalam keluarga kaum Karena tidak ada gadis dewasa dari keluarga kaum yang belum menikah.

c.

Mayat tabujue di tengah rumah (mayat terbujur ditengah rumah), bahwa didalam kasus Siti Gerah (orang tua Tergugat/ Pelawan) menjual kepada Merah Husin (orang tua Penggugat/ Terlawan) tanpa ada maksud sebagai biaya pemakaman karena didalam keluarga kaum tidak ada yang meninggal dunia.

10

d.

Membangkitkan batang tarandam (membangkitan batang tarandam), bahwa didalam kasus Siti Gerah (orang tua Tergugat/ Pelawan) menjual kepada Merah Husin (orang tua Penggugat/ Terlawan) tanpa ada maksud sebagai biaya upacara adat.

Dengan demikian, Harta pusaka tinggi berkedudukan sebagai harta pusaka yang diwarisi secara turun temurun dari nenek moyang terdahulu yang harus dilindungi dan dipelihara karena merupakan harta pusaka bersama suatu kaum.

B.

Kesesuaian Putusan Mahkamah Agung No. 419 Pk/ Pdt/ 2016 Dengan Hukum Waris Adat Kerinci Menurut B. Ter Haar Bzn, menyatakan bahwa hukum waris adat m...


Similar Free PDFs