Artikel Ilmiah Pengertian Pendidikan Kejuruan PDF

Title Artikel Ilmiah Pengertian Pendidikan Kejuruan
Author Teguh Iman Perdana
Pages 19
File Size 166.1 KB
File Type PDF
Total Downloads 204
Total Views 525

Summary

PENGERTIAN PENDIDIKAN KEJURUAN/VOCATIONAL EDUCATION DAN PERKEMBANGAN PENDIDIKAN KEJURUAN DI 3 NEGARA: AMERIKA SERIKAT, JERMAN, SWISS. Oleh: Teguh Iman Perdana 17503241001 PENDIDIKAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2020 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara bahasa Pend...


Description

PENGERTIAN PENDIDIKAN KEJURUAN/VOCATIONAL EDUCATION DAN PERKEMBANGAN PENDIDIKAN KEJURUAN DI 3 NEGARA: AMERIKA SERIKAT, JERMAN, SWISS.

Oleh: Teguh Iman Perdana 17503241001

PENDIDIKAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2020

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara bahasa

Pendidikan

Kejuruan/Vocational

education

adalah

pendidikan menyiapkan peserta didiknya untuk bekerja dalam keahlian khusus seperti pengrajin, teknisi, atau pekerja professional dalam bidang teknik, akutansi, keperawatan, praktisi medis, arsitek, atau hukum). Dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional tidak dikenal istilah vokasional, yang dikenal adalah pendidikan vokasi. Pendidikan vokasi pada naskah ini bukan pendidikan vokasi dalam ranah perguruan tinggi atau secara yuridis, tetapi pendidikan vokasi dalam ranah teoretis dan praktis seperti definisi Unesco di atas. Secara filosofis, tujuan pendidikan vokasi ada tiga macam, yaitu: (1) esensialisme, (2) pragmatis, dan (3) pragmatis rekonstruksi. Tujuan pendidikan vokasi ditinjau dari filossofi esensialismen adalah untuk memenuhi kebutuhan pasar tenaga kerja yang ditandai dengan penyelarasan kurikulum yang sesuai dengan dunia usaha dan dunia industry (DUDI), instruktur memiliki pengalaman yang berhubungan dengan industri yang luas. Sistem terpisah dari pendidikan akademis. Tujuan pendidikan vokasi ditinjau dari pragmatis adalah untuk memenuhi kebutuhan individu untuk pemenuhan pribadi dan persiapan kehidupan yang ditandai dengan penekanan pada penyesaian masalah dan berpikir tingkat lebih tinggi, pembelajaran dibangun dari pengetahuan sebelumnya. Tujuan pendidikan vokasi ditinjau dari pragmatisme rekonstruksi adalah untuk mengubah pekerjaan menjadi lebih demokratis, lebih proaktif, melawan ketidakadilan dan ketidaksetaraan dalam masalah kerja (Rojewski, 2009: 22).

Dalam

perkembanganya,

guna

memajukan

pendidikan

kejuruan,

pemerintah mengeluarkan Inpres Nomor 9 Tahun 2016 tentang Revitalisasi Sekolah Menengah Kejuruan dalam rangka Peningkatan Kualitas dan Daya Saing Sumber Daya Manusia Indonesia dan tersedianya tenaga kerja yang terampil dan terdidik yang dibutuhkan oleh dunia usaha/industri. Perkembangan tersebut pula banyak dipengaruhi oleh berbagai Negara yang telah cakap dalam pengembangan sekolah kejuruan. Atas dasar tersebut dan merujuk pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003,

dalam

paper

ini

akan

menjelaskan

mengenai

arti

pendidikan

kejuruan/vocational education dan pengembanganya. Apakah ditemukan istilah lain di Indonesia yang sama dan persis mengenai arti pendidikan kejuruan dan vokasional serta bagaimanakah perkembangan sekolah vokasi baik di Indonesia dan di negara lain. B. Tujuan 1. Menjelaskan arti pendidikan kejuruan atau vocational education. 2. Menjelaskan perkembangan pendidikan kejuruan di 3 negara yaitu Amerika Serikat, Jerman, dan Swiss. C. Ruang Lingkup Pengertian pendidikan vokasi dan Perkembangan pendidikan kejuruan di 3 negara yaitu Amerika Serikat, Jerman, dan Swiss.

BAB III LANDASAN TEORITIS A. Dasar Teori Pengertian mengenai pendidikan kejuruan amatlah beragam. Banyak pihak yang berpendapat bahwa pendidikan kejuruan adalah pendidikan yang menyiapkan peserta didiknya untuk siap bekerja. Secara yuridis tercantum dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang SPN, Pasal 15 menyatakan bahwa pendidikan kejuruan merupakan pendidikan menengah yang menyiapkan peserta didik terutama untuk bekerja dalam bidang tertentu.Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang SPN, Pasal 15 menyatakan, “Jenis pendidikan mencakup pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi, vokasi, keagamaan, dan khusus.”. Pada Perkembangan selanjutnya, pendidikan kejuruan menggunakan dua teori utama yaitu teori Prosser dan teori Dewey. Teori efisiensi sosial Prosser terkenal dengan dengan sebutan Prosseer’s

theorems. Inti dari teori Posser adalah TVET membutuhkan lingkungan pembelajaran yang menyerupai dunia usaha/industri dan peralatan/permesinan yang memadai sesuai kebutuhan pelaksanaan pekerjaan di dunia usaha/industri. Agar hasil kerja TVET efektif, TVET harus melatih dan membentuk kebiasaan kerja sebagai kebutuhan yang harus dimiliki pekerja di dunia usaha/industry (Darmono 2016: 48) Teori pendidikan demokratis Dewey menjelaskan bahwa TVET tradisional yang mekanistis harus dikembangkan menjadi pendidikan yang demokratis. Peserta didik mengeksplorasi kapasitas dirinya sendiri untuk berpartisipasi dlam segala aspek kehidupan bermasyarakat. Sekolah Menengah Kejuruan harus

mampu melakukan proses tranmisi dan transformasi budaya melalui kesetaraan posisi dalam ras, etnik, status sosial ekonomi di masyarakat. Setiap peserta didik memliki

pandangan

positif

terhadap

orang

menyelesaikan masalah (Darmono 2016: 48)

lain,

memiliki

kemampuan

BAB III PEMBAHASAN

A. Definisi Pendidikan Kejuruan (Vocational Education) Istilah mengenai pendidikan kejuruan amat beragam; vocationaleducation,

technical education, professional education, dan occupationaleducation. Dilansir dari allaboutschoolleavers.co.uk, Vocational education is education that prepares students for work in a specific trade, a craft, as a technician, or in professional vocations such as engineering, accountancy, nursing, medicine, architecture, or law (Pendidikan kejuruan adalah pendidikan yang menyiapkan peserta didiknya untuk bekerja dalam keahlian khusus seperti pengrajin, teknisi, atau pekerja professional dalam bidang teknik, akutansi, keperawatan, praktisi medis, arsitek, atau hukum). Definisi pendidikan kejuruan secara yuridis tercantum dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang SPN, Pasal 15 menyatakan bahwa pendidikan kejuruan merupakan pendidikan menengah yang menyiapkan peserta didik terutama untuk bekerja dalam bidang tertentu. Definisi pendidikan kejuruan selanjutnya dijabarkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan yang menyatakan bahwa SMK adalah salah satu bentuk pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan kejuruan pada jenjang pendidikan menengah sebagai lanjutan dari Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs). Vokasi berasal dari bahasa Lain, vocare, yang berarti dipanggil, surat panggilan, perintah, dan undangan untuk mengerjakan suatu pekerjaan (okupasi). Vocare dalam bahasa Inggris menjadi vocation sebagai kata benda (noun) dan vocational sebagai kata sifat (adjective). Vocation diterjemahkan dalam bahasa Indonesia menjadi vokasi. Vocational dalam bahasa Inggris diterjemahkan menjadi vokasional atau kejuruan.

Vocational educational diterjemahkan menjadi pendidikan kejuruan. Di Universitas Gadjah Mada digunakan istilah sekolah vokasi. Wenrich, et al. 1988: 3 menyatakan, “Vocational education is specialized preparation for entry into

employment or advanced on the job (Wenrich, et al. 1988: 3). Pendidikan vokasional adalah pendidikan yang disiapkan secara khusus untuk menjadi pekerja atau meningkatkan keterampilan dalam melaksanakan pekerjaan. Pendidikan vokasional selanjutnya berkembang untuk menyiapkan profesi. Byram & Wenrich (1956: 50) menyatakan bahwa dari sudut pandang sekolah, pendidikan kejuruan mengajarkan orang cara bekerja secara efektif. Menurut Evans (dalam Muliaty, 2007: 7) pendidikan kejuruan merupakan bagian dari sistem pendidikan yang mempersiapkan seseorang agar lebih mampu bekerja pada satu kelompok pekerjaan atau satu bidang pekerjaan daripada bidang-bidang pekerjaan lain. Demikian juga menurut Hamalik (2001:24) menyatakan bahwa pendidikan kejuruan adalah suatu bentuk pengembangan bakat, pendidikan dasar keterampilan dan kebiasaan-kebiasaan yang mengarah pada dunia kerja yang dipandang sebagai latihan keterampilan. Lebih lanjut, Djohar (2007:1285) mengemukakan bahwa pendidikan kejuruan adalah suatu program pendidikan yang menyiapkan individu peserta didik menjadi tenaga kerja profesional dan siap untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Technical education, menurut Roy W. Robert (dalam Soeharto, 1988:2) adalah pendidikan kejuruan yang bidang keahliannya meliputi masalah teknik industri. Dijelaskan pula bahwa pendidikan teknik yang dilaksanakan di berbagai fakultas teknik di lingkungan perguruan tinggi tidak termasuk di dalamnya. Berkenaan dengan istilah

professional education, Wenrich (dalam Soeharto, 1988:2) mengemukakan bahwa istilah ini terkait dengan pendidikan persiapan kerja yang dilakukan di perguruan tinggi.

Secara lebih moderat Wenrich dan Galloway (dalam Sugiyono, 2003:11) mengemukakan. The term vocational education, technical education, occupational

education are used interchangeably. These terms may have different connotations for some readers. However, all three terms refer to education for work (Istilah pendidikan kejuruan, pendidikan teknik atau pendidikan kerja telah digunakan secara terus menerus secara bergantian. Istilah ketiganya saling bertautan dan memiliki konotasi yang berbeda bagi sebagian pembaca. Hanya saja, kesimpulan dari ketiganya tetap merujuk pada pendidikan agar peserta didiknya mampu bekerja) Pendidikan vokasional selanjutnya berkembang untuk menyiapkan profesi. Beberapa universitas mendirikan sekolah vokasi seperti kedokteran, hukum, teknik, dan pendidikan. Sejalan dengan dengan pendapat Wenrich, et al., Pavlova (2009: 7) menyatakan:

Traditionally, direct preparation for work was the main goal of vocational education. It was perceived as providing specific training that was reproductive and based on teachers’ intention develop understanding of a particular industry, comprising the specific skills or tricks of the trade. Students motivation was seen to be engendered by economic benefit to them, in the future. Competency-based training was chosen by most governments in Western societies as a model for vocational education. (Secara tradisional, disiapkan langsung untuk bekerja merupakan tujuan utam pendidikan vokasional. Pendidikan kejuruan dipahami sebagai persiapan pelatihan khusus yang dihasilkan dan berdasarkan pengalaman guru dalam mengembangkan pemahaman industri tertentu, membandingkan keterampilan spesifik dan seluk beluk perusahaan. Siswa dimotivasi bahwa dengan memiliki keterampilan akan memberikan keuntungan ekonomi bagi mereka di masa yang akan datang. Pelatihan berbasis kompetensi dipilih hampir semua pemerintah di masyarakat Western sebagai suatu model pendidikan vokasional). Selanjutnya, Billet (2011: 2) menyatakan bahwa pendidikan vokasional (Vocational Education atau VE) adalah, “Educational for education.” (Pendidikan untuk bekerja). Sejalan dengan pendapat Billet tersebut, Thompson (1973: 111) berpendapat bahwa pendidikan vokasional atau kejuruan merupakan pendidikan yang didesain

untuk mengembangkan keterampilan, kecakapan, pemahaman, sikap, kebiasaan kerja, dan apresiasi yang dibutuhkan oleh pekerja untuk memasuki dunia usaha/industri. Pendidikan Teknologi Kejuruan (Technical Vocational Education) memiliki beberapa istilah di berbagai negara. Di Amerika Serikat digunakan istilah Career and

Technical Education (CTE), Vocational and Technical Education (VTE), dan di tingkat menengah disebut Career Centre (CC). Di United Kingdom dan Afrika Selatan dikenal dengan Further Education and Training (FET). Di Asia Tenggara disebut Vocational and

Technical Education and Training (VTET). Sedangkan di Australia lebih dikenal dengan Vocational and Technical Education (VTE) (MacKenzie dan Polvere, 2009).

B. Perkembangan Pendidikan Kejuruan (Vocational Education) di Berbagai Negara Indonesia Dari tahuh ke tahun, pendidikan kejuruan kian mendapat sorotan dan tempat tersendiri di tengah masyarakat. Sorotan tajam beberapa tahun belakangan ini adalah lulusan pendidikan kejuruan merupakan penyumbang jumlah

pengangguran

terbesar.

Dilansir

dari

sindonews.com,

Bambang

Brojonegoro Menteri Perencanaan dan Pembangunan (PPN) menyebut bahwa pengangguran masih didominasi oleh lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dibanding lulusan Sekolah Menengah Atas (SMA) yang berkisar hanya 8 persen. Senada dengan Bambang Brojonegoro, Badan Pusat Statistik mencatat bahwa lulusan SMK setidaknya menyumbang sekitar 11,24 persen angka pengangguran terbuka di Indonesia seperti dilansir Kompas.com. Hal tersebut begitu bertolak belakang dari upaya pemerintah dalam merevitalisasi SMK. Terdapat empat poin revitalisasi, diantaranya adalah kurikulum, pendidik dan tenaga pendidik, link and match dunia kerja, da yang terakhir adalah kualitas lulusan.

Pengembangan Praksis pendidikan kejuruan di Indonesia cenderung dipengaruhi oleh mazab Prosser. Sistem pendidikan di Indonesia membagi pendidikan kejuruan secara terpisah dengan pendidikan akademik. Pendidikan kejuruan di tingkat menengah diselenggarakan di SMK dan MAK sedangkan pendidikan akademik diselenggarakan di SMA dan MA. Pemisahan pendidikan kejuruan dan pendidikan akademik merupakan ciri pokok dari pendidikan dengan aliran filosofi esensialisme lain. Melihat perkembangan pendidikan vokasi Negara lain Amerika Serikat Amerika Serikat tidak memiliki SMK, namun setiap siswa SMA akan menempuh CTE sebagai mata pelajaran yang dapat ditempuh di sekolahnya sendiri atau di Training Center. Di tingkat universitas juga dikenal Community

College yang seringkali menyediakan program pelatihan keterampilan untuk bekerja. Dilansir dari lipi.go.id

bahwa di Amerika Serikat (AS), sekolah

vokasi/kejuruan biasanya dimulai setelah tingkat sekolah menengah atas (post

secondary) di mana kelas-kelas ditawarkan melalui community college atau institut teknologi. Baru-baru ini menjadi standar bagi sebuah sekolah kejuruan untuk memberikan sertifikasi secara online, khususnya di berbagai area yang tidak begitu memerlukan pengalaman praktek. Sekolah kejuruan di Amerika Serikat kebanyakan adalah sekolah swasta. Program-program pendidikan orang dewasa, seperti program Insentif Kerja (Work

Incentive Program/WIN) serta Job Corps, di AS dibikin untuk menampung mereka yang sedang menganggur dan mencari pekerjaan yang layak dengan mempersiapkan pendidikan yang sesuai sebelum mencari kerja yang pas. Bahkan

departemen pendidikan AS memberikan bantuan keuangan bagi orang dewasa yang berkeinginan untuk sekolah di sekolah kejuruan. Lumrahnya, pendidikan kejuruan di Amerika Serikat menggunakan teori Prosser dalam pendidikan kejuaruan. Terdapat 16 poin teori kejuruan yang diterapkan di Amerika Serikat mengikut teori Prosser, diantaranya adalah: 1. Vocational education will be efficient in proportion as the environment in

which the learner is trained is a replica of the environment in which he must subsequently work. Pendidikan kejuruan akan efisien jika lingkungan dimana tempat peserta didik dilatih merupakan replika lingkungan dimana nanti bekerja. Teori ini terkait dengan lingkungan bekerja (work environment). 2. Effective vocational training can only be given where the training jobs are

carried on in the same way, with the same operations, the same tools, and the same machines as in the occupation itself. Pelatihan kejuruan akan efektif hanya jika tugas-tugas diklat pekerjaan dilakukan dengan cara yang sama, operasi yang sama, alat, dan mesin yang sama seperti yang diperlukan dalam pekerjaan itu sendiri. Teori ini terkait dengan kebutuhan standar industri dalam penyelenggaraan pendidikan vokasi. 3. Vocational education will be effective in proportion as it trains the

individual directly and specifically in the thinking habits and the manipulative habits required in the occupation itself. Pendidikan kejuruan akan efektif jika secara langsung dan secara khusus melatih kebiasaan berpikir dan bekerja seperti dipersyaratkan di dalam pekerjaan itu sendiri. Teori ini berkaitan dengan kebiasaan kerja (work habbits). 4. Vocational education will be effective in proportion as it enables each

individual to capitalize on his interests, aptitudes, and intrinsic intelligence to the highest degree. Pendidikan kejuruan akan menjadi efektif jika setiap individu

memodali minatnya, bakatnya, kecerdasannya pada tingkat yang paling tinggi. Teori ini berkaitan dengan kebutuhan individu (indiviudal need) 5. Effective vocational education for any profession, trade, occupation, or

job can only be given to the selected group of individuals who need it, want it, and are able to profit by it. Pendidikan kejuruan efektif untuk setiap profesi, keterampilan, jabatan, pekerjaan hanya untuk setiap orang yang membutuhkan, menginginkan dan dapat memberi keuntungan. Teori ini bersifat pilihan (elective). 6. Vocational training will be effective in proportion as the specific training

experiences for forming right habits of doing and thinking are repeated to the point that these habits become fixed to the degree necessary for gainful employment. Pelatihan kejuruan akan efektif jika pengalaman-pengalaman diklat membentuk kebiasaan kerja dan kebiasaan berpikir yang benar diulang sehingga sesuai atau cocok dengan pekerjaan. Teori gainful employment. 7. Vocational education will be effective in proportion as the instructor has

had successful experiences in the application of skills and knowledge to the operations and processes he undertakes to teach. Pendidikan kejuruan akan efektif jika guru/instrukturnya mempunyai pengalaman yang sukses dalam penerapan skill dan pengetahuan (kompetensi) pada operasi dan proses kerja yang telah dilakukan. Teori craftsperson teacher (sosok guru yang trampil). 8. For every occupation there is a minimum of productive ability which an

individual must possess in order to secure or retain employment in that occupation. Pada setiap jabatan ada kemampuan minimum yang harus dipunyai oleh seseorang agar dia dapat bekerja pada jabatan tersebut. Teori performance standards (standar unjuk kerja). 9. Vocational education must recognize conditions as they are and must

train individuals to meet the demands of the “market” even though it may be true

that more efficient ways for conducting the occupation may be known and better working

conditions

are

highly

desirable.

Pendidikan

kejuruan

harus

memperhatikan permintaan pasar atau tanda-tanda pasar dalam melatih setiap individu. Teori industry needs. 10. The effective establishment of process habits in any learner will be

secured in proportion as the training is given on actual jobs and not on exercises or pseudo jobs.Pembiasaan efektif pada peserta didik tercapai jika pelatihan diberikan pada pekerjaan nyata sarat nilai. Teori actual jobs. 11. The only reliable source of content for specific training in an occupation

is in the experiences of masters of that occupation. Isi diklat khusus dalam sebuah pekerjaan merupakan okupasi pengalaman para ahli. Teori content from occupation. 12. For every occupation there is a body of content which is peculiar to that

occupation and which practically has no functioning value in any other occupation. Untuk setiap okupasi atau pekerjaan terdapat ciri-ciri isi (body of content) yang berbeda-beda satu dengan lainnya. Teori specific job training. 13. Vocational education will render efficient social services in proportion as

it meets the specific training needs of any group at the time that they need it and in such a way that they can most effectively profit by the instruction . Pendidikan kejuruan merupakan layanan sosial yang efisien jika sesuai dengan kebutuhan sekelompok orang yang pada saatnya memang memerlukan dan memang paling efektif dilakukan lewat pengajaran kejur...


Similar Free PDFs