BAb 4. Vektor dalam R2 & R3 PDF

Title BAb 4. Vektor dalam R2 & R3
Author andita rahma
Course Matrik dan Ruang Vektor
Institution Universitas Negeri Padang
Pages 36
File Size 1.2 MB
File Type PDF
Total Downloads 9
Total Views 72

Summary

BAB 4VEKTOR DALAM R 2 DAN R 34 Pengertian vektorDalam kehidupan dan dalam kegiatan ilmiah kita sering terlibat menggunakan besaran dalam pengukuran, misalnya panjang, waktu, luas, volume, suhu, panas, yang tidak memerlukan arah untuk membedakanya. Besaran yang tidak berarah dinamakan sebagai skalar....


Description

BAB 4 VEKTOR DALAM

R2 DAN

R3

4.1 Pengertian vektor Dalam kehidupan dan dalam kegiatan ilmiah kita sering terlibat menggunakan besaran dalam pengukuran, misalnya panjang, waktu, luas, volume, suhu, panas, yang tidak memerlukan arah untuk membedakanya. Besaran yang tidak berarah dinamakan sebagai skalar. Ini berbeda dengan besaran seperti kecepatan kendaraan, untuk membedakannya selain melihat besaran yang ditunjukkan pada speedometer, juga ditentukan oleh arah gerak dari sepeda motor itu. Boleh jadi jika kita melihat speedometer menunjukkan angka yang sama, misalnya 60 km/jam, tetapi ketika arah kendaraan berbeda maka hasil akhirnya juga akan berbeda. Besaran yang berarah disebut sebagai vektor. Jadi sebagai komponen vector, selain besaran juga arah. Masih banyak contoh-contoh vektor lainnya, seperti percepatan, gaya, berat (bukan masa). Secara geometris vektor digambarkan sebagai ruas garis berarah, atau panah. Pangkal panah disebut sebagai titik awal (pangkal) vektor dan ujung panah dinamakan sebagai titik terminal vektor. Besar vektor ditentukan oleh jarak antara pangkal dan ujung. Sedangkan arahnya ditentukan oleh anak panah, atau dalam ruang berdimensi dua arah ditentukan oleh besar sudut yang dibentuk oleh vektor terhadap sumbu mendatar sebagai awal perhitungan sudut dengan arah putar berlawanan jarun jam. Vektor biasanya dilambangkan dengan huruf kecil tebal atau hurup yang diberi tanda panah di atasnya.

B u

w

v

A Gambar 4.1

Jika titik awalnya adalah A dan titik terminalnya adalah B , maka vektor juga dapat dinotasikan sebagai u= AB . Besar vektor u ditulis ‖u‖ atau AB ‖ , disebut juga sebagai norma vektor u . ‖ Berdasarkan pengertian vektor tersebut, dapat dikatakan bahwa dua vektor u dan v sama jika besar dan arah kedua vektor itu sama, tanpa memperhatikan letak ujung dan pangkalnya.

66

u v Gambar 4.2

Dari gambar 4.2 tampak

u= v .

Tetapi jika besarnya sama dan arahnya berlawanan, maka dua vektor dikatakan saling berlawan, v =−u . u

v =−u Gambar 4.3

Vektor nol adalah vektor yang besarnya 0, ditulis sebagai 0. Titik awal dan titik terminal vektor nol berimpit. Misalnya titik awalnya A maka titik terminalnya juga A, sehingga vektor 0 dapat ditulis  AA =O . Kita pikirkan bahwa arah vektor 0 tidak tentu, dari pada kita pikirkan 0 tidak punya arah, dan tentunya ini menegaskan bahwa 0 bukan vektor.

4.2 Penjumlahan vektor Secara geometris kita bisa mendefinisikan jumlah sebarang dua vektor sebagai berikut. Definisi 4.1 Jika u dan v sebarang vektor, maka jumlah u dan v yang ditulis u + v adalah vektor yang diperoleh dengan menghubungakan titik awal u dengan ujung v yang telah digeser demikian sehingga titik awal v berimpit dengan ujung u, seperti ditunjukkan gambar berikut. v u+v

v

u Gambar 4.4

Karena u + v hasilnya adalah vektor maka dikatakan bahwa penjumlahan vektor bersifat tertutup.

67 Selain definsisi di atas, penjumlahan dua vektor ditentukan dengan menggunakan model jajaran genjang, sebagai berikut.

v

u+v

v

v +u u

Gambar 4.5

Dari gambar tampak bahwa u + v = v + u, bersifat komutatip. Jika dari definisi penjumlahan vektor tersebut dikenakan pada segitiga dengan titik sudut A, B, dan C, maka dengan menggunakan notasi titik-titik sudut itu akan memudahkan kita untuk mengingat penjumlahan vektor. C

A

B

 AB+  BC=  AC Gambar 4.6

Dengan ilustrasi gambar secara geometris kita dapat menunjukkan sifat-sifat penjumlahan vektor sebagai berikut. (1) Komutatip. Untuk sebarang vektor u dan v, maka u + v = v + u Dapat dilihat dari ilustrasi geometris penjumlahan vektor model jajaran genjang. (2) Assosiatif. Untuk sebarang vektor u, v, dan w maka u + (v + w) = (u + v) + w (Silahkan ilustrasikan secara geometris) (3) Ada Identitas Penjumlahan. Untuk sebarang vektor u, ada 0 (vektor nol) sedemikian hingga u + 0 = 0 + u = u. Pada gambar segitiga di atas, mudah kita tunjukkan bahwa  AB , disini  AB+  BB= BB=O (4) Ada Invers jumlah (lawan ). Untuk sebarang vektor u , maka u + (-u) = (-u) + u = 0. Pada gambar segitiga ditunjukkan bahwa  AB+  BA= AA =O . 4.3 Pengurangan vektor

68 Secara geometris kita dapat mendefinisikan pengurangan sebarang dua vektor sebagai berikut. Definisi 4.2 Jika u dan v sebarang vektor, maka vektor u dikurangi v, yang ditulis u – v adalah jumlah u dengan lawan v, yaitu u – v = u + (-v). Secara geometris u – v dapat diperoleh dengan menghubungkan ujung u dengan ujung v yang telah digeser demikian sehingga titik awal u dan v berimpit. Agar mendapatkan gambaran secara geomeris, perhatikan gambar berikut. u

v

u-v

-v

C v

A

u-v

u

B

Gambar 4.7

Pada gambar segitiga ABC tampak bahwa pola titik sudutnya)

CB u−v= AB−  AC=

(perhatikan

4.4 Perkalian dengan skalar

Definisi 4.3 Jika u sebarang vektor dan k skalar, maka perkalian skalar k dengan vektor u ditulis ku adalah penjumlahan vektor u sebanyak k suku, yaitu k u=u + u+ u +…+ u

sebanyak k suku.

Berdasarkan definisi ini secara geometris tampak ku adalah vektor yang besarnya k kali besarnya u, yaitu:

|k u|=k |u| Arahnya sama dengan arah u jika k positip, berlawanan arah u jika k negtip, dan ku = 0 jika k = 0.

2u

69 ½u u

-3u

(-1)u

Gambar 4.8

Jelas disini bahwa (-1)u = - u

Dengan menggunakan ilustrasi gambar secara geometris dapat ditunjukkan sifat-sifat perkalian vektor dengan skalar sebagai berikut: Jika diberikan sebarang vektor u dan v dan skalar k dan l maka akan berlaku sifat-sifat sebagai berikut: 1. 2. 3. 4.

k(lu) = (kl)u k(u+v) = ku + kv (k+l)u = ku + lu 1u = u

(assosiatif) (distributif) (distributif) (identitas)

4.5 Vektor satuan Vektor satuan adalah vektor yang besarnya satu, dengan demikian vektor u (mengapa!) satuan u adalah ‖u‖ Contoh 4.1: Tentukan vektor satuan yang searah dengan vektor u = (2,-4)

‖u‖= √ 4 +16= √ 20 Sehingga vektor satuan yang searah u adalah

4.6 Vektor posisi pada

1 (2,-4) √ 20

R2

Untuk menentukan posisi suatu titik pada bidang digunakan sistem koordinat siku-siku, posisi suatu titik didasarkan pada sumbu tertentu. Sumbu ini kita namakan sumbu koordinat, terdiri dari dua sumbu yaitu sumbu X dan sumbu Y. Sistem koordinat dengan dua sumbu koordinat tegak lurus ini dinakamakan sisitem kordinat kartesius dan membentuk ruang berdimensi dua yang dinamakan Ruang Euklides R2 . Bidang yang terbentuk dari perpotongan tegak lurus sumbu X dan Y disebut bidang koordinat, biasanya juga disebut bidang XOY atau bidang XY. Titik potong menggambarkan titik asal (origin) atau titik 0. Letak x di sebelah kanan 0 bernilai positip dan di sebelah kiri 0 bernilai negatip. Letak y di atas 0 bernilai positip dan dibawah 0 bernilai negatip. Bidang koordinat terpartisi menjadi empat bidang bagian yang disebut kwadran, yaitu kuadran I (x positip, y positip), kwadrant II (x

70 negatip, y positip), kwadrant III ( x negatip, y negatip) kuadran IV (x positip, y negatip). Untuk memudahkan mengingat arah dari kawadran I sampai kwadran IV berlawanan arah jarum jam.

Gambar 4.9

Titik P yang terletak pada posisi x pada sumbu X ( absis) dan pada posisi y pada sumbu Y (ordinat) dinyatakan sebagai pasangan berurutan (x,y) yang disebut koordinat. Gambar 4.9

 OP

menyatakan posisi titik P(x,y), oleh karena itu dinamakan vektor x, y posisi titik P. Kita nyatakan vektor ). Dan besarnya kita tulis  OP=¿ ´ bisa kita hitung ‖ OP‖= OP Vektor

´ √ x2 + y 2 OP= OP dalam R2 . Sesungguhnya banyak vektor yang sama dengan vektor  Hal ini mengarahkan bahwa secara umum setiap vektor u yang sama dengan  OP dapat dinyatakan dengan u=( x , y ) dan

‖u‖= √ x 2+ y 2

Hal ini tidak mengharuskan bahwa pangkal u berada di titik asal 0 (mengapa?), tetapi mengindikasikan suatu pegeseran ( translasi) sejauh x

71 mendatar (positip kekanan, dan negatip kekiri) dilanjutkan sejauh y tegak (positip ke atas dan negatip kebawah). Dengan representasi pasangan berurutan kita bisa mendefinikan kesamaan dan operasi vektor yang telah diilustrasikan secara geometris, sebagai berikut.

Definisi 4.4 Jika u= ( u1 , u2) dan v =( v 1 , v 2) , maka dikatakan bahwa hanya jika u1=v 1 dan u2=v 2

u=v

jika dan

Definisi 4.5 u=( u1 , u2)

Jika 1. 2.

dan

v =( v 1 , v 2)

dan k skalar, maka didefinisikan bahwa:

u+ v=( u1 + v1 , u2 +v 2 ) ku=(ku 1 , k u2 )

Karena hasil opersi juga pasangan berturutan dalam R2 operasi tersebut bersifat tertutup, u+v ∈ R 2 dan k u ∈ R2

berarti bahwa

Vektor nol adalah vektor yang semua komponennya 0, yaitu 0 = (0,0), sedangkan lawan dari u adalah vektor yang kedua komponennya negatip dari komponen u, yaitu −u=( −u1 ,−u 2) dan u−v=u+(−v) , sehingga bisa didefinisikan u−v=( u 1−v 1 , u2−v2) Untuk lebih memudahkan pemahaman, kita ilustrasikan operasi penjumlahan vektor pada bidang koordinat, sebagai berikut:

72 Gambar 4.10

Demikian juga untuk perkalian dengan skalar diilustrasikan sebagai berikut

Gambar 4.11

Berdasarkan definisi di atas, kita bisa mebuktikan kebenaran sifat-sifat yang telah ditunjukkan secara geometris pada uraian sebelumnya, seperti contoh berikut. Contoh: 1. Jika u = (4,3) dan v = (-1,1). Tentukan ‖u+ v‖ dan ‖u−v‖ u+ v=( 4−1,3 + 1 ) =(3,4 ) , maka ‖u+v‖= √ 3 2+42 =√ 9+16=√ 25 =5 Untuk ‖u−v‖ silahkan dihitung sendiri. u=( u1 , u2) dan v =( v 1 , v 2) , tunjukkan 2. Untuk sebarang vektor bahwa penjumlahan vektor bersifat komutatip, yaitu u+v=v +u u+v=( u1 + v1 , u2 +v 2) =( v 1 +u1 , v 2 +u2 )=v +u Dengan menggunakan definisi operasi vektor, kita dapat menggunakan untuk penerapan dalam geometri analitik. Seperti menentukan persamaan garis yang melalui dua titik A (x 1 , y 1 ) dan B (x 2 , y 2) . Kita misalkan sebarang titik P(x,y) berada pada garis yang diminta, seperti tampak pada gambar A (x 1 , y 1 )

B (x 2 , y 2)

73 P(x , y ) Gambar 4.12

 AP= OP−  OA= ( x , y )−( x 1 , y 1)=( x−x 1 , y− y 1)  AB= OB−  OA =( x 2 , y 2)−( x 1 , y 1)=( x 2−x 1 , y 2− y 1)

 AB Karena vektor dan sedemikian hingga  AP=k  AB

 AP

segaris, maka ada skalar k

 OA ) OP− OA = k (  OB−

( x − x 1 , y− y 1) =k ( x 2−x 1 , y 2− y1 ) =( k ( x 2−x 1) , k ( y 2− y 1 ) ) Dengan menggunakan kesamaan vektor diperoleh x−x 1=k ( x 2−x 1 ) , sehingga y 2− y 1=k ( y 2− y 1)

sehingga

k=

x− x1 ( x 2− x 1 ) y− y1 ( y2 − y1 )

k=

Dengan kesamaan k dapat disimpulan x− x1

y− y 1 ( x2−x 1 ) ( y 2− y 1) =

Ini merupakan persamaan garis yang diminta.

4.7 Arah vektor Secara grafis, jika vektor u digambarkan sebagai ruas garis bearah, arah vektor ditentukan oleh arah anak panah pada ujung vektor. Namun, penentuan arah oleh anak panah tidak menentukan ketetapan dan keberlakuan secara umum kemana arah vektor u. Oleh karena itu ditetapkan dasar penetapan arah suatu vektor. Pada bidang koordinat dimensi dua, R2 , ditetapkan sumbu X positip sebagai dasar penetapan arah vektor, Arah ditentukan oleh berapa besarnya sudut yang dibentuk oleh vektor posisi terhadap sumbu X positip, dengan menggunakan perputaran berlawanan arah jarum jam.

74

Gambar 4.13

OP adalah θ , dan sudut ini Pada gambar sudut yang dibentuk vektor u= disebut sudut arah. Sedangkan cos θ , disebut cosinus arah. Contoh: 1. Tentukan cosinus arah dan sudut arah vektor u=(1, √3)

‖u‖= √ 12+ ( √ 3 ) =√ 1+3=√ 4=2 2

Maka cosinus arah u adalah Sudut arahnya

θ=60

x 1 = ‖u‖ 2

cos θ=

0

4.8 Vektor satuan pada sumbu koordinat Vektor e 1=(1,0 ) dan e 2=( 0,1) merupakan vektor-vektor posisi dari titiktitik secara berurutan A(1,0) pada sumbu X dan titik B(0,1) pada sumbu, yaitu e 1= OA dan e 2= OB . Masing-masing vektor e 1 dan e 2 besarnya adalah satu, sehingga vektor itu merupakan vektor satuan secara berurutan pada sumbu X dan sumbu Y. Dengan menggunakan operasi penjumlahan vektor dan perkalian dengan skalar, vektor posisi sebarang titik P(x,y) pada 2 OP=x e 1+ y e 2 . Hal ini mengindikasikan dapat dinyatakan sebagai  R bahwa untuk sebarang vektor u=( x , y ) juga dapat dinyatakan sebagai ¿ x e 1 + y e2 . Untuk penjelasan ini, selain gambar, akan lebih mudah

75 dijelaskan secara aljabar, u=( x , y )=( x ,0 )+ ( 0 , y )=x (1,0 ) + y (0,1 ) =x e 1+ y e2 .

bahwa

Gambar 4.14

4.9 Jarak dua titik pada bidang Jika titik P ( x1 , y 1) dan Q( x2 , y2 ) , kita dapat menentukan jarak titik P ke titik Q, yang dinotasikan d (PQ) , dengan terlebih dahulu menentukan vektor  PQ . Dengan menggunakan asas pengurangan vektor pada segitiga OPQ, diperoleh bahwa  PQ=  OQ− OP . Sedangkan vektor  OP dan  OQ berturutan adalah vektor posisi titik P ( x1 , y 1 ) dan Q( x2 , y2 ) , sehingga OP=( x 1 , y 1) dan  OQ=( x 2 , y 2) . diperoleh   OP PQ= OQ− ¿( x 2 , y 2 )− ( x1 , y 1)

¿( x 2− x 1 , y 2− y 1) Dengan demikian jarap titik P ke titik Q bisa dihitung, yaitu: x 2 2 (¿ ¿ 2−x 1 ) +( y 2− y 1 ) d ( PQ )=‖PQ‖=√ ¿ Contoh: Jika titik P(3,-2) dan Q(-5,4) tentukan d(PQ).  PQ= OQ− OP= (− 5,4 )− (3 ,−2 )=(−8,6 ) , sehingga 2 d( PQ ) = √(− 8 ) +6 =√ 64 +36= √100 =10 2

4.10 Vektor pada

R3

76 Bagian ini akan dibahas tentang vektor dalam ruang yang lebih tinggi, yaitu dalam ruang berdimensi tiga, R3 . Dengan dua contoh pengembangan dua 3 dan ruang ( R2 R ) ini diharapkan ke dapan kita bisa menggeneralisasikan pada ruang yang lebih tinggi dan lebih umun yaitu Ruang Euklides berdimensi n atau Rn , yang nantinya akan bergunan dalam pembahasan ruang vektor umum pada bab berikutnya. Sebenarnya, walaupun kita beralih ke ruang yang lebih tinggi, itu tidak berarti bahwa kita benar benar meninggalkannya. Karena, ketika pada ruang yang lebih tinggi berarti ruang-ruang dibawahnya sudah tercakup, apalagi ketika secara umum membahas ruang berdimensi n, berarti kita sudah mengkaji seluruh ruang, tinggal menentukan saja keberlakuannya untuk n tertentu. Kesengajaan membahas dua ruang ini ( R2 dan R3 ) tentunya kami punya alasan tersendiri, yaitu bahwa vektor-vektor dalam ruang ini masih memungkinkan divisualisasikan atau diilustrasikan secara geometris, sehingga diharapkan dapat meningkatkan pemahaman kita tentang vektor. Sedangkan pada ruang yang lebih tingg, R4 dan ruang-ruang berikutnya kita tidak mungkin lagi untuk mengilustrasikan secara geometris, dan hanya dikaji secara aljabar karena keterbatasannya itu. Sbenaranya ruang berdimensi 1 atau R1 juga termasuk dalam kajian Rn dengan n = 1. Namun ini secara khusus tidak dibahas, karena ruang R1 merupakan himpunan bilangan riil R, yang kita sudah familier padannya. Seperti halnya pada ruang R2 , untuk menentukan posisi suatu titik pada ruang digunakan sistem koordinat siku-siku dengan tiga sumbu koordinat sumbu X, Y, dan sumbu Z. Sistem koordinat dengan tiga sumbu koordinat tegak lurus ini dinakamakan Ruang Euklides R3 atau ruang berdimensi 3. Penentuan letak ketiga sumbu dalah buku ini kita gunakan sistem mengikuti aturan tangan kanan dengan penempatan sumbu X, Y mengikuti pola pada R2 posisi mendatar dengan arah berlawan jarum jam, dan sumbu Z tegak lurus di titik potong sumbu X dan Y (arah vertikal), seperti gambar berikut.

Gambar 4.15

Setiap sepasang sumbu koordinat membentuk bidang koordinat, yaitu bidang XOY, XOZ, dan YOZ. Perpotongan tegak lurus diantara ketiga bidang

77 membagi ruang R3 menjadi delapan bagian yang disebut oktan, yaitu oktan I (x positip, y positip, z positip), oktan II (x negatip, y positip, z positip), oktan III ( x negatip, y negatip, z positip), oktan IV ( x positip, y negatip, z positip), oktan V (x positip, y positip, z negatip), oktan VI (x negatip, y positip, z negatip), oktan VII ( x negatip, y negatip, z negatip), oktan VIII ( x positip, y negatip, z negatip). Untuk memudahkan mengingat arah dari oktan I sampai oktan IV berada diatas bidang XOY berlawanan arah jarum jam, sedangan oktan V sampai oktan VIII berada di bawah bidang XOY berlawanan arah jarum jam Titik potong menggambarkan titik asal (origin) atau titik 0. Titik P yang terletak pada posisi x pada sumbu X, posisi y pada sumbu Y , dan z pada sumbu Z dinyatakan sebagai tripel (x,y,z) yang disebut koordinat. Pada R3 , vektor posisi titik P(x,y,z) dinyatakan dengan tripel, yaitu  OP=( x , y , z) dan sebarang vektor u juga dinyatakan sebagai tripel, yaitu u=(u1 ,u 2 , u3 ) , yang terdiri dari tiga komponen, komponen pertama adalah komponen sumbu X yaitu u1 , komponen kedua adalah komponen sumbu Y yaitu u2 , dan komponen ketiga adalah komponen sumbu Z yaitu u3 . Besarnya vektor u=(u1 ,u 2 , u3 ) , adalah

‖u‖= √ u1 2+u22+ u32

4.11 Operasi vektor pada

R3

Seperti pada bidang koordinat R2 , beberapa hubungan dan operasi diantara vektor-vektor dalam R3 juga dedefinisikan. Definisi 4.3. Jika u=( u1 , u2 , u3 ) , dan v =( v 1 , v 2 , v 3 ) dan k skalar maka u2=v 2 , dan didefinisikan bahwa u= v jika dan hanya jika u1=v 1 , u3=v 3 .

Definisi 4.4. Jika u=( u1 , u2 , u3) , dan didefinisikan bahwa: 1. 2.

v =( v 1 , v 2 , v 3 )

dan k skalar maka

u+ v=( u1 + v1 , u2 +v 2 ,u 3+ v 3 ) k u=( ku1 , k u2 , k u3)

2 Seperti pada bidang R , kita juga mendefinisikan bahwa vektor 0=(0,0,0 ) dan untuk sebarang u=( u1 , u2 , u3) , maka −u=( −u1 ,−u 2 ,−u3 ) dan u−v=u+(−v)

Berdasarkan definisi operasi vektor di atas, kita bisa mengembangkan sifat operasi atau hukum aljabar vektor. Dengan menggunakan representasi pasangan berturutan, mudah untuk membuktikan sifat-sifat operasi vektor yang dinyatakan dalam teorema sebagai berikut. v =( v 1 , v 2 ) Teorema 4.1. Untuk sebarang vektor u=( u1 , u2 ) dan w=( w 1 , w 2) dan sebarang skalar k dan l , maka berlaku

dan

78 1. u+ v=v +u 2. u+( v+ w ) = (u+v )+ w 3. Ada 0 demikian sehingga + 0=0 + u=u ; 0 adalah vektor nol dan disebut identitas penjumlahan. 4. Ada – u demikian sehingga u+(−u ) =( −u) +u=0 ; −u disebut invers jumlah dari u atau lawan u atau negatip u 5. k ( lu )= ( kl ) u 6. k ( u+ v )=k u+k v 7. ( k +l ) u= k u + l u 8. 1u=u Untuk membuktikan dapat menggunakan dua pendekatan, yaitu geometris dengan menggunakan ilustrasi gambar dalam ruang R3 . untuk kepentingan yang lebih luas, cara lain yang lebih utama menggunakan metode analitik yaitu menggunakan definisi dalam tripel. Misalkan kita akan mebuktikan kebenaran sifat distributif

secara Namun adalah bentuk

k ( u+ v )=k u+k v Bukti: u+ v=( u1 + v1 , u2 +v 2 ,u 3+ v 3 )

k ( u+ v )=k ( u1 + v 1 , u2 +v 2 , u3 +v 3) u1 + v 1 k (¿ , k (u2 + v 2) , k (u3 + v 3) ) ¿¿ ¿(k u 1+ kv 1 , k u2 +kv2 , ku3 +k v 3) ¿( k u1 , ku2 , ku3 )+( kv 1 , kv 2 , k v 3 )

¿ k ( u1 ,u 2 , u3 ) + k ( v 1 , v 2 , v3 ) =k u+k v

Vektor dalam ruang R3 tidak selalu sebagai vektor posisi dimana titik pangkalnya berada di titik asal O(0,0). Untuk menentukan komponen vektor yang demikian, asal titik pangkal dan ujungnya diketahui maka komponen vektornya bisa ditentukan dengan menggunakan asas pengurangan vektor. Misalnya diketahui titik

A (x 1 , y 1 , z1 ) dan titik B (x 2 , y 2 , z 2 ) maka

 AB= OB−  OA =( x 2 , y 2 , z 2) − ( x 1 , y 1 , z 1 )=( x2 −x 1 , y 2− y1 , z 2 −z 1) Jadi  AB=(x 2− x 1, y 2− y 1 , z 2−z 1) Contoh :

7...


Similar Free PDFs