BAB II TINJAUAN LITERATUR PDF

Title BAB II TINJAUAN LITERATUR
Author Dean Nugroho
Pages 43
File Size 2.1 MB
File Type PDF
Total Downloads 365
Total Views 734

Summary

BAB II TINJAUAN LITERATUR 2.1 Pengertian Pemetaan Ilmu Pengetahuan Dalam kamus bahasa Indonesia pemetaan atau visualisasi adalah pengungkapan suatu gagasan atau perasaan dengan menggunakan gambar, tulisan, peta, dan grafik. Sementara itu Spasser (1997:78), mengatakan bahwa “peta adalah alat relasi (...


Description

Accelerat ing t he world's research.

BAB II TINJAUAN LITERATUR Dean Nugroho

Related papers

Download a PDF Pack of t he best relat ed papers 

P D F -X CHAN G E P D F -X CHAN G E file nuranit a

Pengelolaan Perpust akaan Digit al mulyadi UIN PEDOMAN PENULISAN KARYA ILMIAH (Berlaku unt uk Penulisan Tugas Akhir Program D3, S1 s.d. S3 dan… nikmat ul khasanah

BAB II TINJAUAN LITERATUR 2.1 Pengertian Pemetaan Ilmu Pengetahuan Dalam kamus bahasa Indonesia pemetaan atau visualisasi adalah pengungkapan suatu gagasan atau perasaan dengan menggunakan gambar, tulisan, peta, dan grafik. Sementara itu Spasser (1997:78), mengatakan bahwa “peta adalah alat relasi (relational tools) yang menyediakan informasi antar hubungan entitas yang dipetakan.” Definisi pemetaan yang dirumuskan dalam kamus bahasa Indonesia menekankan ungkapan perasaan dalam bentuk gambar, tulisan, peta, dan grafik. Definisi ini menekankan produk atau output dari peta. Sedangkan Spasser lebih menekankan

proses kegiatan pemetaan. Kedua pendapat ini tidak berbeda

melainkan saling melengkapi, karena sebuah produk atau output pemetaan dihasilkan melalui proses. Sehingga dapat dinyatakan bahwa pemetaan merupakan sebuah proses yang memungkinkan seseorang mengenali elemen pengetahuan serta konfigurasi, dinamika, ketergantungan timbal balik dan interaksinya. Pemetaan pengetahuan digunakan untuk keperluan manajemen teknologi, mencakup definisi program penelitian, keputusan menyangkut aktivitas yang berkaitan dengan teknologi, disain, struktur berbasis pengetahuan serta pemrograman pendidikan dan pelatihan. Output dari kegiatan pemetaan adalah gambar, tulisan, peta, dan grafik yang menunjukkan hubungan antar elemen pengetahuan. Menurut Chen dalam Ristiyono (2008: 21) bahwa “peta ilmu pengetahuan menggambarkan suatu hubungan ruang antara batas penelitian dalam bidang kegiatan yang signifikan, juga dimana bidang penelitian itu didistribusikan serta dapat memberikan makna dari hubungan tersebut”. Peta ilmu pengetahuan dapat menggambarkan dan memberikan makna dari hubungan ruang antara batas penelitian yang bidang kegiatannya signifikan dan bidang kegiatan tersebut dapat didistribusikan. Peta ilmu pengetahuan tidak hanya merupakan suatu alat yang praktis untuk menyampaikan informasi mengenai aktivitas ilmiah, tetapi juga dapat dijadikan sebagai suatu dasar untuk mengkaji atau memahami aktivitas

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

ilmiah dengan menggambarkannya secara tersusun dan terstruktur. Visualisasi ilmu pengetahuan dapat diwujudkan dalam bentuk peta, sehingga muncullah bidang pemetaan ilmu pengetahuan atau knowledge mapping. Pemetaan ilmu pengetahuan dapat dilakukan berdasarkan beberapa cara yang terkait erat dengan subjek dokumen. Menurut Sulistyo-Basuki (2002:1) bahwa “pemetaan pengetahuan dapat dilakukan dengan bentuk pemetaan kronologis, pemetaan berbasis co-word, pemetaan kognitif dan pemetaan”. Dari pendapat Sulistyo-Basuki tersebut dapat diketahui pemetaan pengetahuan terdiri dari 4 (empat) bentuk yakni kronologis, berbasis co-word, kognitif dan konseptual.

2.2 Sejarah Pemetaan Ilmu Pengetahuan Sejarah pemetaan ilmu pengetahuan sudah lama dikenal. Namun menurut pencatatan sejarah pemetaan, pertama kali dikenal adalah pemetaan geografis. Pemetaan geografis menghasilkan sebuah peta geografis. Sebagai contoh, yakni sekitar tahun 30.000 SM dimulai dari peta geografis yang ditarik oleh kartografer kuno yang menggambarkan apa yang mereka tahu, bagaimana ditata dan dimana berada. Seperti yang dipaparkan oleh Stanford (2001:1), yakni : Knowledge mapping quite simply is any visualization of knowledge beyond textual for the purpose of eliciting, codifying, sharing, using and expanding knowledge. Thus it began as geographical maps drawn by ancient cartographers who depicted what they knew, how it was laid out and where it was located. Actually it could have originated long before that as ancient pictographs found in caves believed to date around 30,000 B.C. show various animals and might have been a way of recording the strategy of the hunt to share with others or to record for later use. One of the oldest maps was found engraved on a silver vase dating from 3,000 B.C. Sebenarnya itu bisa berasal jauh sebelumnya sebagai piktograf kuno yang diyakini ditemukan di gua-gua. Pitograf menunjukkan berbagai hewan dan mungkin telah menjadi cara merekam strategi berburu dan berbagi dengan orang lain atau untuk merekam kemudian digunakan.

Sekitar tahun 3.000 SM

ditemukan salah satu peta tertua terukir pada sebuah vas perak di Makam Maikop (Lihat Gambar 1). Ini menggambarkan sebuah badan air, beberapa pohon dan jalan setengah lingkaran menuju dan dari lokasi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Dapat dilihat pada gambar bahwa di dalam air, di antara pohon-pohon dan di sepanjang jalan bahwa ada hewan yang berbeda dengan tanah perburuan yang paling banyak ditampilkan sebagai persimpangan ada di bagian bawah peta. Ini jelas merupakan sarana kodifikasi pengetahuan untuk membantu pemburu dan yang lainnya dalam melacak langkah-langkah kembali ke jarahan terbaik.

Sumber: Stanford (2001:1) Gambar 1: Peta dari Vas Ditemukan di Makam Maikop Perkembangan selanjutnya konsep pemetaan berkembang pada militer. Namun konsep pemetaan ini masih merupakan peta geografis. Kegunaannya adalah untuk melihat kekuatan musuh, menunjukkan kemungkinan rute jalan yang berbahaya menuju benteng musuh. Peta militer lebih dari peta geografis karena peta digunakan untuk merencanakan dan menyusun strategi bagaimana mengatasi musuh dan memenangkan perang. Kemudian tentara juga menggunakan peta sebagai alat pertempuran setelah menganalisis dan menyusun suatu strategi perang. Masih di dalam tulisan Stanford (2001:2) menjelaskan bahwa : The one often called the most perfect example of military mapping for debriefing purposes was that of M. Charles Minard (1781-1870), a retired civil engineer. His map showed the path of the 1812 march of 422,000 of Napoleon's troops leaving Paris for Moscow and the retreat of the decimated ranks. On this map Minard shows the temperatures and other challenges affecting the dwindling size.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Berdasarkan pendapat Stanford dapat diketahui bahwa salah satu contoh yang paling sempurna dari pemetaan militer untuk tujuan pembekalan adalah peta yang dibuat oleh M. Charles Minard (1781-1870), seorang pensiunan insinyur sipil. Petanya pada tahun 1812 menunjukkan jalan dari barisan, 422.000 pasukan Napoleon meninggalkan Paris untuk mundur dari jajaran yang akan hancur. Pada peta ini Minard menunjukkan suhu dan tantangan lain yang mempengaruhi berkurangnya jumlah pasukan. Visualisasi ini menangkap informasi dalam satu gambar, bukan volume dari teks. Militer melanjutkan penggunaan peta untuk strategi pra-perang dan pasca-perang. Pada akhir abad kesembilan belas pendidik dan sosiolog mulai menggunakan pemetaan pengetahuan sebagai cara memfasilitasi pembelajaran dan pemahaman kelompok sosial. Sekarang ini beberapa perusahaan mulai melihat hal ini sebagai alat berharga untuk memunculkan pengetahuan tacit dan eksplisit. Sekarang orang lain memanfaatkan pemetaan pengetahuan untuk melacak aliran pengetahuan, strategi peta dan membuat keputusan bijaksana. Menurut Bahr dan Dansereau dalam Ahlberg (2007 : 2-3) bahwa: Knowledge mapping was created in the research group of Dansereau in 1970s. In the 1970’s it was however called network. It is related to concept maps, but it has rigidly labelled links. Nowadays, spider maps (spider diagrams) are very popular in UK. The same term is used for many different types of graphic knowledge representation techniques. Forgotten seems to be the history of this term in educational research. The earliest example is probably Hanf who himself uses only term ‘mapping’. Jones & al. named her technique as spider mapping, but they do not refer to Hanf. They present the idea of spider map as their own. The same unethical and unprofessional behaviour is still very common among educationalists. Berdasarkan pendapat di atas dapat diketahui bahwa pemetaan pengetahuan diciptakan dalam kelompok penelitian Dansereau di tahun 1970-an. Namun pada tahun 1970-an itu disebut jaringan peta. Saat ini, peta laba-laba (diagram labalaba) sangat populer di Inggris. Istilah yang sama digunakan untuk berbagai jenis teknik representasi pengetahuan grafis. Contoh paling awal mungkin Hanf yang sendiri hanya menggunakan istilah pemetaan. Jones dan kawan-kawannya yang mereka sebut sebagai teknik pemetaan laba-laba, tetapi mereka tidak mengacu pada Hanf. Mereka menyajikan ide peta laba-laba untuk mereka sendiri. Perilaku

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

tidak etis dan tidak profesional adalah sama dan masih sangat umum dikalangan pendidik.

2.3 Jenis-Jenis Peta Ilmu Pengetahuan Menurut

Hasibuan

dan

Mustangimah

dalam Ristiyono

(2008:22),

mengemukakan bahwa “pemetaan ilmu pengetahuan yang dikembangkan dalam bidang bibliometrika, antara lain peta journal intercitation, bibliographic coupling, co-citation, co-word dan co-classification”. Berdasarkan pendapat di atas dapat diketahui bahwa pemetaan ilmu pengetahuan dikembangkan dalam bidang bibliometrika, jenis peta ilmu pengetahuan terbagi menjadi 5 (lima) bagian yakni journal intercitation, bibliographic coupling, co-citation, co-word dan co-classification. Menurut Jones dalam Journal of Translational Medicine (2011:2), bahwa “Journal inter-citation is the relation established when an article in Journal A cites an article in Journal B. Analysis of inter-citation patterns reveals how closely journals are related based on the journals cited by articles that they publish”. Berdasarkan pendapat di Jones dapat diketahui bahwa Journal intercitation (jurnal inter-sitasi) merupakan jurnal kutipan antar jurnal (jurnal antar-kutipan)”. Jurnal antar-kutipan adalah hubungan yang dibuat saat artikel di Jurnal A mengutip sebuah artikel di Jurnal B. Artikel jurnal A mengutip artikel yang ada di jurnal B maka jurnal A dan jurnal B merupakan jurnal inter-sitasi atau merupakan jurnal kutipan antar jurnal. Pola jurnal antar-kutipan mengungkapkan seberapa dekat jurnal terkait berdasarkan jurnal yang dikutip oleh artikel yang mereka publikasikan. Jurnal antar-kutipan hanya menunjukkan hubungan antara jurnal tanpa memberikan informasi tentang konten yang sebenarnya. Menurut Garfield (2001:1-3), bahwa “Bibliographic coupling this reservse co-citation analisis by asking the questions about the internal citation structure of a document set”, artinya pasangan bibliografi merupakan lanjutan dari analisis kositasi.. Berdasarkan pendapat Garfield dapat diketahui bahwa pasangan bibliografi merupakan lanjutan dari analisis ko-kutipan dengan mengajukan pertanyaan tentang struktur kutipan internal dari suatu set dokumen.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Menurut Mustangimah (2002:1) bahwa: “Jika 2 (dua) dokumen menyitir paling sedikit satu dokumen yang sama maka dikatakan bahwa kedua dokumen tersebut merupakan pasangan bibliografi (bibliographic coupling)”. Berdasarkan pendapat tersebut terkapling secara bibliografi (bibliographic coupling) adalah suatu dokumen yang disitir secara bersama-sama oleh dua dokumen yang terbit kemudian, maka apabila pada kedua dokumen tersebut terdapat paling sedikit satu referensi yang sama dapat dikatakan kedua dokumen tersebut terkapling secara bibliografi. Hal ini dapat dilihat pada daftar referensi kedua dokumen tesebut. Ungern-Sternberg (1995:308) menyatakan bahwa: “Bibliographic coupling is that two articles which both cite the same previously published article have something in common”. Berdasarkan pernyataan Sara von Ungern-Stenberg tersebut dapat diketahui bahwa jika 2 (dua) dokumen menyitir paling sedikit satu dokumen yang sama dikatakan bahwa kedua dokumen tersebut terpasang secara bibliografi. Secara praktis hal ini dapat dilihat pada daftar referensi yang terdapat pada kedua dokumen tersebut. Apabila pada kedua dokumen terdapat paling sedikit satu referensi yang sama maka dikatakan kedua dokumen tersebut terpasang secara secara bibliografi. Adapun dokumen yang tercantum secara bersama-sama dalam referensi kedua dokumen tersebut dinamakan pasangan bibliografi. Menurut Mustangimah (2002:1), bahwa: Banyaknya dokumen yang disitir secara bersama-sama oleh dua dokumen yang terbit kemudian disebut frekuensi pasangan bibliografi atau kekuatan pasangan (coupling strength). Semakin banyak jumlah dokumen yang disitir secara bersama-sama oleh kedua dokumen atau semakin besar frekuensi pasangan bibliografi maka semakin tinggi kekuatan pasangan kedua dokumen tersebut. Berdasarkan pendapat di atas dapat diketahui bahwa pasangan bibliografi terjadi apabila suatu pasangan dokumen paling sedikit memiliki satu referensi yang sama. Dengan demikian maka dalam pasangan dokumen dimana salah satu atau kedua dokumen tidak mempunyai referensi, otomatis pasangan dokumen tersebut tidak memiliki pasangan bibliografi. Namun jika semakin banyak referensi yang sama terdapat pada kedua dokumen maka kekuatan pasangan bibliografi kedua dokumen tersebut semakin tinggi.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Berdasarkan 4 (empat) pendapat di atas terdapat beberapa persamaan dan perbedaan pendapat. Persamaan yang terdapat pada pendapat-pendapat di atas adalah bahwa pasangan bibliografi terjadi apabila suatu pasangan dokumen paling sedikit memiliki satu referensi yang sama atau suatu pasangan dokumen paling sedikit memiliki satu referensi yang sama. Perbedaan yang terdapat dari pendapatpendapat di atas adalah pendapat Garfield yang lebih menekankan bahwa pasangan

bibliografi

merupakan

lanjuan

dari

analisis

sitasi,

pendapat

Mustangimah lebih menekankan bahwa pasangan bibliografi terjadi jika 2 (dua) dokumen menyitir paling sedikit satu dokumen yang sama (kedua dokumen tersebut terkapling secara bibliografi). Pendapat Ungern-Sternberg lebih menekankan bahwa pasangan bibliografi secara praktis dapat dilihat dari dapat dilihat pada daftar referensi yang terdapat pada kedua dokumen tersebut dan dokumen yang tercantum secara bersama-sama dalam referensi kedua dokumen tersebut dinamakan pasangan bibliografi. Pendapat Mustangimah juga lebih menekankan bahwa frekuensi pasangan bibliografi (bibliographic coupling) adalah jumlah referensi yang dimiliki bersama oleh pasangan dokumen menunjukkan kekuatan pasangan (coupling strength). A

B

C

1

D

E

F

2

Gambar 2. Pasangan Bibliografi (Biliographic Coupling)

Dari gambar di atas, dokumen 1 dan dokumen 2 merupakan pasangan dokumen yang menjadi objek. Dokumen 1 mempunyai referensi (menyitir) dokumen A, C, D dan E. Dokumen 2 mempunyai referensi (menyitir) dokumen B, C, D, E dan F. Maka dari referensi oleh dokumen 1 dan dokumen 2 ada dua bibliografi yang sama yaitu dokumen C, D dan E. Sehingga dikatakan bahwa dokumen C, D dan E merupakan pasangan bibliografi (bibliographic coupling)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

atau dokumen 1 dan dokumen 2 terkapling secara bibliografi oleh dokumen C, D dan E. Kekuatan pasangan bibliografi dokumen 1 dan dokumen 2 adalah tiga karena tiga dokumen yang sama dikutipnya. Ko-sitasi (co-citation) merupakan salah satu metode analisis dalam tinjauan bibliometrika. Mustangimah (2002:2) menyatakan bahwa, “Ko-sitasi adalah dua dokumen yang disitir secara bersama-sama oleh paling sedikit satu dokumen yang terbit kemudian”. Berdasarkan pernyataan Mustangimah dapat diketahui bahwa kositasi terjadi jika terdapat dua dokumen yang disitir secara bersama-sama oleh satu atau lebih dokumen yang terbit kemudiannya. Pasangan kositasi adalah metode yang digunakan untuk menetapkan subjek yang sama antara dua dokumen. Jika dokumen A dan B sama-sama dikutip oleh dokumen lainnya, mereka memiliki hubungan yang lebih kuat. Banyak dokumendokumen yang mereka dikutip maka hubungan mereka lebih kuat. Jika 2 (dua) dokumen disitir secara bersama-sama oleh paling sedikit 1 (satu) dokumen maka dikatakan bahwa kedua dokumen disebut ko-sitasi. Secara praktis suatu pasangan yang terdiri dari dokumen dikatakan ko-sitasi apabila ditemukan paling sedikit satu dokumen yang meyitir pasangan dokumen secara bersama-sama dapat dilihat dari daftar pustaka/ cantuman bibliografi. Banyaknya dokumen yang menyitir 2 (dua) dokumen sebelumnya secara bersama-sama disebut frekuensi atau kekuatan ko-sitasi. Dua dokumen yang mempunyai kekuatan ko-sitasi yang tinggi apabila semakin banyak dokumen yang terbit kemudian yang menyitir kedua dokumen tersebut. Oleh karena itu, pola kositasi berubah dari waktu ke waktu. Ko-sitasi terjadi apabila suatu pasangan dokumen disitir secara bersamasama oleh paling sedikit satu dokumen yang terbit kemudian. Dengan demikian, dalam pasangan dokumen dimana salah satu atau kedua dokumen tidak mempunyai sitasi atau tidak pernah disitir oleh dokumen lain, otomatis pasangan dokumen tersebut tidak memiliki ko-sitasi.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Ko-sitasi berhubungan dengan bibliographic coupling. Hubungannya dapat digambarkan seperti pada bagan di bawah ini.

A

B

C

D

Q

F

2

1

P

E

R

S

T

U

Sumber: Mustangimah (2002:2) Gambar 3. Hubungan antara Pasangan Bibliografi dengan Ko-sitasi

Dari gambar di atas, dokumen 1 dan dokumen 2 merupakan pasangan dokumen yang menjadi objek. Dokumen 1 mempunyai referensi (menyitir) dokumen A, C, D dan E. Dokumen 2 mempunyai referensi (menyitir) dokumen B, C, D, E dan F. Maka dari referensi oleh dokumen 1 dan dokumen 2 ada dua bibliografi yang sama yaitu dokumen C, D dan E. Sehingga dikatakan bahwa dokumen C, D dan E merupakan pasangan bibliografi (bibliographic coupling) atau dokumen 1 dan dokumen 2 terkapling secara bibliografi oleh dokumen C, D dan E. Kekuatan pasangan bibliografi dokumen 1 dan dokumen 2 adalah tiga karena tiga dokumen yang mengutipnya. Dari gambar 3 di atas, dokumen 1 disitir oleh dokumen P, Q, R, S dan U. Dokumen 2 disitir oleh dokumen P, S dan T. Dari semua sitiran tersebut terlihat bahwa dokumen 1 dan dokumen 2 disitir secara bersama-sama oleh dokumen P dan S. Oleh karena itu, dokumen 1 dan dokumen 2 merupakan kositasi karena sama- sama disitir oleh dokumen P dan S. Adapun kekuatan ko-sitasinya adalah dua karena dua dokumen yang menyitir dokumen 1 dan dokumen 2. Co-word dilakukan melalui analisis kemunculan istilah yang dipakai bersama oleh suatu pasangan dokumen dengan melihat kata-kata yang dipakai

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

secara bersama oleh suatu dokumen. Menurut Kopesa dalam Ristiyono (2008:13) bahwa: Kopesa dalam penelitiannya menyajikan pemetaan co-word berdasarkan kata kunci yang dimiliki oleh artikel yang ditelitinya. Dia menggunakan kata kunci dari suatu artikel yang dipasangkan dengan artikel lainnya untuk menentukan co-word. Hasilnya adalah pemetaan co-word yang oleh Kopesa dinamakan technology map. Analisis co-word didasarkan ada analisis co-occurance dari dua atau lebih kata kunci atau kata-kata yang terdapat dalam teks yang digunakan untuk mengindeks artikel atau dokumen lainnya. Analisis co-word ditujukan untuk menganalisis, pola dan kecenderungan (trend) dari suatu kumpulan dokumen dengan mengukur hubungan kekuatan istilah (term). Analisis co-word adalah suatu teknik analisis isi dokumen yang efektif dalam pemetaan, kekuatan antara kata kunci dalam data tekstual. Analisis co-word mengurangi ruang dari deskriptor (kata kunci) untuk satu set grafik jaringan yang secara efektif menggambarkan terkuat asosiasi antara descriptor. Teknik ini menggambarkan hubungan antara kata kunci dengan membangun beberapa jaringan yang menyoroti hubungan antara kata kunci, dan dimana hubungan antara jaringan yang mungkin terjadi. Ko-klasifikasi (co-classification) adalah situasi dua dokumen atau lebih tergabung da...


Similar Free PDFs