BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Respon Imun Non Spesifik PDF

Title BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Respon Imun Non Spesifik
Author Muh Reza
Pages 20
File Size 375 KB
File Type PDF
Total Downloads 664
Total Views 738

Summary

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Respon Imun Non Spesifik. Sistem imun non spesifik merupakan pertahanan tubuh terdepan dalam menghadapi serangan berbagai mikroorganisme, oleh karena dapat memberikan respons langsung terhadap antigen, sedang sistem imun spesifik membutuhkan waktu untuk mengenal ...


Description

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Respon Imun Non Spesifik. Sistem imun non spesifik merupakan pertahanan tubuh terdepan dalam menghadapi serangan berbagai mikroorganisme, oleh karena dapat memberikan respons langsung terhadap antigen, sedang sistem imun spesifik membutuhkan waktu untuk mengenal antigen terlebih dahulu sebelum dapat memberikan responnya. Sistem tersebut disebut non spesifik karena tidak ditujukan terhadap mikroorganisme tertentu, telah ada dan siap berfungsi sejak lahir yang berupa permukaan tubuh dan berbagai komponen dalam tubuh Pertahanan

nonspesifik

yang

bereaksi

terhadap

benda

asing

atau

mikroorganisme yang masuk ke dalam tubuh adalah sebagai berikut : 1. Peradangan Proses peradangan merupakan respon nonspesifik terhadap adanya invasi benda asing atau adanya kerusakan jaringan. Reaksi radang timbul akibat adanya mikroorganisme dan kerusakan pada jaringan sehingga menimbulkan dilatasi dan peningkatan permeabilitas pembuluh kapiler. Hal ini dapat memacu aktivitas sel-sel leukosit polimorf dan makrofag serta sel-sel imun lainnya.

Tujuan

reaksi

peradangan

adalah

untuk

mengisolasi

dan

menghancurkan senyawa asing dan mempersiapkan jaringan dalam proses penyembuhan. Proses peradangan secara umum sangat mirip walaupun bahan pencetusnya berbeda, misalnya invasi mikroorganisme, cedera kimiawi atau trauma mekanis. Respon peradangan terdiri dari : a. Pertahanan oleh makrofag setempat sebelum mekanisme lain dapat dimobilisasi b. Vasodilatasi lokal yang dapat menginduksi sekresi histamine dari sel mastosit

1

c. Peningkatan aliran darah lokal untuk lebih banyak menyalurkan leukosit dan protein plasma misalnya protein dari sistem dari sistem pembekuan dan protein komplemen ke tempat peradangan d. Edema lokal yang terjadi akibat peningkatan tekanan osmotic koloid dalam cairan intestitium yang disebabkan oleh kebocoran protein plasma dan peningkatan tekanan darah kapiler akibat peningkatan aliran darah lokal. e. Pengisolasian daerah radang oleh pembentukan bekuan cairan interstitium yang mengelilingi lokasi peradangan yang diaktifkan oleh tromboplastin jaringan. f. Proliferasi sel leukosit, monosit, dan makrofag. g. Destruksi mikroorganisme pencetus oleh sel leukosit. h. Sekresi mediator peradangan oleh fagosit. i. Perbaikan jaringan yang dilakukan dengan menggenati sel-sel yang mati melalui replikasi sel-sel spesifik organ yang sehat disekitarnya atau pembentukan jaringan parut oleh fibroblast jaringan ikat. 2. Interferon Interferon adalah golongan protein yang secara nonspesifik mampu mempertahankan tubuh terhadap infeksi yang disebabkan oleh virus yang sama atau virus sejenis lainnya di sekitar sel yang terinfeksi. Pada saat virus menginfeksi sebuah sel, keberadaan asam nukleat virus dapat menginduksi perangkat genetik sel untuk memebentuk interferon yang kemudian dikeluarkan kedalam cairan ekstra seluler. Setelah dilepaskan, interferon berikatan dengan reseptor di membran plasma sel-sel sekitar atau bahkan selsel yang berjauhan yang dapat dicapai melalui peredaran darah dan memberi sinyal agar sel-sel tersebut mempersiapkan diri terhadap kemungkinan serangan virus. Interferon tidak memliki efek anti virus secara langsung, namun interferon dapat memicu pembentukan enzim-enzim yang penghambat virus oleh sel hospes. Interferon dapat menginduksi sel lain mengeluarkan enzim yang dapat merusak messenger RNA virus dan menghambat sintesis protein, sehingga dapat menghambat replikasi virus.

2

3.

Sel pemusnah alami (Natural Killer Cells) Natural killer cells (NKC) adalah sel yang secara spontan mampu melisiskan dan menghancurkan sel yang terinfeksi virus atau sel-sel kanker secara langsung pada saat pertama kali dikenali sebagai bahan asing. NKC adalah pembunuh alamiah yang merupakan limfosit besar dan disebut juga dengan limfosit non-T dan limfosit non-B. Cara kerja dan sasaran utama sel ini serupa dengan sel T sitotoksik, bedanya sel T sitotoksik hanya dapat mematikan selsel yang terinfeksi virus yang sejenis atau sel kanker jenis tertentu yang sudah pernah dikenali terlebih dahulu. Selain itu setelah terpapar, sel T sitotoksik memerlukan periode pematangan sebelum mampu melisiskan sel. NKC membentuk lini pertahanan yang berisfat nonspesifik dan segera terhadap sel yang terinfeksi virus atau sel kanker sebelum sel T sitotoksik yang lebih spesifik dapat berfungsi.

4. Sistem makrofag dan sel fagosit lainnya Respon kekebalan nonspesifik pertama kali dilakukan oleh makrofag dan selsel fagosit lainnya dalam sistem retikuloendotelial, termasuk monosit dan sel netrofil polimorfonuklear dalam darah, makrofag dalam jaringan limfoid, sel kuffer dalam hati, sel langerhans dalam kulit dan makrofag dalam paru-paru. Fungsi utama sel-sel tersebut adalah memfagositosis senyawa asing atau zat yang berasal dari diri sendiri yang sudah tua atau mata, namun juga berperan dalam reaksi peradangan. Beberapa jenis sel sepeerti makrofag dalam kelenjar getah bening juga berfungsi dalam mempresentasikan antigen kepada limfosit sebagai permulaan dari reskpon kekebalan. Makrofag berasal dari sel induk dalam sumsum tulang yang melalui monosit sebagai sel antara, sel tersebut menjadi dewasa dan akhirnya menjadi makrofag jaringan. Selama berlangsungnya proses perubahan sel induk menjadi monosit dan kemudian menjadi makrofag, sel tersebut mengalami perubahan morfologi dan biokimia, terutama dalam sekresi enzim lisozim yang akhirnya mampu menghancurkan bahan dan senyawa asing melalui proses endositosis, pembentukan fagolizosom dan pelepasan enzim.

3

2.2 Komponen Respon Imun Non Spesifik Komponen-komponen sistem imun nonspesifik dapat dibagi sebagai berikut : 1. Pertahanan fisik dan Mekanik 2. Pertahanan Biokimiawi (bahan larut) 3. Pertahanan Humoral (bahan larut) 4. Pertahanan selular

Pembagian leukosit yang berperann dalam sistem imun

2.2.1

Pertahanan Fisik dan Mekanik Dalam sistem pertahanan fisik atau mekanik ini, kulit, selaput lendir, silia

saluran nafas, batuk dan bersin, akan mencegah masuknya berbagai kuman patogen ke dalam tubuh. Kulit yang rusak misalnya oleh luka bakar dan selaput lendir yang rusak oleh asap rokok, akan meninggikan risiko infeksi. 2.2.2

Pertahanan Biokimiawi Kebanyakan mikroorganisme tidak dapat menembus kulit yang sehat.

Beberapa mikroorganisme dapat masuk melalui kelenjar sebaseus dan folikel rambut. pH asam dari keringat dan sekresi sebaseus, berbagai asam lemak dan enzim yang mempunyai efek antimikrobial, akan mengurangi kemungkinan infeksi melalui kulit. Bahan yang disekresi mukosa saluran nafas dan telinga berperanan pula dalam petahanan tubuh secara biokimiawi. Lisozim dalam keringat, ludah, air mata, dan air susu, melindungi tubuh terhadap berbagai kuman Gram positif oleh karena dapat menghancurkan dinding selnya. Air susu ibu juga

4

mengandung laktoferin dan asam neuraminik yang mempunyai sifat antibakterial terhadap E.coli dan staphylococcus. Asam klorida/HCl dalam lambung, enzim proteolitik dan empedu dalam usus halus membantu menciptakan lingkungan yang dapat mencegah infeksi banyak (tidak semua) mikroorganisme. Demikian pula pH yang rendah dari vagina,

spermin

dalam

semen

dapat

mencegah

tumbuhnya

beberapa

mikroorganisme. Berbagai bahan yang dilepas leukosit. Lisozim yang dilepas makrofag dapat menghancurkan kuman gram negatif. Laktoferin dan Transferin dalam serum dapat mengikat zat besi yang dibutuhkan untuk hidup kuman Pseudomonas. 2.2.3 Pertahanan Humoral Berbagai bahan dalam sirkulasi berperanan pada pertahanan humoral. Bahan-bahan tersebut ialah : 1.

Komplemen Komplemen

berperan

meningkatkan

fagositosis

(opsonisasi)

dan

mempermudah destruksi bakteri dan parasit karena: a. Komplemen dapat menghancurkan sel membran banyak bakteri. b. Komplemen dapat melepas bahan kemotaktik yang mengerahkan makrofag ke tempat bakteri. c. Komponen komplemen lain yang mengendap pada permukaan bakteri memudahkan

makrofag

untuk

mengenal

(opsonisasi)

dan

memakannya. Kejadian-kejadian tersebut diatas merupakan fungsi imun nonspesifik, tetapi dapat pula terjadi atas pengaruh respon imun spesifik. 2. Interferon Interferon adalah suatu glikoprotein yang dihasilkan oleh berbagai sel tubuh yang mengandung nukleus dan dilepas sebagai respon terhadap infeksi virus. Interferon mempunyai sifat antivirus dengan jalan menginduksi sel-sel sekitar sel yang terinfektir virus sehingga menjadi resisten terhadap virus. Disamping itu, interferon juga dapat mengaktifkan Natural Killer cell (sel NK).

5

Sel yang diinfektir virus atau menjadi ganas akan menunjukan perubahan pada permukaannya. Perubahan tersebut akan dikenal oleh sel NK yang kemudian membunuhnya. Dengan demikian penyebaran virus dapat dicegah. 3. Sistem koagulasi Sistem koagulasi dapat diaktifkan atau tidak sangat tergantung pada keparahan dari kerusakan jaringan yang terinfeksi. Beberapa produk dari sistem koagulasi ini dapat berperan pada pertahanan nonspesifik karena kemampuannya dalam meningkatkan permeabilitas pembuluh darah dan bekerja sebagai zat kemotaksis untuk merangsang sel-sel fagosit. Di samping itu, beberapa produk sistem koagulasi bersifat sebagai antimikroba, misalnya beta-lisin, yaitu suatu protein yang diproduksi oleh sel platelet selama proses koagulasi yang mampu melisiskan beberapa bakteri gram positif. 4. C-Reactive protein (CRP) CRP dibentuk oleh badan pada saat infeksi. Peranannya ialah sebagai opsonin dan dapat mengaktifkan komplemen. CRP merupakan protein yang kadarnya cepat meningkat (100x atau lebih) setelah infeksi atau inflamasi akut. CRP berperanan pada imunitas nonspesifik, karena dengan bantuan Ca2+ dapat mengikatber bagai molekul yang terdapat pada banyak bakteri dan jamur. 5. Lisozim, suatu enzim yang dapat merusak dinding sel bakteri. 6. Interleukin-1, selain bersifat sebagai antimikroba juga dapat menginduksi demam dan merangsang produksi berbagai protein pada fase akut. 7. Laktoferin dan transferin. Protein ini dapat menghambat pertumbuhan bakteri. 2.2.4

Pertahanan Seluler Fagosit, makrofag dan sel NK berperanan dalam sistem imun nonspesifik

seluler. 1. Fagosit Meskipun berbagai sel dalam tubuh dapat melakukan fagositosis, tetapi sel utama yang berperanan dalam pertahanan nonspesifik adalah sel mononuklear (monosit dan makrofag) serta sel polimorfonuklear atau granulosit. Kedua sel tersebut tergolong fagosit dan berasal dari sel asal hemopoetik. Granulosit hidup pendek, mengandung granul yang berisikan 6

enzim hidrolitik. Beberapa granul berisikan pula laktoferin yangbersifat bakterisidal. Fagositosis yang efektif pada invasi kuman dini akan dapat mencegah timbulnya penyakit. Dalam kerjanya, sel fagosit juga berinteraksi dengan komplemen dan sistem imun spesifik. Penghancuran kuman terjadi dalam beberapa tingkatsebagai berikut, yaitu : kemotaksis, menangkap, memakan (fagositosis), membunuh dan mencerna. Sel fagosit bergerak ketempat mikroorganisme, kemudian mengikatnya melalui reseptor non spesifik. Bila mikroorganisme diikat dahulu oleh C3b (opsonin), selanjutnya akan lebih mudah mengikat fagosit melalui reseptor C3b. Bila mikroorganisme sudah berada didalam sel lisosom bergabung dengan fagosom membentuk fagolisosom dan selanjutnya mikroorganisme dapat dibunuh dengan mekanisme mikrobisidal. Kemotaksis adalah gerakan fagosit ditempat infeksi sebagai respon terhadap berbagai faktor seperti produk bakteri dan faktor biokimiawi yang dilepas pada aktivasi komplemen. Jaringan yang rusak atau mati dapat pula melepaskan faktor kemotaktik. Sel polimorfonuklear bergerak cepat dan sudah berada ditempat infeksi dalam 2-4 jam, sedang monosit bergerak lebih lambat dan memerlukan waktu 7-8 jam unutk sampai ditempat tujuan. Antibodi seperti halnya dengan komplemen (C3b) dapat meningkatkan fagositosis (opsonisasi). Antigen yang diikan antibodi akan lebih mudah dikenal oleh fagosit unutk kemudian dihancurkan. Hal tersebut dimungkinkan oleh adanya reseptor untuk fraksi Fc dari imunoglbulin pada permukaan fagosit. Destruksi mikroorganisme intraseluler terjadi oleh karena didalam sel fagosit, monosit dan polimorfonuklear, terdpata berbagai bahan anti mikrobial

seperti

lisosom,

hidrogenperoksida

(H2O2)

dan

mielo

peroksidase. Tingkat akhir fagositosis adalah pencernaan protein, polisakarida, lipid, dan asam nukleat didalam sel oleh enzim lisosom. Sel

7

poli morfonuklear lebih sering ditemukan pada inflamasi akut, sedang monosit pada inflamasi kronik. 2. Makrofag Makrofag dapat hidup lama, mempunyai beberapa granul dan melepaskan berbagai bahan, antara lain lisozim, komplemen dan interferon, yang semuanya memberikan konstribusi dalampertahanan nonspesifik. 3

Sel NK Didalam badan ditemukan populasi limfosit yang digolongkan sebagai sel NK dan antibody dependent killer cell yang berfungsi dalam pengawasan tumor tertentu dan infeksi virus. Kebanyakan sel NK merupakan large granular lymphocyte (LGL). Membran sel tersebut menunjukan ciri-ciri antara sel limfosit dan monosit. Sel NK dapat menghancurkan sel yang mengandung virus atau sel neoplasma dan interferon mempunyai pengaruh dalam mempercepat pematangan dan efek sitolitik sel NK.

2.3 Mekanisme Kerja Respon Imun Non Spesifik Mekanisme pertahanan non spesifik disebut juga komponen nonadaptif atau innate, atau imunitas alamiah, artinya mekanisme pertahanan yang tidak ditujukan hanya untuk satu jenis antigen, tetapi untuk berbagai macam antigen. Imunitas alamiah sudah ada sejak bayi lahir dan terdiri atas berbagai macam elemen non spesifik. Jadi bukan merupakan pertahanan khusus untuk antigen tertentu. Berikut ini dijelaskan mengenai mekanisme kerjannya. 2.3.1 Mekanisme Pertahanan Fisik dan Mekanik Lapisan luar dan lapisan epitel internal kulit dari tubuh kita, pergerakan intestinal dan silia yang terdapat pada saluran pernapasan merupakan barier fisik yang sulit untuk ditembus oleh sebagian besar zat yang dapat menginfeksi tubuh. Permukaan tubuh yang terpapar dengan lingkungan luar balik kulit maupun lapisan dalam rongga-rongga tubuh yang berhubungan dengan lingkungan luar berfungsi sebagai sawar untuk menghalangi masuknya mikroorganisme patogen dan senyawa asing yang tidak diinginkan oleh tubuh.

8

Kulit merupakan pertahanan lini pertama terhadap mikroorganisme yang menyerang tubuh. Kulit terdiri dari dua lapisan, yang pertama adalah epidermis yang mengalami keratinisasi dan tidak memiliki pembuluh darah di bagian luar dan yang kedua adalah lapisan dermis yang merupakan jaringan ikat di sebelah dalam. Epidermis mengandung empat jenis sel yaitu melanosit, keratinosid, sel langerhans, dan sel granstein. Melanosit menghasilkan pigmen coklat yakni melanin yang jumlahnya menentukan corak warna kulit coklat. Melanin melindungi kulit dengan menyerap sinar ultra violet yang merugikan. Sel yang paling banyak adalah keratinosid, penghasil keratin kuat yang membentuk lapisan protektif kulit di lapisan sebelah luar. Sawar fisik ini menghalangi masuknya mikroorganisme dan bahan atau senyawa lain yang merugikan ke dalam tubuh dan sekaligus mencegah keluarnya cairan dan zat-zat penting dari bagian tubuh lainnya. Keratinoid juga memiliki fungsi imunologik yang mengeluarkan interleukin-1, yang dapat meningkatkan pematangan sel T pasca timus di dalam kulit. Sel langerhans dan sel granstein juga berfungsi dalam imunitas spesifik masing-masing dengan menyajikan antigen ke sel T penolong dan sel T penekan. Lapisan dermis mengandung pembuluh darah yang memberikan nutrisi kulit dan berperan penting dalam mengatur suhu tubuh, ujung saraf sensorik yang memberi informasi mengenai lingkungan eksternal dan beberapa kelenjar eksokrin dan folikel rambut yang terbentuk oleh invaginasi khusus epitel di atasnya. Kelenjar eksokrin kulit terdiri dari kelenjar sebasea yang menghasilkan sebum, suatu bahan berminyak yang melunakkan dan membual kulit kedap air dan kelenjar keringat. Deskuamasi dari lapisan epitel kulit juga membantu menghalau bakteri dan parasit lainnya yang dapat menempel pada lapisan epitel kulit. 2.3.2 Mekanisme Pertahanan Biokimia Selain kulit, pintu utama lainnya yang dapat dilalui oleh mikroorganisme patogen untuk masuk ke dalam tubuh adalah: 1. Sistem pencernaan, di mana berbagai jenis enzim yang terdapat di air liur, sekresi lambung yang bersifat asam, gut associated lymphoid tissue

9

(GALT) dan flora normal pada saluran pencernaan yang dapat mempertahankan diri dari invasi mikroorganisme patogen. 2. Sistem urogenitalia yang dilindungi oleh sekresi mukus penangkap partikel dan sekresi asam yang bersifat destruktif bagi mikroorganisme patogen. 3. Sistem pernapasan yang pertahanannya bergantung pada aktivitas makrofag alveolus dan pada sekresi mukus yang lengket dapat menjerat senyawa asing yang masuk, kemudian disapu keluar oleh pergerakan silia. Pertahanan saluran pernapasan lainnya adalah bulu hidung yang dapat menyaring partikel ukuran besar, mekanisme refleks batuk dan bersin, masing-masing mampu mengeluarkan iritan dari trakea dan hidung. Faktor kimia, antara lain lisozim dan fosfolipase yang terdapat pada air mata, saliva, dan sekret hidung mampu melisiskan dinding sel bakteri dan merusak membran sel bakteri. Asam lemak yang terdapat dalam keringat dan pH yang rendah dalam lambung dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Senyawa defensin yang terdapat pada paru-paru dan gastrointestinal bersifat antimikroba. Demikian pula senyawa surfaktan dalam paru-paru bekerja sebagai opsonin yang merupakan senyawa mampu memacu sel-sel fagositosis untuk menelan partikelpartikel yang tidak diinginkan. Cairan lambung yag terdiri atas asam klorida, enzim dan lendir bersifat asam dengan pH yang sangat rendah (pH 1,2 – 3,0) dapat merusak sebagian besar bakteri dan toksin bakteri kecuali Clostridium botulinum dan Staphylococcus aueus. Sedangkan bakteri Helicobacter pylori dapat menetralkan asam lambung sehingga bakteri ini dapat berkembang di dalam gastrointestinal. Cairan vagina juga bersifat asam sehingga dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Demikian pula darah juga mengandung zat yang berifat sebagai antimikroba yaitu ironbinding protein tau transferin yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri dengan cara mengurangi ketersediaan zat besi yang sangat dibutuhkan dalam pertumbuhan bakteri. Sedangkan air mata dan saliva juga dapat mencegah adanya infeksi pada mata dan mulut.

10

Faktor biologis, yaitu adanya flora normal pada kulit dan saluran pencernaan dapat mencegah kolonisasi oleh bakteri patogen dengan cara mensekresi senyawa toksik ataupun secara bersaing dengan bakteri patogen dalam memanfaatkan nutrisi yang ada dan perlekatannya pada lapisan sel. Sebagai contoh misalnya keberadaan flora normal dalam vagina dapat menghambat pertumbuhan Candida albicans. Demikian pula keberadaan Echerichia coli dalam lambung yang dapat memproduksi bakteriosin mampu menghambat pertumbuhan Salmonella dan Shigella. 2.3.3 Aktivasi Komplemen Jalur Alternatif Mikroba di dalam darah mengaktivasi sistem komplemen melalui jalur alternatif. Pada aktivasi komplemen, diproduksi C3d yang akan berikatan dengan mikroba. Pada saat limfosit B mengenali antigen mikroba melalui reseptornya, sel B juga mengenali C3d yang terikat pada mikroba melalui reseptor terhadap C3d. Kombinasi pengenalan ini mengakibatkan diferensiasi sel B menjadi sel plasma. Dalam hal ini, produk komplemen berfungsi sebagai “sinyal kedua” pada respons imun humoral. Sistem komplemen dapat diaktifkan melalui dua jalur, yaitu jalur klasik dan jalur alternatif. Secara garis besar aktivasi komplemen baik melalui jalur klasik maupun jalur alternatif terdiri atas tiga mekanisme, yaitu; a) pengenalan dan pencetusan, b) ...


Similar Free PDFs