BANJIR DI WILAYAH KABUPATEN WAJO SULAWESI SELATAN AKIBAT DARI PERUBAHAN IKLIM DI INDONESIA PDF

Title BANJIR DI WILAYAH KABUPATEN WAJO SULAWESI SELATAN AKIBAT DARI PERUBAHAN IKLIM DI INDONESIA
Author Desby Urifaty
Pages 3
File Size 415.8 KB
File Type PDF
Total Downloads 38
Total Views 104

Summary

BANJIR DI WILAYAH KABUPATEN WAJO SULAWESI SELATAN AKIBAT DARI PERUBAHAN IKLIM DI INDONESIA Krisis iklim merupakan tersangka utama atas peningkatan potensi bencana yang terjadi yang tentunya diakibatkan oleh perilaku dan denyut peradaban manusia yang terus menggerus memicu alam dan lingkungan. Kerugi...


Description

BANJIR DI WILAYAH KABUPATEN WAJO SULAWESI SELATAN AKIBAT DARI PERUBAHAN IKLIM DI INDONESIA Krisis iklim merupakan tersangka utama atas peningkatan potensi bencana yang terjadi yang tentunya diakibatkan oleh perilaku dan denyut peradaban manusia yang terus menggerus memicu alam dan lingkungan. Kerugian besar akibat krisis iklim terutama akan dialami langsung oleh negara-negara berkembang yang terletak di daerah tropis dan sub tropis karena sangat rawan terdampak fenomena alam, contohnya yaitu Indonesia. Terlebih dengan mayoritas mata pencaharian penduduknya juga amat bergantung pada sumber daya alam yang sensitif terhadap perubahan iklim seperti sektor pertanian dan perikanan. Indonesia merupakan negara kepulauan yang juga rentan dengan peningkatan tingginya permukaan laut akibat krisis iklim. Kerentanan masyarakat terhadap bencana memang tidak semata-mata dilihat dari faktor cuaca. Dilandanya masyarakat dengan bencana banjir dan longsor terbaru memunculkan kesadaran mengenai urgensi pemerintah dalam mengantisipasi bencana dimasa mendatang dengan merencanakan aksi preventif yang tidak pandang bulu, tidak meninggalkan satu kalanganpun. Faktor sosial-ekonomi juga memengaruhi tingkat keterpaparan dan keparahan masyarakat terhadap bencana. Sebagai contoh, penduduk dengan tingkatan sosial-ekonomi terbawah dalam piramida kemakmuran adalah korban bencana ganda yang patut mendapat perhatian utama. Selama bulan Oktober hingga Maret, Indonesia melalui musim hujan. Namun, dengan pemanasan global yang terus meningkatkan suhu planet bumi, maka perubahan iklim pun terjadi yang membuat kedua musim di Indonesia menjadi semakin ekstrim. Hal ini meluluh lantakkan segala aktifitas dan operasional di berbagai area pusat kota yang tak hanya merugikan individu masyarakat, namun juga sektor publik dan pemerintah. Dengan rekor curah hujan yang belum pernah terjadi sebelumnya, hal ini biasa dikatakan sebagai bencana hidrometeorologi. Apakah yang dimaksud dengan bencana hidrometeorologi? Bencana hidrometeorologi yaitu kejadian bencana akibat fenomena meteorologi atau cuaca seperti curah hujan, kelembaban, temperatur, dan angin merupakan jenis bencana dengan frekuensi dan masivitas tertinggi di Indonesia. Kondisi tersebut memicu risiko banjir, tanah longsor, angin puting beliung, ombak tinggi, gelombang panas, kekeringan lahan ataupun kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Tak hanya dari intansi nasional, bahkan instansi internasional pun ikut bicara mengenai dampak krisis iklim yang mengancam kehidupan dan keberlangsungan aktivitas manusia. Inter Governmental Panel on Climate Change (IPCC) dalam laporan khusus mereka bertajuk ”Managing the Risks of Extreme Events and Disasters to advance Climate Change Adaptation” telah memuat peringatan mengenai potensi bencana hidrometeorologi akan menjadi ancaman global paling mematikan dalam beberapa dekade mendatang. Dampak perubahan iklim sangat nyata, di beberapa wilayah di Indonesia terdampak banjir salah satunya di Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan. Hujan deras mengguyur wilayah Kabupaten

Wajo yang berimbas pada terendamnya 48 desa di 5 kecamatan di sana. Banjir dipicu oleh intensitas hujan yang cukup tinggi di wilayah tersebut dan mengakibatkan meluapnya air sungai Walennae serta tingginya debit air dari hulu sungai yang bermuara di Danau Tempe. Warga yang mengungsi hampir mencapai seratusan orang dan yang terdampak akibat banjir sekitar puluhan ribu orang. Hujan sempat berhenti saat kedatangan Presiden Jokowi. Namun setelahnya, hujan terus menerus turun hingga merendam puluhan desa yang ada di sana. Daerah cakupan bencana ada di 5 kecamatan atau di 48 desa yang ada di Wajo. Saat beberapa minggu setelah banjir terjadi, terdapat 23 KK yang mengungsi dan semuanya ditampung di beberapa lokasi berbeda di Wajo. Tidak hanya itu, banjir ini juga membuat kerusakan pada beberapa bangunan warga dan fasilitas umum. Seperti enam unit sekolah, empat unit sarana ibadah, empat unit sarana kesehatan dan dua unit kantor pemerintah setempat. Tercatat pula 455 hektare sawah dan 50 hektare lahan perkebunan milik warga ikut terdampak.

Gambar 1. Banjir yang melanda Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan Beberapa titik banjir yang melanda lima kecamatan tersebut antara lain Kecamatan Tempe, tepatnya Kelurahan Salomenraleng dan Laelo, Kecamatan Pammana, tepatnya Desa Pallawarukka. Kemudian Kecamatan Maniangpajo tepatnya Kelurahan Anabanua, lalu Kecamatan Sabbangparu tepatnya di Desa Tadangpalie, terakhir Kecamatan Takkalalla tepatnya di Desa Soro. Tercatat Kabupaten Wajo telah dua kali dilanda bencana banjir selama kurun waktu satu bulan terakhir.

Gambar 2. Banjir yang meredam beberapa wilayah di Kabupaten Wajo Menurut kajian analisis InaRISK, wilayah Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan memang memiliki risiko bencana banjir sedang hingga tinggi dengan luas risiko 106.609 hektar atau sekitar 14 kecamatan terpapar. Dengan luasnya risiko bencana banjir di wilayah tersebut diharapkan pemerintah setempat dapat meningkatkan kesiapsiagaan dan edukasi mitigasi bencana kepada warganya....


Similar Free PDFs