BIOLOGI SEL_SITOSOL DAN SITOSKELETON PDF

Title BIOLOGI SEL_SITOSOL DAN SITOSKELETON
Author H. Yasti Agustin
Pages 12
File Size 310.9 KB
File Type PDF
Total Downloads 669
Total Views 1,029

Summary

DIKTAT BIOLOGI SEL Oleh: HASLINDA YASTI AGUSTIN, S.Si., M.Pd. JURUSAN TADRIS BIOLOGI FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) TULUNGAGUNG 2016 30 BAB III SITOSOL DAN SITOSKELETON A. Sitosol Sitosol adalah bagian dari sitoplasma yang mengisi ruang antar organel, volumeny...


Description

DIKTAT

BIOLOGI SEL

Oleh: HASLINDA YASTI AGUSTIN, S.Si., M.Pd.

JURUSAN TADRIS BIOLOGI FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) TULUNGAGUNG 2016 30

BAB III SITOSOL DAN SITOSKELETON

A. Sitosol Sitosol adalah bagian dari sitoplasma yang mengisi ruang antar organel, volumenya ± 50% volume sel. Sitosol mengandung protein dan enzim yang terlarut di dalamnya, antara lain enzim untuk glikolisis dan enzim pengangkut asam-asam amino yang akan disintesis menjadi protein. Pada sitosol juga terdapat mRNA dan ribosom yang penting untuk sintesis protein. Aktivitas sel yang berlangsung dalam sitosol berkaitan dengan transformasi sol-gel, misalnya perubahan viskositas, siklosis, dan gerak amoeboid. Di dalam sitosol terdapat kerangka sitoplasma (sitoskeleton) yang tersusun atas mikrofilamen, filamen intermediet, dan mikrotubula. B. Sitoskeleton Seorang ilmuwan bernama Keith Porter dan temannya berhasil melihat sel dengan menggunakan teknik HVEM (High Voltage Electron Microscop) yaitu suatu cara untuk melihat sel tanpa penyelubungan (embedding). Pengamatan dengan HVEM menunjukkan bahwa bagian sitoplasma yang berada di sela-sela organel tampak penuh dengan anyaman trimarta dari benang-benang yang sangat halus.1 Anyaman ini disebut dengan jala-jala mikrotrabekula karena mirip trabekula tulang bunga karang. Anyaman tersebut dikenal dengan nama sitoskeleton (cyto = sel, skeleton = rangka), karena terdapat di dalam sitosol dan membentuk kerangka sel. Anyaman tersebut terbentuk dari benang-benang halus (filamen) yang tersusun atas protein. Sitoskeleton ini juga berfungsi memberi bentuk pada sel, mengatur dan menimbulkan gerakan sitoplasma yang beruntun, berkaitan dalam membentuk jejaring kerja yang membantu reaksi-reaksi enzimatik, motilitas sel, transportasi organel, pembelahan sel, dan jenis-jenis gerakan sel lain. Berdasarkan struktur dan garis tengahnya filamen-filamen tadi dikelompokkan menjadi 3 kelompok, yaitu mikrofilamen (Ø 7 nm), filamen 1

Sumadi dan Aditya Marianti, Biologi Sel. (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007), hal. 161

31

intermedia (Ø 8 – 11 nm), dan mikrotubula (Ø 25 nm). Ketiganya merupakan protein yang dinamis, yaitu selalu terakit dan terurai. 1. Mikrofilamen (Filamen Aktin) Mikrofilamen biasanya tersebar pada daerah korteks di bawah permukaan membran sel. Mikrofilamen tersusun atas protein, terutama protein aktin, miosin, dan tropomiosin yang banyak terdapat di sel otot. Pada bahasan ini akan dibatasi pada filamen aktin saja. Semula diduga aktin hanya terdapat pada sel-sel otot saja, tetapi ternyata pada sel-sel lain kandungan aktinnya juga tinggi. Filamen aktin memiliki panjang bervariasi dengan diameter 7 nm. Aktin adalah

Gambar 3.1 Mikrograf elektron Filamen Aktin

Gambar 3.2 (A) Aktin G dan Aktin F, (B) Struktur Aktin G (Monomer Aktin), (C) Model Aktin F (14 monomer aktin diwujudkan dalam warna yang berbeda)

protein globular dengan BM 42.000 dalton, merupakan protein terbanyak yang terdapat pada sel eukariota hampir 5 – 10% dari seluruh protein sel. Jika berbentuk monomer disebut aktin G, dan jika terakit dalam bentuk filamen disebut aktin F.

32

Jika dilihat melalui mikroskop elektron tampak pada Gambar 3.1.2 Aktin sifatnya labil artinya mudah terakit dan mudah terurai. Aktin merupakan protein kontraktil yang terlibat dalam proses-proses yang terjadi dalam sel, seperti sitokinesis, aliran plasma, gerakan sel, berkaitan dengan interaksi fisik sel dan gerakan mikrovili intestinal. Struktur tiga dimensi monomer aktin dan filamen aktin ditentukan pada tahun 1990 oleh Kenneth Holmes, Wolfgang Kabsch, dan rekan-rekan mereka (Gambar 3.2).3 Monomer aktin adalah protein globular dari 375 asam amino (43kd). Setiap monomer aktin (aktin G) memiliki site untuk berikatan dengan monomer aktin lainnya (polimerisasi), sehingga membentuk filamen aktin (aktin F). Setiap aktin G berputar 166o dalam filamen, sehingga memiliki bentuk heliks ganda.

Gambar 3.3 Polimerisasi Reversibel Monomer Aktin

Filamen aktin dapat tumbuh dengan penambahan reversibel monomer pada kedua ujungnya 3.3).4

(Gambar

Salah

satu

ujung meman-jang 5 – 10 kali lebih cepat daripada

ujung

satunya.

Monomer

aktin akan mengikat ATP menjadi

Gambar 3.4 Peran ATP dalam Polimerisasi Filamen Aktin

dihidrolisis ADP,

menggunakan satu gugus fosfatnya sebagai energi untuk perakitan filamen. Meskipun ATP tidak mutlak dibutuhkan dalam polimerisasi, akan tetapi monomer 2 Geoffrey M. Cooper dan Robert E. Hausman, The Cell A Molecular Approach Fourth Edition. (Washington, D. C.: ASM Press, 2007), hal. 474 3 Ibid., hal. 475 4 Ibid., hal. 475

33

aktin yang mengikat ATP memudahkan proses polimerisasi (Gambar 3.4).5 Pengikatan dan hidrolisis ATP memainkan peran kunci dalam mengatur perakitan dan sifat dinamis filamen aktin. Sifat reversibel dari polimerisasi filamen aktin, menyebabkan filamen dapat depolimerisasi oleh disosiasi sub unit aktin, sehingga filamen aktin dapat dipecah jika diperlukan. Sekitar 50% monomer aktin yang terdapat di dalam sel hewan tidak terpolimerisasi. Mereka berada sebagai monomer bebas atau membentuk kompleks dengan protein lain. Terjadi keseimbangan dinamis antara monomer aktin (aktin G) dan

Gambar 3.5 Filamen Aktin dan Filamin

filamen aktin (aktin F) sehingga terjadi gerakan sel. Filamen aktin sering terakit menjadi jejaring trimata yang kaku, karena filamen aktin ini terikat pada protein pengikat silang yang disebut filamin. Filamin adalah suatu molekul panjang dan lentur, terdiri dari dua rantai polipeptida kembar. Filamin berbentuk dimer dari dua sub unit besar (280 kd), fleksibel, molekul bentuk V yang

Gambar 3.6 Filamen Aktin pada Mikrovili

berikatan silang dengan filamen aktin menjadi jaringan orthogonal (Gambar 3.5).6 Jaring-jaring kaku ini merupakan korteks sel dan memberi daya mekanis pada permukaan sel yang memungkinkan sel dapat bergerak dan berubah bentuk. Beberapa berkas-berkas kecil filamen aktin tersembul dari korteks sel membentuk tonjolan ke permukaan sel atau justru lekukan ke dalam sebagai akibat dari filamen aktin yang menarik selaput sel ke dalam. Tonjolan-tonjolan pada permukaan sel hewan sering disebut sebagai mikrovili. Pengamatan menggunakan mikroskop elektron menunjukkan bahwa bagian tengah mikrovili berisi seberkas filamen aktin yang tersusun sejajar satu sama lain (Gambar 3.6).7 Filamen-filamen tersebut di beberapa tempat

5

Ibid., hal. 476 Ibid., hal. 481 7 Ibid., hal. 486 6

34

dihubungkan satu sama lain dengan protein-protein pengikat aktin yaitu fimbrin, vilin, dan kompleks kalmodulin. Filamen aktin juga berperan dalam pelekatan sel (Gambar 3.7)8 pada substansi antar sel dan sel-sel lainnya yang berada dalam satu macam jaringan, serta

Gambar 3.6 Filamen Aktin pada Mikrovili

pergerakan sel. Gerakan sel seperti fagositosis dan perpindahan sel tergantung pada keseimbangan dinamis antara molekul aktin dan filamen aktin, yaitu terjadinya polimerisasi dan depolimerisasi pada aktin. Pemberian senyawa penghambat pertumbuhan atau polimerisasi aktin akan mengganggu gerakan sel. Misalnya Cytochalasins yang mengikat salah satu

Gambar 3.7 Filamen Aktin pada Adherens Junction

ujung filamen aktin dan memblokir polimerisasinya. Hal ini menyebabkan perubahan bentuk sel serat penghambatan beberapa jenis gerakan sel (misalnya pembelahan sel khususnya mitosis, menghambat perpindahan sel, sitokinesis, dan fagositosis). Senyawa lain yang juga menghambat gerakan sel adalah Phalloidin, yang mengikat erat filamen aktin dan mencegah disosiasi mereka menjadi monomer aktin (mencegah depolimerisasi). 2. Filamen Intermedia Filamen intermedia bersifat liat, memiliki daya rentang yang sangat tinggi, merupakan benang berongga terdiri dari 5 protofilamen, diameter antara 8 – 11 nm, dan terdapat pada sel eukariota. Filamen intermedia banyak dijumpai di sekitar inti, menjulur ke arah perifer sel. Filamen intermedia banyak terdapat di sel yang mengalami stress mekanik, misalnya epitelium, akson sel saraf, dan otot polos. Berbeda dengan filamen aktin dan mikrotubula, filamen intermedia tidak terlibat langsung dalam gerakan sel, tetapi memainkan peran struktural dengan memberikan kekuatan mekanik pada sel-sel dan jaringan.

8

Ibid., hal. 485

35

Gambar 3.8 Struktur Protein Filamen Intermedia

Filamen intermedia terdiri berbagai protein yang disajikan dalam berbagai jenis sel yang berbeda. Struktur protein penyusun filamen intermedia dapat dilihat pada Gambar 3.8.9 Lebih dari 65 protein penyusun filamen intermedia telah diidentifikasi dan diklasifikasikan ke dalam 6 kelompok berdasarkan kesamaan antara sekuens asam aminonya, yaitu:10 a. Tipe I, tersusun dari keratin yang bersifat asam (sekitar 15 d), terdapat di dalam epitelium dan derivat epidermis. b. Tipe II, tersusun dari keratin yang bersifat basa dan netral (sekitar 15 d), terdapat di dalam epitelium dan derivat epidermis. Tipe I dan Tipe II ini dikenal sebagai filamen intermedia yang paling stabil. Beberapa tipe I dan Tipe II disebut keratin keras karena digunakan untuk produksi struktur seperti rambut, kuku, dan tanduk. Beberapa lagi disebut keratin lunak yang melimpah di sitoplasma sel epitel. c. Tipe III, tersusun dari vimentin (terdapat di sel-sel mesenkim, fibroblas, sel otot polos, dan sel darah putih), desmin (terdapat dalam sel-sel otot menghubungkan cakram Z elemen kontraktil individu), protein fibrilar yang bersifat asam (terdapat dalam sel glial, astrosit, dan sel-sel Schwann), dan protein peripherin (terdapat dalam sel saraf perifer). d. Tipe IV, tersusun dari protein-protein penyusun neurofilamen, yaitu neurofilamen

ringan

(NF-L),

neurofilamen

menengah

(NF-M),

dan

neurofilamen berat (NF-H). Ketiga protein tersebut membentuk filamen intermedia utama dari banyak jenis neuron/sel saraf, seperti pada akson neuron motorik. Protein Tipe IV yang lain adalah α-internexin, muncul pada tahap awal pengembangan neuron, sebelum muncul protein neurofilamen. 9

Ibid., hal. 498 Ibid., hal. 497-498

10

36

e. Tipe V, tersusun dari protein lamina nukleus yaitu lamin A, B, dan C (terdapat di lamina nukleus semua sel eukariota). Lamina nukleus merupakan suatu struktur yang dinamis mudah terurai dan terakit kembali. Kemampuan ini akan terlihat pada beberapa tahap dalam mitosis. f. Tipe VI, tersusun dari protein nestin (terdapat pada stem cells, khususnya sistem saraf pusat). Protein nestin diekspresikan selama perkembangan embrio di beberapa jenis sel induk. Perakitan filamen intermedia melalui beberapa tahapan, tahap pertama adalah pembentukan dimer dimana dua rantai polipeptida melilit satu sama lain dalam struktur melingkar. Tahap berikutnya antar dimer satu dengan yang lain mengait secara antiparalel membentuk tetramer. Tetramer satu dengan yang lain saling berikatan membentuk protofilamen, kemudian delapan protofilamen bergabung membentuk struktur seperti tali (Gambar 3.9).11

Gambar 3.9 Perakitan Filamen Intermedia

3. Mikrotubula Mikrotubula adalah komponen utama ketiga dari sitoskeleton, berupa filamen berongga dengan diameter 25 nm dan tebal 5 nm. Seperti filamen aktin, mikrotubula adalah struktur dinamis yang mengalami perakitan dan pembongkaran terus menerus dalam sel. Mikrotubula memiliki fungsi dalam menentukan bentuk sel, gerakan sel, transportasi intraseluler organel, dan pemisahan kromosom selama 11

Ibid., hal. 499

37

mitosis.

Mikrotubula

tersusun

dari

molekul protein tubulin, masing-masing tubulin merupakan satu heterodimer yang terdiri dari 2 sub unit (2 monomer) yaitu tubulin α dan tubulin β. Satu mikrotubula

tersusun

dari

13

protofilamen

yang

tersusun

paralel

melingkari

suatu

sumbu.

Tiap

protofilamen tersusun dari banyak

Gambar 3.10 Struktur Mikrotubula

dimer, dengan susunan tubulin α dari satu dimer letaknya berdekatan dengan tubulin β dari dimer berikutnya (Gambar 3.10).12 Meskipun semua mikrotubula morfologinya sama, tetapi stabilitasnya berbeda. Ada dua macam mikrotubula yaitu mikrotubula stabil dan mikrotubula labil. Mikrotubula stabil lebih tahan terhadap berbagai macam perlakuan, artinya tidak mudah terurai menjadi dimer-dimer. Mikrotubula ini dapat diawetkan dalam larutan fiksatif, seperti OsO4, MnO4 atau aldehida pada suhu berapapun. Contoh mikrotubula stabil antara lain: mikrotubula pembentuk silia dan flagela. Mikrotubula labil mudah terbentuk tetapi juga mudah terurai, misalnya bila diberi perlakuan dengan kolkisin. Mikrotubula labil hanya dapat diawetkan dalam larutan aldehida pada suhu 40C. Contoh mikrotubula labil adalah mikrotubula pembentuk gelendong pembelahan. Mikrotubula labil terdapat di dalam sitoplasma, sehingga disebut juga mikrotubula sitoplasma. Mikrotubula ini mempunyai ujung positif dan ujung negatif. Ujung positif adalah tempat dimer-dimer tubulin bersatu membentuk heterodimer, sedangkan ujung negatif adalah tempat lepasnya dimer-dimer tubulin dari ikatan heterodimer mikrotubula. Hal ini menyebabkan struktur mikrotubula tersebut labil dan bergerak. Mikrotubula sitoplasma ini berfungsi dalam memberi bentuk sel, membantu gerakan sel, dan menentukan bidang pembelahan sel. Kelabilan mikrotubula dapat diterangkan berdasarkan hipotesis Kirshner dan

12

Ibid., hal. 505

38

Mitchison yaitu melalui terhidrolisis atau tidaknya GTP. Jika GTP tidak terhidrolisis maka akan terjadi proses perakitan mikrotubula, sebaliknya jika GTP terhidrolisis maka akan terjadi pembongkaran mikrotubula (Gambar 3.11).13 Sel yang dibiakkan pada stadium interfase dilihat menggunakan teknik imuno-fluoresensi, bahwa

mikrotubula

tampak paling

banyak terdapat di sekitar inti

Gambar 3.11 Peran GTP dalam Polimerisasi Mikrotubul

Gambar 3.12 Struktur Sentriol

sel. Mikrotubula awalnya ber-bentuk bintik kecil seperti bintang yang disebut dengan aster. Dari sini memancar filamen-filamen yang memanjang ke arah tepi sel. Daerah tempat munculnya aster disebut MTOC (Microtubule Organizing Center), yang kemudian disebut dengan istilah sentrosoma.

13

Ibid., hal. 506

39

Pada

saat

interfase,

sentrosoma terletak pada salah satu

sisi

dekat

sentrosoma

inti.

terdapat

Pada

sentriol,

tetapi tidak semua sentrosom memiliki sentriol (Struktur sentriol dapat dilihat pada Gambar 3.12).14 Sentrosoma sering disebut materi tanpa gatra karena hanya terdiri dari materi padat elektron. Dari sentrosoma

memancar

mikrotubula sitoplasma menjulur ke

arah

tertentu

dari

sel.

Gambar 3.13 Mekanisme Kerja Mikrotubul Intraseluler

Gambar 3.14 Transpor Vesikel dan Organel Menggunakan Mikrotubula

Mekanisme ini didasari dari sifat mikrotubula yang polar yaitu akan tumbuh memanjang dengan cepat pada kutub positifnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ujung negatif mikrotubula terdapat pada daerah sentrosoma (MTOC), sedangkan ujung positifnya menjauh dari sentrosoma. Pertumbuhan atau polimerisasi mikrotubula ini dapat stabil jika ujung positifnya dilindungi dari senyawa yang bisa menyebabkan terjadinya depolimerisasi (Gambar 3.13).15

14 15

Ibid., hal. 510 Ibid., hal. 508

40

Polimerisasi mikrotubula juga membawa vesikel dan organel bersamanya, untuk membagi sitosol menjadi dua bagian. Vesikel dan organel akan diikat oleh kinesin dan dinein ke tempat yang dituju (Gambar 3.14).16 Mikrotubula selain sebagai sitoskeleton ternyata ada yang berfungsi untuk pergerakan sel. Contoh dari mikrotubula yang motil adalah flagela dan silia. Struktur keduanya dapat dilihat pada Gambar 3.15.17 Keduanya mempunyai bentuk yang identik yaitu merupakan juluran dari sel, bahkan organisasi molekulernyapun sama, tetapi gerakan keduanya berbeda. Silia gerakannya menyerupai lecutan, sedangkan flagela gerakannya seperti ombak.

Gambar 3.15 Struktur Anoxom dari silia dan flagela

16 17

Ibid., hal. 516 Ibid., hal. 519

41...


Similar Free PDFs