BIOLOGI SEL BAB VIII NUKLEUS DAN RIBOSOM PDF

Title BIOLOGI SEL BAB VIII NUKLEUS DAN RIBOSOM
Author H. Yasti Agustin
Pages 14
File Size 354.5 KB
File Type PDF
Total Downloads 400
Total Views 819

Summary

DIKTAT BIOLOGI SEL Oleh: HASLINDA YASTI AGUSTIN, S.Si., M.Pd. JURUSAN TADRIS BIOLOGI FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) TULUNGAGUNG 2016 89 BAB VIII INTI SEL (NUKLEUS) DAN RIBOSOM A. INTI SEL (NUKLEUS) Perbedaan utama sel prokariotik dan sel eukariotik adalah pada...


Description

DIKTAT

BIOLOGI SEL

Oleh: HASLINDA YASTI AGUSTIN, S.Si., M.Pd.

JURUSAN TADRIS BIOLOGI FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) TULUNGAGUNG 2016 89

BAB VIII INTI SEL (NUKLEUS) DAN RIBOSOM

A. INTI SEL (NUKLEUS) Perbedaan utama sel prokariotik dan sel eukariotik adalah pada ada dan tidaknya membran inti. Pada sel prokariotik tidak memiliki membran inti sehingga materi genetiknya berada di sitosol, sedangkan sel eukariotik memiliki membran inti sehingga materi genetiknya terlindungi, terpisah dari sitosol. 1. Letak Nukleus Nukleus dijumpai pada hampir semua sel eukariota, pada eritrosit mamalia dan sel pembuluh tapis tumbuhan tidak ditemukan nukleus. Umumnya nukleus berada di tengah sel, tetapi ada yang terletak di tepi sel seperti pada sel adiposit dan sel otot skelet. Nukleus tidak dapat bergerak bebas karena terperangkap di dalam jaring-jaring yang terbuat dari filamen intermedia dan mikrofilamen. Sel dengan nukleus tunggal (mononucleated cells) ditemukan pada sel hewan dan tumbuhan. Jumlah nukleus lebih dari satu dijumpai misalnya pada Paramecium. Pada hewan ini ditemukan dua nukleus (dinuklei cells) yaitu makro dan mikro nukleus. Sedangkan sel dengan jumlah nukleus lebih dari dua atau banyak (polynucleated cells) dijumpai pada otot skelet sel hewan dan pada tumbuhan misalnya pada ganggang Vaucheria. Umumnya bentuk nukleus selaras dengan bentuk sel. Bila sel berbentuk bulat atau kubus maka bentuk nukleus juga akan bulat. Jika sel berbentuk silindris atau prisma maka nukleusnya akan berbentuk lonjong. Sedangkan jika bentuk selnya pipih (squamosa) maka nukleusnya berbentuk discoidal. Pada sel leukosit dan Infusoria bentuk nukleus tidak beraturan. Ukuran nukleus bergantng pada volume sel, jumlah DNA dan protein, serta berkaitan dengan perkembangan metabolisme sel.

90

2. Struktur Nukleus Bagian-bagian yang menyusun nukleus

antara

(membran

lain:

sitosolik),

membran membran

luar dalam

(membran nukleoplasmik), ruang antar membran

(perinuclear

nukleoplasma

space),

(matriks

pori,

nukleus),

kromosom/kromatin, dan nukleolus (anak inti).

Struktur

dari

hasil

mikroskop

elektron dan pemodelannya dapat dilihat pada Gambar 8.11 dan 8.2.2 Penjabarannya sebagai berikut:

Gambar 8.1 Mikrograf elektron Nukleus

a. Membran luar (membran sitosol). Struktur molekular membran nukleus sama dengan membran sel, yaitu terdiri dari fosfolipid dan protein yang tersusun mosaik cair. Membran luar nukleus berhubungan langsung dengan retikulum

endoplasma.

Permukaan

membran

penuh

ditempeli

dengan

ribosom

tempat

dimana

protein

disintesis. Protein yang disintesis ini akan dicurahkan ke ruang perinukleus yang

berhubungan

dengan

lumen

Gambar 8.2 Model Struktur Nukleus

retikulum endoplasma. Pada permukaan membran luar terjulur filamenfilamen yang sebagian akan menempel atau berikatan dengan membran organel-organel lain, sehingga membran luar nukleus ini seperti terperangkap dalam jala-jala dan tidak bisa bergerak bebas.

1 Jeff Hardin, et. all., Becker’s World of the Cell Eighth Edition. (United States of America: Pearson Benjamin Cummings, 2012), hal. 537 2 Ibid., hal. 537

91

b. Ruang antarmembran (perinukleus). Ruang ini berhubungan langsung dengan lumen retikulum endoplasma. c. Membran dalam (membran nukleoplasma). Membran

dalam

nukleus berlapiskan suatu anyaman setebal 10 – 20 nm. Anyaman ini terbentuk dari filamen intermedia yang pada mamalia terdiri dari 3 protein yaitu lamin A, B, dan C. Anyaman ini disebut lamina

nukleus

(Gambar

Gambar 8.3 Lamina Nukleus

8.3).3 Lamina ini dapat dipisahkan dari membran dalam. Protein lamina ini berikatan

dengan

protein

integral

maupun perifer dari membran dalam, juga dengan benang-benang halus (kromatin) di dalam nukleus. Lamin nukleus bersifat dinamis jadi mudah terurai dan mudah terakit kembali. Misalnya pada saat pembelahan sel, lamina ini mengalami penguraian oleh proses fosforilasi menjadi lamin A fosfat, lamin C fosfat, dan lamin B yang tetap terikat pada membran dalam. Jika pembelahan memasuki tahap akhir, terjadi defosforilasi dan lamina nukleoplasma ini akan terakit

Gambar 8.4 Struktur Pori Nukleus (a) Mikrograf elektron Pori, (b) Model Pori

kembali. 3

Geoffrey M. Cooper dan Robert E. Hausman, The Cell A Molecular Approach Fourth Edition. (Washington, D. C.: ASM Press, 2007), hal. 360

92

d. Pori nukleus Membran nukleus memiliki pori yang disebut dengan pori nukleus. Pori ini terbentuk akibat menyatunya dwilapis lipid dari membran luar dan membran dalam nukleus. Garis tengah pori antara 40 – 100 nm. Jumlah pori bervariasi tergantung jenis sel dan kondisi fisiologi sel (sintesis protein). Pori merupakan jalan untuk mRNA dan protein ribosomal, oleh karena itu bila kegiatan sintesis protein tinggi maka jumlah pori juga bertambah, dan sebaliknya jumlahnya berkurang apabila aktivitas sintesis protein menurun. Jumlah pori ± 10% dari luas permukaan inti. Adanya pori nukleus memudahkan pengangkutan bahan atau senyawa dari atau menuju ke sitosol. Struktur pori sebagai berikut: pori dikelilingi anulus (cincin) yang bersama-sama dengan pori membentuk kompleks pori. Bagian dalam anulus membentuk tonjolan-tonjolan (spoke) ke arah lumen pori. Di bagian tengah pori terdapat sumbat tengah (central plug), sedangkan di permukaan anulus yang menghadap lumen pori dipenuhi materi amorf dan butiran-butiran yang dinamakan central granula. Di bawah materi amorf terdapat filamen-filamen (Gambar 8.4).4 Struktur membran nukleus yang demikian ini berkaitan dengan fungsinya. Fungsi membran nukleus sangat rumit, di satu pihak membran nukleus sebagai pembatas, di lain pihak karena berpori maka juga sebagai sarana pengangkutan antar kompartemen (ruangan). Berdasarkan strukturnya ada 3 cara pengangkutan dari dan ke sitoplasma, antara lain: 1) Pengangkutan melewati pori nukleus. 2) Pengangkutan melalui membran dalam menuju ke ruang perinukleus, dan diteruskan ke lumen (sisterna) retikulum endoplasma. 3) Melalui pinositosis. Membran nukleus sebagai pembatas, akan menghalangi perpindahan molekul dari dan ke sitoplasma. Air, ion-ion, dan mikromolekul senyawa organik misalnya gliserol dan sukrosa dapat melewati membran nukleus dengan mudah dan cepat, akan tetapi ternyata permeabilitas membran nukleus berbeda 4

Hardin, Becker’s World..., hal. 538

93

tiap sel. Khusus transpor protein yang diperlukan untuk replikasi dan transkripsi DNA tidak ada hambatan. e. Nukleoplasma (matriks nukleus). Nukleoplasma

merupakan

substansi

transparan,

semi-solid.

Nukleoplasma berisi kromatin dan nukleolus. Komposisinya tersusun dari asam nukleat (DNA dan RNA) yang merupakan materi genetik, protein histon, dan garam-garam mineral. f. Materi Genetik (Kromosom, kromatin) Bagian inti dari sebuah inti sel adalah materi genetik, karena ini yang mengendalikan semua aktivitas sel makhluk hidup. Pada waktu interfase, materi genetik biasa disebut kromatin, sedangkan pemampatan (kondensasi) maksimal materi genetik pada waktu sel membelah (metafase) membentuk struktur yang disebut kromosom. Kromatin yang diwarnai menunjukkan struktur benang yang membawa manik-manik. Hasil analisis kimianya menunjukkan kromatin tersusun dari DNA (deoxirobonucleic acid), RNA (ribonucleic acid), protein histon, dan protein non histon. DNA tersusun dari 3 komponen yaitu: gula deoksiribosa, basa nitrogen (timin, adenin, guanin, dan sitosin), dan fosfat. Gabungan dari ketiga komponen DNA disebut dengan nukleotida. Antar nukleotida satu dengan yang lain dihubungkan dengan ikatan fosfat. DNA penyusun kromosom merupakan polinukleotida rangkap yang tersusun heliks ganda (double helix). RNA tersusun dari 3 komponen, yaitu: gula ribosa, basa nitrogen (adenin, guanin, sitosin, dan urasil), dan fosfat, dalam bentuk benang polinukleotida tunggal linier. Protein histon adalah protein dasar dengan kandungan asam amino arginin dan lisin yang tinggi. Ada lima macam protein histon, yaitu: H1, H2A, H2B, H3, dan H4. Oktamer protein histon terdiri dari H2A, H2B, H3, dan H4, dililit dua putaran oleh DNA heliks ganda sepanjang 200 pasang nukleotida, keseluruhannya membentuk nukleosom. Pada lilitan tersebut menempel H1 sebagai perekat agar tidak lepas. Unit nukleosom selalu berulang di sepanjang kromosom dengan interval yang bervariasi tergantung jenis sel. Unit nukleosom inilah yang nampak sebagai manik-manik di sepanjang benang

94

kromatin. Protein histon diduga berperan menjaga kestabilan struktur DNA eukariotik yang umumnya sangat panjang sehingga pesan genetik yang dibawa DNA tidak berubah. Pada waktu profase, kromatin akan mengalami kondensasi atau pemampatan menjadi lebih pendek dan akan melonggar lagi saat telofase. Pemampatan kromatin mencapai maksimal saat metafase dan dinamakan kromosom. Bentuk kromosom sangat jelas dan biasanya terdiri dari 4 bagian, yaitu lekukan primer/sentromer/pusat, bagian lengan, lekukan sekunder (NOR = Nucleolar Organizing Centre), dan lekukan tersier. Pada interfase, segmen-segmen kromatin ada yang mengalami kondensasi dan dinamakan heterokromatin, sedangkan segmen kromatin yang tidak mengalami kondensasi disebut eukromatin, sehingga kromatin interfase sebenarnya

terdiri

dari

eukromatin

yang

berselang-seling

dengan

heterokromatin. Menurut hasil penyelidikan, eukromatin mengandung gen-gen aktif (melakukan transkripsi), sedangkan heterokromatin mengandung gen-gen yang tidak aktif. Protein non histon sangat bervariasi, ada yang berupa enzim DNA (DNA dan RNA polimerase, ligase, dsb), dan protein struktural (aktin, miosin, dan tubulin) yang ikut terlibat dalam kondensasi kromosom dan pembelahan sel. Sifat genetik yang dibawa DNA diwariskan dari satu sel generasi ke generasi sel berikutnya melalui proses replikasi,

sedangkan

sifat

genetik

tersebut diekspresikan melalui proses transkripsi dan translasi. g. Nukleolus (anak inti) Nukleolus

adalah

butiran

bersifat asam yang terletak di inti (Gambar 8.5).5 Jumlahnya bisa 1, 2 atau 3 tergantung spesiesnya. Ukurannya Gambar 8.5 Mikrograf elektron Nukleolus 5

Ibid., hal. 544

95

sebanding dengan aktivitas sel. Sel aktif nukleolusnya besar misalnya pada oosit, sel neuron, dan sel sekretori. Pada sel yang tidak aktif, ukurannya kecil. Komposisinya terdiri dari protein, terutama protein fosfat, t-RNA, fosfatase, nukleotida fosforilase, DNA, dan nukleotida. Struktur nukleolus tersusun dari zona granular, zona fibrilar atau nukleolonema, zona amorf, dan kromatin nukleolus. Zona granular terdapat pada bagian tepi, butiran-butiran padat dengan ukuran sekitar 150 – 200 A0, serta mengandung protein ribonukleat. Zona fibrilar berupa serat-serat dengan ukuran 50 – 60 A0 terdiri dari protein ribonukleat. Zona amorf hanya terdapat pada nukleolus tertentu. Kromatin nukleolus tersusun dari serat-serat tebal ± 100 A0 mengandung DNA pada bagian tertentu. 3. Fungsi Nukleus

Gambar 8.6 Perakitan Ribosom

Fungsi nukleus selain sebagai penyimpan materi genetik dan pengatur seluruh kegiatan sel, tetapi ada fungsi yang juga sangat penting, yaitu tempat pembentukan ribosom, khususnya di nukleolus. Proses pembentukan ribosom dapat dilihat pada Gambar. Pembentukan ribosom diawali dengan gen pengkode protein ribosom pada DNA ditranskripsi di luar nukleolus oleh RNA polimerase II menghasilkan mRNA yang diterjemahkan oleh ribosom di sitoplasma. Protein ribosomal kemudian diangkut dari sitoplasma ke nukleolus melalui pori nukleus. 96

Kemudian protein ribosomal tersebut bergabung dengan rRNA membentuk partikel pre-ribosomal. Partikel pre-ribosomal kemudian membelah menjadi 2 bagian, yaitu pre-18S (sebagai bakal sub unit kecil), dan gabungan 28S, 5,8S, dan 5S yang diambil dari nukleoplasma (sebagai bakal sub unit besar). Pengolahan sub unit kecil yang hanya berisi 18S rRNA lebih sederhana dan hanya melibatkan pemecahan nuklease. Pengolahan sub unit besar yang berisi 28S, 5,8S, dan 5S rRNA melibatkan pemecahan nuklease luas dan selesai dalam nukleolus. Sebagian besar partikel pre-ribosomal di nukleolus mewakili prekursor ke sub unit besar. Tahap akhir pematangan ribosom ditunjukkan dengan ekspor partikel preribosomal ke sitoplasma, membentuk sub unit aktif ribosom 40S dan 60S pada sel eukariotik (Gambar 8.6).6 . B. RIBOSOM Ribosom

adalah

organel

tanpa membran yang terdapat pada semua sel prokariotik dan eukariotik. Pada organel ini berlangsung translasi (sintesis protein). Ribosom tersebar acak di sitoplasma, menempel di permukaan luar membran RE, di dalam matriks mitokondria, dan di

Gambar 8.7 Mikrograf Elektron Ribosom Bebas pada Bakteri

dalam stroma kloroplas. Bentuknya jika dilihat menggunakan mikroskop elektron tampak pada Gambar 8.7. Jumlah ribosom dalam sebuah sel sangat banyak. Pada bakteri Eschericia coli sebanyak 10.000 per sel, pada sel mamalia rata-rata 10 juta per sel. 1. Struktur Ribosom Ribosom berbentuk globular dengan diameter sekitar 250 – 350 nm, tersusun dari dua sub unit, yaitu sub unit besar dan sub unit kecil. Bila terjadi translasi, kedua sub unit bergabung membentuk sub unit fungsional (Gambar

6

Cooper, The Cell..., hal. 380

97

8.8).7 Ukuran ribosom dinyatakan dalam satuan S (dari inisial nama penemunya Svedberg) yang menunjukkan kecepatan pengendapan pada waktu zarah ribosom disentrifugasi. Komponen yang menyusun ribosom adalah protein ribosom dan RNA ribosom (rRNA). rRNA merupakan benang polinukleotida tunggal yang linear, tetapi pada banyak bagian membentuk loop (gelembungan) sehingga terlihat sebagai

Gambar 8.8 Model Struktur Ribosom pada prokariotik dan Eukariotik

benang rangkap. Bagian berbentuk loop ini ± 70% dari keseluruhan rRNA. Pada bagian loop ini menempel protein ribosom. Jenis protein ribosom dan ukuran rRNA yang menyusun sub unit ribosom bervariasi seperti terlihat pada tabel berikut. Tabel 8.1 Struktur Ribosom pada Prokariotik dan Eukariotik8 Sub unit Kecil - rRNA - Protein Besar - rRNA - Protein Fungsional

Prokariotik 30S 16S 21 protein 50S 23S dan 5S 34 protein 70S

Eukariotik 40S 18S 30 protein 60S 28S, 5.8S, dan 5S 40 protein 80S

2. Fungsi Ribosom Ribosom tempat

merupakan

berlangsungnya

organel

penerjemahan

(translasi) kodon yang dibawa mRNA. Pada ribosom terdapat ‘site’ atau tempat aminoasil dan tempat peptidil (Gambar 8.9).9

Site

7

aminoasil

adalah

tempat Gambar 8.9 Sisi Pengikatan tRNA pada Ribosom Fungsional

8

Ibid., hal. 313 Annie Istanti, et. all., Biologi Sel. (Malang: JICA Universitas Negeri Malang, 1999),

9

Hardin, Becker’s World..., hal. 681

hal. 75

98

diletakkannya asam amino berdasarkan pada pembacaan kodon pada mRNA oleh tRNA (RNA transfer). Struktur tRNA dapat dilihat pada Gambar 8.10.10 Sedangkan site peptidil adalah tempat pembentukan ikatan peptida antar asam amino sehingga terbentuk polipeptida yang selanjutnya diproses menjadi protein di dalam RE dan AG. Keberadaan site peptidil dan aminosil memungkinkan proses penerjemahan kodon mRNA

semakin

akurat. Polipeptida hasil translasi pada ribosom RE kasar akan diolah di AG sebagai

protein

Gambar 8.10 Struktur tRNA

membran, enzim lisosom, atau disekresi keluar sel melalui vesikel sekresi. Sedangkan polipeptida hasil translasi pada ribosom bebas dikirim ke mitokondria sebagai enzim peroksisom, atau sebagai protein ribosom. Translasi pada ribosom mitokondria dan kloroplas menghasilkan polipeptida untuk keperluan kedua organel itu sendiri. Proses translasi meliputi 3 tahap utama, yaitu tahap inisiasi (pemrakarsaan), tahap elongasi (pemanjangan), dan terminasi (penghentian). a. Tahap Inisiasi, antara lain: 1) Tahap inisiasi diawali dengan pemisahan ribosom sub unit besar dan sub unit kecil. 2) Inisiator aminosil tRNA (Metionin/Met-tRNA) berinteraksi dengan GTP. 3) Kombinasi Met-tRNA, GTP dan faktor inisiasi akan bergabung dengan ribosom sub unit kecil. Faktor inisiasi antara lain: IF1 yang berfungsi menstabilkan ikatan antara Met-tRNA dengan ribosom sub unit kecil. IF2 berfungsi membentuk kompleks antara GTP dan Met-tRNA, serta memicu pengikatan Met-tRNA pada ribosom sub unit kecil. IF2B berfungsi 10

Cooper, The Cell..., hal. 310

99

memicu perubahan GTP menjad GDP yang kemudian bergabung dengan IF2 untuk membentuk kompleks

IF2dan

GTP.

IF3

berfungsi memicu disosiasi antara sub unit ribosom untuk kemudian menstabilkan sub unit ribosom setelah terdisosiasi. IF4 berfungsi mengikat segmen

ujung yang

5’

sebagai

tidak

dapat

diterjemahkan pada mRNA. 4) Ribosom sub unit kecil akan siap bersatu dengan mRNA dalam suatu

reaksi

kompleks

yang

melibatkan ATP, penggabungan ini diawali dengan penempelan tudung 5’ mRNA pada ribosom sub unit kecil, kemudian ribosom ini akan bergerak terus sepanjang mRNA sampai bertemu dengan kodon start AUG. 5) Penyatuan ribosom sub unit

Gambar 8.11 Tahap Inisiasi pada Eukariotik

kecil dan ribosom sub unit besar disertai dengan hidrolisis GTP menjadi GDP. Lepasnya faktor inisiasi dan siapnya gabungan antara ribosom dengan mRNA dan Met-tRNA menandakan selesainya tahap inisiasi dan bisa masuk ke tahap selanjutnya yaitu tahap elongasi. Proses inisiasi dapat dilihat pada Gambar 8.11.11 b. Tahap Elongasi, antara lain: 1) Pengikatan aminoasil-tRNA (AA2) dengan GTP.

11

Ibid., hal. 322

100

2) Kompleks ini kemudian terikat pada ribosom fungsional sisi A. Pengikatan ini melibatkan faktor elongasi EF1α (EF-Tu) berfungsi berinteraksi dengan aminoaslitRNA untuk memicu pengikatan antara aminoasli-tRNA pada sisi A ribosom fungsional. 3) GTP

dihidrolisis

dipicu

oleh

faktor

elongasi Efβγ (EF-Ts), Met-tRNA terdapat pada sisi P dan aminoasil-tRNA (AA2) pada sisi A siap untuk membentuk rantai peptida pertama. Faktor elongasi Efβγ (EFTs) nantinya juga akan berasosiasi dengan EF1α untuk meregenerasi kompleks EF1GTP. 4) Asam amino metionin yang digandeng oleh Met-tRNA pada sisi P mulai terikat dengan asam amino yang dibawa oleh tRNA pada sisi A dengan ikatan peptida membentuk dipeptida. Reaksi ini dikatalisis oleh enzim peptidil transferase yang dihasilkan oleh ribosom sub unit besar. 5) tRNA yang sudah tidak membawa asam amino pindah ke sisi E (exit) untuk dilepaskan, dengan bantuan faktor elongasi EF2 (EF-G) yang berfungsi memicu

Gambar 8.12 Tahap Elongasi pada Eukariotik

pengosongan tRNA dari sisi P sesudah terbentuk rantai peptida dan translokasi ribosom ke kodon berikutnya. kemudian peptidil tRNA berpindah ke sisi P akibat pergeseran ribosom arah 5’→3’ dan terbukalah

101

kodon berikutnya pada sisi A, dan siap dimasuki oleh tRNA berikutnya. Proses Elongasi dapat diamati pada Gambar 8.12.12 c. Tahap Terminasi, antara lain: 1) Penerjemahan akan berhenti jika kodon stop (UAA, UA...


Similar Free PDFs