BIOLOGI SEL BAB VI MITOKONDRIA PDF

Title BIOLOGI SEL BAB VI MITOKONDRIA
Author H. Yasti Agustin
Pages 13
File Size 249.8 KB
File Type PDF
Total Downloads 495
Total Views 857

Summary

DIKTAT BIOLOGI SEL Oleh: HASLINDA YASTI AGUSTIN, S.Si., M.Pd. JURUSAN TADRIS BIOLOGI FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) TULUNGAGUNG 2016 69 BAB VI MITOKONDRIA Mitokondria adalah salah satu organel yang terdapat di dalam sitoplasma, berperan dalam metabolisme energ...


Description

DIKTAT

BIOLOGI SEL

Oleh: HASLINDA YASTI AGUSTIN, S.Si., M.Pd.

JURUSAN TADRIS BIOLOGI FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) TULUNGAGUNG 2016 69

BAB VI MITOKONDRIA

Mitokondria adalah salah satu organel yang terdapat di dalam sitoplasma,

berperan dalam metabolisme energi dan pembentukan ATP.

Mitokondria pertama kali diisolasi dari sel otot serangga oleh Kolloicker (1950), kemudian Richard Altmann (1890) memberi nama bioblasm. Nama mitokondria diberikan oleh Karl Benda (1897-1898) dan digunakan hingga sekarang. Nama mitokondria berasal dari bahasa Yunani (mito = benang, chondrion = granula), jadi mitokondria adalah organela yang bentuknya memanjang dan granula. Banyak dilakukan penelitian terhadap mitokondria sejak awal abad 20. Michaelis dan Kingbury (1912) menemukan bahwa dalam mitokondria berlangsung reaksi oksidasi reduksi. Beberapa ahli biokimia seperti: Chance dan Williams (1955), Mitchell (1961), Lehninger dan Wadkins (1962), Krebs (1970), Nicholls dan Ferguson (2002) meneliti tentang metabolisme energi, sedangkan Loohman (1931) menyelidiki sintesis ATP pada mitokondria sel otot. 1 Sejak tahun 1950 penelitian tentang membran, mekanisme transpor, biogenesis, dan fosforilasioksidatif pada mitokondria banyak dilakukan. A. Bentuk dan Ukuran Mitokondria Bentuk mitokondria bervariasi tergantung jenis jaringan dan kondisi fisiologis sel, tetapi bentuk yang paling umum dijumpai adalah bentuk benang (memanjang) dan granula. Bentuk lain misalnya bentuk bola, halter, raket, dan oval. Ukuran mitokondria juga bervariasi, umumnya memiliki diameter antara 0,5–1,0 µm dan panjang antara 3–7 µm. Biasanya semakin kecil jumlah mitokondria dalam suatu sel, maka semakin besar ukuran mitokondria tersebut. Pada tahun 1900, Michaelis memperkenalkan zat warna Janus green B yang hanya mewarnai mitokondria dan tidak mewarnai komponen sel yang lain. Zat

1 Brian O’Rourke, “From Bioblasts to Mitochondria: Ever Expanding Roles of Mitochondria in Cell Physiology” dalam https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3059 936/, diakses 10 Desember 2016

70

warna ini masih digunakan sebagai tanda histokimiawi mitokondria sampai sekarang.2 B. Letak Mitokondria di dalam Sel Umumnya mitokondria tersebar bebas (acak) di dalam sel, tetapi ada juga yang letaknya menurut pola tertentu. Mitokondria cenderung berkumpul di bagian sel yang membutuhkan banyak energi, seperti di sekitar gelendong pembelahan (benang spindel) pada sel yang sedang membelah, terdapat juga di dekat membran sel yang sedang melakukan endositosis. Letak mitokondria pada beberapa sel tidak berpindah-pindah, misalnya pada otot lurik (mitokondria tersusun teratur di antara serabut-serabut kontraktil otot), spermatozoa (mitokondria terletak pada bagian ekor), retina (mitokondria terletak pada sel basilus dan konus), dan ginjal (mitokondria terletak pada sel tubuli ginjal). Mitokondria mempunyai sifat plastis (lentur), sehingga bentuknya dapat berubah-ubah. Sifat plastis ini terdapat pada mitokondria yang letaknya tersebar bebas dalam sitosol, sedangkan yang letaknya tidak bebas (seperti pada otot lurik) plastisitasnya menjadi berkurang. Selain itu, mitokondria juga dapat bergerak (berpindah) dari satu tempat ke tempat yang lain di dalam sel. Plastisitas dan gerakan mitokondria (akibat siklosis dan aktivitas memanjang serta memendek) di dalam sel memudahkan distribusi ATP ke seluruh bagian sel yang membutuhkan. C. Jumlah Mitokondria di dalam Sel Jumlah mitokondria tiap sel bervariasi, ada sel yang tidak memiliki mitokondria, tetapi ada pula yang memilikinya bahkan sampai ratusan ribu per sel. Adanya variasi ini tergantung dari jenis organisme, jenis sel, dan kondisi fisiologi sel. Pada Leucothrix dan Vitreoscilla (sejenis alga tak berwarna) tidak memiliki mitokondria, pada Chromulina jumlahnya hanya satu mitokondria per sel, pada sel hati rata-rata 800 mitokondria per sel, sedangkan sel telur landak laut dan Amoeba raksasa Chaos chaos mencapai 500.000 mitokondria per sel. Umumnya sel hewan mengandung lebih banyak mitokondria daripada sel tumbuhan, karena energi pada

2

Sumadi dan Aditya Marianti, Biologi Sel. (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007), hal. 92

71

sel tumbuhan tidak hanya dihasilkan oleh mitokondria saja tetapi juga kloroplas. Kondisi fisiologi sel (kebutuhan energi sel) juga mempengaruhi jumlah mitokondria dalam sel. Sel yang aktif melakukan metabolisme (seperti sel embrional) memiliki mitokondria lebih banyak dibanding dengan sel-sel yang kurang aktif. D. Struktur Mitokondria Ukuran mitokondria yang sangat kecil menyebabkannya tidak dapat dilihat jelas dengan mikoskop cahaya, sehingga informasi lebih jelas diperoleh dengan mikroskop elektron (Gambar 6.1).3 Berikut ini penjabaran struktur mitokondria: 1. Mitokondria memiliki membran rangkap, yaitu membran luar dan membran dalam. Membran luar lebih tipis daripada membran dalam, tebalnya ± 6 µm, sedangkan selaput dalam tebalnya 6 – 8 µm. Membran dalam lebih kaya

Gambar 6.1 Struktur Mitokondria Dilihat dari Mikroskop Elektron

akan protein dan kardiopilin daripada membran luar, sedangkan membran luar lebih kaya akan fosfolipid dan kolesterol daripada membran dalam. Membran luar bersifat permeabel bagi partikel dengan berat molekul sampai ± 5000 dalton. Membran dalam mempunyai permeabilitas

terbatas,

terutama

pada partikel dengan berat molekul di atas 100 – 150 dalton. Perbedaan permeabilitas ini dapat digunakan untuk mengisolasi membran luar dari membran dalam. Permukaan membran dalam lebih luas daripada membran luar, karena melipat-lipat

Gambar 6.2 Struktur skematis mitokondria

3

Geoffrey M. Cooper dan Robert E. Hausman, The Cell A Molecular Approach Fourth Edition. (Washington, D. C.: ASM Press, 2007), hal. 343

72

dan menjorok ke dalam matriks membentuk tonjolan-tonjolan yang disebut dengan krista (cristae). Krista pada beberapa jenis sel bervariasi baik dalam hal jumlah, susunan, maupun bentuknya (Gambar 6.2).4 Banyak krista dalam mitokondria dipengaruhi oleh kondisi fisiologi sel.

Sel dengan tingkat

metabolisme tinggi (seperti sel sekretoris) memiliki susunan krista yang lebih rapat pada mitokondrianya dibanding sel-sel yang aktivitas metabolismenya biasa saja. Hal ini berarti bahwa luas permukaan krista berkaitan dengan efektivitas

reaksi

pembentukan

energi

yang

berlangsung

di

dalam

mitokondria. 2. Antara kedua membran tersebut terdapat ruang antarmembran yang berisi bermacam-macam enzim, seperti enzim adenilat kinase yang merupakan enzim penanda. Jika cairan dalam ruang antarmembran diisolasi, cairan tersebut nampak seperti komponen sitosol dengan berat molekul kecil dan terbatas. 3. Matriks mitokondria berada di bagian dalam membran dalam. Matriks ini berupa cairan seperti gel, mengandung sejumlah enzim yang diperlukan dalam siklus kreb, garam, DNA mitokondria (mtDNA), ribosom, dan air. 4. mtDNA ada yang berbentuk sirkuler, misalnya pada hewan(dari cacing pipih sampai manusia), tumbuhan tinggi, fungi (Saccharomyces), protozoa (Plasmodium, Acanthamoeba). mtDNA berbentuk linier ditemukan pada Paramaecium dan Tetrahymena. Banyaknya copy mtDNA antara 2 – 6 copy. Fungsi mtDNA adalah untuk transkripsi tRNA, rRNA, mRNA yang akan ditranslasikan menjadi beberapa protei enzim. 5. Ribosom mitokondria berukuran 50 – 60S. Adanya DNA dan ribosom dalam matriks mitokondria menyebabkan organel ini mampu mensintesis sendiri kebutuhan proteinnya, tetapi belum semua protein yang diperlukan dapat disintesis sendiri. Oleh karena itu, organel ini bersifat semi-otonom, ada beberapa protein (protein ribosom, faktor-faktor translasi, enzim DNA dan

Jeff Hardin, et. all., Becker’s World of the Cell Eighth Edition. (United States of America: Pearson Benjamin Cummings, 2012), hal. 253 4

73

RNA

polimerase,

serta

enzim

aminoasil-tRNA

sintetase)

yang

pembentukannya dikendalikan DNA inti. 6. Partikel F1 atau oksisoma merupakan zaroh berbentuk bulat dengan diameter 8 – 9 nm yang melekat pada membran dalam. Zaroh ini berfungsi sebagai tempat utama proses fosforilasi oksidatif dan transpor elektron dengan hasil utama ATP sehingga bisa juga disebut dengan ATP sintetase. ATP sintetase merupakan kompleks enzim dalam membran dalam mitokondria yang terdiri dari 10 polipeptida.

Setengahnya

merupakan

protein

intrinsik dan setengah lagi protein ekstrinsik yang

Gambar 6.3 Struktur F0F1 ATP-ase

menonjol ke dalam matriks. Protein intrinsiknya merupakan agregat yang tidak larut dalam air, disebut F0 yang berisi reseptor dengan dua sisi/tempat pengikatan (binding site) untuk oligomisin dan disikloheksilkarbodiimid (DSKD), suatu inhibitor spesifik untuk produksi ATP. Sisi yang satu memiliki BM 19.000 dalton dan sangat responsibel terhadap oligomisin disebut OSCP (oligomycin-sensitivity-conferring-protein), sedangkan sisi lainnya memiliki BM 10.000 dalton tempat pengikatan DSKD dan bersifat hidrofobik. Sedangkan protein ekstrinsik yang menonjol ke dalam matriks merupakan suatu agregat dari kompleks enzim yang disebut F1 ATP-ase, yakni suatu tempat terjadinya aktivitas ATP-ase atau yang biasa disebut partikel F1. Jadi partikel F1 berupa struktur berkepala (knoblike) yang merupakan lokasi dari aktivitas ATP-ase dan tempat sintesis ATP dalam mitokondria (Gambar 6.3).5 7. Berbagai jenis enzim terdapat dalam mitokondria dengan lokasi tertentu. Membran luar berisi enzim-enzim monoamin oksidase, asam lemak tiokinase, kinurenin hidroksilase, rotenone-insensitif sitokrom c reduktase. Enzim penanda membran luar adalah monoamin oksidase yang mengandung flavin, asam sialat, dan heksoamin. Enzim ini memiliki BM sampai 115.000 dalton. Ruang antar membran berisi enzim-enzim adenilat kinase, nukleosid 5

Cooper, The Cell..., hal. 448

74

difosfokinase. Membran dalam berisi enzim-enzim rantai respirasi, enzimenzim

untuk

sintesis

ATP,

asam

α-keto

dehidrogenase,

suksinat

dehodrogenase, D-β-hidroksibutirat dehidrogenase, asam lemak karnitin transferase. Enzim penanda membran dalam adalah suksinat dehidrogenase. Beberapa enzim lain seperti enzim-enzim yang terlibat dalam rantai transpor elektron dan fosforilasi oksidatif merupakan protein membran. Matriks mitokondria mengandung enzim-enzim kompleks piruvat dehidrogenase, sitrat sintase, isositrat dehidrogenase, fumarase, malat dehidrogenase, akonitase, glutamat dehidrogenase, dan enzim-enzim untuk oksidasi asam lemak. Enzim-enzim tersebut terlibat dalam daur Kreb dan merupakan enzim yang bebas di dalam matriks. E. Biogenesis Mitokondria Terbentuknya mitokondria pertama kali dijelaskan oleh hipotesis endosimbiosis, yaitu mitokondria pada awalnya adalah sejenis sel prokariotik aerob yang masuk ke dalam sel eukariotik anaerob kemudian bersimbiosis dan melalui proses evolusi (yang tidak terbayangkan), sel prokariotik tersebut menjadi mitokondria sehingga pada akhirnya terbentuk sel eukariotik yang aerob. Penggandaan mitokondria yang telah ada di dalam sel, dengan cara pembelahan mitokondria itu sendiri menyerupai proses pembelahan sel. Mitokondria yang telah tua atau mati akan dicerna oleh lisosom. F. Fungsi Mitokondria Mitokondria berperan sebagai organel penghasil ATP (energi). Proses pembentukan ATP di dalam mitokondria merupakan rangkaian beberapa reaksi biokimia yang terjadi di dalam sel. Reaksi tersebut antara lain: 1. Glikolisis Rangkaian reaksi dalam glikolisis yaitu, glukosa (C6) dihidrolisis menjadi asam piruvat (suatu persenyawaan dengan 3 atom karbon). Proses ini

75

terjadi di sitosol dalam kondisi anaerobik. Langkah-langkah glikolisis sebagai berikut (Gambar 6.4):6 Gambar di atas menjelaskan bahwa selama glikolisis, glukosa dipecah menjadi dua molekul asam piruvat. Pemecahan menjadi satu molekul asam piruvat menghasilkan 2ATP dan 1NADH + H+, sehingga pemecahan menjadi 2 molekul asam piruvat akan menghasilkan 4ATP dan 2NADH + H+. Asam piruvat pada sel-sel anaerob dan sel-sel otot akan diubah menjadi etil alkohol atau asam laktat, sedangkan pada sel-sel aerob akan masuk ke dalam mitokondria untuk dioksidasi lebih lanjut. Perubahan asam piruvat menjadi etil alkohol dan asam laktat dideskripsikan pada Gambar 6.4 bawah. 2. Dekarboksilasi oksidatif Asam piruvat hasil glikolisis dibawa masuk ke dalam mitokondria, dan akan diubah menjadi asetil KoA. Reaksi ini disebut dekarboksilasi oksidatif karena terjadi oksidasi dan kehilangan gugus karboksil menjadi CO2. Dekarboksilasi oksidatif memerlukan tiga komplek enzim yaitu asam piruvat dekarboksilase, dihidroksilipoil transasetilase, dan dehidroksilipoil dehidrogenase. Sedangkan kovaktor enzim yang terlibat antara lain: KoA, NAD, asam lipoat, Mg2+, dan timin pirifosfat. Bagan reaksi dekarboksilasi oksidatif dideskripsikan pada Gambar 6.57. Hasilnya berupa 2NADH + H+ dan membebaskan 2CO2. 3. Siklus Kreb atau Siklus Asam Sitrat atau Siklus Asam Trikarboksilat Asetil KoA yang dihasilkan pada tahap dekarboksilasi oksidatif akan dioksidasi lebih lanjut di dalam matriks mitokondria. Reaksi ini membutuhkan sejumlah enzim dan koenzim. Siklus Kreb dimulai dengan melepaskan gugus asetil dari asetil KoA dan bereaksi dengan oksaloasetat membentuk asam sitrat, dan seterusnya hingga siklus berulang. Bagan reaksi Siklus Kreb dideskripsikan pada Gambar 6.68. Hasilnya berupa 2ATP, 6NADH + H+, dan 2FADH2. 4. Rantai Respirasi (Transpor elektron dan Fosforilasi oksidatif)

6

Ibid., hal. 85 Ibid., hal. 86 8 Ibid., hal. 87 7

76

Rantai respirasi disebut pula rantai pernafasan atau rantai transpor elektron. Hasil NADH + H+, dan FADH2 dari tahapan reaksi sebelumnya, akan memasuki rantai respirasi yang terjadi di membran dalam mitokondria. Enzim dan koenzim yang terlibat antara lain: NADH dehidrogenase yang berupa FMN

Gambar 6.4 Langkahlangkah glikolisis

flavoprotein, suksinat dehidrogenase, sitokrom b, ubiquinon atau koenzim Q, sitokrom c1, sitokrom c, sitokrom a, dan 3 buah lokasi tempat terjadinya ATP pada partikel F1. Selama proses oksidasi ini sejumlah besar energi dibebaskan, dan sebagian lagi digunakan untuk sintesis ATP. Sintesis ATP oleh partikel F1 selama proses oksidasi ini disebut dengan fosforilasi oksidatif. Gerakan elektron di 77

sepanjang

permukaan

membran dalam menimbulkan

beda

sehingga tenaga

potensial, menghasilkan

yang

untuk

digunakan

menggabungkan

ADP + P menjadi ATP dengan katalisator enzim

Gambar 6.5 Reaksi dekarboksilasi oksidatif

ATPase pada partikel F1. Sementara itu, oksigen yang masuk ke dalam matriks akan bereaksi dengan ion H+ membentuk H2O. Reaksi transpor elektron dan fosforilasi oksidatif diseskripsikan pada Gambar 6.7a dan 6.7b.9

Gambar 6.6 Reaksi dalam Siklus Kreb

9

Ibid., hal. 445-446

78

Gambar 6.7a Transpor elektron dari NADH

Gambar 6.7b Transpor elektron dari FADH2

a. Pengangkutan NADH + H+ sitosol NADH + H+ sitosol adalah NADH + H+ yang dihasilkan dari tahap glikolisis. Molekul ini menjadi masalah kalau harus diangkut ke dalam matriks mitokondriauntuk dioksidasi, sebab membran dalam mitokondria impermeabel

79

terhadap molekul ini. Oleh karena itu, NADH + H+ harus diangkut dengan mekanisme khusus menggunakan shuttle (pengemban). Stryer (1981: 323) menyebutkan bahwa NADH + H+ akan diangkut ke mitokondria hanya apabila ratio NADH/NAD+ lebih tinggi di sitosol daripada di matriks mitokondria.10 Ada dua pengemban yang berperan dalam pengangkutan NADH + H+ sitosol, yaitu Gliserol fosfat dan pengemban Malat aspartat. Menurut Stryer (1981: 322) sel-sel hati dan jantung menggunakan pengemban malat aspartat, sedangkan sel-sel lain menggunakan pengemban gliserol fosfat.11 Dua pengemban ini berbeda dalam hal reseptor/penerima H+ yang terdapat di membran dalam mitokondria. Pada pengemban gliserol fosfat penerima H+ di membran dalam mitokondria adalah FAD, sehingga dari sitosol berupa NADH + H+, sesampainya di matriks mitokondria berupa FADH2. Hal inilah yang menyebabkan perbedaan hasil bersih ATP dalam respirasi, karena antara NADH + H+ dan FADH2 akan menghasilkan ATP yang berbeda bila keduanya dioksidasi. Sedangkan untuk pengemban malat aspartat, tidak menimbulkan perbedaan hasil bersih ATP dalam respirasi karena antara molekul yang diangkut dari sitosol dan molekul yang sampai di matriks mitokondria tidak mengalami perubahan, yaitu tetap NADH + H+. b. Hasil bersih ATP Stryer (1981: 307) mengemukakan bahwa hasil oksidasi 1 molekul NADH menghasilkan 3 molekul ATP, sedangkan hasil oksidasi satu molekul FADH2 adalah 2 molekul ATP. Hasil ATP bersih dari 1 molekul glukosa yang dioksidasi di dalam sel, dari glikolisis sampai rantai respirasi sebagai berikut:12 1). Glikolisis menghasilkan: 1NADH + H+

= 1 x 2 x 3 ATP

= 6 ATP

2ATP

= 2 x 2 x 1 ATP

= 4 ATP

Jumlah

= 10 ATP

Dipakai

= 2 ATP

10

Sumadi, Biologi..., hal. 103 Ibid., hal., 104 12 Ibid., hal., 102 11

80

Hasil bersih ATP glikolisis

= 8 ATP

2). Dekarboksilasi oksidatif menghasilkan: 1NADH + H+

= 1 x 2 x 3 ATP

= 6 ATP

3). Siklus Kreb menghasilkan: 3NADH + H+

= 3 x 2 x 3 ATP

= 18 ATP

1FADH2

= 1 x 2 x 2 ATP

= 4 ATP

1ATP

= 1 x 2 x 1 ATP

= 2 ATP

Jumlah

= 24 ATP

Jadi hasil bersih ATP dalam respirasi dari 1 molekul glukosa adalah 38 ATP.

81...


Similar Free PDFs