Buku 2 Sumber Daya Hayati Maritim Indonesia, Edited by Widjaja and Kadarusman PDF

Title Buku 2 Sumber Daya Hayati Maritim Indonesia, Edited by Widjaja and Kadarusman
Author Islander Indonesia
Pages 421
File Size 53.9 MB
File Type PDF
Total Downloads 53
Total Views 552

Summary

Seri Buku 2 Sumber Daya Hayati Maritim Editor: Sjarief Widjaja Kadarusman 2019 Sumber Daya Hayati Maritim Editor : Sjarief Widjaja Kadarusman Tim Penulis : Kadarusman Rita Rachmawati Nur Azmi Ratna Setyawidati Sinar Pagi Sektiana Ricardo F. Tapilatu Hatim Albasri Erfind Nurdin Rahmad Surya Hadi Sap...


Description

Seri Buku 2

Sumber Daya Hayati Maritim

Editor: Sjarief Widjaja Kadarusman

2019

Sumber Daya Hayati Maritim Editor

: Sjarief Widjaja Kadarusman

Tim Penulis

: Kadarusman Rita Rachmawati Nur Azmi Ratna Setyawidati Sinar Pagi Sektiana Ricardo F. Tapilatu Hatim Albasri Erfind Nurdin Rahmad Surya Hadi Saputra Dedi Noviendri Muhammad Nursid

Alih dan Tata Bahasa : Wiko Rahardjo Tata Letak

: Sigit Widihardono

Cetakan Pertama

: 2019

Penerbit

: AMAFRAD PRESS Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan Gedung Mina Bahari III, Lantai 6 Jl. Medan Merdeka Timur No. 16 Jakarta Pusat 10110 Tel. (021) 3513300 /Fax. (021) 3513287

Jumlah Halaman

: x + 390 halaman

ISBN e-ISBN

: 978-623-7651-25-3 : 978-623-7651-24-6

Sitasi: Kadarusman, Rachmawati R., Setyawidati N. A. R., Sektiana S. P., Tapilatu R. F., Albasri H., Nurdin E., Saputra R. S. H., Noviendri D., Nursid M. 2019. Sumber Daya Hayati Maritim, in S. Widjaja dan Kadarusman (eds), Seri Buku Besar Maritim Indonesia. Amafrad Press. Jakarta. ©Hak Cipta Dilindungi Undang-undang. Dilarang memperbanyak dan atau menyebarkan dalam bentuk apa pun seperti elektronik, fotokopi, pemindaian, alih file dan sejenisnya dari sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa seizin penerbit.

iv

Tim Penulis :

Kadarusman

Politeknik Kelautan dan Perikanan Sorong, KKD BP-SGK, Laboratory of Aquatic Biodiversity, Conservation and Domestication, Sorong, Papua Barat; Sekolah Tinggi Perikanan, KKD Pengelolaan Sumber Daya Perairan, SR. Bioekologi, Laboratorium Biologi dan Konservasi, Jakarta Selatan

Rita Rachmawati

Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan (BRSDM KP, KKP)

Nur Azmi Ratna Setyawidati

Pusat Riset Kelautan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan (BRSDM KP, KKP)

Sinar Pagi Sektiana

Program Studi Teknologi Akuakultur, Sekolah Tinggi Perikanan (STP), Jakarta

Ricardo F. Tapilatu

Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) dan Program Sumber Daya Akuatik (SDA) dan Ilmu Lingkungan - Pascasarjana Universitas Papua (UNIPA); Pusat Penelitian Sumber Daya Perairan Pasifik (P2SP2) – Universitas Papua (UNIPA), Manokwari, Papua Barat

Hatim Albasri

Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan (BRSDM KP, KKP)

Erfind Nurdin

Balai Riset Perikanan Laut, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan (BRSDM KP, KKP)

Rahmad Surya Hadi Saputra

Politeknik Kelautan dan Perikanan Karawang

Dedi Noviendri

Balai Besar Riset Pengolahan Produk Dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan

Muhammad Nursid

Balai Besar Riset Pengolahan Produk Dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan

v

DAFTAR ISI

vi

BAB I SUMBER DAYA HAYATI LAUT Kadarusman, Rita Rachmawati, Nur Azmi Ratna Setyawidati, Sinar Pagi Sektiana, Ricardo F. Tapilatu 1.1 Keanekaragaman Sumber Daya Hayati

1

BAB II BIOTA LAUT Rita Rachmawati, Kadarusman, Nur Azmi Ratna Setyawidati, Sinar Pagi Sektiana, Ricardo F. Tapilatu

9

2.1

Keanekaragaman Biota Laut 2.1.1 Mikrobioma 2.1.2 Plankton 2.1.3 Makroalga (Rumput Laut) 2.1.4 Lamun 2.1.5 Mangrove dan Tanaman Pantai Lainnya 2.1.6 Karang dan Cnidaria Lainnya 2.1.7 Krustasea 2.1.8 Moluska, Ekinodermata, dan Invertebrata Lainnya 2.1.9 Ikan 2.1.10 Mamalia Laut 2.1.11 Reptil Laut 2.1.12 Burung Laut/Pantai

BAB III

EKOSISTEM LAUT, PESISIR, PULAU-PULAU KECIL, DAN BIOREGION Nur Azmi Ratna Setyawidati, Rita Rachmawati, Kadarusman, Sinar Pagi Sektiana , Ricardo F. Tapilatu, Dini Purbani 3.1

3.2

Ekosistem Laut 3.1.1 Estuari 3.1.2 Pantai 3.1.3 Hutan Mangrove 3.1.4 Padang Lamun 3.1.5 Terumbu Karang 3.1.6 Laut Lepas 3.1.7 Laut Dalam Kawasan Pesisir, Pulau-Pulau Kecil dan Bioregion 3.2.1 Pesisir dan Pulau-pulau Kecil 3.2.2 Ekoregion

BAB IV

NILAI, ANCAMAN, DAN PEMANFAATAN KEANEKARAGAMAN HAYATI LAUT Kadarusman, Rita Rachmawati, Nur Azmi Ratna Setyawidati, Sinar Pagi Sektiana, Ricardo F. Tapilatu 4.1 vi

Ancaman dan Konflik Sumber Daya Hayati Laut

2

10 10 19 32 36 38 42 51 57 65 88 94 101 105

106 106 108 109 112 113 116 120 127 127 130 141

144

DAFTAR ISI

4.2 4.3 4.4 4.5

Daftar Isi

4.1.1 Ancaman 4.1.2 Konflik Kelangkaan dan kepunahan 4.2.1 Kelangkaan (rarity) 4.2.2 Kepunahan (extinction) Hotspot Keanekaragaman Hayati Laut (Marine Biodiversity Hotspot) 4.3.1 Kategori Hotspot 4.3.2 Ancaman dan Dampak Terhadap Hotspot Laut Kebijakan dan Rencana Aksi Strategi Kebijakan Pelestarian dan Pengelolaan Biodiversitas Laut

BAB V PERIKANAN TANGKAP BERKELANJUTAN Erfind Nurdin, Rahmad Surya Hadi Saputra, Sinar Pagi Sektiana, Rita Rachmawati, Hatim Albasri 5.1 Potensi Perikanan Tangkap Indonesia 5.1.1 Wilayah Pengelolaan Perikanan Indonesia 5.1.2 Rencana Pengelolaan Perikanan (RPP) 5.2 Pemanfaatan Sumber Daya Ikan Berkelanjutan 5.2.1 Tiga Pilar Pembangunan Perikanan 5.3 Konservasi dan Rehabilitasi untuk Perikanan Berkelanjutan 5.3.1 Habitat Ikan 5.3.2 Terumbu Karang 5.3.3 Mangrove 5.3.4 Lamun 5.3.5 Estuaria 5.4 Sustainable Development Goals (SDGs) Ke-14 5.5 Illegal Unreported Unregulated Fishing (IUU FISHING) 5.6 Kebutuhan Pangan Perikanan 5.7 Sistem Logistik Ikan Nasional 5.8 Peningkatan Produk Perikanan 5.9 Perikanan Bertanggung Jawab (Responsible Fisheries) BAB VI PERIKANAN BUDIDAYA BERKELANJUTAN Hatim Albasri, Sinar Pagi Sektiana, Erfind Nurdin, Rahmad Surya Hadi Saputra, Rita Rachmawati 6.1 Perikananan Budidaya Berkelanjutan 6.2 Perikanan Budidaya Berbasis Ekosistem 6.3 Arah Kebijakan Pembangunan Perikanan Budidaya Indonesia 6.4 Sumber Daya Perikanan Budidaya Indonesia 6.5 Teknologi Akuakultur Berkelanjutan 6.6 Manajemen Lingkungan Perikanan Budidaya 6.7 Kesehatan dan Keamanan Produk Perikanan Budidaya 6.8 Tata Kelola Perikanan Budidaya Indonesia

144 155 155 155 157 158 158 158 164 165 177 178 180 189 194 194 202 202 205 209 211 214 216 220 229 230 232 238 253 256 258 260 263 269 275 284 289

BAB VII BIOTEKNOLOGI MARITIM Dedi Noviendri, Muhammad Nursid

295

7.1

297 299 300

Pembagian Bioteknologi Berdasarkan Warna dan Area Aktivitasnya 7.1.1 Bioteknologi Konvensional 7.1.2 Bioteknologi Molekuler (Modern)

vii

Sumber Daya Hayati Maritim Indonesia

7.2 7.3 7.4 7.5 7.6 7.7 7.8 7.9

Manfaat dan Dampak Negatif Bioteknologi DNA Heliks Ganda dan Teknologi DNA Rekombinan Polimerase Chain Reaction (PCR) Biodiscovery Bahan Bioaktif dari Laut Sumber-sumber Omega (3, 6, dan 9) dari Laut Sumber Lipid dari Laut Pigmen Karotenoid dari Laut Produk Komersial Utama dari Mikroalga dan Rumput Laut

BAB VIII BIOTEKNOLOGI BIRU Dedi Noviendri, Muhammad Nursid

339

8.1 8.2

344

8.3

8.4

Aplikasi Bioteknologi Pada Lingkungan Perairan Laut Aplikasi Bioteknologi Kelautan dalam Biorefineri, Biomassa, Biofuel dan Biodiesel 8.2.1 Biorefineri 8.2.2 Biomassa 8.2.3 Biofuel 8.2.4 Biodiesel Pengembangan dan Aplikasi Produk Laut 8.3.1 Herbal dan Nutrasetikal 8.3.2 Kosmetika 8.3.3 Farmasetika Potensi Ekonomi Bioteknologi Kelautan 8.4.1 Strategi untuk Menggali Senyawa Bioaktif dan Biokatalis dari Laut 8.4.2 Prospek Pengembangan Bioteknologi Kelautan Indonesia

Daftar Pustaka Indeks Glosarium

viii

301 301 304 307 323 325 327 337

344 344 346 348 352 356 356 358 366 374 376 378 382 401 412

BAB I

Sumber Daya Hayati Laut Kadarusman

Politeknik Kelautan dan Perikanan Sorong, KKD BP-SGK, Laboratory of Aquatic Biodiversity, Conservation and Domestication, Sorong, Papua Barat; Sekolah Tinggi Perikanan, KKD Pengelolaan Sumber Daya Perairan, SR. Bioekologi, Laboratorium Biologi dan Konservasi, Jakarta Selatan

Rita Rachmawati

Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan (BRSDM KP, KKP)

Nur Azmi Ratna Setyawidati

Pusat Riset Kelautan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan (BRSDM KP, KKP)

Sinar Pagi Sektiana

Program Studi Teknologi Akuakultur, Sekolah Tinggi Perikanan (STP) Jakarta

Ricardo F. Tapilatu

Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) dan Program Sumber Daya Akuatik (SDA) dan Ilmu Lingkungan - Pascasarjana Universitas Papua (UNIPA); Pusat Penelitian Sumber Daya Perairan Pasifik (P2SP2) – Universitas Papua (UNIPA), Manokwari, Papua Barat

Sitasi: Kadarusman, Rachmawati R., Setyawidati N. A. R., Sektiana S. P., & Tapilatu R. F. 2019. Sumber Daya Hayati laut, in S. Widjaja dan Kadarusman (eds), Sumber Daya Hayati Maritim, Seri Buku Besar Maritim Indonesia. Amafrad Press. Jakarta.

1

Sumber Daya Hayati Maritim Indonesia

Sumber Daya Hayati Laut

L

aut memiliki peran penting dalam kehidupan manusia. Dengan luas meliputi dua pertiga dari total luas keseluruhan Bumi, laut bukan hanya menjadi ruang hidup namun juga sebagai sumber kebutuhan pangan manusia. Laut juga menyediakan setidaknya setengah kebutuhan oksigen bagi makhluk hidup dan menjadi lumbung sumber protein hewani dan nabati manusia. Penting untuk dicatat bahwa setidaknya setengah dari produsen primer di muka Bumi berasal dari spesies lautan.

1.1 Keanekaragaman Hayati Keanekaragaman hayati atau biodiversitas adalah ukuran variasi keragaman dan kelimpahan makhluk hidup, baik pada level genetik, spesies maupun ekosistem. Tingkat keragaman spesies pada belahan bumi tropis jauh lebih tinggi dibandingkan dengan belahan bumi utara dan selatan. Tingginya keanekaragaman spesies tersebut dipengaruhi oleh ruang hidup yang luas serta akses terhadap sumber daya energi, air, karbon, dan komponen esensial lainnya, di mana sumber daya tersebut digunakan untuk reproduksi dan pertumbuhan oleh hewan dan tumbuhan. Ekosistem hutan hujan tropis hanya mengokupasi 10 persen permukaan bumi, namun menjadi rumah bagi 90 persen keragaman spesies di dunia. Di sisi lain, ekosistem laut besar seperti segitiga karang (coral triangle) merupakan wilayah dengan keanekaragaman karang tertinggi di dunia dan menjadi rumah bagi 76 persen dari total terumbu karang dunia, atau 605 spesies dari total 798 spesies. Secara umum, laut menyelimuti 70 persen permukaan bumi dengan karakteristik empat zona yaitu litoral, limnetik, profundal, dan bentik. Zona litoral adalah perairan laut yang dipengaruhi oleh proses pasang naik dan pasang surut. Artinya saat air laut surut maka wilayah ini akan menjadi pantai, sedangkan saat pasang, zona ini akan tergenang air. Zona limnetik merupakan daerah perairan terbuka yang jauh dari tepi pantai sampai pada kedalaman tertentu yang masih dijangkau oleh penetrasi sinar matahari. Sementara zona profundal adalah daerah perairan yang dalam dan tidak dapat ditembus oleh cahaya matahari. Di daerah ini tidak ditemukan organisme yang berfotosintesis tetapi ditempati oleh hewan pemangsa dan organisme pengurai. Sedangkan zona bentik adalah daerah dasar suatu perairan dan organisme yang hidup di 2

BAB I: Sumber Daya Hayati Laut

zona ini disebut bentos, misalnya kumpulan avertebrata bentik, termasuk krustasea dan polychaetes. Pengukuran kondisi parameter lingkungan laut, seperti penetrasi cahaya (kecerahan), sedimentasi, pergerakan air (pasang surut, arus dan gelombang), zona termoklin, suhu, salinitas, kadar oksigen, dan nutrien, dipengaruhi oleh gradien kedalaman (depth gradient) dan topografi, baik langsung maupun tidak langsung. Parameter-parameter ini merupakan faktor pembatas dalam pola distribusi spesies melalui zonasi vertikal (vertical zone) dan produktivitas perairan laut. Parameter-parameter ini juga dapat dianggap sebagai dasar penentuan klasifikasi ekosistem laut yang sangat berkorelasi dengan matriks keanekaragaman hayati, seperti kekayaan dan komposisi spesies (species composition), zona pengelolaan dan pemanfaatan perikanan, dan zona konservasi laut. Tingkat keanekaragaman hayati laut hingga saat ini belum seutuhnya diketahui secara pasti, khususnya wilayah laut dalam. Dari lima samudra yang menyelimuti Bumi, hanya bagian barat samudra Pasifik (Indo-West Pacific) yang memiliki suhu lebih hangat dan dilaporkan memiliki tingkat keanekaragaman hayati tertinggi di dunia. Sekarang ini untuk memonitor keanekaragaman hayati laut global, beberapa lembaga / organisasi internasional telah membentuk platform database online yang disebut World Register for Marine Species “WoRMS” (www.marinespecies.org). Platform ini telah mendokumentasikan lebih dari 240.000 spesies bawah laut. Sepanjang tahun 1916-1980, para ilmuwan menggunakan istilah diversitas biologi untuk menggambarkan tingkat keanekaragaman spesies, istilah ini dimotori oleh James Arthur Harris dan Thomas Lovejoy. Pada 1985, W.G Rosen memperkenalkan istilah biodiversitas dan mulai digunakan dalam publikasi ilmiah pada 1988. Secara garis besar biodiversitas dibagi ke dalam tiga kategori:

A. Keanekaragaman Genetik (genetic diversity) Diversitas genetik adalah variasi karakter genetis dari setiap individu organisme dalam satu populasi atau satu entitas spesies yang sama. Keanekaragaman genetik muncul akibat proses mutasi, perkawinan silang, fertilisasi secara acak, dan merupakan rekombinasi antar kromosom homolog selama fase meiosis. Variasi karakter genetis (alel) ini digunakan oleh individu untuk beradaptasi terhadap perubahan lingkungan. Kemampuan adaptasi tersebut kemudian menjadi dasar utama untuk bereproduksi dan mempertahankan kelangsungan hidup populasinya. Penurunan dan hilangnya karakter genetis sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor (alam dan manusia) dan umumnya terjadi pada ukuran populasi yang kecil, yang dapat ditemukan di alam dan kegiatan budidaya. 3

Sumber Daya Hayati Maritim Indonesia

Data genetik berupa sekuens molekuler (nukleotida dan protein) sekarang ini dapat diakses secara luas di beberapa sistem repositori online seperti Genbank (www.ncbi.nlm.nih.gov), platform DNA BarcodingBarcode of life data system (www.boldsystems.org), European Nucleotide Archive (www.ebi.ac.uk/ena) dan DNA Data Bank of  Japan (www.ddbj. nig.ac.jp). Genbank merupakan platform DNA terbesar di dunia. Saat ini jumlah sekuens yang disimpan di Genbank sejumlah 212.775.414 sekuens. Sedangkan data Whole Genome Shotgun (WGS) telah mencapai 993.732.214 sekuens. Seiring dengan kemajuan teknologi, dan laju kepunahan spesies, inventarisasi cepat data genetis makhluk hidup telah menggunakan teknik modern dan protokol spesifik seperti DNA barcoding system dan environmental DNA (eDNA). Metode DNA barcoding disebut sebagai metode identifikasi spesies yang paling efektif saat ini, dengan menggunakan sebagian porsi sekuens gen Cytochrome c Oxidase subunit I (COI). Hal ini didasari karena gen COI sangat mudah diamplifikasi dan memiliki laju mutasi (mutation rate) yang tinggi (Kadarusman et al., 2012). Sedangkan eDNA menggunakan pendekatan metagenomic atau metabarcoding, dengan metode pengambilan sampel bukan pada objek biota melainkan pada komponen habitatnya seperti air, tanah, lumpur bahkan salju. eDNA dapat mengidentifikasi spesies secara cepat, akurat dan massal karena menggunakan fragmen sekuens pendek sekitar 200 bp pada lokus 12S dan 16S gen rRNA. Pendekatan eDNA sangat efektif untuk keperluan monitoring spesies, terutama spesies atau grup spesies yang memiliki ukuran populasi yang kecil.

Gambar 1. Fluktuasi jumlah keanekaragaman hayati selama era Panerozoik yang mengokupasi durasi waktu sejak 542 juta tahun silam. Kepunahan massal tertinggi terdeteksi pada periode Permian–Triassic sekitar 250 juta tahun lalu, kemudian mulai meningkat secara eksponensial pada periode Jurassic (Diadaptasikan dari Rosing et al., 2010).

4

BAB I: Sumber Daya Hayati Laut

eDNA digambarkan sebagai bahan genetik berupa potongan DNA pendek yang ditinggalkan atau terlepas oleh spesies dalam komponen lingkungan, misalnya dalam tanah, sedimen, dan air. Bahan genetik tersebut dapat berupa sisik, feses, urin, air liur, daging maupun bagian luar tubuh yang terlepas ke perairan. Studi mengenai penggunaan eDNA turut berkembang semenjak DNA barcoding digunakan sebagai salah satu metode pendeteksian cepat terhadap spesies melalui pendekatan molekuler, yaitu pendeteksian berdasarkan sekuens DNA (potongan pendek DNA yang terstandar) yang mampu menghasilkan dan membedakan spesies. Teknologi lanjutannya, yaitu DNA metabarcoding yang mampu mendeteksi berbagai spesies dalam suatu sampel. Di Indonesia, meskipun dikenal memiliki keanekaragaman hayati laut terbesar, pendekatan studi melalui eDNA masih minim.

B. Keanekaragaman Spesies (species diversity) Diversitas spesies menunjukkan variasi jumlah spesies dalam suatu kelompok taksa (komunitas) makhluk hidup yang mendiami ruang habitat tertentu. Keragaman spesies terdiri dari tiga komponen, yaitu kekayaan jenis dan keanekaragaman taksonomik/filogenetik dan kemerataan spesies. Para ilmuwan memperkirakan ada 1,6 juta spesies organisme yang hidup di lautan. Sekitar 1 juta spesies termasuk ke dalam golongan animalia, dan sekitar 95 persen terdiri dari hewan yang tidak bertulang belakang (invertebrata) seperti ubur-ubur dan udang-udangan (Bouchet, 2006). Jumlah spesies tersebut diyakini akan terus bertambah mengingat banyaknya wilayah laut yang belum tereksplorasi secara ilmiah. Pada konteks keanekaragaman spesies secara total, para ilmuwan menduga bahwa jumlah spesies unik dan relict belum seutuhnya diketahui karena kurangnya aktivitas eksplorasi laut dalam. Namun demikian, para peneliti menemukan ada sekitar 1.000 spesies baru (semua kingdom) setiap tahun. Dalam kurun waktu lebih dari 500 juta tahun (era Parenozoik), keanekaragaman hayati di muka bumi dimulai pada periode dentuman era Cambrium di mana pada masa ini, semua filum organisme multiseluler mulai muncul dan berkembang sangat pesat. Kepunahan massal diperkirakan terjadi pada periode Permian-Triassik (251 juta tahun lalu). Pasca periode ini, organisme bertulang belakang (vertebrata) membutuhkan 30 juta tahun untuk memulihkan level keanekaragamannya. Saat ini, ilmuwan memperkirakan bahwa jumlah biodiversitas kita berkisar antara 10-14 juta spesies dan hanya 1,2 juta spesies yang telah didokumentasikan dengan baik, dan masih menyisakan 86 persen yang belum dideskripsi.

5

Sumber Daya Hayati Maritim Indonesia

Kajian Mora et al. (2011), melaporkan bahwa keanekaragaman hayati laut belum seutuhnya diketahui secara pasti karena kurang masifnya penelitian sebagaimana yang terjadi pada kajian terestrial. Jumlah keanekaragaman biota laut diperkirakan 2,2 juta spesies. Namun dari jumlah tersebut hanya 194.409 spesies saja yang mampu dideskripsi oleh ilmuwan. Kuantifikasi spesies ini sangat kontras dengan kajian biodiversitas di daratan yang telah mendeskripsi 1,2 juta spesies dari jumlah estimasi 8,7 juta spesies untuk semua filum.

C. Keanekaragaman Ekosistem (ecosystem diversity) Ekosistem adalah hubungan timbal balik antara makhluk hidup dan lingkungan. Dengan kata lain, ekosistem merujuk pada suatu tatanan kesatuan interaksi antara unsur biotik dan abiotik yang dapat saling mempengaruhi. Sehingga diversitas ekosistem menunjukkan variasi ekosistem pada suatu wilayah tertentu dan segala bentuk peranannya, baik terhadap manusia ma...


Similar Free PDFs