Cantik itu Luka PDF

Title Cantik itu Luka
Author Riza Krisna
Pages 494
File Size 5.1 MB
File Type PDF
Total Downloads 659
Total Views 836

Summary

om t.c po gs lo .b do in a- ak st pu SEBUAH NOVEL Telah diterjemahkan ke bahasa Jepang dan Malaysia, dan segera terbit dalam bahasa Inggris (New Directions, New York) 001/I/15 MC Cantik Itu Luka © 2015 Eka Kurniawan GM 201 01 15 0003 Desain sampul: Moelyono Foto sampul: Shutterstock Perwajahan Isi: ...


Description

pu

st

ak

a-

in

do

.b

lo g

sp

ot

.c

om

Di akhir masa kolonial, seorang perempuan dipaksa menjadi pelacur. Kehidupan itu terus dijalaninya hingga ia memiliki tiga anak gadis yang kesemuanya cantik. Ketika mengandung anaknya yang keempat, ia berharap anak itu akan lahir buruk rupa. Itulah yang terjadi, meskipun secara ironik ia memberikan nama Si Cantik.

SASTRA/FIKSI Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama Kompas Gramedia Building Blok I, Lt. 5 Jl. Palmerah Barat 29–37 Jakarta 10270 www.gramediapustakautama.com

Cantik Itu Luka_C-1+4.indd 1

SEBUAH NOVEL Telah diterjemahkan ke bahasa Jepang dan Malaysia, dan segera terbit dalam bahasa Inggris (New Directions, New York)

12/5/14 6:36 PM

001/I/15 MC

Cantik Itu Luka © 2015 Eka Kurniawan GM 201 01 15 0003 Desain sampul: Moelyono Foto sampul: Shutterstock Perwajahan Isi: Sukoco Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama Kompas Gramedia Building Blok I lt. 5 Jl. Palmerah Barat No. 29–37, Jakarta, 10270 Anggota IKAPI, Jakarta 2015

ot

.c

om

Diterbitkan pertama kali oleh AKYPress dan Penerbit Jendela, Desember 2002

a-

in

do

.b

lo g

sp

Cetakan pertama: Mei 2004 Cetakan kedua: November 2006 Cetakan ketiga: Februari 2012 Cetakan keempat: Mei 2012 Cetakan kelima: Januari 2015

pu

st

ak

Hak cipta dilindungi oleh Undang-undang Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit

Dicetak oleh Percetakan PT Gramedia, Jakarta Isi di luar tanggung jawab Percetakan

Cet ke-4.indd 6

001/I/15 MC

ISBN 978–602–03–1258–3

12/5/2014 4:29:36 PM

Mencermati isinya, kita seperti memasuki sebuah dunia yang di sana, segala­ nya ada. – Maman S. Mahayana, Media Indonesia (Cantik itu Luka) merupakan campuran dari pelbagai gaya pemikiran yang memang menjadi minat penulisnya selama ini: surealisme-sejarah-filsafat. – Muhidin M. Dahlan, Media Indonesia

.c

om

Inilah sebuah novel berkelas dunia! Membaca novel karya pengarang Indo­ nesia kelahiran 1975 dan alumnus Filsafat UGM ini, kita akan merasakan ke­nikmatan yang sama dengan nikmatnya membaca novel-novel kanon dalam kesusastraan Eropa dan Amerika Latin. – Horison

do

.b

lo g

sp

ot

Lewat novel ini pengarang juga telah melakukan inovasi baru berkaitan de­ ngan model estetika serta gaya penceritaan sebagai satu bentuk pemberon­ takan atas mainstream umum. – Nur Mursidi, Jawa Pos

pu

st

ak

a-

in

Novel ini begitu tangguh dan telaten membangun jalan cerita yang rumit dan kompleks dengan sejumlah latar sejarah yang luas dan fantasi yang absurd maupun surealis serta melibatkan banyak tokoh berkecenderungan kejiwaan dan tabiat bejat, skizofrenik dan tak terduga arah dan bentuknya. – Binhad Nurrohmat, Sinar Harapan

Membaca novel Cantik Itu Luka karya Eka Kurniawan, kita akan bersua cinta membara di antara tokoh-tokohnya. – Raudal Tanjung Banua, Minggu Pagi

001/I/15 MC

Cantik Itu Luka bisa dilihat sebagai sebuah penciptaan versi alternatif sejarah Indonesia dengan gaya mimpi atau gaya main-main. Tetapi bukan berarti Eka mencoba meralat sejarah resmi dan menggantikannya dengan versinya sendiri yang ”lebih benar”. Sejarah versi Cantik Itu Luka jelas sebuah produk fantasi, bukan saja karena ia memang karya fiksi dan bukan studi sejarah, tetapi juga

Cantik.indd 1

1/19/12 2:29 PM

karena di tengah konsep sejarah yang plural dalam sebuah masyarakat pasca­ kolonial seperti Indonesia ini, cerita fantastis yang membingungkan semacam itulah sejarah paling otentik yang bisa ditulis. – Katrin Bandel, Meja Budaya Perihal berbagai gaya dan bentuk yang diaduk jadi satu ini, Cantik itu Luka me­mang sebuah penataan berbagai capaian sastra yang pernah ada. Seluruh referensi yang ada dalam bagasi penulisnya, hadir bercampur aduk membentuk mozaik konstruksi linguistik yang dinamis. – Alex Supartono, Kompas Cantik itu Luka menampakkan bahwa Eka mampu melahirkan teks perempuan tanpa membuat perempuan dalam dunianya tampil sebagai laki-laki dalam bungkus perempuan. – Aquarini Priyatna Prabasmoro, Koran Tempo Luka adalah permisivitas dia dari gambaran sebuah pemahaman chaos, kekacauan hubungan badan (inses) dan kerusuhan-kerusuhan di Halimunda sepanjang masa penjajahan kolonial hingga pasca 1965 ketika komunis dibi­ nasakan. Hantu-hantu yang dicitrakan sebagai komunis menjadi punya makna ganda, hantu betulan dan hantu propaganda. Sense of humor dia boleh juga. – Nenie Muhidin, On/Off

001/I/15 MC

It is nice that, after half a century, Pramoedya Ananta Toer has found a suc­ cessor. The young Sundanese Eka Kurniawan has published two astonishing novels in the past half-decade. If one considers their often nightmarish plots and characters, one could say there is no hope. But the sheer beauty and elegance of their language, and the exuberance of their imagining, give one the exhilaration of watching the first snowdrops poke their little heads up towards a wintry sky. – Benedict R. O’G. Anderson, New Left Review

Cantik.indd 2

1/19/12 2:29 PM

001/I/15 MC

Cantik Itu Luka

Cantik.indd 3

1/19/12 2:29 PM

om .c ot sp lo g .b do in a-

pu

st

ak

Sanksi Pelanggaran Pasal 72: Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta

1. Barangsiapa dengan sengaja melanggar dan tanpa hak melakukan per­buat­ an sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 49 Ayat (1) dan Ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bu­lan dan/atau denda paling sedikit Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pi­dana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

001/I/15 MC

2. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedar­kan, atau men­­­­jual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pe­lang­garan hak cipta atau hak terkait sebagai dimaksud dalam Ayat (1) dipidana dengan pidana penjara pa­ling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Cantik.indd 4

1/19/12 2:29 PM

Cantik Itu Luka

Eka Kurniawan

001/I/15 MC

Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta

Cantik.indd 5

1/19/12 2:29 PM

Cantik Itu Luka © 2002 Eka Kurniawan GM 201 01 12 0001 Desain sampul: Moelyono Foto sampul dari Shutterstock Perwajahan isi: Sukoco Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama Kompas Gramedia Building Blok I, Lt. 5 Jl. Palmerah Barat No. 29-37, Jakarta, 10270 Anggota IKAPI, Jakarta 2012 Diterbitkan pertama kali oleh AKYPress dan Penerbit Jendela, Desember 2002 Cetakan pertama: Mei 2004 Cetakan kedua: November 2006 Cetakan ketiga: Februari 2012 Hak cipta dilindungi Undang-undang. Dilarang mengutip atau memperbanyak seluruh atau sebagian isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit.

ISBN: 978-979-22-7880-4

Dicetak oleh Percetakan PT Gramedia, Jakarta

001/I/15 MC

Isi di luar tanggung jawab Percetakan

Cantik.indd 6

1/19/12 2:29 PM

sp

ot

.c

om

Dan kini, setelah baju zirahnya dibersihkan, bagian kepalanya diper­ baiki jadi sebuah topi baja, kuda dan dirinya sendiri punya nama baru, ia berpikir tak ada lagi yang ia inginkan kecuali seorang nyonya, pada siapa ia anugerahkan kekaisaran hatinya; sebab ia sadar bahwa seorang ksatria tanpa seorang istri adalah sebatang pohon tanpa buah dan daun, dan sebongkah tubuh tanpa jiwa.

001/I/15 MC

pu

st

ak

a-

in

do

.b

lo g

Miguel de Cervantes Saavedra (Don Quixote)

Cantik.indd 7

1/19/12 2:29 PM

001/I/15 MC Cantik.indd 8

1/19/12 2:29 PM

S

1

Cantik.indd 1

001/I/15 MC

ore hari di akhir pekan bulan Maret, Dewi Ayu bangkit dari ku­ bur­an setelah dua puluh satu tahun kematian. Seorang bocah gembala dibuat terbangun dari tidur siang di bawah pohon kam­boja, kencing di celana pendeknya sebelum melolong, dan ke­empat domba­ nya lari di antara batu dan kayu nisan tanpa arah bagaikan seekor ma­ can dilemparkan ke tengah mereka. Semuanya berawal dari kegaduh­ an di kuburan tua, dengan nisan tanpa nama dan rumput setinggi lu­­tut, tapi semua orang mengenalnya sebagai kuburan Dewi Ayu. Ia mati pada umur lima puluh dua tahun, hi­dup lagi setelah dua puluh satu tahun mati, dan kini hingga seterus­nya tak ada orang yang tahu bagai­­mana menghitung umurnya. Orang-orang dari kampung sekitar pemakaman datang ke kuburan tersebut begitu si bocah gembala memberitahu. Mereka ber­gerombol di balik belukar ceri dan jarak dan di kebun pisang, sam­bil meng­gu­lung ujung sarung, menggendong anak, menenteng sapu lidi, dan bah­kan ber­lepotan lumpur sawah. Tak seorang pun berani mendekat, hanya men­dengarkan kegaduhan dari kuburan tua itu bagaikan me­ngelilingi tukang obat sebagaimana sering mereka lakukan di depan pasar setiap hari Senin. Menikmatinya penuh ke­takjuban, tak peduli itu merupakan horor yang menakutkan se­andainya mereka sendirian saja. Bahkan mereka berharap sedikit ke­ajaiban daripada sekadar ke­gaduhan kuburan tua, sebab perempuan di dalam tanah itu pernah jadi pelacur bagi orang-orang Jepang sejak masa perang dan para kyai selalu bilang bahwa orang-orang berlepotan dosa pasti memperoleh siksa kubur. Kegaduhan itu pasti berasal dari cambuk malaikat pe­nyiksa, dan mereka tampak bosan, dan berharap sedikit keajaiban yang lain.

1/19/12 2:33 PM

2

Cantik.indd 2

001/I/15 MC

Keajaiban, ia datang dalam bentuknya yang paling fan­tastis. Ku­ buran tua itu bergoyang, retak, dan tanahnya berhamburan ba­gai­kan ditiup dari bawah, menimbulkan badai dan gempa kecil, dengan rum­put dan nisan melayang dan di balik hujan tanah yang bagaikan tirai itu sosok si perempuan tua berdiri dengan sikap jeng­kel yang kikuk, masih terbungkus kain kafan seolah ia dan kain kafannya di­kubur se­malam saja. Orang-orang histeris dalam teriakan serempak yang menggema oleh dinding-dinding bukit di kejauhan, berlari le­bih semrawut dari ka­wanan domba. Seorang perempuan meleparkan bayinya ke semaksemak, dan seorang ayah menggendong batang pi­sang. Dua orang lelaki ter­perosok ke dalam parit, yang lainnya tak sadarkan diri di pinggir ja­lan, dan yang lainnya lagi berlari lima be­las kilometer tanpa henti. Menyaksikan itu semua, Dewi Ayu hanya terbatuk-batuk dan ter­­ pukau menemukan dirinya di tengah-tengah kuburan. Ia telah mele­ paskan dua ikatan teratas kain kafan dan melepaskan dua ikatan lagi di bagian kaki untuk membebaskannya berjalan. Rambutnya te­lah tumbuh secara ajaib, sehingga ketika ia mengeluarkannya dari selimut kain mori itu, mereka berkibaran diterpa angin sore, me­­nyapu tanah, seperti lumut berwarna hitam mengilau di dalam sungai. Wa­­jahnya putih cemerlang, meskipun kulitnya keriput, de­ngan mata yang begitu hidup dari dalam rongganya, menatap orang-orang yang bergerombol di balik belukar se­belum separuh dari mereka melarikan diri dan separuh yang lain tak sadarkan diri. Ia me­ngo­mel entah pada siapa, bahwa orang-orang telah berbuat jahat menguburnya hidup-hidup. Hal pertama yang ia ingat adalah bayinya, yang tentu saja bukan lagi seorang bayi. Dua puluh satu tahun lalu, ia mati dua belas hari se­telah me­lahirkan seorang bayi perempuan buruk rupa, begitu b­u­ruk rupa­nya sehingga dukun bayi yang membantunya merasa tak yakin itu seorang bayi dan berpikir itu seonggok tai, sebab lubang ke­luar bayi dan tai ha­ nya terpisah dua sentimeter saja. Tapi si bayi menggeliat, ter­­senyum, dan akhirnya si dukun bayi percaya ia memang bayi, bukan tai, dan ber­kata pada si ibu yang tergeletak di atas tem­pat tidur tak berdaya dan tak berharap melihat bayinya, bahwa bayi itu sudah lahir, sehat, dan tam­pak ramah. ”Ia perempuan, kan?” tanya Dewi Ayu.

1/19/12 2:33 PM

3

Cantik.indd 3

001/I/15 MC

”Yah,” kata si dukun bayi, ”seperti tiga bayi sebelumnya.” ”Empat anak perempuan, semuanya cantik, seharusnya aku punya tem­pat pelacuran sendiri,” kata Dewi Ayu dengan nada jengkel yang sem­­purna. ”Katakan padaku, secantik apa si bungsu ini?” Si bayi terbungkus rapat oleh belitan kain dalam gendongan si du­ kun bayi, kini mulai menangis dan meronta. Seorang perempuan keluar masuk kamar, mengambil kain-kain kotor penuh darah, mem­­buang ari-ari, selama itu si dukun bayi tak menjawab pertanyaan­nya, sebab ia tak mungkin mengatakan bayi yang menyerupai ong­gokan tai hitam itu sebagai bayi yang cantik. Mencoba mengabaikan pertanyaan itu, ia ber­kata, ”Kau perempuan tua, aku tak yakin kau bisa menyusui bayimu.” ”Itu benar. Sudah habis oleh tiga anak sebelumnya.” ”Dan ratusan lelaki.” ”Seratus tujuh puluh dua lelaki. Yang paling tua berumur sembilan puluh dua tahun, yang paling muda berumur dua belas tahun, seminggu setelah disunat. Aku mengingat semuanya dengan baik.” Si bayi kembali menangis. Si dukun bayi berkata bahwa ia harus me­­­nemukan ibu susu untuk si kecil itu. Jika tak ada, ia harus mencari susu sapi, susu anjing, atau susu tikus sekalipun. Ya, pergilah, kata Dewi Ayu. Gadis kecil yang malang, kata si dukun bayi sambil me­mandang wajah si bayi yang menyedihkan. Ia bahkan tak mampu mendeskripsi­ kannya, hanya membayangkannya sebagai monster kutuk­an neraka. Seluruh tubuh bayi itu hitam legam seperti terbakar hidup-hidup, de­­ngan bentuk yang tak menyerupai apa pun. Ia, misal­nya, tak begitu yakin bahwa hidung bayi itu adalah hidung, sebab itu lebih menyerupai colokan listrik daripada hidung yang di­ke­nalnya sejak kecil. Dan mulut­ nya mengingatkan orang pada lubang celengan babi, dan telinganya menyerupai gagang panci. Ia yakin tak ada makhluk di dunia yang lebih buruk rupa dari si kecil malang itu, dan seandainya ia Tuhan, tampak­ nya ia lebih berharap membunuh bayi itu daripada membiarkannya hidup; dunia akan menjahatinya tanpa ampun. ”Bayi yang malang,” kata si dukun bayi lagi, sebelum pergi men­cari seseorang untuk menyusuinya. ”Yah, bayi yang malang,” kata Dewi Ayu sambil menggeliat di atas tempat tidur. ”Segala hal telah kulakukan untuk mencoba membunuh­

1/19/12 2:33 PM

4

Cantik.indd 4

001/I/15 MC

pu

st

ak

a-

in

do

.b

lo g

sp

ot

.c

om

nya. Seharusnya kutelan sebutir granat dan meledakkannya di dalam perut. Si kecil yang malang, seperti para penjahat, orang-orang malang juga susah mati.” Pada awalnya si dukun bayi mencoba menyembunyikan wajah bayi itu dari siapa pun, termasuk perempuan-perempuan tetangga yang ber­ datangan. Tapi ketika ia berkata bahwa ia memerlukan susu bagi si bayi, orang-orang itu berebutan ingin melihat si bayi. Bagi sia­pa pun yang me­ngenal Dewi Ayu, adalah selalu menyenangkan me­lihat bayi-bayi perempuan mungil yang dilahirkannya. Si dukun bayi tampak tak ber­ daya menghadapi serbuan orang-orang yang menyibakkan kain penutup wajah si bayi, namun ketika mereka telah me­lihatnya dan menjerit da­lam horor yang tak pernah mereka hadapi se­belumnya, si dukun bayi tersenyum dan mengingatkan mereka, bah­wa ia telah berusaha untuk tidak memperlihatkan wajah neraka itu. Mereka masih berdiri setelah pekikan sesaat itu, dengan wajahwajah idiot kehilangan ingatan, sebelum si dukun bayi segera pergi. ”Semestinya ia dibunuh saja,” kata seorang perempuan, yang per­ tama terbebas dari amnesia mendadak itu. ”Aku sudah mencobanya,” kata Dewi Ayu bersamaan dengan ke­ munculannya. Ia hanya mengenakan daster kusut dan kain yang melilit pinggangnya. Rambutnya tampak kacau sekali, serupa orang yang bebas dari pertarungan dengan banteng. Orang-orang memandangnya dengan iba. ”Ia cantik, kan?” tanya Dewi Ayu. ”Ehm, yah.” ”Tak ada kutukan yang lebih mengerikan daripada mengeluarkan bayi-bayi perempuan cantik di dunia laki-laki yang mesum seperti anjing di musim kawin.” Tak seorang pun menanggapi, kecuali memandangnya masih dengan iba atas dusta tentang gadis kecil yang cantik itu. Rosinah, si gadis gu­ nung bisu yang telah melayani Dewi Ayu selama bertahun-tahun meng­ giring perempuan itu ke kamar mandi. Ia telah menyediakan air hangat di bak, dan di sanalah Dewi Ayu berendam bersama sabun wangi bersul­ fur, dibantu si gadis bisu yang me­nge­ramasi rambutnya dengan minyak lidah buaya. Hanya gadis bisu itulah yang tampaknya tak terguncang

1/19/12 2:33 PM

5

Cantik.indd 5

001/I/15 MC

oleh apa pun, meskipun bisa dipastikan ia telah mengetahui tentang gadis kecil buruk rupa tersebut sebab hanya Rosinah yang menemani si dukun bayi selama ia bekerja. Ia menggosok punggung majikannya de­ngan batu gosok, menyelimutinya dengan handuk, membereskan kamar mandi se­mentara Dewi Ayu melangkah keluar. Seseorang mencoba menghidupkan kemurungan itu dan berkata pada Dewi Ayu, ”Kau harus memberinya nama yang baik.” ”Yah,” kata Dewi Ayu. ”Namanya Cantik.” ”Oh,” orang-orang itu menjerit pendek, mencoba menolak dengan cara yang memalukan. ”Atau Luka?” ”Demi Tuhan, jangan nama itu.” ”Kalau begitu, namanya Cantik.” Mereka memandang tak berdaya sebab Dewi Ayu telah melangkah masuk ke dalam kamarnya untuk berpakaian, kecuali memandang satu sama lain dengan sedih membayangkan seorang gadis dengan colokan listrik di wajah yang sehitam jelaga kelak dipanggil orang dengan nama Cantik. Sebuah skandal memalukan. Bagaimanapun, adalah benar bahwa Dewi Ayu telah mencoba mem­bunuhnya. Ketika tahu bahwa ia bunting, tak peduli setengah abad ia telah hidup, pengalaman telah mengajarinya bahwa ia bunting lagi. Sebagaimana anak-anaknya yang lain, ia tak tahu siapa ayahnya, namun berbeda dengan yang lain, ia sama sekali tak mengharapkannya hidup. Maka ia menelan lima butir parasetamol yang ia peroleh dari se­orang mantri, diminum dengan setengah liter soda, cukup untuk nya­ris membuatnya mati tapi tidak bayi itu, ternyata. Ia memikirkan cara lain, memanggil si dukun bayi yang kelak mengeluarkan anak itu dari rahimnya, memintanya membunuh bayi itu dengan memasukkan tongkat kayu kecil ke dalam perut. Ia mengalami pendarahan selama dua hari dua malam, kayu kecilnya keluar telah terkeping-keping, tapi si bayi terus tumbuh. Ia melakukan enam cara lain untuk menaklukkan bayi itu, semuanya sia-sia, sebelum ia putus asa dan mengeluh: ”Ia petarung sejati, ia ingin memenangkan pertarungan yang tak pernah dimenangkan ibunya.” Maka ia membiarkan perutnya semakin besar, menjalankan ritual

1/19/12 2:33 PM

6

Cantik.indd 6

001/I/15 MC

pu

st

ak

a-

in

do

.b

lo g

sp

ot

.c

om

selamatan pada umur tujuh bulan, membiarkannya lahir, meskipun ia menolak untuk melihat bayinya. Ia telah melahirkan tiga anak perem­ puan lain sebelumnya, semuanya cantik seperti bayi-bayi kembar yang terlambat dilahirkan satu sama lain; ia telah bosan dengan bayi-bayi semacam itu, yang menurutnya seperti boneka-boneka manekin di eta­lase toko, jadi ia tak ingin melihat si bungsu itu, sebab ia yakin ia tak akan berbeda dari ketiga kakaknya. Ia salah, tentu saja, dan ia be­ lum tahu betapa buruk rupanya si bungsu. Bahkan ketika perempuanperempuan te...


Similar Free PDFs