Contoh Makalah Konsep Ketuhanan Dalam Islam PDF

Title Contoh Makalah Konsep Ketuhanan Dalam Islam
Author Mahasiswa Unusa
Pages 15
File Size 578.4 KB
File Type PDF
Total Downloads 138
Total Views 340

Summary

KETUHANAN MENURUT ISLAM Nama Kelompok : 1. Pramana Ammanullah 2. Daffa‘ Aun Adzanzie 3. Abdus Salam MAHASISWA UNUSA Kelompok 1 KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul ―KET...


Description

Accelerat ing t he world's research.

Contoh Makalah Konsep Ketuhanan Dalam Islam Mahasiswa Unusa

Related papers Konsep Ket uhanan Dalam Islam Mayu Dwi Anjani

KELOMPOK 1 KEAGAMAAN Revisi Achmad Ainul KELOMPOK 2 FH Muhammad Zakhri Andhika

Download a PDF Pack of t he best relat ed papers 

KETUHANAN MENURUT ISLAM

Nama Kelompok : 1. Pramana Ammanullah 2. Daffa‘ Aun Adzanzie 3. Abdus Salam MAHASISWA UNUSA Kelompok 1

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul ―KETUHANAN MENURUT ISLAM‖. Penyusunan makalah ini untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Agama. Kami berharap dapat menambah wawasan dan pengetahuan khususnya dalam bidang agama. Menyadari banyaknya kekurangan dalam penyusunan makalah ini. Kami sangat mengharapkan kritikan dan saran dari para pembaca untuk melengkapi segala kekurangan dan kesalahan dari makalah ini.

Surabaya, September 2018

Kelompok 1

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................................. DAFTAR ISI................................................................................................................................ BAB I PENDAHULUAN............................................................................................................ 1.1 LATAR BELAKANG................................................................................................ 1.2 RUMUSAN MASALAH........................................................................................... 1.3 TUJUAN.................................................................................................................... BAB II PEMBAHASAN............................................................................................................. 2.1 KONSEP KETUHANAN DALAM ISLAM............................................................. 2.2 FILSAFAT KETUHANAN ISLAM.......................................................................... 2.3 SEJARAH PEMIKIRAN MANUSIA TENTANG TUHAN..................................... 2.4 DALIL PEMBUKTIAN ADANYA TUHAN........................................................... BAB III PENUTUP...................................................................................................................... 3.1 KESIMPULAN.......................................................................................................... 3.2 SARAN...................................................................................................................... DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG Dalam sejarah peradaban Yunani, tercatat bahwa pengkajian dan kontemplasi tentang eksistensi Tuhan menempati tempat yang khusus dalam bidang pemikiran filsafat. Contoh yang paling nyata dari usaha kajian filosofis tentang eksistensi Tuhan dapat dilihat bagaimana filosof Aristoteles menggunakan gerak-gerak yang nampak di alam dalam membuktikan adanya penggerak yang tak terlihat (baca: wujud Tuhan). Tradisi argumentasi filosofis tentang eksistensi Tuhan, sifat dan perbuatan-Nya ini kemudian secara berangsur-angsur masuk dan berpengaruh ke dalam dunia keimanan Islam. Tapi tradisi ini, mewujudkan semangat baru di bawah pengaruh doktrin-doktrin suci Islam dan kemudian secara spektakuler melahirkan filosof-filosof seperti Al-Farabi dan Ibnu Sina, dan secara riil, tradisi ini juga mempengaruhi warna pemikiran teologi dan tasawuf (irfan) dalam penafsiran Islam. Perkara tentang Tuhan secara mendasar merupakan subyek permasalahan filsafat. Ketika kita membahas tentang hakikat alam maka sesungguhnya kita pun membahas tentang eksistensi Tuhan. Secara hakiki, wujud Tuhan tak terpisahkan dari eksistensi alam, begitu pula sebaliknya, wujud alam mustahil terpisah dari keberadaan Tuhan. Filsafat tidak mengkaji suatu realitas yang dibatasi oleh ruang dan waktu atau salah satu faktor dari ribuan faktor yang berpengaruh atas alam. Pencarian kita tentang Tuhan dalam koridor filsafat bukan seperti penelitian terhadap satu fenomena khusus yang dipengaruhi oleh faktor tertentu. Tuhan yang hakiki adalah Tuhan yang disampaikan oleh para Nabi dan Rasul yakni, Tuhan hakiki itu bukan di langit dan di bumi, bukan di atas langit, bukan di alam, tetapi Dia meliputi semua tempat dan segala realitas wujud. 1.2 RUMUSAN MASALAH 1. Apa yang dimaksud konsep tuhan? 2. Apa yang dimaksud filsafat ketuhanan? 3. Bagaimana sejarah pemikiran manusia tentang tuhan? 4. Apa saja dalil pembuktian adanya tuhan? 1.3 TUJUAN 1. Untuk mengetahui konsep tuhan. 2. untuk mengetahui filsafat ketuhanan. 3. Untuk mengetahui sejarah pemikiran manusia tentang tuhan. 4. Untuk mengetahui dalil pembuktian adanya tuhan.

BAB II PEMBAHASAN

2.1 KONSEP KETUHANAN DALAM ISLAM Istilah Tuhan dalam sebutan Al-Quran digunakan kata ilaahun, yaitu setiap yang menjadi penggerak atau motivator, sehingga dikagumi dan dipatuhi oleh manusia. Orang yang mematuhinya di sebut abdun (hamba). Kata ilaah (tuhan) di dalam Al-Quran konotasinya ada dua kemungkinan, yaitu Allah, dan selain Allah. Subjektif (hawa nafsu) dapat menjadi ilah (tuhan). Benda-benda seperti : patung, pohon, binatang, dan lain-lain dapat pula berperan sebagai ilah. Demikianlah seperti dikemukakan pada surat Al-Baqarah (2) : 165, sebagai berikut: َِ

ُ َ ْ ُ َ‫ا َ ْ َ َ ِ ُ ِ ْ ُ ِو َ ِ َ ْو َ ً ُ ِ و‬ ِ َ‫َ ِ َ ال‬

Diantara manusia ada yang bertuhan kepada selain Allah, sebagai tandingan terhadap Allah. Mereka mencintai tuhannya itu sebagaimana mencintai Allah. Sebelum turun Al-Quran dikalangan masyarakat Arab telah menganut konsep tauhid (monoteisme). Allah sebagai Tuhan mereka. Hal ini diketahui dari ungkapan-ungkapan yang mereka cetuskan, baik dalam do‘a maupun acara-acara ritual. Abu Thalib, ketika memberikan khutbah nikah Nabi Muhammad dengan Khadijah (sekitar 15 tahun sebelum turunya AlQuran) ia mengungkapkan kata-kata Alhamdulillah. (Lihat Al-Wasith,hal 29). Adanya nama Abdullah (hamba Allah) telah lazim dipakai di kalangan masyarakat Arab sebelum turunnya Al-Quran. Keyakinan akan adanya Allah, kemaha besaran Allah, kekuasaan Allah dan lainlain, telah mantap. Dari kenyataan tersebut timbul pertanyaan apakah konsep ketuhanan yang dibawakan Nabi Muhammad? Pertanyaan ini muncul karena Nabi Muhammad dalam mendakwahkan konsep ilahiyah mendapat tantangan keras dari kalangan masyarakat. Jika konsep ketuhanan yang dibawa Muhammad sama dengan konsep ketuhanan yang mereka yakini tentu tidak demikian kejadiannya. Pengakuan mereka bahwa Allah sebagai pencipta semesta alam dikemukakan dalam Al-Quran surat Al-Ankabut (29) ayat 61 sebagai berikut;

َ‫ُ ْ َ ُ و‬

َ‫ا َ ْاَ ْ َ َ َ َ َ ا َل ْ َ َ ْا َ َ َ اَ َ ُ اُ َ َ ُ َ َو‬ ِ َ َ ‫َ اَ ِ ْ َ َ ْا َ ُ ْ َ ْ َ َ َ ا َل‬

Jika kepada mereka ditanyakan, “Siapa yang menciptakan lagit dan bumi, dan menundukkan matahari dan bulan?” Mereka pasti akan menjawab Allah.

Dengan demikian seseorang yang mempercayai adanya Allah, belum tentu berarti orang itu beriman dan bertaqwa kepada-Nya. Seseorang baru laik dinyatakan bertuhan kepada Allah jika ia telah memenuhi segala yang dimaui oleh Allah. Atas dasar itu inti konsep ketuhanan Yang Maha Esa dalam Islam adalah memerankan ajaran Allah yaitu AlQuran dalam kehidupan sehari-hari. Tuhan berperan bukan sekedar Pencipta, melainkan juga pengatur alam semesta. Pernyataan lugas dan sederhana cermin manusia bertuhan Allah sebagaimana dinyatakan dalam surat Al-Ikhlas. Kalimat syahadat adalah pernyataan lain sebagai jawaban atas perintah yang dijaukan pada surat Al-Ikhlas tersebut. Ringkasnya jika Allah yang harus terbayang dalam kesadaran manusia yang bertuhan Allah adalah disamping Allah sebagai Zat, juga Al-Quran sebagai ajaran serta Rasullullah sebagai Uswah hasanah. 2.2 FILSAFAT KETUHANAN ISLAM Secara harfiah, kata filsafat berasal dari kata Philo yang berarti cinta, dan kata Sophos yang berarti ilmu atau hikmah. Dengan demikian, filsafat berarti cinta terhadap ilmu atau hikmah. Terhadap pengertian seperti ini al-Syaibani mengatakan bahwa filsafat bukanlah hikmah itu sendiri, melainkan cinta terhadap hikmah dan berusaha mendapatkannya, memusatkan perhatian padanya dan menciptakan sikap positif terhadapnya. Selanjutnya ia menambahkan bahwa filsafat dapat pula berarti mencari hakikat sesuatu, berusaha menautkan sebab dan akibat, dan berusaha menafsirkan pengalaman-pengalaman manusia. (Ahmad Hanafi, Pengantar Filsafat Islam, Cet. IV, Bulan Bintang, Jakarta, 1990, Hlm. 45) Sementara itu, A. Hanafi, M.A. mengatakan bahwa pengertian filsafat telah mengalami perubahan-perubahan sepanjang masanya. Pitagoras (481-411 SM), yang dikenal sebagai orang yang pertama yang menggunakan perkataan tersebut. Dari beberapa kutipan di atas dapat diketahui bahwa pengertian filsafat dari segi kebahasan atau semantik adalah cinta terhadap pengetahuan atau kebijaksanaan. Dengan demikian filsafat adalah suatu kegiatan atau aktivitas yang menempatkan pengetahuan atau kebikasanaan sebagai sasaran utamanya. Keimanan dalam Islam merupakan aspek ajaran yang fundamental, kajian ini harus dilaksanakan secara intensif. Keimanan kepada Allah SWT, kecintaan, pengharapan, ikhlas, kekhawatiran, tidak dalam ridho-Nya, tawakkal nilai yang harus ditumbuhkan secara subur dalam pribadi muslim yang tidak terpisah dengan aspek pokok ajaran yang lain dalam Islam. Muslim yang baik memiliki kecerdasan intelektual sekaligus kecerdasan spiritual (QS. Ali Imran: 190-191) sehingga sikap keberagamaannya tidak hanya pada ranah emosi tetapi didukung kecerdasan pikir atau ulul albab. Terpadunya dua hal tersebut insya Allah menuju dan berada pada agama yang fitrah. (QS.Ar-Rum: 30).

Jadi, filsafat Ketuhanan dalam Islam bisa diartikan juga yaitu kebijaksanaan Islam untuk menentukan Tuhan, dimana Ia sebagai dasar kepercayaan umat Muslim.

Siapakah Tuhan itu? Perkataan ilah, yang diterjemahkan ―Tuhan‖, dalam Al-Quran dipakai untuk menyatakan berbagai obyek yang dibesarkan atau dipentingkan manusia, misalnya dalam QS : 45 (Al-Jatsiiyah) : 23, yaitu:

ِ َِْ ( ) ‫َو‬

َ ‫َ َ َ َ َع‬ ُ َ َ َ‫َ َا ا‬

ٍ ْ ‫َ َ ْ ِ ِ َ َ َ َ َ َ َ َ ْ َ َ ِ اَ َ َ ِ َ َ ُ َ َ اُ َ َ َ َ ُ َ ُ َع َ ِع‬ ِ َ ِ ْ َ ْ ِ ِ ِ ْ َ ْ َ َ ً َ ‫َع َ َ َ ِ ِ ِ َل‬

“Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya dan Allah membiarkannya berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran? Dalam QS : 28 (Al-Qashash) : 38, perkataan ilah dipakai oleh Fir‘aun untuk dirinya sendiri:

َ ‫ْ ِ َ ٍ َغ ْي ِري َ َ ْ ِ ْ اِي َ َ َ ُو َع‬ ( ٨) َ ِ ‫ُ َ َ إِوي اأُل ُ ِ َ ْا َ ِا‬

ِ ْ ُ َ‫َ َ َا ِ ْ َع ْ ُو َ َ َ ْا َ أ َ َع ِ ْ ُ ا‬ َ ‫ال ِ َ ْ َ ْ اِي‬ ِ َ‫ص ْ ًح اَ َ ي َ َ ِ ُ إِاَ إِا‬

dan berkata Fir'aun: "Hai pembesar kaumku, aku tidak mengetahui Tuhan bagimu selain aku. Maka bakarlah Hai Haman untukku tanah liat kemudian buatkanlah untukku bangunan yang Tinggi supaya aku dapat naik melihat Tuhan Musa, dan Sesungguhnya aku benar-benar yakin bahwa Dia Termasuk orang-orang pendusta". Contoh ayat-ayat tersebut di atas menunjukkan bahwa perkataan ilah bisa mengandung arti berbagai benda, baik abstrak (nafsu atau keinginan pribadi) maupun benda nyata (Fir‘aun atau penguasa yang dipatuhi dan dipuja). Perkataan ilah dalam Al-Quran juga dipakai dalam bentuk tunggal (mufrad: ilaahun), ganda (mutsanna: ilaahaini), dan banyak (jama‘: aalihatun). Derifasi makna dari kata ilah tersebut mengandung makna bahwa ‗bertuhan nol‘ atau atheisme adalah tidak mungkin. Untuk dapat mengerti dengan definisi Tuhan atau Ilah yang tepat, berdasarkan logika Al-Quran sebagai berikut: Tuhan (Ilah) ialah sesuatu yang dipentingkan (dianggap penting) oleh manusia sedemikian rupa, sehingga manusia merelakan dirinya dikuasai oleh-Nya. Perkataan dipentingkan hendaklah diartikan secara luas. Tercakup di dalamnya yang dipuja, dicintai, diagungkan, diharap-harapkan dapat memberikan kemaslahatan atau kegembiraan, dan termasuk pula sesuatu yang ditakuti akan mendatangkan bahaya atau kerugian. Ibnu Taimiyah memberikan definisi al-Ilah sebagai berikut: Al-Ilah ialah: yang dipuja dengan penuh kecintaan hati, tunduk kepadanya, merendahkan diri di hadapannya, takut, dan mengharapkannya, kepadanya tempat berpasrah ketika berada

dalam kesulitan, berdoa, dan bertawakal kepadanya untuk kemaslahatan diri, meminta perlindungan dari padanya, dan menimbulkan ketenangan di saat mengingatnya dan terpaut cinta kepadanya (M. Imaduddin, 1989 : 56) Atas dasar definisi ini, tuhan bisa berbentuk apa saja, yang dipentingkan manusia. Yang pasti, manusia tidak mungkin atheis, tidak mungkin tidak ber-tuhan. Berdasarkan logika AlQuran, setiap manusia pasti ada sesuatu yang dipertuhankannya. Dengan begitu, orang-orang komunis pada hakikatnya ber-tuhan juga. Adapun tuhan mereka ialah ideologi atau anganangan (utopia) mereka. Dalam ajaran Islam diajarkan kalimat ―laa ilaaha illa Allah‖. Susunan kalimat tersebut dimulai dengan peniadaan, yaitu ―tidak ada Tuhan‖, kemudian baru diikuti dengan penegasan ―melainkan Allah‖. Hal itu berarti bahwa seorang muslim harus membersihkan diri dari segala macam Tuhan terlebih dahulu, sehingga yang ada dalam hatinya hanya ada satu Tuhan, yaitu Allah SWT. Untuk lebih jelas memahami tentang siapakah Allah, DR. M. Yusuf Musa menjelaskan dalam makalahnya yang berjudul “Al Ilahiyyat Baina Ibnu Sina wa Ibnu Rusyd” yang telah di edit oleh DR. Ahmad Daudy, MA dalam buku Segi-segi Pemikiran Falsafi dalam Islam. Beliau mengatakan : Dalam ajaran Islam, Allah SWT adalah pencipta segala sesuatu ; tidak ada sesuatu yang terjadi tanpa kehendak-Nya, serta tidak ada sesuatu yang kekal tanpa pemeliharaan-Nya. Allah SWT mengetahui segala sesuatu yang paling kecil dan paling halus sekali pun. Ia yang menciptakan alam ini, dari tidak ada kepada ada, tanpa perantara dari siapa pun. Ia memiliki berbagai sifat yang maha indah dan agung.

2.3 SEJARAH PEMIKIRAN MANUSIA TENTANG TUHAN

1. PEMIKIRAN BARAT Yang dimaksud konsep Ketuhanan menurut pemikiran manusia adalah konsep yang didasarkan atas hasil pemikiran baik melalui pengalaman lahiriah maupun batiniah, baik yang bersifat penelitian rasional maupun pengalaman batin. Dalam literatur sejarah agama, dikenal teori evolusionisme, yaitu teori yang menyatakan adanya proses dari kepercayaan yang amat sederhana, lama kelamaan meningkat menjadi sempurna. Teori tersebut mula-mula dikemukakan oleh Max Muller, kemudian dikemukakan oleh EB Taylor, Robertson Smith, Lubbock dan Javens. Proses perkembangan pemikiran tentang Tuhan menurut teori evolusionisme adalah sebagai berikut: a. Dinamisme Menurut paham ini, manusia sejak zaman primitif telah mengakui adanya kekuatan yang berpengaruh dalam kehidupan. Mula-mula sesuatu yang berpengaruh tersebut ditujukan pada benda. Setiap benda mempunyai pengaruh pada manusia, ada yang berpengaruh positif dan ada pula yang berpengaruh negatif. Kekuatan yang ada pada benda disebut dengan nama yang berbeda-beda, seperti mana (Melanesia), tuah (Melayu), dan syakti (India).

b. Animisme Oleh masyarakat primitif, roh dipercayai sebagai sesuatu yang aktif sekalipun bendanya telah mati. Oleh karena itu, roh dianggap sebagai sesuatu yang selalu hidup, mempunyai rasa senang apabila kebutuhannya dipenuhi. Menurut kepercayaan ini, agar manusia tidak terkena efek negatif dari roh-roh tersebut, manusia harus menyediakan kebutuhan roh. Saji-sajian yang sesuai dengan saran dukun adalah salah satu usaha untuk memenuhi kebutuhan roh. c. Politeisme Kepercayaan dinamisme dan animisme lama-lama tidak memberikan kepuasan, karena terlalu banyak yang menjadi sanjungan dan pujaan. Roh yang lebih dari yang lain kemudian disebut dewa. Dewa mempunyai tugas dan kekuasaan tertentu sesuai dengan bidangnya. Ada dewa yang bertanggung jawab terhadap cahaya, ada yang membidangi masalah air, ada yang membidangi angin dan lain sebagainya. d. Henoteisme Politeisme tidak memberikan kepuasan, terutama terhadap kaum cendekiawan. Oleh karena itu dari dewa-dewa yang diakui diadakan seleksi, karena tidak mungkin mempunyai kekuatan yang sama. Lama-kelamaan kepercayaan manusia meningkat menjadi lebih definitif (tertentu). Satu bangsa hanya mengakui satu dewa yang disebut dengan Tuhan, namun manusia masih mengakui tuhan (ilah) bangsa lain. Kepercayaan satu tuhan untuk satu bangsa disebut dengan Henoteisme (Tuhan Tingkat Nasional). e. Monoteisme Kepercayaan dalam bentuk Henoteisme melangkah menjadi Monoteisme. Dalam Monoteisme hanya mengakui satu Tuhan untuk seluruh bangsa dan bersifat internasional. Bentuk Monoteisme ditinjau dari filsafat Ketuhanan terbagi dalam tiga paham, yaitu: deisme, panteisme, dan teisme. Evolusionisme dalam kepercayaan terhadap Tuhan sebagaimana dinyatakan oleh Max Muller dan EB. Taylor (1877), ditentang oleh Andrew Lang (1898) yang menekankan adanya monoteisme dalam masyarakat primitif. Dia mengemukakan bahwa orang-orang yang berbudaya rendah juga sama monoteismenya dengan orang-orang Kristen. Mereka mempunyai kepercayaan pada wujud yang agung dan sifat-sifat yang khas terhadap tuhan mereka, yang tidak mereka berikan kepada wujud yang lain. Dengan lahirnya pendapat Andrew Lang, maka berangsur-angsur golongan evolusionisme menjadi reda dan sebaliknya sarjana-sarjana agama terutama di Eropa Barat mulai menantang evolusionisme dan memperkenalkan teori baru untuk memahami sejarah agama. Mereka menyatakan bahwa ide tentang Tuhan tidak datang secara evolusi, tetapi dengan relevansi atau wahyu. Kesimpulan tersebut diambil berdasarkan pada penyelidikan bermacam-macam kepercayaan yang dimiliki oleh kebanyakan masyarakat primitif. Dalam penyelidikan didapatkan bukti-bukti bahwa asal-usul kepercayaan masyarakat primitif adalah monoteisme dan monoteisme adalah berasal dari ajaran wahyu Tuhan (Zaglul Yusuf, 1993 : 26-27).

2. Pemikiran Umat Islam Pemikiran terhadap Tuhan yang melahirkan Ilmu Tauhid, Ilmu Kalam, atau Ilmu Ushuluddin di kalangan umat Islam, timbul beberapa periode setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW. Yakni pada saat terjadinya peristiwa tahkim antara kelompok Ali bin Abi Thalib dengan kelompok Mu‘awiyyah. Secara garis besar, ada aliran yang bersifat liberal, tradisional, dan ada pula yang bersifat di antara keduanya. Sebab timbulnya aliran tersebut adalah karena adanya perbedaan metodologi dalam memahami Al-Quran dan Hadis dengan pendekatan kontekstual sehingga lahir aliran yang bersifat tradisional. Sedang sebagian umat Islam yang lain memahami dengan pendekatan antara kontektual dengan tektual sehingga lahir aliran yang bersifat antara liberal dengan tradisional. Aliran-aliran tersebut yaitu : a.

Mu‘tazilah

Merupakan kaum rasionalis di kalangan muslim, serta menekankan pemakaian akal pikiran dalam memahami semua ajaran dan keimanan dalam Islam. Dalam menganalisis ketuhanan, mereka memakai bantuan ilmu logika Yunani, satu sistem teologi untuk mempertahankan kedudukan keimanan. Mu‘tazilah lahir sebagai pecahan dari kelompok Qadariah, sedang Qadariah adalah pecahan dari Khawarij. b.

Qodariah

Berpendapat bahwa manusia mempunyai kebebasan dalam berkehendak dan berbuat. Manusia sendiri yang menghendaki apakah ia akan kafir atau mukmin dan hal itu yang menyebabkan manusia harus bertanggung jawab atas perbuatannya. c.

Jabariah

Berteori bahwa manusia tidak mempunyai kemerdekaan dalam berkehendak dan berbuat. Semua tingkah laku manusia ditentukan dan dipaksa oleh Tuhan. Aliran ini merupakan pecahan dari Murji‘ah d. Asy‘ariyah dan Maturidiyah Hampir semua pendapat dari kedua aliran ini berada di antara aliran Qadariah dan Jabariah. Semua aliran itu mewarnai kehidupan pemikiran ketuhanan dalam kalangan umat Islam periode masa lalu. Pada prinsipnya a...


Similar Free PDFs