CONTOH PROPOSAL TESIS / RISET PDF

Title CONTOH PROPOSAL TESIS / RISET
Author M. Romdhon
Pages 26
File Size 638.9 KB
File Type PDF
Total Downloads 414
Total Views 641

Summary

STUDI FIQHIYAH MADZHAB SYAFII TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI BERBASIS INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIKA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 Oleh Muhammad Rizqi Romdhon, B.Ed 19830707 201101 1 001 PROPOSAL RISET EDUKASI Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat bantuan riset edukasi pada Peratura...


Description

STUDI FIQHIYAH MADZHAB SYAFII TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI BERBASIS INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIKA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008

Oleh Muhammad Rizqi Romdhon, B.Ed 19830707 201101 1 001

PROPOSAL RISET EDUKASI

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat bantuan riset edukasi pada Peraturan Gubernur Nomor 62 Tahun 2012 tentang Pendidikan Lanjutan dan Riset Edukasi Pegawai Pemerintah Provinsi Jawa Barat

DINAS PERIKANAN DAN KELAUTAN PROVINSI JAWA BARAT PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT 2013

1

STUDI FIQHIYAH MADZHAB SYAFII TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI BERBASIS INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008

A. Latar Belakang Penelitian Islam merupakan agama yang mengatur segala hal dalam kehidupan manusia, Islam merupakan way of life bagi penganutnya.1 Seperti yang dijelaskan dalam ayat berikut ini:

)3 :‫اليوم أكملت لكم دينكم وأمتمت عليكم نعميت ورضيت لكم اإلسالم دينا (املائدة‬ “Pada hari ini telah Ku sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku cukupkan kepadamu nikmat-Ku dan telah Ku ridhai Islam itu jadi agama bagimu”2 Sebagai salah satu kesempurnaannya, syariah Islam senantiasa berubah sesuai dengan kebutuhan dan taraf peradaban manusia3, sebagaimana disebutkan dalam surat Al-Maidah Ayat 48:

‫فاحكم بينهم مبا أنزل هللا وال تتبع أهواءهم عما جاءك من احلق لكل جعلنا منكم شرعة‬ )48 :‫ومنهاجا (املائدة‬ 1

Muhammad Syafi’I Antonio, “Ekonomi Islam untuk Sekolah Lanjutan Atas”, (Bogor: STIE Tazkia, 2010), hal. 6. 2 ________, Al-Quran dan Terjemahannya, (Al-Madinah Al-Munawarah: Majma’ al-Malik Fahd Lithiba’ah al-Mushaf asy-Syarif, 1418 H), hal. 157. 3 Muhammad Syafi’I Antonio, Op. Cit.

2

“Maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk tiap-tiap umat diantara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang”4 Salah satu kehidupan manusia yang diatur oleh Syariah Islam adalah aturan terkait dengan Jual Beli. Jual Beli merupakan hal yang diperbolehkan dalam Islam

)275 :‫وأحل هللا البيع وحرم الربو (البقرة‬ “Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”5 Sebab dihalalkannya Jual Beli adalah dikarenakan dalam Jual Beli terlaksananya perputaran perdagangan sesuai dengan kebutuhan, sedangkan diharamkannya riba dikarenakan dalam riba terjadi pengambilan hak berupa harta orang lain tanpa ada imbalan yang sesuai.6 Dengan berkembangnya zaman, perkembangan Jual Beli pun semakin canggih. Dengan perkembangan teknologi informasi telah menyebabkan hubungan dunia menjadi tanpa batas dan menyebabkan perubahan dalam hal ekonomi secara cepat dengan demikian transaksi Jual Beli pun bisa dilakukan melalui transaksi elektronik yang tidak terbatas oleh waktu dan tempat. Kemajuan teknologi informasi ini selain memberikan kemudahan dalam bertransaksi, namun juga bisa menjadi sarana efektif perbuatan melawan hukum.

4

________, Loc. Cit , hal. 168. Idem., hal. 69. 6 Wahbah az-Zuhaili, et. al., al-Mausu’ah al-Quraniyyah al-Muyassarah (Damascus: Dar al-Fikr, 2009), hal. 48. 5

3

Pada permasalahan yang lebih luas lagi dikarenakan transaksi elektronik untuk kegiatan perdagangan melalui sistem elektronik telah menjadi bagian dari perniagaan nasional dan internasional. Kenyataan ini menunjukan bahwa konvergensi di bidang teknologi berkembang terus tanpa dapat dibendung, seiring dengan kemajuan dalam bidang teknologi informasi. Sehubungan dengan itu, dunia hukum telah memperluas penafsiran asas dan normanya atas segala persoalan kebendaan yang tidak berwujud. Namun tidak dengan dunia hukum Islam atau Syariat Islam yang agak terlambat dalam memperluas penafsiran asas dan normanya dalam persoalan kebendaan yang tidak berwujud. Maka berangkat dari latar belakang yang telah dipaparkan, penulis tertarik untuk mengangkat, meneliti dan membahas permasalahan di atas menjadi sebuah penelitian tesis yang berjudul “STUDI FIQHIYAH MADZHAB SYAFII TERHADAP

PRAKTIK

JUAL

BELI

BERBASIS

INFORMASI

DAN

TRANSAKSI ELEKTRONIK MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008”.

B. Rumusan Masalah Melihat pada latar belakang masalah di atas, maka dapatlah dirumuskan permasalahan-permasalahan sebagai berikut:

4

1) Bagaimana pandangan fiqih madzhab Syafii tentang praktik jual beli berbasis informasi dan teknologi elektronik? 2) Apakah praktik jual beli berbasis informasi dan teknologi elektronik sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik menurut padangan fiqih madzhab Syafi’i sudah sesuai dengan Syari’ah?

C. Maksud dan Tujuan Penelitian Maksud dan Tujuan penelitian yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Untuk mengetahui pandangan madzhab Syafi’i tentang praktik jual beli berbasis informasi dan teknologi elektronik? 2) Untuk menganalisis fatwa mengenai praktik jual beli berbasis informasi dan teknologi elektronik dalam pandangan madzhab Syafi’i?

D. Kegunaan Penelitian Adapun kegunaan penelitian ini adalah: 1) Manfaat praktis : Hasil penelitian ini dapat dijadikan pertimbangan dalam menyusun fatwa praktik jual beli yang berbasis informasi dan teknologi elektronika agar sesuai dengan Syari’ah. Mengingat fiqih Indonesia sangat kuat diwarnai pandangan dari madzhab Syafi’i, maka penelitian ini diharapkan manfaat praktis juga dapat membantu pembentukan fiqih Indonesia khususnya dalam jual beli yang berbasis informasi dan teknologi elektronik.

5

2) Manfaat akademis : Dapat membantu mengembangkan konsep fiqih jual beli yang berbasis informasi dan teknologi elektronik.

E. Tinjauan Pustaka Untuk mengetahui seperti apa Jual Beli dalam Islam, maka penulis akan membandingkan beberapa pendapat terkait hukum jual beli yang diwakili oleh pendiri madzhab yaitu Imam asy-Syafii7, pengikut madzhab Syafii yaitu Imam alGhazali8 dan Imam an-Nawawi9, Imam ath-Thahawi10 yang berasal dari madzhab Hanafi sebagi pembanding serta Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili dan Dr. Musthafa al-Bugha et. al. sebagai ulama fiqih kontemporer. Serta penulis menyampaikan pula pengertian dari Jual Beli dan Transaksi Elektronik berdasarkan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Dalam karya utamanya yang berjudul al-Umm Imam asy-Syafi’i mendefinisikan Jual Beli yang sah secara hukum Islam adalah sebagai berikut:

7

Al-Imam asy-Syafi’i, 150-204 H, 767-820 M, Muhammad bin Idris bin al-Abbas bin Utsman bin Syafi al-Hasyimi al-Qursy al-Muthallabi, Abu Abdillah : Salah seorang Imam yang empat golongan Sunni. Dan kepadanya disandarkan Madzhab Syafiiyah seluruhnya, Dilahirkan di Gazza Palestina, lalu pindah ke Mekkah pada waktu umur dua tahun.Mendatangi Baghdad dua kali, lalu menuju Mesir pada tahun 199 H dan meninggal dunia di Mesir. (al-A’lam Qamus Tarajim, Hal. 26, Juz 6) 8 Al-Ghazali, 450-505 H, 1058-1111 M, Muhammad bin Muhammad bin Muhammad al-Ghazali, ath-Thusi, Abu Hamid, Hujjatul Islam, Filosof, Sufi, mempunyai 200 buku. Dilahirkan dan wafat di ath-Thabiran, Dataran Thus Khurasan, lalu pergi ke Naisapur, Baghdad, Hijaz, Syam, Mesir, lalu kembali ke kampung halamannya. (al-A’lam Qamus Tarajim, Hal. 22, Juz 7) 9 An-Nawawi, 631-676 H, 1233-1277 M, Yahya bin Syarf bin Muri bin Hasan al-Khuzami alHurani, an-Nawawi, asy-Syafi’i, Abu Zakaria, Muhyiddin : Ulama Fiqh dan Hadits. Dilahirkan dan wafat di Nawa Desa Huran Syria, dan kepadanya di nisbatkan., belajar di Damaskus, dan lama tinggal disana. (al-A’lam Qamus Tarajim, Hal. 149, Juz 8) 10 Ath-Thahawi, 239-321 H, 853-933 M, Ahmad bin Muhammad bin Salamah bin Salmah al-Azdi ath-Thahawi, Abu Ja’far: Ulama Fiqh dan merupakan pendiri madzhab Hanafi di Mesir, Dilahirkan dan dibesarkan di Thaha di dataran tinggi Mesir, awal mula mempelajari madzhab Syafi’i, lalu pindah ke dalam madzhab Hanafi. Pindah ke Syam tahun 268 H dan bertemu Ahmad bin Thulun yang merupakan teman dekatnya, wafat di Kairo, dan merupakan keponakan al-Mazni. (al-A’lam Qamus Tarajim, Hal. 206, Juz 1)

6

‫إذا كانت برضا املتبا يعني اجلائزي األمر فيما تبايعا إال ما هنى عته رسول هللا صلى هللا‬ ‫ وما كان يف معىن ما هنى عنه رسول هللا صلى هللا عليه وسلم حمرم بإذنه‬,‫عليه وسلم منها‬ ‫ وما فارق ذلك أحبناه مبا وصفنا من إباحة البيع يف كتاب هللا‬,‫داخل يف املعىن املنهي عنه‬ 11

.‫تعاىل‬

“Apabila ada kerelaan antara penjual dan pembeli dalam hal jual beli yang diperbolehkan oleh agama, kecuali jual beli dalam hal yang dilarang oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Dan jual beli yang yang dilarang oleh Rasulullah termasuk jual beli haram dan dilarang pelaksanaannya. Dan jual beli yang menjauhi larangan Rasul adalah diperbolehkan seperti yang telah disebutkan tentang kebolehan jual beli dalam Al-Quran” Dari definisi di atas maka Jual Beli menurut Imam asy-Syafi’i harus memiliki unsur kerelaan dan harus sesuai dengan yang telah dicontohkan oleh Rasulullah. Jual Beli yang tidak memiliki unsur tersebut maka termasuk Jual Beli yang dilarang oleh Islam. Dan beliau menambahkan pula:

‫وما لزمه اسم بيع بوجه أنه ال يلزم البائع واملشرتي حىت جيمعا أن يتبايعاه برضا منهما‬ 12

11 12

.‫بالتابع به‬

Muhammad Idris asy-Syafi’I, al-Umm (ar-Riyadl: Baitul Afkar ad-Dauliyyah), hal. 438. Ibid.

7

“Dan yang bisa disebut dengan Jual Beli adalah tidak terjadinya jual beli kecuali bersatunya antara penjual dan pembeli. Serta berjual beli dengan kerelaan pada diri masing-masing atas apa yang diperjual belikannya”. Imam asy-Syafi’i berpendapat bahwa Jual Beli harus berkumpulnya antara penjual dan pembeli di satu tempat. Sedangkan Imam al-Ghazali mendefinisikan Jual Beli adalah sebagai berikut: 13

.‫كون البيع سببا إلفادة امللك‬

“Terjadinya Jual Beli merupakan sebab untuk memiliki” Juga beliau berpendapat bahwa Jual Beli harus ada hal berikut: 14

.‫العاقد واملعقود وصيغة العقد‬

“Adanya penjual, pembeli serta akad jual beli”. Dengan Jual Beli menurut Imam al-Ghazali kita dapat mempunyai hak memiliki atas suatu barang dan bisa memanfaatkannya sepenuh hati kita, namun dalam Jual Beli tersebut haruslah ada Penjual, Pembeli dan Akad Jual Beli. Imam al-Ghazali tidak mensyaratkan adanya pertemuan antara penjual dan pembeli ketika Akad Jual Beli. Dalam Ijab dan Qabul Imam al-Ghazali menjelaskan bahwa intinya adalah saling ridho atas Jual Belinya beliau berkata: 15

13 14

.‫فأن األصل هو الرتاضي‬

Muhammad bin Muhammad al-Ghazali, al-Wasith fil Madzahib (Dar as-Salam), hal. 1, juz 3S. Idem., hal, 3.

8

“Sesungguhnya asal Ijab dan Qabul adalah saling ridho (antara penjual dan pembeli). Untuk membedakan antara Ijab Qabul dalam nikah dan Jual Beli, beliau berpendapat:

‫ فالظاهر عندي‬,‫أما النكاح ففيه تعبد للشرع يف اللفظ وأما البيع املقيد باإلشهاد وغيه‬ 16

.‫االنعقاد‬

“Dalam nikah terdapat unsur ibadah yang disyariatkan dalam pengucapan Ijab Qabul, sedangkan dalam Jual Beli merupakan keterikatan karena persaksian dan yang lainnya, yang jelas menurutku adalah terjadinya transaksi”. Dalam nikah Ijab Qabul dimaksudkan sebagai ikrar yang bernilai ibadah, sedangkan dalam Jual Beli Ijab Qabul merupakan keterikatan dengan persaksian dari transaksi yang terjadi. Beliau berpendapat pula yang boleh melakukan Jual Beli adalah orang yang mempunyai kemampuan untuk Jual Beli, beliau berkata: 17

.‫فتصرفات الصيب واجملنون بإذن الويل ودون إذنه وبالغبطة والغبينة باطلة‬

“Jual Beli anak kecil dan orang gila, baik dengan izin ataupun tanpa izin walinya, baik dengan Jual Beli secara jujur atau curang tetap saja Jual Belinya batal”.

15

Idem., hal. 8. Idem., hal. 10. 17 Idem., hal. 12. 16

9

Anak kecil dan orang gila Jual Belinya tidak sah, walaupun mereka berjual beli dengan izin dari walinya. Walaupun anak kecil atau orang gila tersebut berjual beli dengan benar tidak curang tetap saja Jual Belinya tidak sah. Imam

an-Nawawi

ketika

menafsirkan

tentang

ayat

yang

memperbolehkannya Jual Beli, beliau berpendapat bahwa yang dinamakan penjualan haruslah melewati masa Khiar, sebagaimana pendapat beliau : 18

.‫أن املبيع بيعا صحيحا يصي بعد انقضاء اخليار ملكا للمشرتي‬

“Sesungguhnya yang dijual karena penjualan yang sah menjadi milik pembeli setelah selesainya masa khiar” Dalam Jual Beli Imam an-Nawawi menjelaskan bahwa Jual Beli haruslah ada tiga hal ini, yaitu: 19

.‫أركان البيع ثالثة العاقدان والصيغة واملعقود عليه‬

“Rukun Jual Beli ada tiga, yaitu dua orang yang berakad, kalimat ijab qabul dan yang diakadkan”. Adanya penjual dan pembeli, adanya kalimat Ijab dan Kabul dan adanya barang yang diperdagangkan. Menurut Imam an-Nawawi seorang penjual dan pembeli ataupun orang yang akan melakukan akad apa saja haruslah memenuhi syarat dibawah ini:

18 19

Muhyiddin bin Syarf an-Nawawi, al-Majmu’ (Dar al-Fikr), hal 148, juz 9. Idem., hal. 149.

10

‫والشروط العاقد أن يكون بالغا عاقال خمتارا بصيا غي حمجور عليه ويشرتط إسالم‬ 20

.‫املشرتي إن كان املبيع عبدا مسلما‬

“Dan syarat orang yang berakad haruslah mencapai usia balig, berakal, tidak terpaksa, bisa melihat, tidak ditawan. Dan disyaratkan islamnya seorang pembeli apabila penjualnya seorang hamba sahaya muslim”. Dapat diambil pelajaran, bahwa anak kecil, orang gila, orang yang dipaksa, orang buta dan tawanan tidak berhak untuk melakukan akad; dikarenakan kekurangan dalam syarat yang bisa mempertanggungjawabkan akan akad yang akan dilakukannya. Imam an-Nawawi menambahkan syarat keislaman bagi pembeli yang akan membeli barang dari seorang hamba sahaya yang muslim. Sedangkan orang mabuk bisa disahkan akadnya, seperti fatwa Imam anNawawi berikut ini: 21

.‫السكران فاملذهب صحة بيعه وشرائه وسائر عقوده‬

“Orang Mabuk menurut madzhab Syafi’i sah Jual Belinya dan sah akad lainnya juga”. Untuk anak kecil Imam an-Nawawi menganggap bahwa Jual Belinya tidaklah sah baik untuk dirinya ataupun orang lain. Beliau menjelaskanya: 22

20 21

Ibid. Idem., hal. 155.

.‫الصيب فال يصح بيعه والشراؤه وال إجارته وسائر عقوده اللنفسه واللغيه‬

11

“Anak kecil tidaklah sah Jual Belinya, sewanya dan akad lainnya; baik bagi dirinya ataupun orang lain”. Selain itu pula Imam an-Nawawi mensyaratkan barang yang dijual itu haruslah barang suci bukan barang haram, bisa bermanfaat tidak memberikan madlarat, bisa diketahui bukan barang yang gaib, bisa dihitung atau diukur bukan barang khayalan, dan bisa dimiliki, seperti yang beliau katakan:

‫وشروط املبيع مخسة أن يكون طاهرا منتفعا به معلوما مقدورا على تسليمه مملوكا ملن يقع‬ 23

.‫العقد له‬

“Dan syarat barang yang dijual adalah: harus suci, bermanfaat, dapat diketahui, dapat diukur ketika diserahkan, dapat dimiliki oleh orang yang berakad”. Dan masih menurut beliau, orang yang akan melakukan dagang atau Jual Beli haruslah mengerti tentang hukum-hukum dagang dan akad lainnya:

‫أن من أراد التجارة لزمه أن يتعلم أحكامها فيتعلم شروطها وصحيح العقود من فاسدها‬ 24

.‫وسائر أحكامها‬

“Sesungguhnya orang yang bermaksud untuk berdagang wajib baginya mengetahui

hukum-hukumnya,

mengetahui

syarat-syaratnya,

kesahihan dan kecacadan suatu akad, dan hukum-hukum lainnya”.

22

Ibid. Idem., hal. 153. 24 Idem., hal. 154. 23

mengetahui

12

Sedangkan

Imam

ath-Thahawi

yang

beraliran

madzhab

Hanafi

mendefinisikan Jual Beli sebagai berikut:

‫وإذا تعاقد الرجالن البيع اجلائز بينهما بال خيار اشطرته فيه واحد منهما فليس لواحد‬ 25

.‫منهما فسخه بعد ذلك تفرق بأبداهنا عن موطن البيع أو مل يتفرق‬

“Apabila dua orang melakukan akad Jual Beli yang diperbolehkan dan tidak mensyaratkan suatu apapun dalam Jual Belinya, maka Jual Belinya tidak akan batal (walau) saling berpisah satu sama lain atau masih tetap bersama dalam satu tempat”. Jual Beli dalam madzhab Hanafi hendaklah dilaksanakan dalam satu tempat yang terjadi pertemuan antara penjual dan pembelinya. Dan dalam Jual Beli tersebut antara penjual dan pembeli tidak mensyaratkan apapun dalam Jual Belinya. Beliau juga menjelaskan bahwa Jual Beli yang tidak sesuai ketentuan, maka Jual Beli tersebut tidak sah dilakukan:

‫ وان قبضه‬,‫ومن اشرتى شيئا شراء فاسدا فلم يقبضه بأمر بائعه مل خيرج من ملك بائعه‬ 26

.‫ فملكه عليه ملك فاسد‬,‫بأمر بائعه خرج من ملكه إىل ملك مبتاعه منه‬

“Barangsiapa yang membeli sesuatu dengan cara pembelian yang tidak sah, maka barang tersebut tidak dapat diambil dan tetap menjadi milik dari 25

Ahmad bin Muhammad ath-Thahawi, Mukhtashar ath-Thahawi (Hiderabad: Lajnah Ihya alMa’arif an-Nu’maniyyah), hal 74. 26 Idem., hal. 86.

13

penjualnya. Dan apabila barang tersebut diterima karena Jual Beli seperti tadi, maka barang tersebut menjadi milik pembeli namun kepemilikannya adalah kepemilikan yang cacat”. Imam ath-Thahawi berpendapat dalam praktek Jual Beli hendaklah mengikuti ketentuan syariat yang berlaku dan tidak boleh berlaku curang dalam Jual Beli. Apabila dalam Jual Beli ditemukan kecurangan maka kepemilikannya tidaklah sah walaupun barang tersebut sudah di tangan pembeli. Prof. Dr. Wahbah Az-Zuhaili dalam karyanya yang fenomenal “al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu” menjelaskan bahwa jual beli dalam pengertian bahasa adalah : 27

.‫مقابلة شيء بشيء‬

"Menukarkan suatu barang dengan barang lainnya”. Menurut beliau Jual Beli dalam pengertian bahasa sama saja dengan saling menukar antar barang atau barter. Sedangkan menurut istilah beliau menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan Jual Beli adalah : 28

.‫العقد املركب من اإلجياب والقبول‬

“Akad yang kompleks terdiri dari Ijab dan Qabul”. Prof. Dr. Wahbah al-Zuhaili beranggapan bahwa yang dinamakan Jual Beli itu suatu akad yang kompleks yang diharuskan terjadinya Ijab atau kata

27

Wahbah az-Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu (Damascus: Dar al-Fikr, 2004) hal. 3304, juz 5. 28 Idem., hal. 3306.

14

penyerahan dan juga Qabul atau kata penerimaan. Tanpa adanya Ijab dan Qabul maka menurut beliau tidaklah dinamakan dengan Jual Beli. Dalam Jual Beli Prof. Dr. Wahbah al-Zuhaili menjelaskan bahwa mayoritas para ulama sepakat Jual Beli mempunyai tiga rukun, yaitu: 29

)‫عاقد (بائع و مشرت) ومعقود عليه ( مثن مثمن) وصيغة (إجياب وقبول‬

“Yang melakukan akad (Penjual dan Pembeli), yang diakadkan (harga dan barang yang dihargakan), dan bentuk akad (Ijab dan Qabul)”. Menurut beliau mayoritas para ulama berpendapat bahwa dalam Jual Beli haruslah terkumpul 3 unsur di atas, apabila satu saja tidak ditemukan, maka Jual Beli tersebut dinyatakan tidak sah. Dr. Musthafa al-Bugha, Dr. Musthafa al-Khin dan Ali asy-Syarbaji dalam buku “al-Fiqh al-Manhaji” menjelaskan hukum fiqih secara ringkas namun padat. Menurut mereka yang dimaksud dengan Jual Beli dalam bahasa adalah: 30

.‫مقابلة شيء بشيء سواء أكانا مالني أم ال‬

“Menukarkan suatu barang dengan barang lainnya, sama saja berupa harta benda atau bukan”. Dalam pengertian Jual Beli menurut bahasa, Dr. Musthafa al-Bugha sepakat dengan pengertian yang dipaparkan oleh Prof. Dr. Wahbah al-Zuhaili.

29

Idem., hal. 3309. Musthafa al-Bugha, et. al., al-Fiqh al-Manhaji (Damascus: Dar al-‘Ulum al-Insanisyyah, 1989) hal. 5, Juz 6. 30

15

Namun Dr. Musthafa al-Bugha menambahkan bahwa pengertian Jual Beli menurut bahasa bisa pula pertukaran benda yang berharga ataupun bukan. Sedangkan Jual Beli menu...


Similar Free PDFs