CYSTIC FIBROSIS (Makalah) PDF

Title CYSTIC FIBROSIS (Makalah)
Author Farida Fakhrunnisa
Pages 24
File Size 701 KB
File Type PDF
Total Downloads 330
Total Views 360

Summary

Penyakit Kelainan Genetik CYSTIC FIBROSIS Makalah ini dibuat untuk memenuhi nilai tugas mata kuliah Biologi Molekuler Disusun oleh: Oktrya Lidayya 1606965664 Farida Fakhrunnisa 1606965612 Deantari Karliana 1606965594 Dosen Pengampu Mata Kuliah Biologi Molekuler Prof. Dr. Amarila Malik, M.Si., Apt. P...


Description

Penyakit Kelainan Genetik CYSTIC FIBROSIS Makalah ini dibuat untuk memenuhi nilai tugas mata kuliah Biologi Molekuler

Disusun oleh: Oktrya Lidayya

1606965664

Farida Fakhrunnisa

1606965612

Deantari Karliana

1606965594

Dosen Pengampu Mata Kuliah Biologi Molekuler Prof. Dr. Amarila Malik, M.Si., Apt.

Program Pascasarjana Ilmu Kefarmasian Fakultas Farmasi Universitas Indonesia Depok 2017

I.

Pendahuluan Cystic fibrosis (CF) merupakan penyakit paling umum yang mematikan, termasuk penyakit genetic yang diturunkan oleh populasi ras putih atau kaukasia. Penyakit CF melibatkan kelenjar eksokrin sehingga

akan

mempengaruhi berbagai system organ. Penyakit ini diwariskan melalui autosomal resesif karena adanya mutasi pada gen yang mengkodekan protein Cystic Fibrosis Conductance Transmembran Regulator (CFTR), protein membran yang mengatur perpindahan ion melalui selaput sel. Keabnormalan tersebut menjadikan perpindahan ion klorida (Cl-) dan ion natrium (Na+) terganggu. Akibatnya terjadi dehidrasi dan pengentalan sekresi. Selain itu juga menjadikan tubuh meproduksi cairan yang kental dan lengket (lendir) (Hodson M, Geddes D, Bush, A. 2007; Milavetz, G. 2008). Secara umum, insiden atau prosentase kejadian terjadinya CF yaitu 1 : 2500. Pada sebuah keluarga dengan orang tua pembawa gen kelainan tersebut yang bersifat heterozigot, keturunannya memiliki kesempatan 1 : 4 (25%) memiliki penyakit CF, 1;2 (50%) menjadi pembawa, (carrier) dan 1 : 4 (25%) berkesempatan memiliki gen normal. Di Inggris, populasi yang memiliki sifat carrier sekitar 5%. Frekuensi di ras lain sangat kecil, yatu 1 dari 17000 orang ras kulit hitam dan 1 dari 90.000 di populasi Asia (Hodson M, Geddes D, Bush, A. 2007; Milavetz, G. 2008). Mutasi dari penyakit CF yang paling umum teridentifikasi di dunia adalah mutasi tidak adanya fenilalanin di posisi 508 dari protein CFTR, disebut sebagai alel F508del (sebelumnya dikenal dengan nama ΔF508). Prosentase mutasi secara global sebesar 66%, diikuti oleh mutasi G451X dan G551D dengan prosentase masing – masing 2,4% dan 1,6%. Mutasi F508del yang terdeteksi di Eropa Utara sebanyak 70%, 74,6 % pada Australasians yang berasal dari Eropa, di Amerika Tengah hanya 45 % dan di timur Tengah 28,5% (Hodson M, Geddes D, Bush, A. 2007).

1

II.

Etiologi a. Struktur Gen CFTR BI (Hodson M, Geddes D, Bush, A. 2007) Cystic fibrosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh mutasi gen pengkode protein Cystic Fibrosis Conductance Transmembran Regulator (CFTR). Gen terdiri 27 ekson coding, yang mencakup lebih dari 250 kb pada kromosom 7q31.2, dan transkrip 6,5 kb. Sekuen perbandingan antara alel dari orang tua dan pasien teruangkap CF mutasi besar, penghapusan 3 – bp, menyebabkan

protein

kehilangan

phenylalanin pada posisi 508 (ΔF508). Sebagian besar kromososm pembawa mutasi ΔF508 meberikan haplotipe yang sama (seri alel yang ditemukan pada lokus terkait pada kromosom tunggal), yang langka di populasi normal, menunjukkan bahwa mutasi ΔF508 terjadi hanya sekali.

Gambar 1. Letak Gen CFTR dalam kromosom 7

Gambar 2. Diagram Skematik gen CFTR (a) Struktur gen CFTR. (b) Prediksi domain pada polipeptida CFTR. (c) Topologi dari protein CFTR relatif terhadap membran sitoplasma dan posisi mutasi yang paling umum, F508del .

2

Protein yang dikode oleh CFTR merupakan protein untuk kanal klorida (Cl-) di memberan apical sel epitel eksokrin. Protein tersebut terdiri dari 1.480 asam amino dengan berat molekul 170 kDa. Protein terdiri dari lima domain : dua membrane – spaining domain (MSD1 dan MSD2) yang masing – masing terdiri dari enam segmen transmembran (TM1 – TM12) yang memebrntuk saluran, dua nucleotide binding domain (NBD1 dan NBD2) yang mampu menghidrolisis ATP dan sebagai pengontrol kanal ion (membuka – menutup), dan Regulatory domain (R), yang berisi banyak sisi fosforilasi untuk aktivasi CFTR. Struktur protein ini menunjukkan bahwa CFTR merupakan bagian dari ATP – binding cassette (ABC) protein transporter. Konsisten dengan struktur yang ditemukan bahwa fosforilasi sisi pada domain R oleh protein kinase A, diregulasi oleh cyclic adenosine monophosphate (cAMP), dan hidrolisis ATP oleh NBDs yang penting untuk aktivasi kanal klorida. Selain fungsi CFTR untuk kanal klorida, juga memiliki efek terhadap peningkatan sejumlah protein. CFTR juga memiliki peran dalam memodifikasi fungsi dan sifat dari transporter ion lainnya, yaitu kanal Natrium dan potassium (Na+ dan K+) dan pertukaran Cl-/HCO3- (Hodson M, Geddes D, Bush, A. 2007; Derichs, Nico. 2013; Bush A, et al. 2006)

b.

Pembentukan CFTR CFTR dibentuk di dalam nukleus. Mulanya gen CFTR ditrasnkripsi

menjadi pre – RNA, kemudian mengalami pemotongan dan penyambungan (RNA splicing). RNA splicing merupakan proses poliadenilasi (penambahan gugus poli – A pada ujung 3’ mRNA) dan penambahan tudung (cap) pada ujung 5’ mRNA. mRNA ini memiliki panjang 6.129 bp dan akan keluar nukleus menuju reticulum endoplasma (RE) setelah matang. Di dalam RE mRNA akan ditranslasi menjadi rantai asam amino (bentuk primer) dan kemudian menjadi rantai asam amino dalam bentuk tersier (tiga dimensi). Kumpulan asam amino yang menjadi protein kemudian akan keluar dari RE ke Aparatus golgi untuk dibentuk menjadi vesikula. Selanjutnya vesikula akan keluar ke menbran sel dan mulai berfungsi sebagai kanal klorida.

3

Gambar 3. Proses biosintesis kanal klorida (Protein CFTR) dalam sel.

c.

Aktivasi Protein CFTR CFTR diaktifkan di membrane sel melalui perantara cyclic AMP

(cAMP). (Hodson M, Geddes D, Bush, A. 2007; Derichs, Nico. 2013; Bush A, et al. 2006) Menurut Cheng et al, ada empat asam amino serin (660, 737, 795 dan 813) dalam domain R yang difosforilasi setelah pengaktifan cAMP dependent protein kinase (PKA). Tahapan pengaktivannya diawali dengan cAMP menstimulus pengaktivan PKA sehingga PKA akan memfosforilasi satu atau lebih amino domain R, pada tahap ini kanal ion belum membuka. Selanjutnya ATP berikatan dengan Nucleotida Binding Domain 1 dan 2 (NBD1 dan NBD2) sehingga akan mengubah konformasi kanal CFTR dan kanal ion terbuka. Kanal CFTR akan tertutup kembali ketika ATP menjadi ADP (Hodson M, Geddes D, Bush, A. 2007; Derichs, Nico. 2013; Bush A, et al. 2006).

4

Gambar 4. Proses Aktivasi Kanal CFTR

d.

Mutasi CFTR Sejauh ini, lebih dari 1300 urutan variasi atau mutasi yang terlibat

dalam penyakit CF telah teridentifikasi. F508del (sebelumnya ΔF508) ditemukan pada sekitar 70% pada kromosom pasien CF di seluruh dunia, meskipun variasi antar suatu etnik atau ras berbeda – beda. Klasifikasi Mutasi CFTR terbagi menjadi lima kelas. Kalsifikasi ini didasarkan pada penyebab dari mutasinya. 1. Kelas I : Kerusakan Sintesin Protein Mutasi kelas I merupakan mutasi yang berkaitan dengan gangguan sintesi protein CFTR dengan jenis mutasi nonsense dan frameshift. Mutasi tersebut mengarah pada pembentukan Premature Termination Codons (PTCs). PTCs (W1282X, G542X) memiliki frekuensi kejadian yang tinggi dalam populasi. Mutasinya menghasilkan protein yang tidak lengkap, akan tetapi saat ini diketahui memberikan efek tambahan pada transkrip pembawa mutasi. PTCs menjadikan terjadinya penurunan secara drastis waktu paruh mRNAs mutan oleh jalur nonsense – mediated mRNA decay (NMD) dan merubah pola spilicing pre – mRNA. Akibatnya, protein pengkode CFTR yang dihasilkan menjadi sedikit bahkan tidak ada (Hodson M, Geddes D, Bush, A. 2007; Derichs, Nico. 2013; Bush A, et al. 2006).

2. Kelas II : Gangguan pada pemrosesan protein Mutasi kelas II berkaitan dengan terganggunya pemrosesan protein. Selama proses yang lengkap dalam

translasi protein CFTR, protein normal

mengalami beberapa tahap proses dalam

5

retikulum endoplasma dan

aparatus golgi. Proses ini termasuk glikosilasi dan pelipatan yang membuat protein mampu untuk di-trafficking ke membran sel. Mutasi kelas II ini menyebabkan gangguan dalam proses ini, sehingga menyebabkan degradasi protein tidak normal yang dihasilkan. Mutasi paling utama adalah delesi tiga nulkeotida yang menyebabkan hilangnya fenilalanin pada posisi asam amino ∆F508.Konsekuensinya protein ini tetap berada di retikulum endoplasma dan

kemudian didegradasi

karena dianggap tidak normal.

Teori baru – baru ini ditemukan bahwa protein ∆F508 CFTR mencapai membrane plasma, menjalani internalisasi abnormal dan daur ulang ke dalam membran. Namun, sebagian besar protein ∆F508 diinternalisasi akan ditandai untuk degradasi dan tidak akan didaur ulang ke dalam membran. Proses ini semakin mengurangi tingkat protein yang rusak dalam membran (Hodson M, Geddes D, Bush, A. 2007; Derichs, Nico. 2013; Bush A, et al. 2006).

3. Kelas III : Gangguan pada regulasi Mutasi kelas III menyebabkan produksi protein yang mencapai membran plasma, namun regulasinya rusak, sehingga mereka tidak dapat diaktifkan oleh ATP atau cAMP. Mutasi kelas ini mencegah aktivasi CFTR dengan mencegah pengikatan dan hidrolisis ATP yang penting untuk transport ion. Dengan demikian jumlah CFTR normal, namun tidak berfungsi (Hodson M, Geddes D, Bush, A. 2007; Derichs, Nico. 2013; Bush A, et al. 2006).

4. Kelas IV : Penurunan Konduktansi Mutasi ini biasanya muncul pada domain transmembran CFTR yang membentuk kanal ionik untuk transport klorida. Jumlah CFTR di apikal membran normal namun terjadi penurunan fungsi (Hodson M, Geddes D, Bush, A. 2007; Derichs, Nico. 2013; Bush A, et al. 2006).

5. Kelas V : Penurunan jumlah protein CFTR Mutasi V memiliki system produksi protein yang normal akan tetapi jumlahnya berkurang. Mutasi ini mempengaruhi daerah pemotongan atau

6

promoter CFTR sehingga menyebabkan penurunan

produksi normal

protein. Sehingga menyebabkan pengurangan transkripsi dan substitusi asam amino yang menyebabkan pematangan protein menjadi tidak efisien. Namun mayoritas mutasi dalam kelas ini adalah splicing mutation, yang mempengaruhi proses normal splicing pre-mRNA dan menurunkan jumlah mRNA yang di-splicing dengan benar, misalnya dengan pemotongan sebagian ekson atau inklusi sekuens intron (Hodson M, Geddes D, Bush, A. 2007; Derichs, Nico. 2013; Bush A, et al. 2006).

7

Gambar 5. Klasifikasi Mutasi (Boyle, MP. DeBoeck, K. 2013)

8

Tipe Mutasi yang terjadi pada Cystic Fibrosis 1. Nonsense Mutation Mutasi nonsense merupakan mutasi yang terjadi karena perubahan satu pasangan basa DNA yang menyebabkan perubahan urutan basa DNA. Perubahan ini menyebabkan munculnya premature stop codon, akibatnya protein yang dihasilkan tidak lengkap dan protein tidak berfungsi (Genetics Home Reference. 2017b). Gambaran dari mutasi nonsense yaitu :

Gambar 6. Nonsense Mutation (Genetics

Home Reference. 2017b)

Pada Cystic Fibrosis mutasi nonsense terjadi di Mutasi Kelas I yang menyebkan protein CFTR yang dihasilkan tidak lengkap. Contoh mutasi nonsense pada Cystic Fibrosis yaitu : Tabel 1. Mutasi Nonsesns pada Cystic Fibrosis (http://www.genet.sickkids.on.ca)

Protein Name

Legacy Name

Region

Description

Consequence

p.Glu479X

E479X

exon 11

G to T at 1567 Glu to Stop at 479

p.Gly486X

G486X

exon 11

G to T at 1588 Gly to Stop at 486

p.Ser489X

S489X

exon 11

C to A at 1598

Ser to Stop at 489

p.Lys536X

K536X

exon 12

A to T at 1738

Lys to Stop codon at 536

p.Gly542X

G542X

exon 12

G to T at 1756 Gly to Stop at 542

p.Glu664X

E664X

exon 14

G to T at 2122 Glu to Stop at 664

9

2. Frameshift Mutation Mutasi frameshift terjadi karena adanya penambahan atau hilangnya basa DNA sehingga mengakibatkan perubahan pembacaan basa DNA. Mutasi frameshift akan menggeser pengelompokan pembacaan basa yang akan diubah ke asam amino (setiap asam amino dikode oleh 3 basa) (Genetics Home Reference. 2017b). Protein yang dihasilkan seringkai masih berfungsi, akan tetapi dapat juga menghasilkan protein rantai pendek atau unstable truncated RNA karena adanya premature stop codon.

Gambar 7. Frameshift Mutation (Genetics Home Reference. 2017b)

Mutasi frameshift di Cystic Fibrosis termasuk Mutasi Kelas I yang menghasilkan premature stop codon, sehingga proteinnya tidak lengkap. Contohnya yaitu : Tabel 2. Mutasi Frameshift pada Cystic Fibrosis (http://www.genet.sickkids.on.ca)

Protein Name p.Ser478X p.Lys483X

Legacy Name

Region

Description

1565 del CA exon 11

deletion of CA from 1565

Frameshift

insertion of T at 1576

Framshift

1576insT

exon 11

p.Gln552Hisfs X7

1787delA

deletion of A at exon 12 position 1787 or 1788

p.Phe640X

2051delTT

exon 14

10

deletion of TT from 2051

Consequence

frameshift, stop codon at 558 Frameshift

3. Missense Mutation Missense mutation adalah mutasi karena danya perubahan satu basa DNA yang menjadikan perubahan asam amino yang dihasilkan dan protein uang terbentuk juga ikut berubah (Genetics Home Reference. 2017b). Gambaran dari mutasi missense yaitu sebagai berikut :

Gambar 8. Missense Mutation (Genetics Home Reference. 2017b)

Mutasi missens di Cystic Fibrosis termasuk Mutasi Kelas II - IV yang menghasilkan perubahan asam amino yang dihasilkan.Protein yang dihasilkan memiliki panjang yang sesuai (Full – Length CFTR RNA). Mutasi setiap kelas menghasilkan kerusakan yang berbeda. Hal ini terjadi karena masing masing mutasi dari Kelas II – IV terjadi pada domain CFTR yang berbeda. Contoh masing – masing kelas mutasi yaitu : a. Mutasi Kelas II Mutasi Kelas II terjadi di domain NBD 1 dan NBD 2. Mutasi pada NBD 1 dan 2 menghasilkan rantai RNA yang lengkap akan tetapi protein yang dihasilkan dianggap cacat sehingga dilisikan oleh protease sebelum mencapai ke membrane sel. Berikut contoh mutasi missens pada Mutasi Kelas II :

11

Tabel 3. Mutasi Missens Kelas II pada Cystic Fibrosis (http://www.genet.sickkids.on.ca)

Protein Name

Legacy Name

Region

Description

Consequence

p.Asn1303Lys

N1303K

exon 24

C to G at 4041

Asn to Lys at 1303

[delta]F508

exon 11

deletion of 3 bp between 1652 and 1655

deletion of Phe at 508

F508C

exon 11

T to G at 1655

Phe to Cys at 508

p.Phe508del

p.Phe508Cys

b. Mutasi Kelas III Mutasi Kelas III terjadi di domain NBD 1 Mutasi pada NBD 1 menghasilkan rantai RNA yang lengkap dan mengasilkan protein CFTR yang dapat menembus membrane sel. Akan tetapi, protein tidak berfungsi dengan baik, tidak dapat berikatan dengan ATP sehingga kanal tidak dapat membuka dan menutup. Hal tersebut mengakibatkan Cl- tidak dapat dipompakan. Berikut contoh mutasi missens pada Mutasi Kelas III : Tabel 4. Mutasi Missens Kelas III pada Cystic Fibrosis (http://www.genet.sickkids.on.ca)

Protein Name

Legacy Name

Region

Description

Consequence

p.Gly551Ser

G551S

exon 12

G to A at 1783

Gly to Ser at 551

p.Gly551Asp

G551D

exon 12

G to A at 1784

Gly to Asp at 551

p.Ser549Asn

S549N

exon 12

G to A at 1778

Ser to Asn at 549

c. Mutasi Kelas IV Mutasi kelas ini terjadi di domain MSD 1 dan MSD 2. MSD 1 dan MSD 2 merupakan domain yang memiliki 12 segmen transmembran yang 12

membentuk saluran lapisan residu dan

memiliki peran utama dalam

pengaturan fungsi pori kanal klorida. Mutasi pada bagian MSD 1 dan 2 mengakibatkan kecacatan pada pori kanal klorida, terjadi penurunan kemampuan dalam memompa ion klorida. Berikut contoh mutasi missens pada Mutasi Kelas IV: Tabel 5. Mutasi Missens Kelas IV pada Cystic Fibrosis (http://www.genet.sickkids.on.ca)

Protein Name

Legacy Name

Region

Description

Consequence

p.Gly126Asp

G126D

exon 4

G to A at 509

Gly to Asp at 126

p.Ser364Pro

S364P

exon 8

T to C at 1222

Ser to Pro at 364

p.Asp924Asn

D924N

exon 17

G to A at 2902

Asp to Asn at 924

4. Splicing defect Splicing defect merupakan mutasi yang terjadi pada Kelas V. mutasi ini menyebabkan kesalahan dalam proses pemotongan intron. Penambahan basa timidin pada akseptor site di intron 8, menyebabkan terjadinya kesalahan splicing (Splicing defect), sehingga exon 9 ikut terpotong, yang akan menyebabkan kecacatan gen CFTR (Claustres, M. 2004).

Gambar 9. Splicing Defect (Claustres, M. 2004)

13

Mutasi CFTR pada populasi tertentu (Hodson M, Geddes D, Bush, A. 2007) Tabel 6. Mutasi CFTR pada beberapa populasi

14

Keparahan Penyakit pada CF (Elborn, J Stuart. 2016) Tabel 7. Onset penyakit Cystic Fibrosis berdasar peningkatan Umur

III.

Patofisiologi dan Patogenesis a. Hubungan Kelas Mutasi dan Patofisiologi Penyakit Pada CF

Gambar 6. Hubungan fungsi CFTR dan konsentrasi klorida pada pasien CF (Derichs, Nico. 2013)

Pasien dengan Cystic Fibrosis kelas mutasi I-III mempunyai fungsi CFTR dari sangat kurang hingga tidak ada yang menyebabkan insufisiensi pankreas serta semakin tingginya konsentrasi klorida pada keringat. Sedangkan pada pasien Cystic Fibrosis dengan kelas mutasi IV-V, fungsi pakreas masih dapat berjalan dengan baik yang diikuti dengan kadar klorida dalam keringat yang tidak begitu tinggi dibandingkan kelas mutasi I-III. Sehingga penyakit penyerta lain lebih dapat muncul pada kelas mutasi I-III (Derichs, Nico. 2013).

15

Sedangkan hubungan mutasi berkaitan dengan penyakit paru pada CF masih belum diketahui secara pasti. Karena setiap mutasi, bahkan dari 2 saudara yang mempunyai mutasi CFTR yang sama, dapat menghasilkan keparahan penyakit pernapasan yang berbeda pula.

b. Patofisiologi Penyakit Paru Pada CF 1. Regulasi Mukus Pada Pasien Normal Mukus dan PCL pada saluran nafas disekresikan dalam waktu yang sama sepanjang saluran nafas melalui pergerakan silia. Fungsi lapisan mukus adalah untuk menangkap matari yang masuk ke saluran nafas selama pembersihan dan akan dikeluarkan dari saluran nafas. Mekanisme pengeluarannya yaitu dengan adanya arus turbulen sehingga materi yang terinhalasi akan hancur dan tercampur pada lapusan mucus, serta kemudian melekat selama proses pembersihan (Hodson M, Geddes D, Bush, A. 2007; Derichs, Nico. 2013; Bush A, et al. 2006).

Gambar 7. Regulasi volume ASL dalam lapisan PCL melalui mekanisme transport aktif yang diperantarai CFTR

Dalam menjalankan perannya menjaga volume ASL, saluran nafas normal melibatkan regulasi absorpsi Na+ dan sekresi Cl- yang dikoordinasikan oleh CFTR. Pada epitel saluran napas dari orang normal non CF, menunjukkan bahwa tubuh mampu mengabsorpsi maupun mengekskresikan klorida melalui pengaturan permukaan saluran napas (ASL). Kelebihan cairan di perm...


Similar Free PDFs