Hukum Pidana dalam Perspektif PDF

Title Hukum Pidana dalam Perspektif
Author R. RaghaNuransyah
Pages 358
File Size 72.9 MB
File Type PDF
Total Downloads 39
Total Views 182

Summary

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.net/publication/301771538 Hukum Pidana dalam Perspektif Book · January 2012 CITATION READS 1 682 16 authors, including: Joanne Van der Leun Siradj Okta Leiden University University of Washington Seattle 111 ...


Description

Accelerat ing t he world's research.

Hukum Pidana dalam Perspektif RaghaNuransyah RaghaNuransyah

Related papers

Download a PDF Pack of t he best relat ed papers 

Analisis Penegakan Hukum T indak Pidana Korupsi Oleh Komisi Pemberant asan Korupsi (KPK)… A muh alif anusyirwan Anusyirwan Jadi saiful umam Perlindungan Hukum Terhadap Anak Yang Berhadapan Dengan Hukum Melalui Diversi Dalam Sist e.pdf Tomy Michael

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.net/publication/301771538

Hukum Pidana dalam Perspektif Book · January 2012

CITATION

READS

1

682

16 authors, including: Joanne Van der Leun

Siradj Okta

111 PUBLICATIONS   1,409 CITATIONS   

11 PUBLICATIONS   81 CITATIONS   

Leiden University SEE PROFILE

University of Washington Seattle SEE PROFILE

Nella VORINDA Putri

Jeroen ten Voorde

2 PUBLICATIONS   1 CITATION   

35 PUBLICATIONS   5 CITATIONS   

Universitas Andalas SEE PROFILE

Leiden University SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects: Getting to the core of crimmigration. Assessing the role of discretion in managing intra-Schengen cross-border mobility View project

All content following this page was uploaded by Siradj Okta on 02 May 2016. The user has requested enhancement of the downloaded file.

HUKUM PIDANA DALAM PERSPEKTIF

SERI UNSUR-UNSUR PENYUSUN BANGUNAN NEGARA HUKUM

HUKUM PIDANA DALAM PERSPEKTIF

Editor: Agustinus Pohan Topo Santoso Martin Moerings

Hukum Pidana dalam Perspektif/ Editor: Agustinus Pohan, Topo Santoso, Martin Moerings. –Ed.1. –Denpasar: Pustaka Larasan; Jakarta: Universitas Indonesia, Universitas Leiden, Universitas Groningen, 2012 xii, 336 hlm. : ill. : 24x16 cm. ISBN 978-979-3790-xx-x

Hukum pidana dalam perspektif © 2012 All rights reserved Kontributor: Septa Candra, Jan Crjns, Paulus Hadisuprapto, Eddy O.S. Hiariej, Constantjn Kelk, Joanne van der Leun, Martin Moerings, Siradj Okta, Nella Sumika Putri, Tauik Rachman, Umi Rozah, Elina L.Sahetapy, Topo Santoso, Faizin Sulistio, Jeroen ten Voorde, Rusmilawati Windari Editor: Agustinus Pohan, Topo Santoso, Martin Moerings Penerjemah: ... Pracetak: Tim PL Edisi Pertama: 2012 Penerbit: Pustaka Larasan Jalan Tunggul Ametung IIIA/11B Denpasar, Bali 80117 Telepon: +623612163433 Ponsel: +62817353433 Pos-el: [email protected] Laman: www.pustaka-larasan.com Bekerja sama dengan Universitas Leiden Universitas Groningen Universitas Indonesia

iv

PENGANTAR royek “the Building Blocks for the Rule of Law” (Bahan-bahan pemikiran tentang Pengembangan Rule of Law/Negara Hukum) diprakarsai oleh Universitas Leiden dan Universitas Groningen dari Belanda, serta Universitas Indonesia. Proyek ini dimulai pada Januari 2009 dan sesuai jadual akan diakhiri pada September 2012. Keseluruhan rangkaian kegiatan dalam proyek ini terselenggara berkat dukungan inansial dari the Indonesia Facility, diimplementasikan oleh NL Agency, untuk dan atas nama Kementerian Belanda untuk Urusan Eropa dan Kerjasama Internasional (Dutch Ministry of European Afairs and International Cooperation). Tujuan jangka panjang dari proyek ini adalah memperkuat ihtiar pengembangan negara hukum (rule of law) Indonesia, membantu Indonesia mengembangkan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) dan memajukan pembangunan ekonomi (economic development) dan keadilan sosial (social justice). Sejak awal proyek dirancang rangkaian pelatihan terinci yang mencakup bidang-bidang telaahan hukum perburuhan, hukum pidana, hukum keperdataan dan studi sosio-legal. Sebagai perwujudan rencana tersebut antara Januari 2010 dan Juli 2011, tigabelas kursus yang mencakup bidang-bidang kajian di atas diselenggarakan di sejumlah lokasi berbeda di Indonesia. Kursus-kursus demikian melibatkan pengajar-pengajar hukum terkemuka, baik dari Universitas Leiden dan Groningen maupun dari fakultas-fakultas hukum di Indonesia. Peserta kursus adalah staf pengajar dari kurang lebih delapanpuluh fakultas hukum dari universitasuniversitas di seluruh Indonesia. Proyek ini akan dituntaskan dengan penyelenggaraan konferensi internasional di Universitas Indonesia pada pertengahan 2012. Rangkaian buku pegangan dengan judul ‘Building Blocks for the Rule of Law’ yang merupakan kumpulan tulisan dari para instruktur dari pihak Belanda dan Indonesia serta masukan-masukan berharga dari peserta kursus merupakan hasil konkret dari proyek tersebut di atas.

P

v

PENGANTAR EDITOR

K

orupsi, human traicking (perdagangan manusia), perdagangan narkotika dan obat-obatan terlarang, kejahatan terorganisir, adalah tema-tema yang juga disorot oleh hukum pidana. Namun apakah sorotan tersebut dilakukan dengan cara yang tepat? Maka pertanyaan pokoknya ialah apakah dengan dan melalui hukum pidana bentuk-bentuk kejahatan di atas dan yang lainnya dapat dikendalikan atau tepatnya diberantas: apakah hukum pidana merupakan sarana paling tepat? Sama pentingnya ialah pertanyaan apakah hukum pidana ketika berhadapan dengan persoalan-persoalan di atas mampu memberikan keadilan? Apakah hukum pidana sudah selaras dengan hak-hak asasi manusia dengan tuntutan Negara Hukum (rule of law)? Apakah peraturan perundangundangan (hukum) pidana terang dan jelas, terutama bagi warga biasa yang diharapkan mematuhi peraturan yang termuat di dalamnya. Hal mana sama pentingnya bagi polisi, kejaksaan dan hakim (pidana) yang harus menerapkan peraturan perundang-undangan. Apakah perundang-undangan yang ada memenuhi prinsip kepastian hukum, dengan asas lex certa? Selanjutnya apakah kewenangan aparat Negara untuk mengimplementasikan dan menegakkan peraturan perundanganundangan sudah dirumuskan dengan jelas: cukup luas sehingga mereka masih dapat mengimplementasikan peraturan yang tercakup di dalamnya, namun sekaligus juga cukup sempit sehingga dapat mencegah penyalahgunaan dan menghasilkan pelanggaran terhadap sejumlah hak asasi manusia, seperti hak atas integritas badan, hak atas kepemilikan, hak atas privasi. Perundang-undangan dalam dirinya sendiri tidaklah cukup. Bahkan bila lingkup kewenangan aparat penegak hukum dirumuskan secara jelas dan terang, penting untuk mencermati bagaimana mereka menggunakannya dalam praktik: apakah mereka menerapkan peraturan perundang-undangan tanpa memandang perbedaan orang-perorang, tidak secara selektif, tanpa melakukan diskriminasi negatif maupun positif. Untuk yang terakhir terjadi tatkala pelanggar hukum dengan status sosial-ekonomi tinggi mendapatkan berbagai macam fasilitas yang tidak diberikan kepada pelaku tindak pidana dari kalangan masyarakat kebanyakan. Penegakan hukum tidak boleh dilakukan bersamaan dengan penyalahgunaan kekuasaan. Hukum pidana adalah satu instrumen yang dampaknya jauh ke dalam kehidupan setiap orang yang bersentuhan dengannya. Karena itu satu prinsip penting bagi pendayagunaannya ialah bahwa baru akan

vi

Hukum pidana dalam perspektif

diberdayakan bilamana sarana-sarana lain yang tersedia sudah diupayakan dan tidak berhasil: hukum pidana sebagai upaya terakhir atau sebagai ultimum remedium. Hal ini tidak hanya berlaku dalam bidang pembuatan aturan substantif dan prosesuil, namun juga dalam bidang penjatuhan pidana: apakah tersedia sanksi-sanksi alternatif lainnya di luar hukum pidana yang dapat didayagunakan? Pertanyaan-pertanyaan seperti di atas muncul dalam kursuskursus yang diselenggarakan untuk pengajar-pengajar hukum pidana di Indonesia. Tujuannya adalah agar dengan dan melalui cara ini penyelenggara dapat menyumbangkan sesuatu bagi upaya peningkatan sistem pengajaran hukum maupun pengembangan pendekatan sociolegal terhadap hukum di Indonesia. Pendekatan yang melandasi rangkaian kursus tersebut adalah hak asasi manusia dan perspektif komparatif (perbandingan hukum). Untuk yang terakhir dipilih perbandingan hukum Indonesia dengan perkembangan hukum pidana di Belanda. Landasan berpikirnya ialah ikatan sejarah antara Indonesia dengan Belanda yang pada derajat tertentu dapat memberikan sumbangan bagi perkembangan berlanjut gagasan dan perwujudan Negara hukum Indonesia. Salah satu tujuan utama dari kursus-kursus yang disampaikan dalam dan untuk kelompok-kelompok kecil oleh pengajar dari Indonesia maupun Belanda, yang juga sekaligus juris maupun kriminolog, ialah pada akhirnya menghasilkan satu buku pegangan. Buku yang akan merupakan kompilasi tulisan-tulisan yang disumbangkan bukan hanya oleh para pengajar – yang juga pengajar hukum pidana – namun juga oleh para peserta kursus, para pengajar hukum pidana dan kriminolog Indonesia. Buku yang ada dihadapan pembaca merupakan buah kerja keras dari mereka semua. Buku ini disusun ke dalam lima bagian. Pada bagian pertama dimuatkan tulisan-tulisan yang secara umum mengulas pemikiran tentang pengembangan prinsip-prinsip rule of law di dalam hukum pidana. Pada bagian kedua akan ditelaah tema-tema khusus hukum pidana materiil. Pada bagian selanjutnya, ketiga, perhatian akan diberikan kepada persoalan-persoalan hukum acara. Bagian keempat memuat tulisan-tulisan yang menyoal penjatuhan sanksi pidana dan efektivitas darinya. Pada bagian terakhir secara eksplisit akan dibahas alternatif apa saja yang tersedia di samping penyelesaian perkara melalui hukum pidana. Kami berharap para pembaca buku ini, mahasiswa di fakultas hukum ataupun pemerhati hukum lainnya, akan terdorong untuk turut berpikir dan melibatkan diri dalam upaya berlanjut untuk mengembangkan hukum pidana yang tidak saja efektif namun lebih dari itu juga manusiawi.

vii

Hukum pidana dalam perspektif

Di samping buku hukum pidana ini juga terbit buku-buku serupa yang secara khusus membahas perkembangan di bidang hukum keperdataan, notariat, hukum perburuhan dan pengembangan pendekatan studi socio-legal dalam hukum Indonesia. Bersamaan dengan itu juga akan diterbitkan buku yang memuat laporan akhir dari kursuskursus yang diselenggarakan dalam kerangka building block for the rule of law.

Maret 2012 Agustinus Pohan Topo Santoso Martin Moerings

viii

DAFTAR ISI Pengantar ~ v Pengantar Editor ~ vi Singkatan ~ xi BAGIAN 1 UMUM ~ 1 Hukum pidana dalam masyarakat pluralistik Jeroen ten Voorde ~ 3 Pembatasan pernafsiran hakim terhadap perumusan tindak pidana yang tidak jelas melalui yurisprudensi Nella Sumika Putri ~ 41 Tahapan kritikal dalam pengembangan sistem hukum pidana yang beradab Constantjn Kelk ~ 59 Perdagangan manusia dan bentuk-bentuk penghisapan/ penindasan lainnya setelah penetapan sebagai tindak pidana Joanne van der Leun ~ 85 BAGIAN 2 SUBSTANSI HUKUM PIDANA ~ 101 Tindak pidana korupsi: Upaya pencegahan dan pemberantasan Septa Candra ~ 103 Cybercrime: Masalah konsepsi dan penegakan hukumnya Faizin Sulistio ~ 123 BAGIAN 3 PROSEDURAL HUKUM PIDANA Kepentingan umum dalam mengesampingkan perkara pidana di Indonesia Tauik Rachman ~ 141 Kesepakatan dengan saksi dalam peradilan pidana Belanda dan pelajaran yang mungkin dapat dipetik oleh Indonesia Jan Crjns ~ 155 Perlindungan saksi di Indonesia: Tinjauan hukum pidana terhadap kedudukan whistleblower Siradj Okta ~ 175

ix

Hukum pidana dalam perspektif

Pembuktian terbalik dalam pengembalian aset kejahatan korupsi Eddy O.S Hiariej ~ 193 BAGIAN 4 HUKUMAN Suatu tinjauan atas efektivitas pemidanaan Topo Santoso ~ 209 Apakah pidana penjara efektif? Martin Moerings ~ 223 BGAIAN 5 ALTERNATIF Peradilan restoratif: Model alternatif perlindungan hukum anak dalam perspektif hukum nasional dan internasional Paulus Hadisuprapto ~ 253 Perlindungan hukum terhadap anak dari kekerasan dalam keluarga di Indonesia dan Thailand: Kajian komparatif Rusmilawati Windari ~ 267 Restorative justice dalam wujud diversi, kasus anak yang berkonlik dengan hukum Elina L. Sahetapy ~ 291 Konstruksi politik hukum mediasi penal sebagai alternatif penyelesaian perkara pidana Umi Rozah ~ 299 INDEKS ~ 335 TENTANG PENULIS ~ 341

x

SINGKATAN

ABH ADR APBN BPK BPKP CRC CB CERD KPAID KPAI KDRT KPK KUHP LAHA Lapas LPSK Napza NCB PBB PPATK PSAA PSBR Rutan TIK UNCAC WITSEC

Anak yang Berhadapan Dengan Hukum Alternative Dispute Resolution Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Badan Pemeriksa Keuangan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan Convention on the Rights of the Child Criminal based forfeiture Convention on the Elimination of All Forms of Racial Discrimination komite perlindungan anak daerah Komisi Perlindungan Anak Indonesia kekerasan dalam rumah tangga Komisi Pemberantasan Korupsi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Lembaga Advokasi Hak Anak Lembaga Pemasayakatan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban Narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya Non-conviction based forfeiture Perserikatan Bangsa-Bangsa Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Panti Sosial Anak Asuhan Panti Sosial Bina Remaja Rumah tahanan Teknologi Informasi dan komunikasi United Nations Convention Against Corruption Witness Security

xi

xii

BAGIAN 1 UMUM

1

2

1 Hukum Pidana dalam Masyarakat Pluralistik Jeroen ten Voorde 1. Pengantar khir masa pemerintahan Orde Baru memunculkan harapan bahwa Indonesia akan berkembang menjadi negara hukum demokratis yang menghormati dan menjunjung tinggi rule of law. Dalam rangka mewujudkan hal tersebut telah diambil pelbagai langkah formal, antara lain, menambahkan Bab XA ke dalam konstitusi (UUD 1945) dan menandatangani instrumen hak asasi manusia internasional seperti Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik (ICCPR). Dengan itu semua Indonesia baik secara eksternal maupun internal mengikatkan diri untuk bertindak sejalan dengan (tuntutan) rule of law. Kewajiban serupa juga muncul berkenaan dengan (pengembangan dan penegakan) hukum pidana di Indonesia. Kewajiban yang disebut terakhir mencakup dua hal: pertama kewajiban untuk mengembangkan hukum pidana yang fungsional, dan kedua, kewajiban untuk memberikan jaminan (dan perlindungan) hak (dasar) kepada setiap orang, tanpa kecuali dan tanpa memandang perbedaan-perbedaan di antara mereka. Untuk mengukur dan menguji apakah negara memenuhi syarat-syarat yang dituntut rule of law dipergunakan tolok ukur prosedural, materiil dan institusional (Bedner, 2010). Di dalam tulisan ini akan dilakukan pengujian berdasarkan tolok ukur materiil (atau asas-asas(hukum) fundamental). Seiring dengan ragam ihtiar mewujudkan negara hukum demokratis, juga muncul tuntutan masyarakat lokal agar tradisi lokal Indonesia atau setidak-tidaknya tradisi setempat diakui dan dihormati. Kiranya Indonesia-pun dicirikan oleh keberagaman etnis, agama/keyakinan dan linguistik (bahasa) (Schefold, 1998). Perhatian terhadap kebhinekaan demikian dalam beberapa puluh tahun terakhir mengalami peningkatan pesat. Sebelumnya untuk jangka waktu lama, pemerintah pusat justru mempropagandakan kesatuan dan persatuan dalam lingkup Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) (Bell, 2001), yang ternyata juga masih dimaktubkan di dalam konstitusi (Pasal 1(1)). Reformasi kemudian

A

3

Jeroen ten Voorde

menempatkan kembali keberagaman etnis dan religi (agama/keyakinan) dilatar-depan. Perkembangan tersebut ternyata juga berdampak terhadap keberagaman hukum pidana. Terkesan bahwa perkembangan tersebut bertentangan dengan kecenderungan globalisasi yang digambarkan di atas. Penghormatan-pengakuan keberagaman juga dapat dirujuk dengan istilah lokalisasi. Kedua kecenderungan tersebut tidaklah unik Indonesia; gejala itu disebut sebagai glokalisasi (Harding, 2002; Thornberry, 1995). Globalisasi dan lokalisasi terjadi bersamaan dan saling terkait berkelindan. Penghormatan terhadap hak asasi berarti juga penghargaan atas kebhinekaan (pluralitas) dan pengakuan atas tradisi-tradisi lokal (Henley and Davidson, 2008). Beranjak dari konsep glokalisasi itulah, kita akan telaah perkembangan yang terjadi di dalam hukum pidana. Persoalan pokok di sini ialah bagaimana memahami kewajiban untuk memenuhi hak-hak dasar (manusia) dan menerjemahkannya ke dalam situasi lokal (setempat). Sekaligus hal ini melibatkan upaya memahami situasi-kondisi lokal dan mencari cara bagaimana (pendekatan dan instrumen) hak asasi manusia dapat berperan untuk memperbaiki (melindungi) situasi kelompok-kelompok masyarakat (minoritas) tertentu. Tempat-kedudukan hukum pidana di dalam masyarakat pluralistik tidak serta merta jelas. Karena itu perlu ada penjelasan tentang itu, terutama karena meningkatnya tuntutan kelompok-kelompok minoritas di Indonesia untuk memberlakukan hukum pidana mereka sendiri. Persoalannya ialah dalam batas-batas mana kelompok minoritas akan diperbolehkan (atau dapat) mengembangkan hukum pidana mereka sendiri yang menyimpang dari hukum pidana nasional. Untuk menjawab pertanyaan ini, pertama-tama akan ditelaah terlebih dahulu ketentuanketentuan pidana apa yang sebenarnya hendak dibuat dan kedudukan KUHPidana dalam masyarakat pluriform (paragraf 2). Selanjutnya akan dibahas persoalan keberagaman seperti apakah yang dimungkinkan dan dibuka beranjak dari (instrumen-instrumen) hak-hak asasi manusia pada tataran nasional (dan internasional) (paragraf 3). Di dalam paragraf 4 akan diuraikan bagaimana glokalisasi mempengaruhi pemahaman terhadap hak asasi manusia dan dengan cara itu memaksa kita menelaah lebih cermat tidak saja hukum, namun juga pengejewantahannya. Beranjak dari situ kita akan melangkah masuk ke dalam ranah ilsafat dan sejarah. Temuan-temuan dari tulisan ini akan dirangkum di dalam paragraf 5.

2. Pluralisasi/fragmentasi hukum pidana Indonesia 2.1.

Latar belakang etnis, agama/keyakinan (religi) dan linguistik dan penetapan sebagai tindak pidana

Juga di dalam ranah hukum pidana kita dapat diskusikan pluriformitas masyarakat dan pengaruhnya pada hukum pidana. Secara umum kiranya

4

Hukum pidana dalam masyarakat pluralistik

diterima bahwa di dalam kasus-kasus pidana konkret, hakim harus turut mempertimbangkan latarbelakang perbuatan dan pelaku. Sekalipun begitu tidak serta merta berarti bahwa dalam kasus-kasus konkret hal itu nyata dilakukan hakim. Dapat dibayangkan bahwa, dari sudut pandang objektif, dan dengan mempertimbangkan latar belakang etnis dan religi tertentu, seharusnya suatu perbuatan tertentu dapat dikategorikan sebagai tindak pidana dan bila diperbuat pelaku akan terkena sanksi. Namun hal tersebut tidak terjadi. Kendati demikian, sebaliknya juga mungkin terjadi. Bahwa sekalipun suatu perbuatan tertentu dinyatakan secara umum terlarang, penekanan pada latarbelakang etnis atau religi tertentu akan tetap berujung pada penetapan perbuatan yang sama secara khusus sebagai tindak pidana yang berdiri sendiri. Demikian, maka persoalan apakah sunat perempuan, yang secara umum dapat dicakupkan ke dalam rumusan tindak pidana penganiayaan, juga secara khusus harus dinyatakan sebagai tindak pidana yang berdiri sendiri. Munculnya perdebatan tentang hal ini menunjukkan pula bahwa kita berhadapan dengan persoalan yang tidak sepenuhnya berada dalam ranah hukum pidana, yakni berkaitan dengan kriteria penetapan perbuatan sebagai tindak pidana (bdgkan. Simester dan Von Hirsch, 2011),1 namun yang sekaligus bernuansa politik(-ilsafati), serta yang berkait berkelindan dengan persoalan di mana tempat kedudukan faktual dan yuridis dari kelompok-kelompok minoritas di dalam masyarakat.

2.2. Selintas sejarah perkembangan hukum pidana Indonesia2 Hukum pidana Indonesia bersumberkan pada: hukum adat, hukum agama (religi), dan hukum pidana kolonial. Baik hukum adat maupun hukum agama tidak membedakan antara hukum pidana dengan (bidang) hukum lainnya. Maka itu hanya ada hukum adat (adat recht) dan hukum agama (religieus recht). Namun secara perlahan, hukum pidana kolonial (Belanda) menjadi lebih penting. Sejak 1 januari 1918 apa yang disebut KUHPidana diberlakukan bagi semua orang yang berdiam di dalam...


Similar Free PDFs