Hukum Zakat tentang Mustahik (Orang-orang yang berhak menerima Zakat) PDF

Title Hukum Zakat tentang Mustahik (Orang-orang yang berhak menerima Zakat)
Author Sabarudin Ahmad
Pages 21
File Size 1.3 MB
File Type PDF
Total Downloads 32
Total Views 85

Summary

HUKUM ZAKAT DAN WAKAF MUSTAHIK DAN ORANG YANG TIDAK BERHAK MENERIMA ZAKAT Mata Kuliah : Hukum Zakat dan Wakaf Pembimbing : Usman, S.Ag., SS., M.H. Disusun oleh Sabarudin Ahmad (1102110373) Sabriansyah (1102110374) SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI PALANGKA RAYA JURUSAN SYARI’AH PRODI AL AHWAL AL SYA...


Description

Accelerat ing t he world's research.

Hukum Zakat tentang Mustahik (Orang-orang yang berhak menerima Zakat) Sabarudin Ahmad Paper

Cite this paper

Downloaded from Academia.edu 

Get the citation in MLA, APA, or Chicago styles

Related papers

Download a PDF Pack of t he best relat ed papers 

akunt ansi syariah t ent ang akunt ansi zakat .docx warheart zilkhan

Zakat dan Pajak dalam Alvian Majid FIQIH ZAKAT SHODAQOH DAN WAKAF saprida ida

HUKUM ZAKAT DAN WAKAF MUSTAHIK DAN ORANG YANG TIDAK BERHAK MENERIMA ZAKAT Mata Kuliah : Hukum Zakat dan Wakaf Pembimbing : Usman, S.Ag., SS., M.H.

Disusun oleh Sabarudin Ahmad (1102110373) Sabriansyah (1102110374)

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI PALANGKA RAYA JURUSAN SYARI’AH PRODI AL AHWAL AL SYAKHSHIYAH TAHUN AKADEMIK 1434 H/ 2013 M

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmaanirrahiim Alhamdulillah segala puji dan syukur kami haturkan kehadirat Allah Swt. Karena dengan Rahmat dan Ridha-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Mustahik dan Orang yang Tidak Berhak Menerima Zakat.’’ Tidak lupa Shalawat serta salam, kami sampaikan kepada baginda Besar Nabi Muhammmad Saw., beserta keluarga, sahabat dan para pengikut beliau hingga akhir zaman. Kami selaku penulis dalam pembuatan makalah ini, menyadari betul bahwa masih banyak kesalahan dan kekurangan didalamnya. Oleh karena itu, kami memohon dengan ikhlas kepada pembaca makalah ini untuk berkenan memberikan kritik dan saran guna membangun demi kesempurnaan makalah yang lebih baik. Akhir kata, kami ucapkan banyak-banyak terima kasih kepada semua pihak terutama kepada dosen pengampu mata kuliah Hukum Zakat dan Wakaf yakni, Usman, S.Ag., SS., M.H., dan juga kepada segenap teman-teman Al Ahwal Al Syakhshiyah yang turut serta memberikan bantuan, dukungan dan semangat kepada kami. Dan kami harapkan semoga makalah yang kami buat ini bisa bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.

Palangka Raya, 15 Maret 2013

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................... i DAFTAR ISI................................................................................................................... ii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang .................................................................................................... 1 B. Rumusan Masalah ............................................................................................... 1 C. Tujuan Penulisan ................................................................................................. 2 D. Metode Penulisan ................................................................................................ 2 BAB II PEMBAHASAN A. Mustahik. ............................................................................................................ 3 1. Fakir ............................................................................................................. 3 2. Miskin .......................................................................................................... 4 3. Amil Zakat ................................................................................................... 4 4. Yang Dilunakkan Hatinya (mualaf) ............................................................. 5 5. Hamba Sahaya ............................................................................................. 6 6. Orang Yang Berhutang ................................................................................ 8 7. Sabilillah .................................................................................................... 10 8. Ibn Sabil ...................................................................................................... 11 B. Orang yang TIdak Berhak Menerima Zakat ......................................................12 BAB III PENUTUP A. Simpulan ............................................................................................................. 16 B. Saran ................................................................................................................... 16 DAFTAR PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Zakat merupakan salah satu dari rukun Islam yang lima. Sebagai bagian dari rukun Islam tentu saja zakat memiliki nilai-nilai yang agung. Di samping sebagai ibadah vertikal (hubungan dengan Allah) juga sebagai ibadah horisontal (hubungan dengan manusia). Meskipun sebagain besar ibadah dalam Islam itu memiliki kedua hubungan tersebut. Tetapi untuk zakat, ibadah horisontalnya lebih nampak jelas. Dalam makalah ini akan di bahas mengenai sasaran zakat. Tema ini memang sangat signifikan dalam urusan zakat. Manusia khususnya umat muslim, sebagai pengkoordinir zakat. Juga dengan beraneka pandangan dan metode berpikir, tentunya diperlukan aturan yang jelas mengenai hal ini. Karena untuk urusan seperti ini sangat memungkinkan terjadi penzhaliman. Apalagi di zaman seperti sekarang ini, di mana terjadinya penurunan moral drastis dalam kehidupan manusia. Sangat sejalan sekali dengan yang dikatakan Yusuf Qhardawi tentang urusan zakat ini, sebagai berikut: Zakat, adalah pajak yang mempunyai ketentuan khusus. Itu dilakukan untuk merealisir tujuan-tujuan tertentu yg berhubungan dengan kehidupan pribadi, masyakat dan kemanusiaan. Karenanya, tidak dibenarkan bagi sembarang manusia yang bukan mustahiknya mengambil zakat. Begitu pula tidak dibenarkan bagi si pemilik harta maupun penguasa mengeluarkan zakat sekehendak hatinya, tanpa tepat pada sasarannya.1 B. Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah dalam makalah ini, yaitu: 1. Bagaimana penjelasan seputar orang yang berhak menerima zakat (mustahiq)? 2. Bagaimana penjelasan seputar orang yang tidak berhak menerima zakat?

C. Tujuan penulisan

1

Yusuf Qardawi, Hukum Zakat: Studi komperatif mengenai status dan filsafat zakat berdasarkan Qur‟an dan Hadis, Penerj. Salman Harun, Didin Hafidhuddin, Hasanuddin, Bogor: Pustaka Litera AntarNusa, 2007, h. 673.

Adapun tujuan penulisan dalam makalah ini, yaitu: 1. Mengetahui penjelasan seputar mustahiq. 2. Mengetahui penjelasan seputar orang yang tidak berhak menerima zakat. D. Metode penulisan Adapun metode penulisan dalam makalah ini yakni melalui metode kajian pustaka. Sehingga memerlukan berbagai macam literatur untuk mendapatkan penjelasan yang optimal.

BAB II PEMBAHASAN

A. Mustahik Para ulama dan ahli hukum islam ketika membahas sasaran zakat, atau yang dikenal dengan mustahaqqu al zakah, atau mustahiq, selalu merujuk pada surat Al Taubah ayat 60. Allah Swt berfirman:

                        

Artinya: “Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang miskin, amil zakat, yang dilunakkan hatinya (mu'alaf), untuk (memerdekakan) hamba sahaya, untuk (membebaskan) orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk yang sedang dalam perjalanan, sebagai kewajiban dari Allah, Allah Maha mengetahui, Maha Bijaksana.” (Q.S. At-Taubah :60)2

Ayat ini menyebutkan delapan orang yang berhak menerima zakat. Sayid Muhammad Rasyid Ridha berdasarkan surat Al Taubah ayat 60, membagi 8 golongan yang berhak menerima zakat tersebut kepada dua bagian3 1. Kepada individu-individu. Dalam bagian ini ada enam kelompok yang berhak menerima zakat. a. Golongan Fakir (fuqora) yang telantar dalam kehidupan kerena ketiadaan alat dan syarat-syaratnya b. Golongan miskin (masakin) yang tidak berpunyai apa-apa. c. Golongan para pegawai zakat ( dmilin) yang berkerja untuk mengatur pemungutan dan pembagian zakat. d. Golongan orang-orang yang perlu dihibur hatinya (mu‟allaffi qulubuhum), yang memerlukan bantuan meteri atau keuangan untuk mendekati hatinya kepada Islam.

Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan terjemahnya; Juz 1-30 Edisi Baru, Surabaya: Pustaka Agung Harapan, 2006, h. 264. 3 Asnaini, Zakat Produktif dalam Perspektif Hukum Islam, Yogyakarta: Pustaka pelajar, 2008. 2

e. Golongan orang-orang yang terkait oleh hutang (ghirimin), yang tidak menyanggupi untuk membebaskan dirinya pada hutang. f. Golongan orang-orang telantar dalam perjalanan (Ibnu al sabil), yang memerlukan bantuan ongkos untuk

kehidupan dan kediamannya dan untuk

pulang ke daerah asalnya. 2. Kepada kepentingan umum dari masyarakat dan negara Mereka berhak menerima zakat. a. Untuk membebaskan dan kemerdekaan, bagi masing-masing diri (individu) atau bagi sesuatu golongan atau sesuatu bangsa, yang dinamakan fi al riqlid. b. Untuk segala kepentingan masyarakat dan negara, bersifat pembangunan dalam segala lapangan atau pembelaan perjuangan yang dinamakan fi sabili Allah. Untuk memperjelas pembahasan ini, maka akan kami uraikan satu persatu. 1. Fakir Miskin Dalam kenyataannya di masyarakat fakir miskin sulit dibedakan dan dipisahkan. Golongan ini disebut sebagai golongan pertama dan kedua yang berhak menerima zakat. Sabahaddin Zaim, membagi masyarakat dalam tiga katagori yaitu a. Mereka yang pendapat tidak mencukupi kebutuhan, mereka bisa mengambil jatah zakat. b. Mereka yang dapat mencukupi kebutuhan pokoknya, tapi sisa pendapatnya dibawah nisab, mereka tidak berkewajiban membayar zakat, tetapi tidak berhak mengambil zakat. c. Mereka yang berpendapatnya mencukupi kebutuhan pokoknya dan sisanya mencukupi satu nisab, mereka wajib membayar zakat. Dapat dikatakan bahwa apabila seseorang memiliki setengah dari makanan untuk sehari-semalam, maka ia tergolong fakir. Dan apabila ia memiliki sehelai gamis (baju panjang) tetapi tidak memiliki penutup kepala, sepatu dan celana, sedang nilai gamisnya itu tidak mencakupi harga semua itu sekedar yang layak bagi kaum fakir sesamanya, maka ia disebut fakir. Sebab dalam keadaan seperti itu, ia tidak cukup memiliki apa yang patut baginya dan tidak memiliki kemampuan untuk memenuhi kebutuhan pokoknya. Sedangkan miskin adalah apabila penghasilanmya tidak mencukupi kebutuhannya. Adakalanya ia memiliki seribu dirham sedangkan ia tergongan miskin, tetapi adakalanya ia hanya memiliki sebuah kapak dan tali sedangkan ia tergolong bercukupan, gabuk yang dimiliki, pakaian yang dikenakan, perabotan yang dimiliki temasuk kitab-kitab yang dipunyai. Hal ini kerena semata-

semata benda benar-benar diperlukan dan sekedar yang l ayak baginya. Juga kitabkitab fiqh yang dimilikinya. Semua itu tidak meniadakan sifat dirinya sebagai seorang miskin (yang berhak memperoleh bagian zakat, di antara dalil yang mengatarkan kepada pengertian fakir miskin firman Allah.

ْ‫وم‬ ِْ ‫سا ِئ‬ َّ ‫َو ِفي أ َ ْه َىا ِل ِه ْْن َحقْ ِلل‬ ِ ‫ل َو ْال َو ْح ُش‬ Artinya: “Dan pada harta benda mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta, dan orang miskin yang tidak meminta.”(Q.S. Az-Zariyat : 19)4 Hadist Rasul SAW“Dari Abu Hurairoh Radiallah‟ anhu bahwa sesungguhnya rasulullah saw bersabda : bukanlah bernama miskin orang yang berkililing meminta-minta kepada orang lain, yang ditolak dengan sesuap makanan atau sebiji dua biji kurma. Akan tetapi orang miskin ialah orang yang (berjuang hidup) tidak memperoleh kehidupannya, tetapi tidak menceritakan nasibnya supaya diberi sedekah, dan tidak pula mau meminta-minta mengharap kasian orang lain.” (HR. Bukhari).5 2. Amilin Amilin (Amilin), kata jama‟ dari mufrad „amilin Menurut imam Syafi‟i “amilin” adalah “orang-orang yang diangkat untuk memungut zakat dari pemilikpemiliknya yaitu para sa‟i dan petunjuk-petunjuk jalan yang menolong mereka, kerena mereka tidak bisa memungut zakat tanpa pertolongan penunjuk jalan itu. Dapat dikatakan, bahwa Amil ialah orang-orang yang bertugas mengumpulkan zakat termasuk ketua, penulis, bendahara dan pertugas lainnya. Menurut Yusuf Qardhawi, amil adalah “semua orang yang bekerja dalam pengurus perlengkapan admintrasi urusan zakat, baik urusan pengumpulan pemeliharaan, ketata-usahaan, perhitungan, pendayagunaan, dan seterusnya. Masih banyak definisi amil dari para ulama, tapi yang jelas „amil itu adalah para pengelola yang berkaitan dengan urusan-urusan zakat mulai dari pengambilan sampai kepada pendistribusiannya dan proses-proses di antara keduanya, termasuk pengelolaan zakat serta tekhnik-tekhnik yang lebih baik dilakukan agar zakat bermanfaat dan berhasil guna bagi masyarakat. 6 3. Mu‟alaf

4

Departemen, Al-Qur‟an, h. 752. Asanaini, Zakat, h. 51. 6 Ibid., h. 54.

5

Dengan menempatkan golongan ini sebagai sasaran zakat, maka jelas bagi kita, sebagaimana telah dikemukakan di atas, bahwa zakat daalam pandangan islam bukan sekedaar perbuatan baik yang bersifat kemanusiaan melulu dan bukan pula sekedar ibadah yang dilakukan secara pribadi tetapi juga merupakan tugas penguasa atau mereka yang berwewenang untuk mengurus zakat. Terutama permaslahan sasaran zakat untuk golongan mu‟allaf ini. Yang menurut kebiasaan tidak mungkin dapat dilakukan secara perseorangan. Penguasa atau mereka yang sebagai kebutuhan terhadap kelompok muallaf ini dan penentuan kriteria mereka serta pemberian kepada mereka sesuai dengan kemaslahatan dan kebutuhan kaum muslimin.7 a. Macam-macam Golongan Muallaf Kelompok muallaf terbagi ke dalam beberapa golongan yang muslimm maupun yang tidak muslim. 1) Golongan yang diharapkan keislamannya atau keislaman kelompok

serta

keluarganya, seperti halnya Safwan bin Umayyah yang pada waktu fathul mekkah diberikan kebebasan /keamanan oleh Rasulullah SAW dan diberi kesempatan untuk memikirkannya dirinya selama empat bulan berdasarkan perintah nabi. “lantas ia menghilang. Lalu hadir kembali dan kemudian ia turut berperang bersma kaum muslimin dalam perang Hunain, yang ketika itu ia masih belum lagi menjadi Muslim dalam peperangan Rasulullah SAW, memminjamkan senjata padangnya. 2) Golongan orang yang kuatir kelakuan jahatnya mereka ini dimasukkan kedalam kelompok mustahik zakat. Dengan harapan dapat mencegah kejahatannya. Dalam riwayat Ibnu Abbas dikatakan. Bahwa ada suatu kaum datang kepada Nabi SAW, yang apabila mereka diberi bagian dari zakat mereka memuji Islam dengan menyatakan “inilah agama yang baik!” akan tetapi apabila mereka tidak diberi, maka mereka mencelanya. 3) Golongan orang yang baru masuk Islam. Mereka perlu diberi santunan agar bertambah mantap keyakinannya terhadap islam. Az Zuhri pernah ditanya tentang siapa yang termasuk golongan muallaf ini, dan dia menjawab, “Yahudi atau Nasrani yang masuk Islam,” ia diitanya lagi “walaupun keadaannya kaya?” ia menjawab, “ya walaupun keadaannya kaya.

7

Yusuf, Hukum, h. 563.

4) Pemimpin dan tokoh

masyarakat yang telah memeluk Islam, yang

mempunyai sahabat-sahabat orang kafir, dengan memberi mereka bagian zakat, diharapkan dapat menarik simpati mereka untuk memeluk Islam. Mereka beralasan, bahwa Abu Bakar pernah memberi zakat kepada Adi bin Hatim dan Zibriqan bin Badr, padahal keduanya muslim yang taat, akan tetapi mereka berdua mempunyai posisi terhormat dikalangan masyarakatnya. 5) Pemimpin dan tokoh kaum muslimin yang berpengaruh dikalangan kaumnya, akan tetapi imanya masih lemah. Mereka diberi bagian dari zakat dengan harapan imannya menjadi tetap dan kuat kemudian mendorong semangat berjihad dan kegiatan lain, sebagaimana kolompok semacam ini pernah diberi oleh Rasulullah dengan pemberian yang sempurna dari ghanimah Hawazin, mereka adalah sebagian penduduk mekkah yang dibebaskan yang telah memeluk Islam. Di antara mereka ada munafik, ada imannya masih lemah dan sebagai akibatnya dan pemberian itu sebagian besar dari mereka kemudian menjadi kuat dan baik Islamnya. 6) Kaum muslimin yang bertempat tinggal di benteng-benteng dan daerah perbatasan dengan musuh. Mereka diberi harapan dapat mempertahankan diri dan membela kaum muslimin lainnya yang tinggal jauh dari benteng itu, dari serbuan musuh. 7) Kaum muslimin yang membutuhkan untuk mengurus zakat orang yang tak mau mengeluarkan, kecuali dengan paksaan seperti dengan diperangi. Dalam hal ini mereka diberi zakat untuk memperlunakkan hati mereka, bagi penguasa, merupakan tindakan memilih antara dua hal yang paling ringan madharatnya dan kemaslahatannya. Ini termasuk dalam kategori sebab-sebab tertentu dimana bisa dimasukkan ke dalamnya yang lain yang temasuk, dalam ruang lingkup kemaslahatan umum.8 4.

Al-Riqab Imam Malik, Ahmad dari Ishaq, menyatakan riqab adalah budak biasa yang dengan jatah zakat mereka dapat dimerdekakan. Menurut golongan asy-Syafi‟iyyah dan al-Hanafiyyah, riqab adalah budak mukatab, yakni budak yang diberi kesempatan oleh tuannya untuk berusaha membebaskan dirinya, dengan membayar ganti rugi secara angsuran.

8

Ibid,. h. 566.

Dua pengertian diatas,tercakup dalam At-Taubah ayat 60. Demikian menurut az-Zuhri, yang di dukung pula oleh Muhammad Abduh, Rasyid Ridha, Syyahid Sabiq dan al Qardhawi. Akan tetapi Al-Qardhawi lebih memperluas pengertian riqab. Dia menyesuaikan dengan keadaan dan perkembangan sosial politik dan mengembangkan sampai kepada kemerdekaan tawanan muslim di bawah kekuasaan musuh kafir. Memerdekakan bangsa yang terjajah oleh kolonialis, karena kesemuaannya itu sama-sama mengandung sifat perbudakan. Dalam pelaksanaan pembebasan budak yang dijanjikan kebebasannya, bagian zakat untuk mereka diberikan kepada para majikan guna memnuhi perjanjian kebebasan para budak yang mereka miliki. Boleh juga menyerahkan bagian ini kepada para budak itu sendiri untuk dibayarkan kepada majikan-majikan mereka. Tetapi tidak dibenarkan seorang majikan membayarkan zakatnya kepada budaknya sendiri untuk kebebasannya karena pada waktu itu ia masih dalam status budak yang dimiliki oleh pembayar zakat.9 5. Al-Gharimin Al-Gharimin adalah „‟kata jama‟‟ dari kata mufrad al-ghairimu, artinya orang yang berhutang dan tidak bisa melunasinya. Qardhawi menyebutnya bahwa : dilihat dari segi subjek hukumnya al-ghairim itu ada dua: perorangan dan badan hukum. Dilihat dari segi motivasinya al-gharim ada dua juga : berhutang untuk kepentingan pribadi di luar maksiat, dan berhutang untuk kepentingan masyarakat (maslahat umum). Untuk kepentingan pribadi, misalnya berhutang untuk nafkah keluarga, pakaian, kawin, pengobatan, membangun rumah, membeli prabot rumah tangga, merusak barang harta benda orang lain sengaja atau tidak sengaja dan lain sebagainya. Adapun syarat-syarat gharim untuk kepentingan pribadi adalah a) Tidak mampu untuk membayar seluruh atau sebagian hutangnya. b) Ia berhutang untuk bidang ketaatan kepada Allah atau dalam bidang yang mubah (diperbolehkan agama). c) Hutang yang sudah harus dilunasi, bukan hutang yang masih lama masa pembayarannya. Patokan ini sangat perlu agar pengertian al grarim ini tidak dipahami dengan keliru. Orang yang kurang mampu berhutang untuk keperluan ketaatan kepada Allah untuk hal yang mubah. Tetapi apabila berhutang untuk suatu perbuatan maksiat,

9

maka ia tidak diberi dari uang zakat kecuali apabila ia telah bertobat. Dan apabila yang berhutang itu seorang yang tergolong kaya (bercukupan), maka ia tidak boleh diberi dari bagian zakat kecuali jika utang tersebut untuk mendamaikan kelompokkelompok yang bermusuhan. Artinya harus ada alasan dan tujuan kenapa seorang berhutang. Jelasnya gharim adalah orang yang berhutang dalam bersifat pemborosannya. Jadi, ukuran gharim ini adalah sisa dari kebutuhan satu keluarga itu tidak cukup untuk melunasi hutang. “kekurangan itulah dapat diambil dari zakat.” Pendapat ini juga dipegang oleh Abdul Khaliq an Nawawi. Mereka yang berhutang untuk kepentingan umat islam, baik fakir maupun kaya, dapat diberi zakat sejumlah hutangnya, tidak boleh lebih. Menurut Zaim bahwa “sebagian ulama membolehkan hutang untuk kepentingan umat Islam, dari dana zakat.10 Golongan ini diberi untuk membayar segala utangnya dengan beberapa syarat yaitu sebagai berikut. a) Hendaknya ia mempunyai kebutuhan untuk memiliki harta yang dapat membayar

hutangnya. Sehingga apabila ia kaya dan mampu menutupi hutangnya dengan uang ...


Similar Free PDFs