Identifikasi Geologi Kab. Tulungagung PDF

Title Identifikasi Geologi Kab. Tulungagung
Author Rachmad wirawan
Pages 31
File Size 3 MB
File Type PDF
Total Downloads 302
Total Views 342

Summary

TUGAS AKHIR KONDISI GEOLOGI TULUNGAGUNG Oleh : Nama Mahasiswa : Rachmad Wirawan Nim : 140722603742 Mata Kuliah : Praktikum Geologi Dasar Dosen Pengampu : Purwanto, S.Pd, M.Si. UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS ILMU SOSIAL JURUSAN GEOGRAFI PROGRAM STUDI GEOGRAFI 2014 ACARA VI KONDISI GEOLOGI TULUNGA...


Description

TUGAS AKHIR KONDISI GEOLOGI TULUNGAGUNG

Oleh : Nama Mahasiswa

: Rachmad Wirawan

Nim

: 140722603742

Mata Kuliah

: Praktikum Geologi Dasar

Dosen Pengampu

: Purwanto, S.Pd, M.Si.

UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS ILMU SOSIAL JURUSAN GEOGRAFI PROGRAM STUDI GEOGRAFI 2014

ACARA VI KONDISI GEOLOGI TULUNGAGUNG

I.

TUJUAN

Mahasiswa mampu mengetahui letak geografis dan astronomis daerah Tulungagung. Dan juga mahasiswa mampu mengenali dan menganalisis berbagai macam karakteristik proses geologi yang berbeda di daerah Tulungagung, serta mampu membuktikan apa saja bentukan-bentukan yang dihasilkan oleh proses geologi melalui pengamatan langsung di lapangan. Dari data yang diperoleh di lapangan mahasiswa mampu mendeskripsikan secara tertulis maupun mempresentasikan pemanfaatan lahan oleh hasil proses geologi.

II.

DIAGRAM ALIR

2.1. Alat dan Bahan A. Alat  Palu Geologi  Kamera  Alat tulis (Kertas dan bolpoint)  Meteran  GPS via hanphone B. Bahan kajian  Obyek Geologi di Tulungagung

2.2. Langkah Kerja 1) Menentukan obyek penelitian 2) Mempersiapkan alat dan bahan 3) Mencatat titik koordinat lokasi obyek penelitian

4) Mengamati dengan cermat kenampakan geologi yang terjadi pada obyek penelitian 5) Menganalisis proses terbentuknya suatu obyek ditinjau dari kondisi geologinya 6) Menyusun laporan pengamatan 2.3.Diagram Kerja

Menentukan Obyek

Mempersiapkan alat dan bahan

Mencatat titik koordinat obyek

Mengamati kenampakan geologi

Menganalisi proses geologi

Menyusun laporan

III. HASIL PENGAMATAN Berdasarkan hasil pengamatan di Tulungagung dapat ditemukan berbagai karakteristik dan fenomena geologi yang beragam mulai dari proses fluvial pada tengah sungai brantas proses pengangkatan daerah laut yang mengakibatkan adanya perbukitan karst, proses fluvial pada daerah sungai pegunungan wilis, dan proses marine yang berupa kenampakan pantai molang Metode pengamatan yang dilakukan adalah proses deskripsi dan menganalisis hasil bentukan dari proses geologi dengan menggunakan alat-alat yang sederhana seperti palu, kamera, alat tulis, dan GPS melalui handphone.

VI.KAJIAN PUSTAKA Kronologi Lapisan Batuan Selain jenis-jenis batuan stratigrafi atau kronologi lapisan batuan juga sangat penting dalam pengkajian geologi. Berikut adalah prinsip-prinsip yang digunakan dalam penentuan urut-urutan kejadian geologi adalah sebagai berikut: 1. Prinsip Superposisi Prinsip ini sangat sederhana, yaitu pada kerak bumi tempat diendapkannya sedimen, lapisan yang paling tua akan diendapkan paling bawah, kecuali pada lapisan-lapisan yang telah mengalami pembalikan.

Gambar 2.1 Umur Relatif Batuan Sedimen

2. Hukum Datar Asal (Original Horizontality)

Prinsip ini menyatakan bahwa material sedimen yang dipengaruhi oleh gravitasi akan membentuk lapisan yang mendatar (horizontal). Implikasi dari pernyataan ini adalah lapisan-lapisan yang miring atau terlipatkan, terjadi setelah proses pengendapan. Pengecualian : Pada keadaan tertentu (lingkungan delta, pantai, batugamping, terumbu, dll) dapat terjadi pengendapan miring yang disebut Kemiringan Asli (Original Dip) dan disebut Clinoform.

3. Azas Pemotongan (Cross Cutting) Prinsip ini menyatakan bahwa sesar atau tubuh intrusi haruslah berusia lebih muda dari batuan yang diterobosnya.

4. Prinsip Kesinambungan Lateral (Continuity) Lapisan sedimen diendapkan secara menerus dan berkesinambungan sampai batas cekungan sedimentasinya. Penerusan bidang perlapisan adalah penerusan bidang kesamaan waktu atau merupakan dasar dari prinsip korelasi stratigrafi. Dalam keadaan normal suatu lapisan

sedimen tidak mungkin terpotong secara lateral dengan tiba-tiba, kecuali oleh beberapa sebab yang menyebabkan terhentinya kesinambungan lateral, yaitu :

Gambar 2.2 Menghubungkan Batuan yang Sama

- Pembajian Menipisnya suatu lapisan batuan pada tepi cekungan sedimentasinya.

Gambar 2.3 Penipisan Lapisan Sedimen pada Tepian Cekungan

- Perubahan Fasies Perbedaan sifat litologi dalam suatu garis waktu pengendapan yang sama, atau perbedaan lapisan batuan pada umur yang sama (menjemari).

Gamabr 2.4 Penghilangan Lapisan Secara Lateral - Pemancungan atau Pemotongan karena Ketidakselarasan Dijumpai pada jenis ketidakselarasan Angular Unconformity dimana urutan batuan di bawah bidang ketidakselarasan membentuk sudut dengan batuan diatasnya. Pemancungan atau pemotongan terjadi pada lapisan batuan di bawah bidang ketidakselarasan.

Gamba gambar 2.5 Pemancungan

- Dislokasi karena sesar Pergeseran lapisan batuan karena gaya tektonik yang menyebabkan terjadinya sesar atau patahan.

Gambar 2.6 Dislokasi 5. Azas Suksesi Fauna (Faunal Succesions) Penggunaan fosil dalam penentuan umur geologi berdasarkan dua asumsi dalam evolusi organik. Asumsi pertama adalah organisme senantiasa berubah sepanjang waktu dan perubahan yang telah terjadi pada organise tersebut tidak akan terulang lagi. Sehingga dapat dikatakan bahwa suatu kejadian pada sejarah geologi adalah jumlah dari seluruh kejadian yang telah terjadi sebelumnya. Asumsi kedua adalah kenampakan-kenampakan anatomis dapat ditelusuri melalui catatan fosil pada lapisan tertua yang mewakili kondisi primitif organisme tersebut.

7. Teori Uniformitarianisme (Uniformitarianism) Teori ini dicetuskan oleh James Hutton, teori ini berbunyi “The Present is The Key to The Past “, yang berarti kejadian yang berlangsung sekarang adalah cerminan atau hasil dari kejadian pada zaman dahulu, sehingga segala kejadian alam yang ada sekarang ini, terjadi dengan jalan yang lambat dan proses yang berkesinambungan seragam dengan proses-proses yang kini sedang berlaku. Hal ini menjelaskan bahwa rangkaian pegunungan-pegunungan besar, lembah serta tebing curam tidak terjadi oleh suatu malapetaka yang tiba-tiba, akan tetapi melalui proses alam yang berjalan dengan sangat lambat.

A. DASAR TEORI BENTUK LAHAN ASAL FLUVIAL Bentuklahan asal proses fluvial adalah semua bentuklahan yang terjadi akibat adanya proses aliran baik yang berupa aliran sungai maupun yang tidak terkonsetrasi yang berupa limpasan permukaan. Akibat adanya aliran air tersebut maka akan terjadi mekanisme proses erosi, transportasi, dan sedimentasi. Proses erosi yang disebabkan oleh aliran air diawali dengan adanya proses pelapukan, baik pelapukan fisis, khemis maupun organis akan

terpencarkan oleh tetesan air hujan, selanjutnya akan terangkut oleh aliran permukaan dan aliran sungai. Pengangkutan sedimen dalam bentuk : muatan dasar, muatan suspensi, muatan terlarut, dan muatan yang mengapung. Pada muatan dasar sedimen berpindah secara bergulling (rolling), bergeser (shifting), dan melompat (saltation), sedangkan pada muatan suspensi sedimen bergerak secara melayang-layang pada aliran sungai. Pada aliran yang relatif cepat, sebagian muatan dasar dapat menjadi muatan suspensi., sedangkan aliran lambat sebagian muatan suspensi menjadi muatan dasar. Muatan dasar akan mengalami sedimentasi, jika aliran air sudah tidak mampu mengangkutnya lagi. Demikian juga muatan suspensi, akan menjadi muatan dasar jika kecepatan aliran, dan selanjutnya akan mengalami sedimentasi. Muatan yang mengapung akan terangkut terus hingga tenaga aliran sudah tidak mampu untuk mengangkutnya lagi. Mekanisme pengangkutan muatan sedimen (muatan dasar, muatan sedimentasi, dan muatan terlarut). Aliran sungai akan mengangkut material dari bagian hulu menuju bagian hilir. Dalam proses pengangkutan sedimen, kemampuan aliran air dalam mengangkut sedimen (stream competention) akan berkurang, hal tersebut ditentukan oleh: berkurangnya debit aliran, kemiringan dasar sungai semakin kecil, terjadi penambahan sedimen yang terangkut, dan aliran air sungai semakin melebar. Struktur sedimen dapat dipengaruhi oleh aliran air, kecepatan aliran, banyaknya material sedimen yang terangkut. Struktur sedimen yang dihasilkan dapat berupa struktur horizontal, silangsiur, struktur delta. Permukaan sedimen dapat berombak, dengan berbagai macam bentuk. Secara vertikal sedimen dapat memiliki sebaran butir, gradasi sangat baik, gradasi baik, gradasi sedang, gradasi buruk, dan tidak bergradasi. Secara memanjang sungai sebaran sedimen dapat terjadi sortasi, dengan kriteria sortasi sangat baik, baik, sedang, buruk, dan tidak ada sortasi. Akibat tenaga pengangkut berkurang, maka akan terjadi proses sedimentasi. Sedimentasi ini akan menghasilkan berbagai macam bentuk yang mempunyai kesamaan relief, batuan atau struktur, dan proses terbentuknya, dan dinamakan bentukan asal proses fluvial. Berdasarkan kondisi relief dan topografinya maka sungai dapat dibagi menjadi tiga penggal yaitu sungai bagian hulu, sungai bagian tengah, dan sungai bagian hilir. Sungai bagian hulu merupakan sungai yang menempati daerah pegunungan atau perbukitan dan memiliki orde sungai rendah. Karena menempati daerah perbukitan, maka gradient sungai

sangat tinggi sehingga kecepatan aliran sangat besar. Hal ini mengakibatan daerah tersebut didominasi oleh erosi vertikalyang menyebabkan pendalaman alur sungai disbanding dengan erosi lateral yang mengakibatkan pelebaran alur sungai. Karena memiliki orde rendah, maka debit aliran pada umumnya relatif kecil. Sungai bagian tengah merupakan peralihan antara sungai bagian hulu dan sungai bagian hilir. Daerah tersebut memiliki topografi landai sampai bergelombang. Hal ini akan menyebabkan berkurangnya kecepatan aliran sungai sehingga proses erosi vertical dan erosi lateral terjadi secara seimbang. Sungai bagian hilir merupakan sungai yang menempati daerah dataran yang pada umumnya erosi lateral sangat intensif sehingga terjadi pelebaran lembah sungai. Pembentukan meander sering terjadi pada daerah tersebut dan pada daerah sungai pada kondisi tertentu akan terbentuk delta. Pembentukkan pola sungai dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti litologi batuan, kemiringan lereng, tenaga tektonik dan lainnya. Sungai yang ada saat ini merupakan proses yang terus menerus berlangsung dan akan terus berkembang. Tahap perkembangan sungai terbagi menjadi 5 stadia yaitu stadia awal, stadia muda, stadia dewasa, stadia tua dan stadia peremajaan (rejuvenation) Stadia awal dicirkan dari bentuk sungai yang belum memiliki pola aliran yang teratur seperti lazimnya suatu sungai. Sungai pada tahapan awal umumnya berkembang di daerah dataran pantai yang mengalami pengangkatan atau di atas permukaan lava yang masih baru. Stadia muda dicirikan dengan sungai aktivitas alirannya mengerosi ke arah vertikal. Erosi tersebut menghasilkan lembah menyerupai huruf "V". Air terjun dan aliran yang deras mendominasi tahapan ini. Stadia dewasa dicirikan dengan mulai adanya dataran banjir (flood plain) kemudian membentuk meander. Pada tahapan ini aliran sungai sudah memperlihatkan keseimbangan laju erosi vertikal dengan laju erosi lateral. Stadia tua dicirikan dengan sungai yang sudah didominasi oleh meander dan dataran banjir yang semakin melebar. Oxbow lake dan rawa mulai terbentuk disisi sungai dan erosi lateral lebih dominan dibanding erosi vertikal. Stadia peremajaan adalah perkembangan sungai yang kembali didominasi oleh erosi vertikal dibanding erosi lateral. Proses ini terjadi akibat terjadinya pengangkatan di daerah sungai tua sehingga sungai kembali menjadi stadia muda/awal (rejuvenation). Peremajaan sungai terjadi ketika tingkat dasar sungai turun bisa disebabkan oleh penurunan muka air laut dan pengangkatan daratan. Keduanya merupakan dampak dari terjadinya zaman es dan antar es.

Pola Aliran Sungai (Valley Pattern/Drainage Pattern) T ergantung pada: a. Letak/kedudukan batuan dasar (bed rock) terhadap sungai. b. Bentuk lapisan batuan. c. Kekerasan permukaan tanah. d. Keberadaan retakan/kekar/patahan. e. Struktur geologi suatu daerah Klasifikasi Pola Aliran Sungai Menurut Lobeck (1939) dibedakan: a. Pola Dendritis, menyerupai bentuk pohon dengan cabang dan homogen, misal daerah aluvial. b. Pola Rectanguler, anak-anak sungai membentuk sudut 90° terhadap induk sungai: pada umunya terdapat di daerah patahan/retakan yang berbatuan kristalin c. Pola Annular, anak-anak sungai membentuk sudut diagonal terhadap induk sungai; terdapat di daerah pegunungan kubah (dome) stadia dewasa. d. Pola Radial bentuknya menjari. Dibedakan menjadi: 1). Sentrifugal, menjari menjauhi pusat, terdapat di daerah volkan muda dan kubah muda. 2). Sentripetal, menjari menuju pusat, terdapat di suatu basin, cekungan atau depressi bagian terendah). e. Pola Trellis, menyerupai batang pohon anggur dengan cabang-cabangnya, terdapat pada pegunungan lipatan stadia dewasa. . Topografi sebagai hasil Deposisi aliran/Penimbunan Proses yang dominan adalah agradasi. a. Kipas alluvial (alluvial fan), merupakan endapan berbentuk kipas/kerucut rendah dari akumulasi kerikil dan pasir, berada pada mulut jeram/lembah pegunungan yang berbatasan dengan dataran.

Karakteristiknya: 1). Sistem distribusi alur radial; 2). Saluran silang siur (braided) dari apex berupa lembah sempit dan dalam, sampai di bawah kipas meluas dan dangkal. b. Crevasse-Splays, adalah celah yang terisi endapan pada lengkung luar alur sungat. c. Tanggul alam (natural Levee), akumulasi sedimen berupa igir/tanggal memanjang danmembatasi alur sungai. Struktur tanggal alam berlapis, terbentuk oleh seseri endapan pada saat banjir. Materi kasar diendapkan dekat aliran sungai, yang halus terangkat jauh ke arah dataran banjir. d. Point bar, endapan pada lengkung dalam sungai yang mengalami proses meandering: di dalam point bar terdapat igir-igir (scroll) yang diselingi oleh alur (swales) dengan kedudukan hampir sejajar satu sama lain; pada swales seeing terisi materi halus; kelerengan miring ke arah lengkung luar. e. Dataran banjir (Fload plain), endapan di kanan-kiri sungai yang secara periodik digenangi oleh banjir karena luapan sungai di dekatnya atau dari akumulasi aliran permukaan bebas/hujan lokal. Karakteristik dataran banjir. 1). Tersusun dari timbunan material lepas yang diangkut dari sungai di dekatnya, yang kasar di dekat aliran sungai; 2). Topografi datar dengan elevasi rendah; 3). Terletak di kanan-kiri sungai atau dekat pantai; 4). Belum terjadi perkembangan tanah karena sering secara mendadak mendapat tambahan material baru. f. Cekungan fluvial (Fluvial Flood Basin), yaitu cekungan di belakang tanggal sungai dengan elevasi sangat rendah. Karakteristiknya: 1). Ukuran dan bentuknya memanjang sungai; 2). Di daerah tropis selalu tergenang air (permanentlv inundated);

3). Dicirikan oleh tumbuhan air, seperti welingi, enceng gondok, kangkungan, terate; 4). Merupakan bagian terendah dari dataran banjir. g. Teras Aluviall (alluvial terraces), adalah teras di tepi sungai yang dibatasi oleh dinding berlereng curam disatu sisi dan lereng landai di sisi lain. Karakteristik teras aluvial: 1). Terjadi pada endapan aluvium yang mengisi dasar lembah; 2). Pada dasar lembah yang lebar terjadi pemotongan ke bawah (down cutting) oleh sungai (degradasi) 3). Pada saat yang sama terjadi pemotongan ke samping sehingga terjadi

pemindahan

(shifted) alur sungai ke arah lateral pada dataran banjir, akibatnya terjadi satu pasang teras; 4). Pendalaman lembah dan perpindahan ke samping berulang-ulang, terbentuk beberapa pasang teras sungai; 5). Kadang-kadang bentuk teras sungai disebabkan karena komposisi batuan (struktur batuan), disebut scabland dan scab rock. h. Delta, adalah endapan di muara sungai, terjadi apabila material yang dihanyutkan sungai tidak terganggu oleh pengaruh gelombang atau arus sehingga dapat mengendap di laut/danau. * Syarat-syarat untuk perkembangan delta: 1). Daerah aliran sungai luas; 2). Debit sungai tinggi; 3). Sedimen yang terangkat banyak; 4). Daerah tropik basah; 5). Dasar laut dangkal; 6). Arus dan gelombang lemah; 7). Topografi pantai landai. *. Bentuk-bentuk delta:

1). Delta berbentuk kipas (Arcuate delta), terjadi dari endapan sungai yang membawa berbagai jenis dan kualitas material (kasar, halus, koloid dan larutan). Delta bersifat porous, sehingga ciri khasnya adalah braided. 2). Delta Estuari (Estuarine Filling Delta), terdapat di muara-muara sungai berbentuk corong (estuarium), terjadi sebagai akibat perbedaan pasang-surut yang besar. Pada saat pasang materi kasar-halus seluruhnya terangkut arus laut dan arus sungai, saat surut materi kasar diendapkan, materi halus dihanyutkan ke arah laut. Pada saat pasang berikutnya material yang sudah mengendap diikat oleh materi halus. Dengan demikian kanal yang terbentuk menjadi dalam dan tegas. 3). Delta berbentuk kaki burung (Bird's foot Delta), terjadi dari endapan material homogen halus ditambahi dengan lautan kapur. Kanal yang berbentuk tunggal dan dalam bercabang apabila suatu titik tertentu aliran air dapat meluap, cabang tersebut membentuk kanal-kanal sekunder atau tersier. i. Sungai Mati dan danau tapal kuda (Oxbow Lake) 1).

Sungai mati adalah dasar sungai yang sudah tidak aktif lagi karena ditinggalkan alur

sungai oleh aliran sungai dan pindah ke tempat lain (proses meandering). 2).

Danau berebentuk tapal kuda (oxbow lake), terjadi karena ada pemotongan aliran

sehingga yang tertinggal berupa genangan yang bentuknya melengkung seperti tapal kuda. Ada tiga cara pemotongan sungai: a).

Chut cut off, sungai memotong sisi terluar meander karena adanya fluktuasi arus yang

sangat kuat. b).

Neck cut off, sungai memotong meander stadia tua pada bagian leher karena arus

terhalang oleh endapan pada meander tersebut, sehingga arus sungai cenderung mencari jalan pintas. c).

Avulsi, cabang sungai braided tidak memperoleh aliran karena terhalang endapan

pada pertemuan antara cabang dengan sungai aktif

B. DASAR TEORI BENTUK LAHAN ASAL MARIN

Bentuklahan asal proses marin adalah semua bentuklahan yang dihasilkan oleh aktivitas laut yaitu oleh adanya gelombang dan arus laut. Akibat keberadaan gelombang (wave) dan arus (current) akan menghasilkan bentuklahan asal marin baik bentukan erosional maupun bentukan deposisional. Bentukan erosional dapat berupa dinding terjal (cliff) sedangkan bentukan deposisional dapat berupa delta, betinggisik, sedimen marin, tombolo, dan spit. Proses marin sering dipengaruhi juga oleh aktivitas daratan yaitu aktivitas fluvial sehingga sering disebut sebagai proses fluvio-marin. Contoh bentuklahan yang merupakan hasil proses fluvio-marin adalah delta. Daerah pesisir (coastal area) merupakan daerah yang masih terpengaruh oleh aktivitas marin, berdasarkan morfologinya daerah pesisir dibedakan menjadi: a.

Pesisir bertebing terjal (cliff)

Pesisir bertebing terjal merupakan bentukan erosional yang terbentuk akibat oleh proses abrasi pantai yang disebabkan oleh gelombang dan arus laut. Akibat adanya proses abrasi yang intensif daerah tersebut sering terjadi proses gerak masa batuan yang mengakibatkan mundurnya garis pantai. Materi penyusun daerah tersebut adalah material yang kompak dicirikan oleh kemiringan lereng curam sampai terjal. b. Pesisir bergisik ( sand beach ) Pesisir bergisik merupakan daerah yang datar sampai landai yang tersusun atas material lepas-lepas (pasir) yang merupakan hasil deposisional akibat aktivitas gelombang atau arus laut. Keberadaan material pada daerah tersebut dipengaruhi keberadaan material dari daratan yang terangkut oleh aliran sungai. Karena sangat dipengaruhi oleh aktivitas daratan maka pesisir bergisik sering dijumpai pada daerah sekitar muara sungai. c. Pesisir berawa payau (swampy beach) Pesisir berawa payau berasosiasi dengan daerah deposisional, sehingga daerah tersebut merupakan daerah pesisir yang tumbuh (acretion). Pesisir berawa payau tersusun atas material yang berbutir halus sehingga memiliki permeabilitas rendah. Pesisir berawa payau berkembang pada daerah relief datar-landai terhalang sehingga aktivitas gelombang kecil. Daerah tersebut berkembang tumbuhan mangrove yang merupakan...


Similar Free PDFs