IDENTIFIKASI SENYAWA GOLONGAN ALKALOID, BASA NITROGEN, DAN SULFONAMIDA PDF

Title IDENTIFIKASI SENYAWA GOLONGAN ALKALOID, BASA NITROGEN, DAN SULFONAMIDA
Author Dhiya ul Haqqi
Pages 18
File Size 635.8 KB
File Type PDF
Total Downloads 66
Total Views 582

Summary

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM ANALISIS FISIKOKIMIA IDENTIFIKASI SENYAWA GOLONGAN ALKALOID, BASA NITROGEN, DAN SULFONAMIDA Disusun Oleh: Dhiya ul Haqqi NPM: 260110120044 LABORATORIUM ANALISIS FISIKOKIMIA FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS PADJADJARAN JATINANGOR 2014 IDENTIFIKASI SENYAWA GOLONGAN ALKALOID, BASA N...


Description

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM ANALISIS FISIKOKIMIA

IDENTIFIKASI SENYAWA GOLONGAN ALKALOID, BASA NITROGEN, DAN SULFONAMIDA

Disusun Oleh: Dhiya ul Haqqi NPM: 260110120044

LABORATORIUM ANALISIS FISIKOKIMIA FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS PADJADJARAN JATINANGOR 2014

IDENTIFIKASI SENYAWA GOLONGAN ALKALOID, BASA NITROGEN, DAN SULFONAMIDA

I.

TUJUAN Mengetahui cara identifikasi senyawa golongan alkaloid, basa nitrogen, dan sulfonamida.

II. PRINSIP 1. Senyawa golongan alkaloid dapat berfluorosensi di bawah sinar UV baik dilihat langsung maupun dengan penambahan asam. 2. Senyawa golongan alkaloid dapat menghasilkan bentuk kristal yang spesifik dengan penambahan reagen HgCl2. 3. Pengkopelan senyawa golongan sulfonamida dengan reagensia pDAB menghasilkan endapan dengan spektrum warna kuning hingga merah

III. DATA PENGAMATAN DAN HASIL Golongan Alkaloid 1. Kinin HCl No. Reagensia

Perlakuan

Hasil

1.

Kinin + air

Larut, Bening

+ H2SO4

Tidak ada perubahan warna

H2SO4

1

Dilihat pada UV

2.

Kristal

+HgCl2,

HgCl2

pada mikroskop

Warna fluorosensi biru

Diamati Kristal

terlihat

berbentuk

batang

2. Papaverin HCl No. Reagensia

Perlakuan

1.

Papaverin

Liebermann

Hasil + Warna hitam

Liebermann

2.

Mandelin

Papaverin + Mandelin

Warna hijau kehitaman

2

3.

Fluorosensi

Sedikit zat papaverin + Bening Anhidrid asam asetat

Tidak

+ H2SO4, Dipanaskan

warna

ada

perubahan

Diamati pada UV Warna hijau toska

4.

Kristal

+ HgCl2, Diamati pada Kristal terlihat berbentuk

HgCl2

mikroskop

bulat-bulat

3

3. Efedrin No. Reagensia

Perlakuan

Hasil

1.

Liebermann

Efedrin + Liebermann

Coklat kehitaman

2.

CuSO4

+ Efedrin + CuSO4

Biru muda

NH4OH

+ NH4OH

3.

Kristal

Efedrin

HgCl2

Diamati

Ungu

+

HgCl2, Kristal terlihat berbentuk pada batang

mikroskop

4

4. Heksamin No. Reagensia

Perlakuan

1.

Asam

Heksamin

Salisilat

salisilat

Lakmus

Heksamin + H2SO4 + Lakmus merah  merah

2.

Hasil +

Asam Warna merah muda

Lakmus biru  merah

formaldehid Ujung tabung ditutup kapas

dan

kertas

lakmus

yang

sudah

dibasahi

5

3.

Kristal

Ring sublimasi, Bentuk Bentuk kristal

diamati

kristal

terlihat

pada kotak-kotak

mikroskop

Golongan Sulfonamida 1. Sulfanilamid No. Reagensia

Perlakuan

Hasil

1.

Sulfanilamid + HCl

Larut

p-DAB

6

Warna kuning

+ p-DAB

2.

CuSO4

Sulfanilamid + CuSO4

3.

Vanilin

Sulfanilamid + Vanilin Zat bercampur

Asam Sulfat

Sulfat + H2SO4

4.

5.

Bening, ada endapan

Warna kuning

Koppayi

Sulfanilamid + Koppayi Merah muda

Zwikker

Zwikker

Kristal

Sulfanilamid + Aseton Kristal berbentuk kristal

7

air,

Diamati

pada bening panjang

mikroskop

2. Sulfamerazin No. Reagensia

Perlakuan

Hasil

1.

p-DAB

Sulfamerazin + p-DAB

Larut, Warna oranye

2.

CuSO4

Sulfamerazin + CuSO4

Tidak bercampur, Warna biru muda

3.

Vanilin

Sulfamerazin + Vanilin Zat bercampur

Asam Sulfat

Sulfat + H2SO4

Tidak bercampur, Warna kuning

8

4.

Koppayi

Sulfamerazin

Zwikker

Koppayi Zwikker

+ Warna merah muda

IV. REAKSI 4.1. Reaksi Golongan Alkaloid 4.1.1. Kinin HCl 1. Kinin + H2SO4

(Svehla, 1990).

9

4.1.2. Papaverin HCl 1. Papaverin + H2SO4

(Clark, 2003). 2. Papaverin + Lieberman

(Clark, 2003) 4.1.3. Efedrin 1. Efedrin + CuSO4 + NaOH

(Fessenden, 1986).

4.2. Reaksi Golongan Sulfonamida 4.2.1. Sulfanilamid 1. Sulfanilamid + p-DAB

(Roth, 1985). 10

4.2.2. Sulfamerazin 1. Sulmaferazin + Vanilin Asam Sulfat

(Svehla, 1989).

V. PEMBAHASAN Pada praktikum Analisis Fisikokimia ini, praktikan mempelajari metode identifikasi untuk macam-macam senyawa yang termasuk ke dalam golongan alkaloid, basa nitrogen, dan sulfonamida. Beberapa senyawa alkaloid yang telah diidentifikasi oleh praktikan dalam praktikum ini adalah Kinin HCl, Papaverin HCl, Efedrin, dan Heksamin. Sedangkan senyawa sulfonamida yang diidentifikasi pada praktikum ini adalah Sulfananilamid dan Sulfamerazin. Identifikasi

penggolongan

senyawa

alkaloid

dapat

dilakukan

menggunakan pereaksi umum yaitu pereaksi Mayer dan pereaksi Dragendorf yang akan bereaksi positif membentuk endapan dengan senyawa alkaloid. Kedua pereaksi tersebut merupakan perekasi yang umum digunakan untuk identifikasi alkaloid. Senyawa alkaloid mempunyai kemampuan untuk bereaksi dalam pereaksi Meyer dan Dragendorf, dikarenakan dalam senyawa alkaloid terdapat gugus nitrogen yang masih memiliki satu pasang elektron bebas yang menyebabkan senyawa-senyawa alkaloid bersifat nukleofilik dan cenderung bersifat basa. Akibat dari hal itu, senyawa-senyawa alkaloid mampu untuk mengikat ion-ion logam berat yang bermuatan positif dan membentuk senyawasenyawa kompleks tertentu yang berwarna. Reagen Meyer dan Dragendorf dibuat dari senyawa yang mengandung ion-ion logam berat. Hasil yang diperoleh adalah positif yaitu terbentuknya endapan putih pada pereaksi Mayer. Diperkirakan endapan putih tersebut merupakan kompleks kalium-alkaloid. Hal tersebut berdasarkan pada literatur yang menyebutkan bahwa pada uji alkaloid dengan pereaksi Mayer, diperkirakan nitrogen pada alkaloid akan bereaksi dengan ion 11

logam K+ dari kalium tetraiodomerkurat (II) membentuk kompleks kaliumalkaloid yang mengendap dan pada pereaksi Dragendorff terbentuk endapan coklat yang diduga merupakan kompleks kalium-alkaloid. Kompleks kaliumalkaloid tersebut merupakan hasil ikatan antara nitrogen dengan K+

yang

merupakan ion logam kalium tetraiodobismut membentuk ikatan kovalen koordinat. Pertama-tama, praktikan melakukan identifikasi terhadap senyawa kinin. Identifikasi yang spesifik untuk senyawa kinin adalah dengan melihat kemampuannya dalam berfluoresensi di bawah sinar UV dengan panjang gelombang 254 nm. Serbuk kinin dilarutkan terlebih dahulu dengan menggunakan air. Selanjutnya, kinin yang telah dilarutkan diberi pereaksi H2SO4 dan dilihat dibawah sinar UV dengan panjang gelombang 254 nm dan menghasilkan senyawa yang berfluoresensi berwarna biru muda. Kemampuan kinin dalam berfluoresensi dapat disebabkan karena konformasi kinin yang memiliki gugus kromofor yang ditunjang pula dengan gugus auksokrom terutama setelah kinin direaksikan dengan penambahan H2SO4 sehingga kinin dapat berfluoresensi (memancarkan sinar) pada panjang gelombang 254 nm. Senyawa yang diidentifikasi selanjutnya adalah senyawa papaverin. Papaverin dapat diidentifikasi dengan menggunakan pereaksi Liebermann. Papaverin dapat menimbulkan reaksi yang positif dengan pereaksi Liebermann karena pereaksi tersebut spesifik terhadap gugus O-alkil yang berikatan dengan cincin benzena. Berdasarkan stuktur papaverin, senyawa ini memiliki gugus – OCH3 yang berikatan dengan cincin benzena sehingga menghasilkan larutan hitam dengan endapan putih. Pada identifikasi dengan reagensia Mandelin menghasilkan warna hijau kehitaman. Ketika menginterpretasikan hasil uji dengan mandelin, reaksi dengan asam sulfat harus diperhitungkan. Karena hidroklorida memberikan warna merah dengan uji ini. Jika warna berbeda dengan hasil reaksi dengan asam sulfat, uji lieberman menunjukkan adanya cincin aromatik yang tergabbung dengan cincin jenuh dengan 5,6,7 atom karbon yang mengandung hanya satu atom nitrogen. Identifikasi papaverin lainnya adalah dengan menggunakan test fluoresensi pada sinar UV dengan panjang gelombang

12

254 nm. Senyawa papaverin dapat diidentifikasi dengan menggunakan pereaksi asam asetat anhidrida ditambah H2SO4 kemudian dilakukan pemanasan di water bath sebelum dilakukan uji fluoresensi. Pada saat papaverin ditambahkan asam asetat anhidrida, serbuk papaverin melarut sempurna. Penambahan asam asetat anhidrida bertujuan untuk melarutkan papaverin agar lebih mudah bereaksi dengan H2SO4 serta digunakan asam asetat anhidrida karena pereaksi ini merupakan pendonor pasangan elektron bebas yang baik dan reaksi dapat berjalan secara irreversibel. Penambahan H2SO4 bertujuan untuk membentuk kompleks berwarna kuning yang akan terstabilkan dengan adanya pemanasan. Kemampuan papaverin untuk berfluoresensi secara mendasar telah dimiliki papaverin karena papaverin memiliki gugus yang kromofor yang mampu untuk berfluoresensi dan menyerap energi pada panjang gelombang tertentu terutama saat telah terjadi pembentukkan kompleks. Senyawa alkaloid selanjutnya yang telah diidentifikasi oleh praktikan adalah efedrin. Senyawa efedrin dapat diidentifikasi dengan menggunakan pereaksi Liebermann atau dengan menggunakan metode kuprifil (pereaksi CuSO4 dan NaOH). Efedrin dapat menghasilkan reaksi yang positif dengan pereaksi Liebermann dikarenakan efedrin memiliki cincin benzena tersubstitusi tunggal yang tidak bergabung dengan gugus karbonil atau C=N-O. Oleh karena itu dihasilkan suatu larutan keruh dengan endapan agak kuning yang menunjukkan reaksi positif. Identifikasi senyawa efedrin dapat pula dilakukan dengan pereaksi CuSO4 dan NH4OH. Pertama-tama, praktikan melakukan penggerusan untuk menghomogenkan antara efedrin dengan CuSO4. Selanjutnya, dilakukan penambahan senyawa NH4OH untuk menciptakan suasana basa dan reaksi dapat berlangsung. Akan ditimbulkan suatu reaksi yang spesifik dimana terbentuk kompleks larutan biru dengan endapan putih karena CuSO4 dapat bereaksi dengan senyawa yang memiliki cincin heterosiklik berasal dari efedrin. Senyawa alkaloid selanjutnya yang telah diidentifikasi oleh praktikan adalah heksamin. Identifikasi senyawa heksamin dapat dilakukan dengan menggunakan pereaksi marquis dengan lakmus merah, asam salisilat dengan H2SO4, dan reaksi kristal dengan cincin sublimasi. Senyawa heksamin yang

13

direaksikan dengan pereksi marquis membuat kertas lakmus merah tetap berwarna merah. Hal ini menunjukkan sifat suspensi heksamin dengan pereaksi marquis bersifat asam atau netral. Sebenarnya pereaksi marquis yang terdiri dari formaldehid dengan H2SO4 telah memiliki sifat yang cenderung asam pula untuk memengaruhi pH dari suspensi tersebut. Sebenarnya heksamin tidak mampu berekasi dengan pereksi marquis karena pereaksi marquis hanya mampu mengidentifikasi senyawa yang memiliki cincin aromatis terkonjugasi yang dapat melakukan resonansi. Sementara secara konformasi, heksamin tidak mempunyai ketentuan tersebut. Identifikasi senyawa heksamin lainnya dapat dilakukan menggunakan asam salisilat dengan H2SO4. Dihasilkan suatu senyawa kompleks yang cukup kental (viskositas cukup tinggi) berwarna merah bata. Reaksi ini terjadi akibat amin aromatik primer yang terdapat dalam heksamin dengan pereaksinya. Selain itu, identifikasi heksamin dapat dilakukan dengan reaksi sublimasi. Pada metode ini, praktikan melakukan pengujian terhadap heksamin dengan menggunakan pemanasan untuk mengubah heksamin dari bentuk padat menjadi gas dan membentuk kristal kembali dalam bentuk padat. Pada tahap ini, praktikan menyiapkan kaca objek dan ring sublimasi diatasnya yang selanjutnya akan diisi dengan serbuk heksamin kemudian ditutup dengan menggunakan kaca objek kembali dan diberi kapas yang telah dibasahi air diatas kaca objek penutup untuk mempercepat proses sublimasi kedua yaitu saat gas berubah kembali menjadi padat (kristal). Kapas berisi air ini berfungsi sebagai pendingin agar uap yang dihasilkan dari pemanasan asam asetil salisilat cepat berubah kembali menjadi padat yaitu kristal. Sebaiknya, kristal yang dihasilkan dari proses sublimasi ini tidak menempel pada bagian dinding dalam ring karena yang akan diamati adalah kristal yang menempel pada kaca objek penutup di mikroskop. Saat dilihat secara mikroskopis bentuk kristal heksamin yaitu kristal heksagonal beraturan. Selanjutnya, praktikan telah melakukan identifikasi terhadap senyawa golongan sulfonamida. Reaksi identifikasi untuk golongan sulfonamida hampir seluruhnya bersifat kurang spesifik kecuali reaksi kristalisasi aseton-air karena masing-masing senyawa golongan sulfonamida memiliki karakteristik kristal

14

masing-masing. Dalam praktikum ini, semua senyawa golongan sulfonamida akan diidentifakasi menggunakan metode dan pereaksi yang sama sehingga praktikan dapat membedakan tiap senyawa dari reaksi yang ditimbulkan. Reaksi identifikasi yang akan dilakukan untuk seluruh senyawa golongan sulfonamida adalan reaksi dengan penambahan p-DAB, reaksi dengan CuSO4,

reaksi dengan pereaksi

zwikker, reaksi dengan vanilin sulfat, dan kristalisasi aseton-air. Senyawa golongan sulfonamida pertama yang telah diidentifikasi oleh praktikan adalah sulfanilamid. Identifikasi sulfanilamid dengan menggunakan pereaksi p-DAB menimbulkan perubahan warna larutan menjadi berwarna kuning. Reaksi ini dapat menimbulkan warna cukup spesifik karena sulfanilamid memiliki amin aromatis. Identifikasi selanjutnya adalah mereaksikan sulfamerazine dengan CuSO4 menghasilkan endapan dan warna larutan bening. Identifikasi sulfanilamid selanjutnya dilakukan dengan menggunakan pereaksi zwikker yang menghasilkan larutan berwarna merah muda lembut yang setelah didiamkan beberapa saat di udara terbuka menjadi kering dan membentuk endapan putih ditengah dan endapan merah muda mengelilinginya. Reaksi positif ini dapat terjadi karena adanya reaksi antara senyawa yang terdapat dalam pereaksi zwikker dengan gugus O=S-NH2 yang terdapat pada struktur sulfamerazine. Identifikasi sulfanilamid selanjutnya dapat dilakukan dengan menggunakan pereaksi vanilin sulfat. Dengan penambahan H2SO4 pekat, menghasilkan warna kuning yang ketika didiamkan warna semakin mengental. Identifikasi selanjutnya untuk senyawa sulfanilamid adalah kristalisasi aseton-air. Kristal sulfanilamid berbentuk kristal ramping saat dilihat dengan menggunakan mikroskop. Kristal dapat terbentuk karena adanya pergeseran kepolaran dari aseton yang bersifat non polar ke arah yang lebih polar dengan penambahan air. Selain itu faktor Ksp pun sebenarnya ikut memengaruhi dalam proses pembentukkan kristal ini. Senyawa golongan sulfonamida selanjutnya yang telah diidentifikasi oleh praktikan adalah sulfamerazin. Identifikasi sulfamerazin dengan menggunakan pereaksi p-DAB menimbulkan perubahan warna larutan menjadi berwarna kekuningan. Reaksi ini dapat menimbulkan warna cukup spesifik karena sulfamerazin memiliki amin aromatis. Identifikasi selanjutnya adalah mereaksikan

15

sulfamerazin dengan CuSO4. Hasilnya terdapat endapan zat dan menghasilkan warna biru muda. Identifikasi sulfamerazin selanjutnya dilakukan dengan menggunakan pereaksi zwikker yang menghasilkan larutan berwarna merah muda lembut yang setelah didiamkan beberapa saat di udara terbuka menjadi kering dan membentuk endapan berwarna cream. Reaksi positif ini dapat terjadi karena adanya reaksi antara senyawa yang terdapat dalam pereaksi zwikker dengan gugus O=S-NH2 yang terdapat pada struktur sulfamerazin. Identifikasi sulfamerazin selanjutnya dapat dilakukan dengan menggunakan pereaksi vanilin sulfat. Dengan pereaksi vanilin sulfat dihasilkan larutan berwarna kuning terang dengan endapan. Sulfamerazin dapat menimbulkan reaksi yang positif dengan vanilin sulfat karena terjadinya oksidasi terhadap senyawa sulfamerazin oleh vanilin sulfat.

VI. KESIMPULAN Identifikasi senyawa golongan alkaloid yaitu kinin dilakukan dengan fluoresensi UV 254 nm ; papaverin dengan penambahan pereaksi Liebermann atau dengan fluoresensi UV 254 nm ; efedrin dengan penambahan pereaksi Liebermann atau dengan CuSO4 dan NaOH ; heksamin dengan penambahan pereaksi marquis dengan lakmus atau asam salisilat dengan H2SO4 atau reaksi kristalisasi sublimasi. Identifikasi senyawa golongan sulfonamida yaitu sulfanilamid dan sulfamerazin dapat diidentifikasi dengan penambahan p-DAB, reaksi dengan CuSO4, reaksi dengan pereaksi koppayi zwikker, reaksi dengan vanilin sulfat, dan kristalisasi aseton-air.

16

DAFTAR PUSTAKA Clark, A.V. 2003. Theory and Practise of Chemistry. London: SAGE Publications. Fessenden, Ralph J., Fessenden, Joan S. 1986. Kimia Organik Jilid 2. Jakarta: Erlangga. Lomo. 2012. Alkaloid. Tersedia di : http://www.slideshare.net/lomolomo4444/ alkaloid-adalah-sebuah-golongan-senyawa-basa-bernitrogen-yang kebanyakan-heterosiklik-dan-terdapat-ditetumbuhan (diakses pada 26 September 2014). Roth, Hermann J. Dan Gottfried Blaschke. 1985. Analisis Farmasi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Svehla, G. 1989. Vogel’s Qualitative Inorganic Analysis, 7th Edition. London: Pretince Hall. Thex.

2010.

Sulfonamida.

Tersedia

secara

online

di

:

http://www.faktailmiah.com/2010/09/28/sulfonamida.html (diakses pada 26 September 2014). Universitas Sumatera Utara. 2011. Senyawa Alkaloid. Tersedia di : http:// repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/28280/4/Chapter%20II.pdf (diakses pada 10 Oktober 2013).

17...


Similar Free PDFs