IMPLEMENTASI RAHN DALAM LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH PDF

Title IMPLEMENTASI RAHN DALAM LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH
Author Santi Pratiwi
Pages 14
File Size 493.2 KB
File Type PDF
Total Downloads 456
Total Views 492

Summary

MAKALAH IMPLEMENTASI RAHN DALAM LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH Maklah ini disusun guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fiqih Mu’amalah Dosen pengampu: Imam Mustafofa, M.SI. Disusun oleh : Santi Pratiwi NPM : 1502100213 Kelas A PROGRAM STUDI S1 PERBANKAN SYARIAH JURUSAN SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM SEKOLAH TINGGI ...


Description

MAKALAH IMPLEMENTASI RAHN DALAM LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH

Maklah ini disusun guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fiqih Mu’amalah Dosen pengampu: Imam Mustafofa, M.SI.

Disusun oleh : Santi Pratiwi NPM

: 1502100213

Kelas A PROGRAM STUDI S1 PERBANKAN SYARIAH JURUSAN SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) JURAI SIWO METRO 2016

1

BAB I PENDAHULUAN

Islam sebagai agam yang universal, mengatur seluruh kegiatan manusia. Dalam kehidupan perekonomian, Islam bahkan mengaturnya dengan sebuah sistem yang sekarang disebut dengan sistem ekonmi syari'ah. Dalam sistem ekonomi syari'ah, setiap akad yang terbentuk seperti jual beli, sewa, mudharabah,

hawalah,

wakalah,

harus

selaras

dengan

hukum

Islam.

Sebagaimana yang dipelajari dalam ilmu ushul fiqh bahwa hukum dasar dalam mu’amalah adalah mubah, maka setiap kegiatan muamalah boleh dilakukan dan dikembangkan umat Islam, selama tidak ada pelarangan tentang hal itu, seperti munculnya praktik riba, atau gharar. Sebagaimana setiap akad yang harus memenuhi rukun dan syaratnya masing-masing,

akad rahn (gadai) juga harus memenuhi syarat yang telah

ditetapkan dalam syari'ah Islam. Gadai dalam Islam bertujuan untuk memberikan keamanan bagi pemberi hutang agar ia dapat tenang dan tak khawatir bahwa hutangnya tidak akan dilunasi. Akan tetapi sikap saling percaya dan amanah bagi kedua pihak yang berakad itu lebih penting agar terbentuk ukhuwah Islamiyyah yang terjaga kokoh dalam tubuh umat Islam. Makalah ini membahas mengenai implementasi rahn dalam lembaga keuangan syari’ah, aplikasi rahn dalam lembaga keuangan syari’ah, manfaat rahn, resiko rahn, mekanisme pegadaian dalam Islam, sampai pada tahap pelaksanaannya. Semoga makalah ini dapat menjadi sumber bacaan bagi para mahasiswa khususnya dan masyarakat pada umumnya dan dapat menambaha khasanah pengetahuannya.

1

BAB II IMPLEMENTASI RAHN DALAM LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH

A. Implementasi Rahn dalam Lembaga Keuangan Syariah Rahn merupakan produk penunjang sebagai alternatif pegadaian, terutama untuk membantu

nasabah dalam memenuhi kebutuhan insidentilnya yang

mendesak. Terkait dengan rahn dalam praktik perbankan syariah, bank tidak menarik manfaat apa pun, kecuali biaya pemeliharaan dan keamanan atas barang yang digadaikan. Akad rahn dapat pula diaplikasikan untuk memenuhi permintaan bank akan jaminan tambahan atas suatu pemberian fasilitas pembiayaan kepada nasabah. 1 Kontrak rahn dipakai dalam perbankan dalam dua hal berikut, rahn dipakai sebagai produk pelengkap, artinya sebagai akad tambahan (jaminan atau collateral) terhadap produk lain seperti dalam pembiayaan ba’i al-murabahah. Bank dapat menahan barang nasabah sebagai konsekuensi akad tersebut. Di beberapa negara islam termasuk di antaranya malaysia, akad rahn telah dipakai alternatif dari penggadaian konvensional. Bedanya dipungut dari nasabah adalah biaya penitipan, pemeliharaan, penjagaan, serta penaksiran. Perbedaan utama anatara biaya rahn dan bunga pegadaian adalah dari sifat bunga yang bisa berakumulasi dan berlipat ganda, sedangkan biaya rahn hanya sekali dan ditetapkan di muka.2 Transaksi gadai menurut syariah haruslah memenuhi rukun dan syarat tertentu gadai syariah, diantaranya : 1. Rukun gadai a. Pelaku, terdiri atas ar-rahin (yang menggadaikan) dan al-murtahin (yang menerima gadai) b. Al-Marhun yaitu barang yang digunakan untuk Rahin untuk dijadikan jaminan dalam mendapatkan utang.

1

Veithzal Rivaidan andrea permata veitzal yang dikutip oleh Imam Mustofa, Fiqih Muamalah Kontemporer, (Jakarta:RajaGrafindo Persada, 2016), h.201-202. 2

Muhamad Syafi’i Antonio, sebagaimana dikutip oleh Imam Mustofa, Fiqih Muamalah Kontemporer, (Jakarta:RajaGrafindo Persada, 2016), h.202.

2

c. Al-Marhun bih (utang), syarat utang adalah wajib dikembalikan oleh debitur kepada kreditur, utang tersebut dapat dilunasi dengan agunan tersebut, dan utang itu harus jelas (harus spesifik). d. Sighat, Ijab dan Qabul

2. Syarat gadai a. Sighat, dengan syarat tidak boleh terikat dengan syarat tertentu dan waktu yang akan datang b. Pihak-pihak yang berakad cakap menurut hukum, yang ditandai dengan aqil baligh, berakal sehat dan mampu melakukan akad. c. Utang (Marhun Bih) mempunyai pengertian bahwa utang adalah kewajiban bagi pihak yang berutang untuk membayar kepada pihak yang memberi piutang, barang yang dimanfaatkan, jika tidak bermanfaat maka tidak sah, dan barang tersebut dapat dimanfaatkan. d. Marhun adalah harta yang dipegang oleh Murtahin (penerima gadai) atau wakilnya sebagai jaminan utang.3 Alur praktik rahn dalam Lembaga Keuanga Syariah umumnya adalah sebagai berikut: 1. Nasabah

menyerahkan

jaminan

(marhun)

kepada

bank

syariah

(murtahin). Jaminan ini berupa barang bergerak. 2. Akad pembiayaan dilaksanakan antara rahin (nasabah) dan murtahin (bank syariah). 3. Setelah kontrak pembiayaan ditandatangani, dan agunan dierima oleh bank syariah, maka bank syariah mencairkan pembiayaan. 4. Rahn melakukanpembayaran kembali ditambah dengan fee yang telah disepakati. Fee ini berasal dari sewa tempat dan biaya untuk pemeliharaan agunan.4

3

Ira Ikasa Putri, Analisis Perlakuan Akuntansi Pembiayaan Gadai Syari’ah (Rahn) pada PT Bank Syari’ah Mandiri Tbk, Cabang Pontianak. Jurnal Audit dan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Tanjungpura Vol. 2 Desember 2013 4

Ismail, sebagaimana dikutip oleh Imam Mustofa, Fiqih Muamalah Kontemporer, (Jakarta:RajaGrafindo Persada, 2016), h.202.

3

Praktik

rahn

dalam

Lembaga

Keuangan

Syariah

(LKS)

dapat

disimplikasikan sebagai berikut: 1. Melalui bank, nasabah dapat menggunakan barang tertentu yang digadaikan dengan tidak mengurangi nilai dan merusak barang yang digadaikan. Apabila barang yang digadaikan rusak atau cacat, maka nasabah harus bertanggung jawab. 2. Apabila nasabah wanpretasi, bank dapat melakukan penjualan barang yang digadaikan atas perintah hakim. 3. Nasabah mempunyai hak untuk menjual barang tersebut dengan seizin bank. Apabila hasil penjualan melebihi kewajibannya, maka kelebihan tersebut menjadi milik nasabah. 4. Bila hasil penjualan tersebut lebih kecil dari kewajibannya, nasabah menutupi kekurangannya.5

B. Aplikasi Rahn dalam Perbankan Syariah Kontrak rahn dipakai dalam perbankan dalam dua hal berikut: a. Sebagai produk pelengkap Rahn dipakai sebagai produk pelengkap, artinya sebagai akad tambahan (jaminan/collateral) terhadap produk lain seperti dalam pembiayaan ba’i al-murabahah. Bank dapat menahan barang nasabah sebagai konsekuensi akad tersebut. b. Sebagai produk tersendiri Di beberapa negara Islam termasuk diantaranya adalah Malaysia, akad

rahn

telah

dipakai

sebagai

alternatif

dari

pegadaian

konvensional. Bedanya dengan pegadaian biasa, dalam rahn, nasabah tidak dikenakan bunga, yang di pungut dari nasabah adalah biaya penitipan, pemeliharaan, penjagaan, serta penaksiran. Perbedaan utama antara biaya rahn dan bunga pegadaian adalah dari sifat bunga yang bisa berakumulasi dari berlipat ganda, sedangkan biaya rahn hanya sekali dan di tetapkan dimuka. Tahap-tahap pelaksanaan gadai syari’ah:6

5

Heri Sudarsono, sebagaimana dikutip oleh Imam Mustofa, Fiqih Muamalah Kontemporer, (Jakarta:RajaGrafindo Persada, 2016), h.203.

4

1. Tahap pengajuan Pada tahap ini seorang nasabah apabila ingin mendapatkan pinjaman dari Pegadaian Syariah ia harus datang dengan memenuhi beberapa persyaratan : a) Menyerahkan copy KTP atau identitas resmi lainnya b) Menyerahkan barang sebagai jaminan yang berhargamisalnya berupa emas, berlian, elektronik, dan kendaraan bermotor, c) Untuk

kendaraan

bermotor,

cukup

menyerahkan

bdokumen

kepemilikan berupa BPKB dan copy dari STNK sebagai pelengkap jaminan d) Mengisi formulir permintaan pinjaman; e) Menandatangani akad 2. Tahap perjanjian Pada tahap perjanjian, pihak rahin harus datang sendiri dan melakukan negosiasi terlebih dahulu atas perjanjian yang di buat oleh pihak Pegadaian Syariah. Bila pihak rahin tidak sepakat, boleh membatalkan untuk tidak jadi meminjam uang di Pegadaian Syariah. Namun bila telah sepakat

atas

perjanjian

yang

ada,

maka

nasabah

langsung

menandatangani akad tersebut. Adapun akad yang di gunakan dalam perjanjian gadai syariah ini adalah akad ijroh atau Fee Based marhun yang bisa di sebut ijarah yakni rahin dimintai imbalan sewa tempat, ujroh memeliharaan marhun dalam hal penyimpanan barang yang di gadaikan.

C. Manfaat Rahn Manfaat yang dapat diambil oleh bank dari prinsip rahn adlah sebagai berikut: a. Menjaga kemungkinan nasabah untuk lalai atau bermain-main dengan fasilitas pembiayaan yang diberikan bank. b. Memberikan keamanan bagi semua penabung dan pemegang deposito, bahwa dananya tidak akan hilang begitu saja jika nasabah

6

Ahmad Supriyadi, Jurnal : Struktur Hukum Akad Rahn di Pegadaian Syari’ah Kudus. Empirik : Jurnal Penelitian Islam.

5

peminjam ingkar janji karena ada suatu aset atau barang (marhun) yang dipegang oleh bank. c. Jika rahn diterapkan dalam mekanisme pegadaian, sudah barang tentu akan sangat membantu saudara kita yang kesuliatan dana, terutama didaerah-daerah.

Adapun manfaat yang langsung didapat bank adalah biaya-biaya kongkrit yang harus dibayar oleh nasabah untuk pemeliharaan dan keamanan aset tersebut. Jika penahanan aset berdasarkan fidusia (penahan barang bergerak sebagai jaminan pembayaran), nasabah juga harus membayar biaya asuransi yang besarnya sesuai dengan yang berlaku secacra umum.7

D. Resiko Rahn adapun resiko yang mungkin terdapat pada rahn apabila diterapakan sebagai produk adalah: a. Risiko tidak terbayarnya utang nasabah (wanpretasi). b. Risiko penurunan nilai aset yang ditahan atau rusak. Risiko akad rahn sebagai berikut:8 Produk/jasa

Akad

Gadai

Rahn/qard

E. Mekanisme Operasional Pegadaian Islam Dari landasan islam tersebut maka mekanisme operasional pegadaian islam dapat digambarkan sebagai berikut, melalui rahn, nasabah menyerahkan barang dan kemudian pegadaian menyimpan dan merawatnya di tempat yang telah disediakan oleh pegadaian. Akibat yang tmbul dari proses pegadaian adalah timbulnya biaya-biaya yang meliputi nilai investasi tempat penyimpanan, biaya perawatan, dannkeseluruhan proses 7 8

kegiatannya.

Atas

dasar

ini

dibenarkan

bagi pegadaian

M. Syafi’i Antonio, Fiqih Ekonomi Syariah, (Jakarta:Kencana, 2011), h.298-299. Ascarya, Fiqih Eknomi Syariah, (Jakarta:Kencana, 2011), h.299.

6

mengenakan biaya sewa kepada nasabah sesuai jumlah yang disepakati oleh kedua belah pihak. Pegadaian islam akan memperoleh keuntungan hanya dari bea sewa tempat yang di pungut bukan tambahan berupa bunga atau sewa modal yang diperhitungkan dari uang pinjaman. Sehingga disini dapat dikatakan proses pinjam meminjam uang hanya sebagai “lipstik” yang akan

menarik

dipegadaian.

minat

konsumen

untuk

menyimpan

barangnya

9

Adpun ketentuan atau persyaratan yang menyertai akad tersebut melputi: 1. Akad. Akad tidak mengandung syarat fasik/batil seperti murtahin mensyaratkan barang barang jaminan dapat dimanfaatkan tanpa batas. 2. Marhun bih (pinjaman). Pinjaman merupakan hak yang wajib dikembalikan kepada murtahin dan bisa dilunasi dengan barang yang di-rahn-kan tersebut. Serta, pinjaman itu jelas dan tertentu. 3. Marhun (barang yang dirahnkan). Marhun bisa dijual dan nilainya seimbang dengan pinjaman, memiliki nilai, jelas ukurannya, milik sah penuh dari rahin, tidak terkait dengan hak orang lain, dan bisa diserahkan baik materi maupun manfaatnya. 4. Jumlah maksimum dana rahn dan nilai likuidasi barang yang di-rahnkan sserta jangak waktu rahn ditetapkan dalam prosedur. 5. Rahin dibebani jasa manajemen atas barang berupa , biaya asuransi, penyimpanan, keamanan,dan pengelolaan serta administrasi. 10

Untuk

dapat

memperoleh

layanan

dari

pedagaian

islam,

masyarakat hanya cukup menyerahkan harta geraknya (emas, berlian, kendaraan, dan lain-lain)unutk dititipkan disertai dengan copy tanda pengenal. Kemudian staf penaksir akan menentukan nilai taksiran barang bergerak tersebut yang akan dijadikan sebagai patokan perhitungan pengenaan sewa simpan (jasa simpanan) dan plafon uang pinjaman yang dapat diberikan. Taksiran barang yang ditentukan berdasarkan nilai 9

Nurul Huda dan Muhamad Heykal, Lembaga Keuangan Islam, (Jakarta:Kencana, 2010), h.280.

10

Mohamad Heykal, Lembaga Keuangan Islam, (Jakarta:Kencana, 2010), h.280.

7

intrinsik dan harga pasar yang telah ditetapkan oleh perum pegadaian. Maksimum uang pinjaman yang dapat diberikan adalah sebesar 90% dari nilai taksiran barang.11 Setelah melalui tahapan ini, pegadaian Islam dan nasabah melakukan akad dengan kesepakatan: 1. Jangka waktu penyimpanan barang dan pinjaman di tetapkan selama maksimum empat bulan. 2. Nasabah bersedia membayar jasa simpanan sebesar Rp 90,(sembilan puluh rupiah) dari kelipatan taksiran Rp 10.000,- per 10 hari yang dibayar bersama pada saat melunasi pinjaman. 3. Membayar biaya administrasiyang besarnya ditetapkan oleh pegadaian pada saat pencaiaran uang pinjaman.12

Nasabah dalam hal ini diberikan kelonggaran untuk: a. Melakukan penebusan barang atau pelunasan pinjaman kapan pun sebelum jangka waktu empat bulan. b. Mengangsur uang pinjaman dengan membayar terlebih dulu jasa simpan yang sudah berjalan ditambah bea administrasi. c. Atau hanya membayar jasa simpanan saja terlebih dulu jika pada saat jatuh tempo nasabah belum mampu melunasi pinjaman uangnya.

Jika nasabah sudah tidak mampu melunasi utang atau hanya membayar jasa simpanan, maka Pegadaian Syariah melakukan eksekusi barang jaminan dengan cara dijual, selisih antara nilai penjualan dengan pokok pinjaman, jasa simpanan, dan pajak merupakan uang kelebihan yang menjadi uang nasabah. Nasabah diberi kesempatan selama satu tahun untuk mengambil uang kelebihan, dan jika dalam satu tahun ternyata nasabah tidak mengambil uang tersebut pegadaian islam akan menyerahkan uang kelebihan uang kepada Badan Amil Zakat sebagai ZIS.13 11

Mohamad Heykal, Lembaga Keuangan Islam, (Jakarta:Kencana, 2010), h.281. Ibid. 13 Ibid.,h.282. 12

8

Dari uraian ini dapat dicermati perbedaan yang cukup mendasar dari teknik transaksi pegadaian islam dibandingkan dengan pegadaian konvensional, yaitu: 1. Di pegadaian konvensional, tambahan yang harus dibayar oleh nasabah yang disebut sebagai sewa modal, dihitung dari nilai pinjaman. 2. Pegadaian

konvensional

hanya

melakukan

satu

akad

perjanjian, utang piutang dengan jaminan barang bergerak yang jika ditinjau dari aspek hukum konvensional, keberadaan barang jaminan dalam gadai bersifat acessoir, sehingga pegadaian konvensional bisa tidak melakukan penahanan barang jaminan atau dengan kata lain melakukan praktik fludisia. Berbeda dengan pegadaian islam yang mensyaratkan secara

mutlak

keberadaan

barang

jaminan

untuk

membenarkan penarikan bea jasa simpan.14

F. Analisis SWOT Pegadaian Islam 1. Kekuatan (Strength) dari sisyem gadai Islam. a. Dukungan

umat

islam

yang

meruupakan

mayoritas

penduduk. Perusahaan gadai islam telah lama menjadi dambaan umat islam di indonesia, bahkan sejak masa kebangkitan nasional yang pertama. b. Dukungan dari lembaga keuangan Islam diseluruh dunia. Adanya pegadaian islam yang sesui dengan prinsip-prinsip Islam adalah sangat penting untuk menghindarkan umat islam dari kemungkinan terjerumus kepada yang haram.15 2. Kelemahan (Weakness) dari sistem mudharabah. a. Berprasangka baik kepada semua nasabahnya dan berasumsi bahwa semua orangterlibat dalam perjanjian bagi hasil adalah jujur dapat menjadi boomerang karena pegadaian Islam akan menjadi sasaran empuk bagi 14 15

Nurul Huda, Lembaga Keuangan Islam, (Jakarta:Kencana, 2010), h.281.

Nurul Huda, Lembaga Keuangan Islam, (Jakarta:Kencana, 2010), h.284.

9

mereka yang beriktikad tidak baik. Contoh: pinjaman mudharabah yang diberikan dengan sistem bagi hasil akan sangat bergantung kepada kejujuran dan iktikad baik nasabahnya. Bisa

saja

terjadi nasabah melaporkan

keadaan yang sebenarnya. Misalnya, suatu usaha yang untung

dilaporkan

rugi

sehingga

pegadaian

tidak

memperoleh bagian laba. b. Memerlukan perhitungan-perhitungan yang rumit terutama dalam menghitung biaya yang dibolehkan dan bagian laba nasabah yang kecil-kecil.dengan demikian, kemungkinan salah

hitung

setiap

saat

bisa

terjadi

sehingga

diperlukankecermatan yang besar. c. Karena membawa misi bagi hasil yang adil, maka pegadaian Islam lebih banyak memerlukan tenaga-tenaga profesional yang handal. d. Karena pegadaian Islam belum dioperasikan di Indonesia, maka kemungkinan disana sini masih diperlukan perangkat peraturan

pelaksanaan

untuk

pembinaan

dan

pengawasannya.16 3. Peluang (opportunity) dari pegadaian islam. Bagaimana peluang dapat didirikannya pegadaian Islam dan kemungkinannya untuk tumbuh dan berkembang di Indonesia dapat dilihat dari berbagai pertimbangan yang membentuk peluang-peluang di bawah ini: a. Peluang karena pertimbangan kepercayaan agama b. Adanya peluang ekonomi dari berkembangnya pegadaian Islam.17 4. Ancaman (threat) dari pegadaian Islam. Ancaman yang paling berbahaya ialah apabila keinginan akan adanya pegadaian Islam itu dianggap berkaitan dengan fanatisme agama. Akan ada pihak-pihak yang akan menghalangi berkembangnya pegadaian islam ini sematamata hanya karena tidak suka apabila umat islam bangkit dari keterbelakangan ekonominya. Merekan tidak mau tahu bahwa 16 17

Mohamad Heykal, Lembaga Keuangan Islam, (Jakarta:kencana, 2010), h.285-286. Ibid.,h.286-288.

10

pegadaian Islam itu jelas-jelas bermanfaat untuk semua orang tanpa pandang suku, agama, ras, dan adat istiadat. Isu promodial, eksklusivisme atau secara mungkin akan dilontarkan untuk mencegah berdirinya pegadaian islam.18

G. Penyelesaian Gadai Untuk menjaga supaya tidak ada pihak yang dirugikan, galam gadai tidak boleh diadakan syarat-syarat, misalkan ketika akad gadai diucapkan, “Apabila rahin tidak mampu melunasi utangnya hingga waktu yang telah ditentukan, maka mahrun menjadi milik murtahin sebagai pembayaran utang”, sebab ada kemungkinan pada waktu pembayaran yang telah ditentukan untuk membayar utang harga marhun akan lebih kecil daripada utang rahin yang gharus dibayar, yang mengakibatkan ruginya pihak murtahin. Sebaliknya ada kemungkinan juga harga marhun pada waktu pembayaran yang telah ditentukan akan lebih besar jumlahnya daripada utang yang harus dibayar, yang akibatnya akan merugikan pihak rahin.19

H. Perbedaan Antara Rahin dan Murtahin 1. Perbedaan dalam Jumlah Utang Apabila terjadi pertentangan antara rahin dan murtah...


Similar Free PDFs