Infrastruktur merupakan roda penggerak pertumbuhan ekonomi PDF

Title Infrastruktur merupakan roda penggerak pertumbuhan ekonomi
Author Gusti Putu Suarjana
Pages 10
File Size 212.2 KB
File Type PDF
Total Downloads 137
Total Views 583

Summary

PENGARUH PENATAGUNAAN TANAH TERHADAP KEBERHASILAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DAN EKONOMI 1 Oleh: Abdul Haris Pendahuluan nfrastruktur merupakan roda penggerak pertumbuhan ekonomi. Dari alokasi pembiayaan publik dan swasta, infrastruktur dipandang sebagai lokomotif pembangunan nasional dan daerah. Sec...


Description

Accelerat ing t he world's research.

Infrastruktur merupakan roda penggerak pertumbuhan ekonomi Gusti Putu Suarjana

Related papers

Download a PDF Pack of t he best relat ed papers 

Ardi Novra: Land Acquit ion Model for Public Int erest : Mechanism and Policy Ardi Novra

Majalah Agraria Indonesia Edisi 2 Tahun 2015. Bank Tanah unt uk Pembangunan Berkelanjut an oswar mungkasa HUKUM PERTANAHAN DI BELANDA DAN INDONESIA Mohamad Hidayat Muht ar, SH

PENGARUH PENATAGUNAAN TANAH TERHADAP KEBERHASILAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DAN EKONOMI

Oleh: Abdul Haris 1 Pendahuluan

nf rast rukt ur merupakan roda penggerak pert umbuhan ekonomi. Dari alokasi pembiayaan publik dan swast a,

inf rast rukt ur dipandang sebagai lokomot if

pembangunan nasional dan daerah. Secara ekonomi makro ket ersediaan dari j asa pelayanan inf rast rukt ur mempengaruhi marginal product ivit y of privat e capit al , sedangkan dalam kont eks ekonomi mikro, ket ersediaan j asa pelayanan inf rast rukt ur berpengaruh t erhadap pengurangan biaya produksi (Kwik Kian Gie, 2002). Inf rast rukt ur j uga berpengaruh pent ing bagi peningkat an kualit as hidup dan kesej aht eraan manusia, ant ara lain dalam peningkat an nilai konsumsi, peningkat an produkt ivit as t enaga kerj a dan akses kepada lapangan kerj a,

sert a peningkat an kemakmuran nyat a dan

t erwuj udnya st abilisasi makro ekonomi, yait u keberlanj ut an f iskal, berkembangnya pasar kredit , dan pengaruhnya t erhadap pasar t enaga kerj a. Begit u banyak dan besarnya peran inf rast rukt ur sehingga dalam sebuah st udi yang dilakukan di Amerika Serikat ( Aschauer , 1989 dan Munnel l , 1990) menunj ukkan bahwa t ingkat pengembalian invest asi inf rast rukt ur t erhadap pert umbuhan ekonomi, adalah sebesar 60% (Suyono Dikun, 2003). Bahkan st udi dari World Bank (1994) disebut kan elast isit as PDB (Produk Domest ik Brut o) t erhadap inf rast rukt ur di suat u negara adalah ant ara 0, 07 sampai dengan 0, 44. Hal ini berart i dengan kenaikan 1 (sat u) persen saj a ket ersediaan inf rast rukt ur akan menyebabkan pert umbuhan PDB sebesar 7% sampai dengan 44%, variasi angka yang cukup signif ikan. Secara empiris j elas dapat dit arik kesimpulan bahwa pembangunan inf rast rukt ur berpengaruh besar t erhadap pert umbuhan ekonomi (secara makro dan mikro) sert a perkembangan suat u negara at au wilayah. Akan t et api, premis ini t idak mudah berlaku di Indonesia, apalagi sej ak negara kit a t erkena krisis ekonomi pada pert engahan t ahun 1997 yang akhirnya melebar menj adi krisis mult idimensi yang dampaknya masih bisa dirasakan sampai sekarang.

1

Abdul Haris, Kasubdit Pert anahan - Direkt orat Tat a Ruang dan Pert anahan, Bappenas

1

Hambatan Pembebasan Tanah dan Pembangunan Infrstruktur

Ket erpurukan pembangunan inf rast rukt ur di Indonesia, baik sebelum maupun set elah krisis ekonomi bukan hanya disebabkan oleh f akt or int ernal, sepert i minimnya anggaran pemerint ah di sekt or pembangunan, namun j uga berasal dari f akt or-f akt or ekst ernal. Seringkali kit a mendengar kasus pembangunan inf rast rukt ur yang t erancam gagal karena t erganj al oleh pembebasan t anah. Kasus di Kot a Medan, misalnya dana sebesar Rp 2, 14 t riliun yang dialokasikan unt uk pengembangan inf rast rukt ur hanya bisa dimanf aat kan sekit ar 70%, karena sisanya t erbuang unt uk mengurus pembebasan t anah masyarakat . Pembangunan j alan t ol JORR unt uk ruas Hankam - Cikunir j uga t erancam t erhent i akibat masalah pembebasan t anah yang t idak kunj ung selesai. Dengan adanya alokasi wakt u dan dana yang t erbat as, maka banyak proyek pembangunan inf rast rukt ur yang t erbengkalai dan gagal akibat t erhambat proses pembebasan t anah, bahkan unt uk inf rast rukt ur yang dibangun oleh pemerint ah dan dit uj ukan bagi kepent ingan umum sekalipun. Mekanisme pembebasan t anah yang ada saat ini bisa dikelompokkan ke dalam 2 (dua) kat egori j ika dit inj au dari aspek pemilik (proyek) pembangunan dan kepent ingan pembangunannya,

yait u

pembebasan

t anah

unt uk

kepent ingan

umum

yang

dilaksanakan oleh pemerint ah dan pembebasan t anah unt uk kepent ingan swast a yang dilaksanakan oleh perorangan at au perusahaan. Perat uran yang mengat ur mekanisme pembebasan t anah unt uk kepent ingan umum yang berlaku sampai dengan saat ini adalah UU No. 20/ 1961 t ent ang Pencabut an Hak At as Tanah dan Benda-Benda yang Ada di At asnya,

Keppres No.

55/ 1993 t ent ang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan

Pembangunan unt uk Kepent ingan Umum, dan Permeneg Agraria/ Kepala BPN No. 1 Tahun 1994 t ent ang Ket ent uan Pelaksanaan Keppres No. 55 Tahun 1993. Mekanisme pembebasan t anah unt uk kepent ingan swast a diat ur oleh Permeneg Agraria/ Kepala BPN No. 2 Tahun 1999 t ent ang Izin Lokasi dan beberapa perat uran t eknis yang dikeluarkan oleh Meneg Agraria/ Kepala BPN yang mendukung pelaksanaan izin lokasi. Khusus unt uk pembebasan t anah unt uk kepent ingan umum yang dilaksanakan oleh pemerint ah, dalam Keput usan Presiden RI No. 55 Tahun 1993 Tent ang Pengadaan Tanah

Bagi

Pelaksanaan

Pembangunan

Unt uk

Kepent ingan

Umum

sudah

j elas

disebut kan bahwa lingkup pembangunan unt uk kepent ingan umum hanya dibat asi unt uk kegiat an pembangunan yang dilakukan dan selanj ut nya dimiliki oleh Pemerint ah sert a

t idak

digunakan

unt uk

mencari

keunt ungan.

Namun,

sebagian

persepsi

masyarakat masih menunj ukkan adanya keinginan unt uk mendapat kan keunt ungan

2

yang sebesar-besarnya dari kegiat an pembebasan t anah t ersebut

dan akhirnya

t erkadang menimbulkan permasalahan dalam bent uk sengket a t anah. Sengket a yang t imbul dalam pembebasan t anah milik masyarakat yang t erkena proyek pembangunan inf rast rukt ur pada umumnya berawal dari konf lik, pert ent angan, dan ket idaksepakat an mengenai besarnya gant i rugi yang diberikan pihak pelaku pembebasan t anah. Terlebih lagi, j ika si pemilik t anah menget ahui sebelumnya, kalau t anah mereka akan dij adikan proyek inf rast rukt ur, maka mereka dengan sert a mert a akan menaikkan harga j ual t anahnya. Pembebasan t anah -t erkait dengan penguasaan t anah- selain mahal j uga t idak mudah dilaksanakan dan memerlukan wakt u yang lama. Persoalan gant i rugi t anah menj adi komponen yang paling sensit if dalam proses pembebasan t anah. Pembahasan mengenai bent uk dan besarnya gant i kerugian seringkali berakibat pada munculnya sengket a t anah. Hal ini j uga cukup banyak t erj adi sebagai akibat dari adanya pembangunan f isik inf rast rukt ur. Berdasarkan kompilasi masalah pert anahan CPIS, yang diambil dari berbagai media massa dengan wakt u penerbit an sej ak t ahun 1970, t ernyat a dari 196 berit a yang ada, sebanyak 127 kasus at au 65% dari t ot al berit a adalah menyangkut sengket a gant i rugi t anah, misalnya yang t erj adi

dalam

kasus pembangunan

waduk

Kedung

Ombo,

pembebasan

t anah

t ransmigrasi (yang dikenal dengan sebut an Proyek Sit iung), kasus t anah Cimacan, Tapos dan proyek-proyek inf rast rukt ur lainnya. Fakt a yang lebih kont ras t erj adi di Jawa Barat , dimana soal gant i rugi t anah memiliki porsi sebesar 34, 7% dari seluruh kasus pert anahan (Dj . A. Simart a, 1997).

Faktor-fakt or Penentu Harga Tanah

Salah sat u penyebab meningkat nya harga t anah secara t iba-t iba adalah sit uasi pasar t anah yang t idak t ransparan. Hal ini yang kemudian mengakibat kan persaingan yang t erj adi dalam pembebasan t anah menj adi t idak sempurna yang mungkin disebabkan oleh inf ormasi yang kurang t epat sehingga menj adi spekulasi. Bisa saj a ket ika ada “ kabar burung” mengenai suat u proyek pembangunan inf rast rukt ur di lokasi t ert ent u dit anggapi oleh para calo dan spekulan t anah dengan segera membeli t anah yang menj adi lokasi pembangunan at au disekit arnya. Taksiran harga t anah berdasarkan Nilai Jual Obyek Paj ak (NJOP) sebagai ukuran normat if t anah t idak bisa lagi digunakan dan j ust ru harga pasar yang dihasilkan dari persaingan t idak sempurna t ersebut yang berlaku. Kej adian sepert i ini banyak t erj adi sehingga t aksiran harga t anah bisa melonj ak j auh dari yang semula direncanakan oleh pemilik proyek, yait u pemerint ah, baik yang didanai melalui APBN maupun APBD.

3

Dalam

t eori

ekonomi,

sepert i

halnya dengan barang-barang yang lain,

sebenarnya yang menj adi f akt or-f akt or penent u suat u barang menj adi barang ekonomi j uga berlaku pada t anah. Suat u barang digolongkan sebagai barang ekonomis, j ika memiliki syarat -syarat (Dj . A. Simart a, 1997), sebagai berikut : 1.

barang t ersebut harus mempunyai nilai guna bagi manusia ( ut il it y);

2.

barang t ersebut relat if langka (ket ersediaannya) dibandingkan penggunaannya ( scarcit y);

3.

barang t ersebut mempunyai hak-hak kepemilikan ( propert y right s). Sesuai dengan syarat pert ama, maka t anah yang t idak berguna sama sekali bagi

manusia t idak menj adi obyek ekonomi, sepert i misalnya t anah yang ada di dasar laut an, danau, gunung es dan sebagainya. Kecenderungan yang ada j elas bahwa semakin t inggi kegunaan sebuah t anah, maka semakin t inggi harga t anah t ersebut . Unt uk syarat yang kedua t ernyat a memiliki banyak konsekuensi karena kelangkaan t anah. Sebagaimana diket ahui bersama, bahwa ket ersediaan t anah adalah t et ap dan t erbat as, sedangkan manusia dan makhluk hidup lainnya selalu bert ambah j umlahnya. Akibat kelangkaan inilah yang menyebabkan t anah menj adi semakin t inggi dari wakt u ke wakt u, apalagi ket ika memiliki posisi yang st rat egis dan t idak mudah dit emukan di lokasi-lokasi yang lain. Peningkat an kebut uhan penduduk akan ruang sebagai akibat peningkat an kualit as hidup j uga bisa menyebabkan meningkat nya kebut uhan akan t anah (Rusmadi Murad, 1997). Hal ini t erj adi baik di kawasan perkot aan maupun kawasan perdesaan. Kawasan perkot aan yang mempunyai delineasi wilayah t ert ent u seringkali t anah yang ada didalamnya menj adi rebut an dan akibat nya dengan t idak seimbangnya j umlah pengguna dan ket ersediaannya, maka menj adikan t anah t ersebut menj adi semakin mahal. Fenomena t ingginya harga t anah di kawasan perkot aan t ernyat a sesuai dengan t eori von Thunen yang menj elaskan bahwa lokasi sat u persil t anah dalam ruang memiliki konsekuensi t erhadap harganya. Menurut von Thunen, kedekat an t anah dengan daerah pemasaran, sepert i halnya kawasan perkot aan yang memiliki j umlah penduduk yang relat if banyak akan menyebabkan

nilai

margin

keunt ungan

penj ualan

t anah

menj adi

lebih

t inggi

dbandingkan lokasi lain yang j auh dari daerah pemasaran, sepert i kawasan perdesaan t erut ama di pusat bisnis ( Cent ral Business Dist rict at au CBD) . Di lain pihak, ket ersediaan inf rast rukt ur di kawasan perkot aan j uga memiliki hubungan yang posit if

4

dan ef ek “ saling ket ergant ungan” dengan harga t anah. Dengan adanya inf rast rukt ur menyebabkan harga t anah menj adi lebih t inggi dan sebaliknya proyek inf rast rukt ur j uga urung dilaksanakan j ika harga t anah yang menj adi “ calon” lokasi harganya mahal. Syarat yang ket iga berhubungan erat dengan sist em hukum pert anahan di suat u negara. Di Indonesia saat ini UUPA masih menj adi perat uran perundangan t ent ang pert anahan. Dalam hal kepemilikan t anah, UUPA lebih banyak menekankan pada aspek kepemilikan t anah individual. Hal ini pent ing unt uk menj adikan st at us penguasaan t anah j elas ket ika t erj adi pemindahan hak at as t anah. Pembebasan t anah dalam kont eks pembangunan inf rast rukt ur yang dibangun oleh pemerint ah dan dit uj ukan bagi kepent ingan umum sering dikonot asikan dengan pengambilalihan t anah. Konot asi ini yang kemudian cenderung ke arah konot asi yang negat if . Penyebabnya adalah asal dari kat a pengambilalihan t ersebut , yait u dari kat a ambil . Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, art i kat a t ersebut ant ara lain memiliki at au merebut . Dengan begit u j elas memberikan gambaran bahwa f rase pengambilalihan t anah dapat saj a diart ikan upaya (dalam hal ini pemerint ah) unt uk merebut t anah milik masyarakat at au t anah yang sudah ada pemilik at au pemegang haknya (Arie S. Hut agalung). Berdasarkan t eori ekonomi di at as sert a berbagai kondisi nyat a yang ada, maka secara umum f akt or-f akt or penent u harga t anah bisa dikelompokkan ke dalam f akt or int ernal dan f akt or ekst ernal. Fakt or int ernal t anah dat ang dari berbagai ciri alamiah t anah it u sendiri, misalnya kondisi geograf is, t opograf is, daya dukung t anah sert a kondisi f isik t anah lainnya. Tanah berpasir akan memiliki harga yang berbeda dengan t anah berawa at au t anah bergambut . Sedangkan f akt or ekst ernal lebih banyak t erkait dengan berbagai t indakan manusia, sepert i penat agunaan t anah. Dengan adanya kegiat an penat agunaan t anah akan menent ukan pembangunan berbagai prasarana dan sarana (inf rast rukt ur) buat an manusia yang diperlukan oleh pengguna t anah t ersebut , sepert i j aringan j alan, list rik, air bersih, sist em drainase, j aringan t elepon, sarana perumahan, perdagangan, pendidikan dan sebagainya.

Penatagunaan Tanah Sebagai Kunci Keberhasilan Infrastruktur

Permasalahan dalam pembangunan inf rast rukt ur bukan saj a dat ang dari f akt or pembebasan t anah, namun secara keseluruhan t et ap saj a t erf okus pada kompleksit as pert anahan, baik dari aspek perizinan maupun penggunaan dan pemanf aat an t anah. Sebagai cont ohnya, inf rast rukt ur yang berupa j aringan t ransmisi list rik t egangan t inggi dapat menj adi masalah karena melint asi kawasan permukiman, apalagi yang padat

5

penduduknya, sehingga akhirnya memerlukan biaya yang besar unt uk relokasi sekaligus penyediaan t anah penggant i. Kompleksit as pert anahan j uga sej alan dengan pembangunan inf rast rukt ur yang j uga memiliki dimensi ruang yang cukup luas. Dalam Keput usan Presiden RI No. 81 Tahun 2001 Tent ang Komit e Kebij akan Percepat an Pembangunan Inf rast rukt ur, disebut kan dalam Pasal 2, bahwa pembangunan inf rast rukt ur mencakup :

1. prasarana dan sarana perhubungan : j alan, j embat an, j alan keret a api, dermaga, pelabuhan laut , pelabuhan udara, penyeberangan sungai dan danau;

2. prasarana dan sarana pengairan: bendungan, j aringan pengairan, bangunan pengendalian banj ir, pengamanan pant ai, dan bangunan pembangkit list rik t enaga air;

3. prasarana dan sarana permukiman, indust ri dan perdagangan: bangunan gedung, kawasan indust ri dan perdagangan, kawasan perumahan skala besar, reklamasi lahan, j aringan dan inst alasi air bersih, j aringan dan pengolahan air limbah, pengelolaan sampah, dan sist em drainase;

4. bangunan dan j aringan ut ilit as umum: gas, list rik, dan t elekomunikasi. Selain memiliki dimensi ruang yang luas, pembangunan inf rast rukt ur j uga menghadapi t iga dimensi permasalahan. Pert ama, membut uhkan invet asi yang cukup besar, wakt u pengembalian modal yang panj ang, pemanf aat an t eknologi t inggi, perencanaan dan implement asi perlu wakt u panj ang unt uk mencapai skala ekonomi yang

t ert ent u.

Kedua,

pembangunan

kesempat an dan peluang baru di

menj adi

berbagai

prasyarat

bagi

bidang kehidupan.

berkembangnya Ket iga,

adanya

persaingan global dan sekaligus memenuhi permint aan invest or baik dari dalam maupun luar negeri. Dit ambah lagi dengan adanya 2 (dua) mat ra yang harus dimiliki dalam penyediaan inf rast rukt ur, yait u mat ra f isik dan mat ra pelayanan. Inf rast rukt ur t idak selesai dibangun secara f isik saj a, namun menunt ut adanya operasional dengan mengedepankan kualit as pelayanan j asa dan ef ekt ivit as pengelolaan inf rast rukt ur. Melihat begit u banyaknya peran maupun dimensi permasalahan sert a t ant angan dalam

pembangunan

inf rast rukt ur,

maka

perlu

diupayakan

pencegahan

guna

meminimalisir munculnya permasalahan. Adanya gant i rugi kepada masyarakat karena pembebasan t anah t ernyat a menghadapi banyak kendala. Selain membut uhkan wakt u yang lama karena sulit mencapai kesepakat an harga dengan pemilik t anah, t ernyat a gant i rugi secara f isik (dalam bent uk uang) saj a t idak cukup.

6

Pemerint ah yang dalam hal ini sebagai pemilik pembangunan inf rast rukt ur j uga harus menghit ung dan memikirkan gant i kerugian non f isik sepert i pemulihan kondisi sosial ekonomi masyarakat yang t erkena proyek pembangunan. Selain it u, j uga upaya pemindahan (relokasi) masyarakat ke lokasi yang baru. Pemindahan ini j uga harus memperhat ikan kesiapan masyarakat yang akan menerima pendat ang baru di at as t anah demi mencegah t erj adinya konf lik sosial ant ara penduduk lokal dan para pendat ang. Permasalahan lain dalam gant i rugi t anah adalah menent ukan pihak-pihak yang akan diberi gant i rugi karena ada pihak yang t erkena langsung dan t idak lansung. Di samping it u, adanya pihak ket iga (t ermasuk calo dan spekulan t anah) yang sudah membeli t anah dari pemilik asal, sehingga akhirnya menambah kesulit an bagi Panit ia Pembebasan Tanah. Upaya pencegahan yang dimaksud di at as hanya bisa dilakukan dengan perencanaan t at a guna t anah yang bisa mengant isipasi kepent ingan pemerint ah, baik pusat maupun daerah (propinsi dan kabupat en/ kot a) ket ika ingin melaksanakan pembangunan inf rast rukt ur. Sebagaimana t ercant um dalam Perat uran Pemerint ah (PP) No. 16 Tahun 2004 Tent ang Penat agunaan Tanah, bahwa penat agunaan t anah adalah sama dengan pola pengelolaan t at a guna t anah yang meliput i penguasaan, penggunaan dan pemanf aat an t anah yang berwuj ud konsolidasi pemanf aat an t anah melalui pengat uran kelembagaan yang t erkait

dengan pemanf aat an t anah sebagai sat u

kesat uan sist em unt uk kepent ingan masyarakat secara adil. Dalam perat uran ini, Pasal 13 disebut kan bahwa penat agunaan t anah salah sat unya bert uj uan unt uk mengat ur penguasaan, penggunaan dan pemanf aat an t anah bagi berbagai kebut uhan kegiat an pembangunan yang sesuai dengan Rencana Tat a Ruang Wilayah (RTRW) dan mewuj udkan penguasaan, penggunaan dan pemanf aat an t anah agar sesuai dengan arahan f ungsi kawasan dalam RTRW. Dengan demikian penat agunaan t anah pent ing unt uk dilakukan karena bisa mensinergiskan ant ara kegiat an pembangunan (t ermasuk inf rast rukt ur) dengan rencana t at a ruang yang ada sert a pembangunan t ersebut j uga sesuai dengan arahan f ungsi kawasannya yang salah sat unya t erdapat arahan unt uk pembangunan inf rast rukt ur, baik di kawasan perkot aan maupun kawasan perdesaan. Penat agunaan t anah j uga perlu mengingat

hak at as t anah t idak dapat

dipisahkan sat u dengan yang lain. Hak at as t anah it u sendiri pada hakikat nya adalah suat u kewenangan yang diberikan oleh pemerint ah kepada seseorang at au badan hukum unt uk menggunakan t anah t ersebut dalam bat as-bat as menurut ket ent uan undang-undang (Pasal

4

UUPA).

Dengan

demikian

penat agunaan

t anah

dapat

7

mewuj udkan

t ert ib

pert anahan

yang

meliput i

penguasaan,


Similar Free PDFs