INOKULASI MIKROBA PDF

Title INOKULASI MIKROBA
Author Monivia Chandra
Pages 12
File Size 302 KB
File Type PDF
Total Downloads 839
Total Views 881

Summary

26 INOKULASI MIKROBA Monivia Chandra1), Irma Kamaruddin2) Progam Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Departemen Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin ABSTRAK Inokulasi merupakan pemindahan mikroba dari lingkungan aslinya ke media yang baru dengan menggunakan tingkat ketelitian...


Description

26 INOKULASI MIKROBA Monivia Chandra1), Irma Kamaruddin2) Progam Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Departemen Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin ABSTRAK Inokulasi merupakan pemindahan mikroba dari lingkungan aslinya ke media yang baru dengan menggunakan tingkat ketelitian yang sangat akurat agar tidak terjadi kontaminasi dari mikroba lain atau gangguan dari serangga. Media merupakan bahan yang digunakan untuk menumbuhkan mikroorganisme karena mengandung banyak vitamin, nutrisi, energi atau unsur hara lain yang dimana mempunyai peran yang sangat penting bagi kelangsungan hidup suatu mikroorganisme. Praktikum ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui teknik dan fungsi media pada inokulasi mikroba, serta untuk mengetahui pengaruh dari pengenceran bertingkat terhadap inokulasi media. Pembuatan larutan fisiologis 0,85% dilakukan untuk mengencerkan suspensi dari bahan yoghurt hingga mencapai pengenceran 10-5 yang kemudian diinokulasi dengan menggunakan metode spread plate. Metode spread plate dilakukan dengan cara media NA dituang ½ volume cawan petri ke dalam cawan petri kemudian ditunggu hingga memadat. Bahan yang berasal dari yoghurt kemudian dituang ke atas permukaan media dan ditebar dengan menggunakan hockey stick. Berdasarkan hasil percobaan ini, terdapat mikroba yang tumbuh pada cawan petri dengan bentuk bulat tidak beraturan, berwarna kuning, serta penyebarannya yang tidak merata. Kontaminasi juga terjadi pada praktikum ini, yaitu tumbuhnya hifa pada hari kedua. Kata kunci: inokulasi, larutan fisiologis, media, mikroba, pour plate, spread plate I. PENDAHULUAN Yoghurt merupakan fermentasi susu hasil dari simbiosis antara bakteri Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophilus. Kedua bakteri ini merupakan bakteri gram positif yang sangat baik bagi tubuh. Menurut Rachman, dkk (2015) ketika digunakan sebagai kultur campuran, kedua bakteri ini akan bersimbiosis mutualisme, dimana L. bulgaricus akan menghasilkan asam amino dan peptida pendek yang akan menstimulasi pertumbuhan S. thermophilus. Sedangkan S. thermophilus akan menghasilkan asam format yang akan menunjang pertumbuhan L. bulgaricus. Karena adanya interaksi antara kedua bakteri 1) 2)

Praktikan Mikrobiologi Umum Asisten Mikrobiologi Umum

tersebut, maka dapat mempengaruhi kualitas produk yoghurt yang diinginkan. Lactobacilus bulgaricus akan mengubah laktosa menjadi asam laktat. Bakteri ini merupakan bakteri yang bersifat termodurik (dapat hidup pada suhu pasteurisasi 63-75oC). Bakteri ini dapat tumbuh dengan optimal pada suhu 37oC pada fase adaptasi selama 0-2 jam dan dengan jumlah total bakteri mencapai 4,9 x 109 pada 16 jam inkubasi. Bakteri ini merupakan bakteri probiotik karena telah lolos dari uji klinis. Enzimnya mampu mengatasi intoleransi terhadap laktosa, menormalkan komposisi bakteri saluran pencernaan serta meningkatkan sistem kekebalan tubuh (Tambunan, 2016).

27 Streptococcus thermophilus merupakan bakteri yang termasuk ke dalam bakteri termofilik karena dapat tumbuh pada suhu 45 oC. Bakteri ini memiliki beberapa ciri-ciri diantarnya berbentuk bulat yang membentuk rantai, tidak toleran terhadap konsentrasi garam yang lebih besar dari 6.5%, tidak berspora, bersifat termodurik, tidak dapat tumbuh pada suhu 10oC, dan hidup pada pH optimum yaitu 6,5. Bakteri ini merupakan satu-satunya bakteri Streptococcus yang dapat menghasilkan enzim laktase. Enzim ini berfungsi mencerna laktosa dalam susu. Pada praktikum ini akan dilakukan inokulasi pada kedua bakteri tersebut. Inokulasi dapat diartikan sebagai pekerjaan memindahkan mikroba dari media lama ke media yang baru dengan tingkat ketelitian yang sangat tinggi (Sari, 2017). Inokulasi juga dapat katakan sebagai metode dalam memindahkan suatu mikroorganisme ke dalam suatu substrat (Risyanto, 2014). Proses inokulasi memerlukan alat dan bahan yang steril demi mencegah terjadinya kontaminasi oleh mikroba lain. Tujuan dari inikulasi adalah untuk melihat pertumbuhan dan perkembangbiakan pada mikroorganisme. Secara umum, inokulasi dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu metode tebar dan metode tuang. Inokulasi dengan metode tebar (spread plate) merupakan teknik dalam menumbuhkan suatu mikroorganisme dengan menuangkan stok kultur bakteri ke dalam media agar yang telah memadat (Sanjaya, 2013). Inokulasi dengan menggunakan metode tuang (pour plate) merupakan teknik dalam menumbuhkan mikroorganisme dengan mencampurkan

media agar yang masih cair dengan stok kultur bakteri sehingga sel-selnya tersebar merata, baik di dalam maupun di luar (Sanjaya, 2013). Percobaan inokulasi akan menggunakan larutan fisiologis untuk melakukan pengenceran bertingkat. Menurut Sanjaya (2017), fungsi dari pengenceran bertingkat adalah untuk menurunkan jumlah dari suspensi bakteri sehingga memudahkan kita untuk mengamati dan menghitung jumlah dari bakteri. Selain itu, larutan fisiologis juga digunakan untuk sterilisasi alat dan bahan serta digunakan untuk mencegah sel bakteri menjadi lisis akibat osmosis. Media yang digunakan pada percobaan ini yaitu Nutrient Agar (NA). NA digunakan sebagai media penumbuhan bakteri karena pada NA terkandung vitamin, nutrisi, karbohidrat, protein, dan sebagainya yang baik bagi pertumbuhan bakteri Streptococcus dan Lactobacillus. Komposisi dari NA meliputi ekstrak daging sapi 3 g, pepton 5 g, dan agar 15 g (Sukini, 2017). Berdasarkan urairan di atas, maka dilakukan praktikum Inokulasi Mikroba yang bertujuan untuk mengetahui teknik dan fungsi media serta pengaruh pengenceran bertingkat pada inokulasi mikroba dengan menggunakan metode tebar dan metode tuang. II. METODOLOGI PRAKTIKUM II.1 Waktu dan Tempat Praktikum Inokulasi Mikroba dilakukan pada hari Senin, 26 Februari 2018 pada pukul 13.00-17.30 WITA, bertempat di Laboratorium Mikrobiologi dan Keamanan Pangan, Progam Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Departemen Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin, Makassar.

28 II.2 Alat dan Bahan Praktikum ini menggunakan alat-alat berupa wadah plastik, pipet volume, tabung reaksi, laminar air flow, cawan petri, inkubator, pipet filler, pipet tetes, batang pengaduk, autoclave, vortex, microwave dan erlemeyer. Praktikum ini menggunakan bahanbahan berupa yoghurt, larutan fisiologis, aquades, bunsen, NaCl 8,5 g, kapas, kertas, aluminium foil, dan Nutrient Agar (NA). II.3 Prosedur Praktikum II.3.1 Pembuatan Larutan Fisiologis 0,85% Larutan fisiologis dibuat dari NaCl sebanyak 8,5 g yang ditambahkan dengan aquades sebanyak 1 L, lalu dihomogenkan menggunakan batang pengaduk. Setelah itu, bibir erlemeyer ditutup dengan menggunakan kapas dan dilapisi dengan aluminium foil lalu dimasukkan ke dalam autoclave untuk disterilkan selama 15 menit dengan suhu 121℃ pada tekanan 1 atm. Setelah selesai, larutan fisiologis kemudian dikeluarkan dan siap digunakan. II.3.2 Pengenceran Bertingkat Disiapkan bahan berupa tempe, ragi, yakult, yoghurt, mangga busuk, pisang busuk, tomat busuk, dan pepaya busuk yang masing-masing diambil spesimennya meliputi jamur tempe, mangga busuk, dan ragi sebanyak 1 g serta cairan yakult, yoghurt, pisang busuk, tomat busuk, dan pepaya busuk sebanyak 1 ml. Masing-masing spesimen dimasukkan ke dalam tabung reaksi pertama yang berisi 9 ml larutan fisiologis. Untuk bahan padat disebut sebagai pengenceran 100 dan pengenceran 10-1 untuk bahan cair. Dari tabung

pertama diambil suspensi menggunakan pipet tetes sebanyak 0,1 ml dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi kedua yang berisi 9,9 ml larutan fisiologis. Untuk bahan padat disebut sebagai pengenceran 10 -1 dan -3 pengenceran 10 untuk bahan cair. Selanjutnya prosedur tersebut dilakukan hingga mencapai pengenceran 10-5. II.3.3 Inokulasi Mikroba II.3.3.1 Teknik Tuang (Pour Plate) Media NA dituang sebanyak ½ volume cawan petri kemudian didiamkan hingga memadat. Setelah memadat, suspensi mikroba dituang sebanyak 1 ml dari hasil pengenceran 10 -5 di atas permukaan agar. Selanjutnya, dituang/ditambahi media NA di atas suspensi. Setelah media memadat, cawan petri dibungkus dengan menggunakan kertas bersih dan diinkubasi dengan posisi terbalik pada suhu 35oC-37oC selama 48 jam. II.3.3.2 Teknik Tebar (Spread Plate) Media NA dituang sebanyak ½ volume cawan petri kemudian didiamkan hingga memadat. Setelah memadat, suspensi mikroba dituang sebanyak 1 ml dari hasil pengenceran 10 -5 di atas permukaan agar. Selanjutnya, media yang telah berisi suspensi mikroba ditebar dengan menggunakan hockey stick. Cawan petri kemudian dibungkus dengan menggunakan kertas bersih dan diinkubasi dengan posisi terbalik pada suhu 35oC-37oC selama 48 jam. II.3.4 Perlakuan Perlakuan yang dilakukan pada praktikum inokulasi terdiri dari: A1 = teknik spread plate, fp 10-3 A2 = teknik pour plate, fp 10-5

29 III. HASIL DAN PEMBAHASAN III.1 Hasil Praktikum Hasil dari praktikum Inokulasi Mikroba adalah sebagai berikut: Tabel 6. Hasil Pengamatan hari ke-1 Rabu, 28 Februari 2018. No.

Jenis Media

Metode Inokulasi

Sumber Mikroba

Fp

Gambar

-3

10

1.

NA

Yoghurt

Spread Plate

Sumber: Data Umum, 2018.

10-5

Primer

Mikrobiologi

Tabel 7. Hasil Pengamatan hari ke-3 Senin, 5 Maret 2018. No.

Jenis Media

Metode Inokulasi

Sumber Mikroba

Fp

Gambar

-3

10

1.

NA

Spread Plate

Sumber: Data Umum, 2018.

Yoghurt 10-5

Primer

Mikrobiologi

III.2 Pembahasan III.2.1 Mikroorganisme pada Yoghurt Yoghurt merupakan substrat yang baik bagi pertumbuhan mikroba karena mengandung vitamin dan nutrisi yang dapat membantu bakteri untuk menyusun komponen selnya. Bakteri Lactobacilus bulgaricus dan Streptococcus thermophilus merupakan bakteri yang memfermentasikan susu menjadi yoghurt. Kedua bakteri tersebut akan menguraikan laktosa menjadi asam laktat dan berbagai komponen aroma dan citarasa. Kedua bakteri ini akan bersimbiosis mutualisme ketika keduanya digunakan pada proses pembuatan yoghurt. L. bulgaricus akan menghasilkan asam amino dan peptida

pendek yang akan menstimulasi pertumbuhan S. thermophilus. Sedangkan S. thermophilus akan menghasilkan asam format yang akan menunjang pertumbuhan L. bulgaricus. Karena adanya interaksi antara kedua bakteri tersebut, maka dapat mempengaruhi kualitas produk yoghurt yang diinginkan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Rachman, dkk (2015) yang mengatakan bahwa yoghurt merupakan produk susu yang difermentasi menggunakan bakteri asam laktat. Kedua bakteri ini merupakan bakteri probiotik karena telah lolos dari uji klinis. Enzimnya mampu mengatasi intoleransi terhadap laktosa, menormalkan komposisi bakteri saluran pencernaan serta meningkatkan sistem kekebalan tubuh. Kedua bakteri ini merupakan bakteri gram positif, tidak berspora, berbentuk bulat maupun batang. Bakteri ini dapat tumbuh pada pH 1,2-9,6. Bakteri ini termasuk ke dalam golongan mikroorganisme yang aman jika akan dimasukkan ke dalam makanan karena mikroba ini tidak akan menyebabkan sesuatu yang buruk bagi kesehatan. Selain itu, bakteri ini juga terdapat di dalam tubuh kita, yang dimana berfungsi untuk memperlancar pencernaan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Pratama (2010) yang mengatakan bahwa bakteri asam laktat merupakan sekelompok bakteri gram positif yang memiliki kesamaan karakteristik secara morfologi, metabolik, dan fisiologis. Dan didukung oleh Tambunan (2016) yang mengatakan bahwa bakteri Lactobacilus merupakan bakteri probiotik.

30 III.2.2 Inokulasi Mikroba Inokulasi merupakan suatu proses menumbuhkan mikroba dari media alami ke media yang baru dengan tujuan untuk melihat beberapa variasi jenis mikroba yang ditumbuhkan dalam suatu media serta untuk menghitung jumlah koloni yang tumbuh dari hasil biakannya. Prinsip dari inokulasi yaitu memindahkan mikroba dari lingkungan aslinya ke media yang dirancang sesuai dengan kebutuhan masing-masing mikroorganisme dengan menggunakan ketelitian dan aseptisitas yang akurat agar tidak terjadi kontaminasi dari mikroba lain atau gangguan dari serangga. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sari (2017) yang mengatakan bahwa inokulasi bertujuan untuk menumbuhkan mikroba secara steril. Secara umum, inokulasi dapat dilakukan dengan empat metode, yaitu metode gores, metode tebar, metode tuang, dan metode tusuk. III.2.3 Media Nutrient Agar (NA) Media merupakan bahan yang digunakan untuk menumbuhkan mikroorganisme karena pada media terkandung banyak vitamin, nutrisi, energi, dan unsur hara lainnya yang mempunyai peran yang sangat penting bagi kelangsungan hidup suatu mikroorganisme. Penyataan ini sesuai dengan pendapat Widodo, dkk (2015) yang mengatakan bahwa media merupakan suatu bahan yang tediri dari pencampuran antara zat-zat gizi yang akan diperlukan oleh mikroba untuk pertumbuhannya. Media NA digunakan untuk menumbuhkan bakteri yang akan diuji. Penggunaan media NA dikarenakan media ini sangat cocok bagi pertumbuhan suatu mikroorganisme tertentu utamanya

bakteri, serta media ini bermanfaat dalam uji serologi dan biokimia untuk mengidentifikasi bakteri tersebut. Pada NA terkandung vitamin, nutrisi, karbohidrat, protein, dan sebagainya yang baik bagi pertumbuhan bakteri, diantaranya yaitu bakteri Streptococcus dan Lactobacillus. Media NA terdiri dari ekstrak daging sapi 3 g, pepton 5 g, dan agar 15 g. Pada media NA, ekstrak daging sapi dan pepton digunakan sebagai bahan dasar karena merupakan sumber protein, karbohidrat, vitamin, nitrogen organik dan juga garam yang sangat dibutuhkan oleh bakteri agar dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Ekstrak daging sapi mengandung senyawa-senyawa yang larut dalam air, sedangkan pepton merupakan sumber utama dari nitrogen organik yang mengandung asam amino dan peptida rantai panjang. Agar digunakan sebagai bahan pemadat karena sifatnya yang mudah membeku dan sulit untuk diuraikan oleh mikroba. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sukini (2017) yang mengatakan bahwa media NA mengandung banyak unsur hara yang bermanfaat bagi suatu mikroorganisme tertentu. III.2.4 Larutan Fisiologis 0,85% Larutan fisiologis merupakan larutan yang terbuat dari garam NaCl yang telah dilarutkan dalam akuades. Larutan fisiologis berfungsi sebagai larutan yang akan digunakan dalam pengenceran bertingkat karena pada larutan ini dapat mencegah sel bakteri menjadi lisis serta mampu mempertahankan keseimbangan dari ion. Garam fisiologis (NaCl) berasal dari reaksi antara NaOH dan HCl. Reaksi ini menyebabkan NaCl memiliki pH yang netral, ikatan ionik yang kuat serta

31 merupakan larutan elektrolit yang kuat karena terionisasi sempurna pada air. Oleh karena itu, NaCl digunakan sebagai larutan fisiologis. Selain itu, garam ini jauh lebih mudah, sederhana dan lebih ekonomis. Hal ini diperkuat dengan pernyataan dari Sanjaya (2013) yang mengatakan bahwa larutan fisiologis digunakan sebagai larutan pengencer. III.2.5 Inokulasi dengan Metode Spread Plate Inokulasi dengan metode spread plate merupakan metode yang dilakukan dengan cara menuangkan stok kultur bakteri ke atas permukaan media agar yang telah memadat yang kemudian ditebar menggunakan hockey stick. Kultur bakteri yang dituang ke dalam media sebelumnya telah diencerkan menggunakan larutan fisiologis. Mikroba yang tumbuh dengan menggunakan teknik ini biasanya merupakan mikroba aerob dan anaerob fakultatif, yaitu mikroba yang dapat tumbuh dan hidup di tempat yang terdapat oksigen. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sanjaya (2013) yang mengatakan bahwa spread plate merupakan teknik menumbuhkan mikroorganisme dengan cara menuangkan stok kultur bakteri di atas media agar yang telah memadat. III.2.6 Inokulasi dengan Metode Pour Plate Inokulasi dengan metode pour plate merupakan metode yang dilakukan dengan cara menuangkan stok kultur bakteri ke dalam media agar yang telah memadat kemudian ditambahkan media agar lagi untuk yang kedua kalinya. Teknik ini sangat berbeda dengan spread plate. Dengan menggunakan teknik ini,

bakteri akan tumbuh di permukaan dan di dalam media. Metode ini menggunakan agar cair yang dicampur dengan sampel. Karena sampel di campur dengan media agar cair, maka volume kultur yang digunakan lebih tinggi dibanding dengan metode spread plate. Metode ini lebih baik digunakan sebagai media pertumbuhan mikroba dibandingkan dengan metode spread plate. Hal ini dikarenakan mikroba tersebut tumbuh di dalam media sehingga penyerapan unsur haranya lebih cepat. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sanjaya (2013) yang mengatakan bahwa pour plate merupakan teknik utuk menumbuhkan mikroorganisme dengan cara mencampur media agar yang masih cair dengan stok kultur bakteri sehingga bakteri tersebut tersebar merata baik di dalam maupun di luar agar. III.2.7 Pengenceran Bertingkat Pengenceran bertingkat (dilusi) merupakan teknik yang dilakukan dengan cara mengencerkan suspensi mikroba dengan menggunakan larutan fisiologis. Tujuan dari pengenceran betingkat adalah untuk menurunkan jumlah suspensi dari mikroba sehingga dalam satu tabung bisa saja hanya terdapat satu sel mikroba. Tujuan dari menurunkan jumlah konsentrasi tersebut adalah agar jumlah dari koloni bakteri yang tumbuh menjadi sedikit sehingga akan lebih memudahkan dalam mengamati serta melakukan perhitungan. Hal ini diperkuat dengan pernyataan Salosa (2013) yang mengatakan bahwa pengenceran dilakukan untuk mendapatkan koloni tunggal yang sesungguhnya kemudian diisolasi dan diberikan nutrisi. Prinsip kerja dari pengenceran bertingkat adalah mengencerkan suspensi

32 dari mikroba sehingga hanya akan ditemukan satu sel murni dalam tabung reaksi. Seperti halnya media yang digunakan sebagai media pertumbuhan mikroba yang berbeda. Larutan yang digunakan untuk pengenceran biasanya mengandung buffer (penyangga) untuk menjaga keseimbangan ion dari mikoba. Buffer yang digunakan sebagai larutan pengencer adalah fosfat dan garam fisio yaitu NaCl. Fosfat digunakan karena merupakan satu-satunya komponen anorganik yang mengandung buffer pada kisaran pH normal, yaitu pH yang dapat mempertahankan keseimbangan fisiologi dari mikroba. Garam fosfat yang sering digunakan sebagai buffer adalah kalium monohidrogen fosfat atau kalium hidrogen fosfat. Sebagai larutan pengencer, selain larutan yang mengadung buffer fosfat, juga dapat digunakan garam fisio (NaCl 0,85%). Hal ini diperkuat dengan pernyataan Nurjanna (2010) yang mengatakan bahwa larutan fisiologis sangat menentukan keakuratan data serta sangat mempengaruhi pertumbuhan suatu mikroba. III.2.8 Hasil Pengamatan Berdasarkan pengamatan hari pertama, suspensi mikroba dari faktor pengenceran 10-3 dan 10-5 ditemukan sejumlah koloni yang memiliki bentuk bulat tapi tidak beraturan, berwarna kuning mengikuti warna media NA serta penyebarannya tidak beraturan. Dari hasil pengamatan yang dilakukan, diduga mikroba yang tumbuh merupakan bakteri Lactobacillus bulgaricus dan Streptococus thermophilus. Hal ini sesuai pernyataan Zahro (2014) yang mengatakan bahwa koloni dari bakteri asam laktat memiliki ciri koloni yang

berbentuk bulat serta memiliki warna putih hingga kekuning-kuningan. Pengamatan hari kedua dengan faktor pengenceran 10 -3 ditemukan sejumlah koloni dengan bentuk bulat kecil dan besar yang dimana memiliki hifa, berwarna kuning bening serta penyebarannya tidak merata. Adapun pengamatan yang dilakukan dengan faktor pengenceran 10 -5 ditemukan sejumlah koloni yang berbentuk bulat dan terdapat bintik-bintik di dalamnya, berwarna kuning serta penyebarannya yang tidak merata. Dari hasil pengamatan yang dilakukan, pada faktor pengenceran 10-3 dapat disimpulkan bahwa terjadi kontaminasi dari koloni bakteri yang diakibatkan oleh kapang (terdapat hifa ketika diamati). Kontaminasi disebabkan oleh terbukanya cawan petri ketika dilakukan pengamatan pada hari pertama. Karena ruangan laboratorium yang tidak steril, maka memungkinkan adanya mikroba lain yang megontaminasi media yang berisi suspensi bakteri. Hal ini sesuai dengan pernyataan Maulidar (2017) yang mengatakan bahwa salah satu ciri dari mikroba jenis kapang adalah memiliki hifa. Berdasarkan pengamatan hari ketiga, suspensi mikroba dari faktor pengenceran 10-3 dan 10-...


Similar Free PDFs