INTRA ARTERIAL HEPARIN FLUSHING (IAHF) - BRAINWASHING - EVIDENCE BASED MEDICINE PDF

Title INTRA ARTERIAL HEPARIN FLUSHING (IAHF) - BRAINWASHING - EVIDENCE BASED MEDICINE
Author Gea Pandhita
Pages 7
File Size 139.7 KB
File Type PDF
Total Downloads 410
Total Views 450

Summary

EVIDENCE BASED MEDICINE Seorang dokter dalam menjalankan profesinya harus berdasarkan pada prinsip-prinsip EBM (evidence based medicine). EBM mengintegrasikan tiga pilar, yaitu: 1) Bukti-bukti riset terbaik dan terkini. Bukti-bukti riset ini harus diterapkan dengan hati- hati, jelas, dan bijak, untu...


Description

EVIDENCE BASED MEDICINE Seorang dokter dalam menjalankan profesinya harus berdasarkan pada prinsip-prinsip EBM (evidence based medicine). EBM mengintegrasikan tiga pilar, yaitu: 1) Bukti-bukti riset terbaik dan terkini. Bukti-bukti riset ini harus diterapkan dengan hatihati, jelas, dan bijak, untuk pengambilan keputusan dalam pelayanan setiap pasien yang berbeda, 2) keterampilan klinis (kompetensi dokter), dan 3) nilai-nilai yang ada pada pasien (misal: harapan, ekspektasi, pertimbangan biaya, keyakinan agama dan moral pasien, serta otonomi pasien dalam menentukan pilihan yang terbaik bagi dirinya). EBM bertujuan membantu klinisi memberikan pelayanan medis yang lebih baik supaya diperoleh hasil klinis (clinical outcome) yang optimal bagi pasien. Penggunaan bukti ilmiah terbaik memungkinkan pengambilan keputusan klinis yang lebih efektif, aman, dapat diandalkan (reliable), efisien, dan cost-effective. Dua strategi yang digunakan untuk merealisasikan tujuan EBM: (1) EBM mengembangkan sistem pengambilan keputusan klinis berbasis bukti terbaik, yaitu bukti dari riset yang menggunakan metodologi yang benar. Metodologi yang benar diperoleh dari penggunaan prinsip, konsep, dan metode kuantitatif epidemiologi. Jumlah publikasi medis tumbuh sangat cepat. Bukti riset yang dipublikasikan sangat banyak jumlahnya. Namun demikian, tidak semua artikel tersebut memberikan buktibukti dengan kualitas dan validitas (kebenaran) yang sama. Metode EBM memudahkan para dokter untuk mendapatkan informasi kedokteran yang dapat dipercaya dari database primer dan sekunder. Seorang dokter tidak boleh percaya begitu saja suatu informasi medis atau klaim medis tanpa menilai kritis kebenarannya. Selain itu, penggunaan bukti ilmiah terbaik saja juga belum cukup bagi dokter untuk memberikan pelayanan medik yang lebih baik. Dokter harus memperhatikan kesesuaian kondisi subjek penelitan dalam penelitian dengan kondisi pasien di tempat praktek. (2) EBM mengembalikan fokus perhatian dokter dari pelayanan medis berorientasi penyakit (pendekatan reduksionis-fragmented) ke pelayanan medis berorientasi pasien (pendekatan holistik). Pendekatan reduksionis terutama hanya mencari bukti-bukti yang berorientasi penyakit (intermediate outcome), misalnya: bukti-bukti yang hanya terbatas pada nilai laboratorium atau radiologis, tanpa menyertakan indikator klinis pasien. Kegiatan EBM meliputi proses mencari dan menyeleksi bukti dari artikel hasil riset, menganalisis dan menilai bukti, serta menerapkan bukti kepada pasien. Langkah-langkah EBM adalah sebagai berikut: 1) Merumuskan pertanyaan klinis tentang pasien, terdiri atas empat komponen: Patient, Intervention, Comparison, dan Outcome, 2) Mencari bukti-bukti yang bisa menjawab pertanyaan tersebut, 3) Melakukan penilaian kritis apakah bukti-bukti yang ditemukan tersebut benar (valid), penting (importance), dan dapat diterapkan di tempat praktik (applicability), 4) Menerapkan bukti-bukti tersebut dalam penanganan pasien dengan mengintegrasikan hasil penilaian terbaik, keterampilan klinis dokter, karakteristik biologis spesifik pasien, serta nilai-nilai dan harapan pasien.



1

STUDI KASUS Beberapa waktu belakangan ini banyak pertanyaan dan kontroversi tentang: "Bagaimana manfaat terapi intra arterial heparin flushing (istilah populer-nya: Brain Washing) dalam penatalaksanaan pasien stroke". Untuk menjawab pertanyaan dan kontroversi tersebut, diterapkan langkah-langkah EBM: (1) Merumuskan pertanyaan klinis Pertanyaan yang ada dalam benak masyarakat/pasien tersebut di atas, diformulasikan menjadi pertanyaan klinis sesuai kaidah EBM (terdiri atas empat komponen: Patient, Intervention, Comparison, dan Outcome), yaitu: Patient = penderita stroke Intervention = intra arterial heparin flushing / IAHF (istilah populer-nya: Brain Washing) Comparison = (dibandingan dengan tanpa pemberian IAHF) Outcome = sembuh atau perbaikan defisit saraf akibat stroke (2) Mencari bukti-bukti ilmiah Diperoleh dua artikel yang membahas masalah tersebut, yaitu: 1. Putranto, T., Yusuf, I., Murtala, B., Wijaya, A. 2016. Intra arterial heparin flushing increases Manual Muscle Test – Medical Research Councils (MMT-MRC) score in chronic ischemic stroke patient. Bali Medical Journal 5(2): 216-220 Tujuan artikel tersebut adalah untuk menjawab pertanyaan: "Apakah terapi intra arterial heparin flushing (IAHF) dapat meningkatkan skor Manual Muscle Test – Medical Research Councils (MMT-MRC) pada penderita stroke iskemik kronis?" Apabila diformulasikan dalam pertanyaan klinis sesuai kaidah EBM, dapat dirumuskan sebagai berikut: Patient = penderita stroke iskemik kronis Intervention = intra arterial heparin flushing (IAHF) Comparison = dibandingkan dengan pasien yang sama sebelum mendapatkan terapi IAHF; tidak dibandingkan dengan kelompok pasien lain Outcome = peningkatan skor Manual Muscle Test – Medical Research Councils (MMT-MRC) Memperhatikan formulasi tersebut, artikel nomor (1) hanya akan dapat menjawab pertanyaan tentang: "Bagaimana manfaat terapi intra arterial heparin flushing (istilah populer-nya: Brain Washing) dalam meningkatkan skor Manual Muscle Test – Medical Research Councils (MMT-MRC) pasien penderita stroke iskemik kronis". • MMT-MRC adalah suatu metode untuk mengukur kekuatan otot anggota gerak. Perbaikan defisit saraf yang akan dinilai oleh artikel nomor (1) tersebut hanya terbatas pada perbaikan kekuatan otot motorik anggota gerak. • Hasil penelitian hanya dapat diterapkan pada pasien penderita stroke iskemik kronis sesuai dengan karakteristik subjek penelitian tersebut.



2

2. Putranto, T., Yusuf, I., Murtala, B., Wijaya, A. 2016. Intra Arterial Heparin Flushing Increases Cerebral Blood Flow in Chronic Ischemic Stroke Patients. Indones Biomed J. 8(2): 119-26 Tujuan artikel tersebut adalah untuk menjawab pertanyaan: "Apakah terapi intra arterial heparin flushing (IAHF) dapat meningkatkan cerebral blood flow (CBF) pada penderita stroke iskemik kronis?" Apabila diformulasikan dalam pertanyaan klinis sesuai kaidah EBM, dapat dirumuskan sebagai berikut: Patient = penderita stroke iskemik kronis Intervention = intra arterial heparin flushing (IAHF) Comparison = dibandingkan dengan pasien yang sama sebelum mendapatkan terapi IAHF; tidak dibandingkan dengan kelompok pasien lain Outcome = peningkatan cerebral blood flow (CBF) Memperhatikan formulasi tersebut, artikel nomor (2) hanya akan dapat menjawab pertanyaan tentang: "Bagaimana manfaat terapi intra arterial heparin flushing (istilah populer-nya: Brain Washing) dalam meningkatkan aliran darah otak (CBF) pasien penderita stroke iskemik kronis". • Indikator hasil terapi yang diukur pada penelitian ini hanya terbatas pada nilai CBF (yang sebenarnya hanya merupakan intermediate outcome). Hal ini menunjukkan pendekatan pada penelitian ini masih berorientasi penyakit (pendekatan reduksionis-fragmented), belum merupakan penelitian yang berorientasi pada pasien (pendekatan holistik). • Hasil penelitian hanya dapat diterapkan pada pasien penderita stroke iskemik kronis sesuai dengan karakteristik subjek penelitian tersebut. • Artikel nomor (2) belum akan dapat menjawab pertanyaan tentang manfaat terapi intra arterial heparin flushing dalam menyembuhkan atau memperbaiki defisit saraf akibat stroke. (3) Melakukan penilaian/telaah kritis artikel penelitian 1. Putranto, T., Yusuf, I., Murtala, B., Wijaya, A. 2016. Intra arterial heparin flushing increases Manual Muscle Test – Medical Research Councils (MMT-MRC) score in chronic ischemic stroke patient. Bali Medical Journal 5(2): 216-220 Validity Desain penelitian tersebut bukan merupakan penelitian eksperimental randomized controlled clinical trial seperti yang tertulis dalam artikel penelitian. Disain penelitian tersebut merupakan quasi experimental (eksperimental semu) tipe one group pre-test post-test. Desain tersebut adalah desain quasi experimental yang paling lemah, karena tidak memiliki group kontrol, tidak dilakukan randomisasi, dan tidak ada prinsip blind (tersamar) pada pasien dan peneliti terhadap tindakan intervensi yang diteliti. Kelemahan penelitian quasi eksperimental one group pre-test post-test adalah rendahnya validitas internal. Artikel penelitian tidak menyebutkan berapa lama waktu follow-up setelah pemberian terapi, sehingga tidak dapat ditentukan apakah jangka waktu follow-up tersebut sudah



3

cukup dan sesuai untuk mengevaluasi hasil intervensi (outcome), dan apakah hasil intervensi (outcome) tersebut hanya bersifat sementara atau dapat berubah kembali sesuai bertambahnya waktu. Keseluruhan subjek penelitian mendapatkan terapi eksperimental yang sama (IAHF), namun tidak dijelaskan apakah subjek penelitian mendapatkan terapi lain selain terapi eksperimental tersebut. Apabila subjek penelitian juga mendapatkan terapi lain selain tindakan IAHF, tidak disebutkan apasaja terapi lain tersebut. Terapi lain tersebut dapat menjadi confounding factor. Selain itu tidak diketahui apakah setiap subjek penelitian sama-sama mendapatkan terapi lain tersebut (prinsip kesetaraan antar-subjek penelitian tidak jelas). Variabel-variabel lain yang secara teoritis dapat mempengaruhi terjadinya outcome (peningkatan nilai MMT-MRC) tidak ikut diperhitungkan dalam penelitian tersebut. Padahal dapat saja peningkatan nilai MMT-MRC dipengaruhi juga (atau malah lebih dipengaruhi) oleh variabel lain selain disebabkan oleh variabel IAHF yang diteliti tersebut. Artikel penelitian tidak menampilkan karakteristik dasar subjek penelitian secara jelas, sehingga tidak diketahui bagaimana kondisi awal subjek penelitian sebelum mendapatkan terapi IAHF. Hal ini dapat mempengaruhi outcome yang terjadi. Selain itu juga tidak dapat diketahui bagaimana kesetaraan (similaritas) antar-subjek penelitian sebelum dilakukan terapi IAHF. Importance Untuk mengetahui manfaat intervensi suatu terapi, indikator statistik yang paling baik adalah mengukur besaran Number Needed to Treat (NNT). Penelitian ini tidak dapat mengukur nilai NNT karena variabel outcome penelitian ini (nilai MMT-MRC) mengunakan besaran kontinyu. Uji statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji statistik beda rerata nilai MMT-MRC post-test dibandingkan pre-test. Kesimpulan hasil uji statistik tersebut dapat tidak tepat apabila diinterpretasikan secara terburu-buru. • Nilai MMT-MRC pre-test pada subjek penelitian pasti lebih rendah dibandingkan populasi normal, karena pasien adalah penderita stroke kronis. Nilai MMT-MRC ini dengan berjalannya waktu akan memiliki kecenderungan untuk meningkat/membaik dengan sendirinya, sehingga terdapat kecenderungan akan terjadi perbedaan rerata nilai MMT-MRC post-test dibandingkan pre-test, meskipun tanpa intervensi IAHF. • Peningkatan nilai MMT-MRC ini juga dapat dipengaruhi oleh interaksi antara beberapa terapi yang diberikan secara bersamaan dan saling memperkuat. Hasil uji statistik yang menunjukkan "terdapat perbedaan bermakna antara nilai MMTMRC pre-test dibandingkan pos-test" juga tidak secara langsung dapat menunjukkan hubungan kausalitas (sebab-akibat) antara variabel income (IAHF) dengan variabel outcome (nilai MMT-MRC). Artikel penelitian tidak menampilkan secara jelas bagaimana cara memperoleh angka MMT-MRC tersebut (misal: apakah pengukuran dilakukan pada ekstremitas atas, atau



4

ekstremitas bawah? Apakah nilai tersebut merupakan penjumlahan dari kedua ekstremitas?) Artikel penelitian juga tidak menjelaskan secara detail bagaimana validitas dan reliabilitas pengukuran MMT-MRC. Artikel penelitian tidak menjelaskan secara detail bagaiman kriteria "stroke iskemik kronis", khususnya terkait berapa lama periode waktu setelah onset pada masingmasing subjek penelitian. Padahal seperti diketahui, terdapat periode waktu tertentu setelah onset stroke akut yang memungkinkan terjadinya proses reperfusi alamiah ke daerah iskemik otak. Hal ini dapat terjadi juga tanpa bantuan tindakan terapi intervensi reperfusi. Applicability Artikel penelitian tidak menampilkan karakteristik dasar subjek penelitian secara jelas, sehingga tidak diketahui bagaimana karaktersitik detail subjek penelitian yang mendapatkan terapi IAHF. • Dengan demikian, hasil penelitian tersebut belum dapat secara langsung diterapkan pada pasien lain di rumah sakit lain, karena belum diketahui apakah karakteristik subjek penelitian yang diteliti memiliki kemiripan dengan pasien lain di rumah sakit lain. Metode sampling subjek penelitian yang digunakan dalam penelitian tersebut mengakibatkan rendahnya validitas eksternal, sehingga hasil penelitian tidak dapat digeneralisasi langsung secara luas pada populasi yang berbeda (rumah sakit lain). Penelitian ini tidak menganalisis bagaimana efek samping tindakan terapi IAHF, sehingga belum dapat ditentukan bagaimana perbandingan potential benefits (manfaat) dan harms (kerugian) pada pasien apabila tindakan ini diterapkan. Artikel tersebut belum menampilkan secara jelas bagaimana dasar biological plausibility (mechanisme based) yang detail tentang aspek farmakodinamika dan farmakokinetika terapi IAHF dalam penatalaksanaan pasien stroke iskemik kronis. Belum ada penelitian sebelumnya (?) yang membahas reperfusi menggunakan IAHF untuk kasus stroke iskemik kronis. Oleh karena itu, penggunaan IAHF pada penelitian ini seharusnya didahului penelitian pendahuluan sebelum masuk ke clinical trial fase 2 atau fase 3. Saat pelaksanaan penelitian, subjek penelitian (pasien) harus mendapatkan informasi yang jelas dan detail tentang proses penelitian, termasuk tentang biological plausibility. Subjek penelitian harus memberikan persetujuan tertulis. Peneliti harus memperhatikan berbagai aspek tentang ethical clearance.



5

2. Putranto, T., Yusuf, I., Murtala, B., Wijaya, A. 2016. Intra Arterial Heparin Flushing Increases Cerebral Blood Flow in Chronic Ischemic Stroke Patients. Indones Biomed J. 8(2): 119-26 Validity Desain penelitian tersebut bukan merupakan penelitian eksperimental randomized controlled clinical trial. Disain penelitian tersebut adalah quasi experimental (eksperimental semu) tipe one group pre-test post-test. Desain tersebut adalah desain quasi experimental yang paling lemah, karena tidak memiliki group kontrol, tidak dilakukan randomisasi, dan tidak ada prinsip blind (tersamar) pada pasien dan peneliti terhadap tindakan intervensi yang diteliti. Kelemahan penelitian quasi eksperimental one group pre-test post-test adalah rendahnya validitas internal. Periode lama waktu follow-up setelah pemberian terapi hanya diukur satu kali (tidak diukur secara serial), sehingga belum dapat ditentukan apakah jangka waktu follow-up tersebut sudah cukup dan sesuai untuk mengevaluasi hasil intervensi (outcome), dan apakah hasil intervensi (outcome) tersebut bersifat sementara atau dapat berubah kembali sesuai bertambahnya waktu. Keseluruhan subjek penelitian mendapatkan terapi eksperimental yang sama (IAHF), namun tidak dijelaskan apakah subjek penelitian mendapatkan terapi lain selain terapi eksperimental tersebut. Apabila subjek penelitian juga mendapatkan terapi lain selain tindakan IAHF, tidak disebutkan apasaja terapi lain tersebut. Terapi lain tersebut dapat menjadi confounding factor. Selain itu tidak diketahui apakah setiap subjek penelitian sama-sama mendapatkan terapi lain tersebut (prinsip kesetaraan antar-subjek penelitian tidak jelas). Variabel-variabel lain yang secara teoritis dapat mempengaruhi terjadinya outcome (peningkatan nilai CBF) tidak ikut diperhitungkan dalam penelitian tersebut. Padahal dapat saja peningkatan nilai CBF dipengaruhi juga oleh variabel lain selain oleh variabel IAHF yang diteliti tersebut. Importance Untuk mengetahui manfaat intervensi suatu terapi, indikator statistik yang paling baik adalah mengukur besaran Number Needed to Treat (NNT). Penelitian ini tidak dapat mengukur nilai NNT karena variabel outcome penelitian ini (nilai CBF) mengunakan besaran kontinyu. Outcome yang diukur pada penelitian ini hanya terbatas pada nilai CBF, sedangkan seperti diketahui dalam penatalaksanaan stroke, nilai CBF baru merupakan intermediate outcome. Hal ini menunjukkan pendekatan pada penelitian ini masih berorientasi penyakit (pendekatan reduksionis-fragmented), belum merupakan penelitian yang berorientasi pada pasien (pendekatan holistik). Penggunaan uji statistik beda rerata nilai CBF post-test dibandingkan pre-test dapat menimbulkan kesimpulan yang keliru apabila diinterpretasikan terburu-buru. Hasil uji statistik yang menunjukkan "terdapat perbedaan bermakna antara nilai CBF pre-test dibandingkan pos-test" tidak secara langsung dapat menunjukkan hubungan kausalitas



6

(sebab-akibat) antara variabel income (IAHF) dengan variabel outcome (peningkatan nilai CBF). Applicability Metode sampling subjek penelitian yang digunakan dalam penelitian tersebut mengakibatkan rendahnya validitas eksternal, sehingga hasil penelitian tidak dapat dilakukan generalisasi langsung secara luas pada populasi yang berbeda (rumah sakit lain). Penelitian ini tidak menganalisis bagaimana efek samping tindakan terapi IAHF, sehingga belum dapat ditentukan bagaimana perbandingan potential benefits (manfaat) dan harms (kerugian) pada pasien apabila tindakan ini diterapkan. Artikel tersebut belum menampilkan secara jelas bagaimana dasar biological plausibility (mechanisme based) yang detail tentang aspek farmakodinamika dan farmakokinetika terapi IAHF dalam penatalaksanaan pasien stroke iskemik kronis. Belum ada penelitian sebelumnya (?) yang membahas reperfusi menggunakan IAHF untuk kasus stroke iskemik kronis. Oleh karena itu, penggunaan IAHF pada penelitian ini seharusnya didahului penelitian pendahuluan sebelum masuk ke clinical trial fase 2 atau fase 3. Saat pelaksanaan penelitian, subjek penelitian (pasien) harus mendapatkan informasi yang jelas dan detail tentang proses penelitian, termasuk tentang biological plausibility. Subjek penelitian harus memberikan persetujuan tertulis. Peneliti harus memperhatikan berbagai aspek tentang ethical clearance. (4) Menerapkan bukti-bukti tersebut dalam penanganan pasien

• Kedua artikel tersebut belum dapat menjawab pertanyaan dan kontroversi tentang: "Bagaimana manfaat terapi intra arterial heparin flushing (istilah populer-nya: Brain Washing) dalam penatalaksanaan pasien stroke".

• Kedua artikel tersebut memiliki validitas yang rendah, sehingga tidak cukup kuat (belum dapat digunakan) sebagai dasar pengambilan keputusan penggunaan terapi intra arterial heparin flushing (istilah populer-nya: Brain Washing) untuk terapi pasien stroke kronis.

• Selain itu, kedua artikel tersebut hanya meneliti pasien dengan diagnosis stroke iskemik kronis. Dengan demikian, penggunaan terapi intra arterial heparin flushing (istilah populer-nya: Brain Washing) untuk kasus pasien dengan diagnosis yang lain adalah sama sekali tidak memenuhi aspek evidence based medicine (EBM).

• Masyarakat umum, khususnya pasien, harus mendapatkan informasi yang benar dan jelas terkait hal-hal tersebut, sehingga mereka memiliki gambaran yang sebenarnya tentang bagaimana posisi terapi intra arterial heparin flushing (istilah populer-nya: Brain Washing) dalam penatalaksanaan berbagai macam penyakit.

• Sebelum terapi intra arterial heparin flushing (istilah populer-nya: Brain Washing) dapat diterapkan, harus melalui tahapan-tahapan clinical trial dengan menggunakan metodologi penelitian yang benar, berdasarkan prinsip, konsep, dan metode kuantitatif epidemiologi yang tepat.



7...


Similar Free PDFs