Jurnal al-Shifa, Vol. 02, No. 1 (Januari-Juni) 2011 PDF

Title Jurnal al-Shifa, Vol. 02, No. 1 (Januari-Juni) 2011
Author Bki Smhbanten
Pages 216
File Size 1.6 MB
File Type PDF
Total Downloads 64
Total Views 277

Summary

Jurnal al-Shifa, Vol. 02, No. 1, (Januari-Juni) 2011 ISSN: 2087-8621 BIMBINGAN DAN KONSELING (Kajian Historis dan Prospek Konselor) Agus Sukirno Dosen IAIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten [email protected] Abstrak Bimbingan dan konseling merupakan disiplin ilmu yang menarik untuk dipelajari. Pro...


Description

Jurnal al-Shifa, Vol. 02, No. 1, (Januari-Juni) 2011 ISSN: 2087-8621

BIMBINGAN DAN KONSELING (Kajian Historis dan Prospek Konselor)

Agus Sukirno Dosen IAIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten [email protected]

Abstrak Bimbingan dan konseling merupakan disiplin ilmu yang menarik untuk dipelajari. Proses konseling dapat berhasil dengan maksimal, apabila konselor menguasai dengan baik teori-teori konseling. Pada awalnya bimbingan dan konseling di arahkan pada bimbingan jabatan (Vocational Guidance). Namun pada perkembangan berikutnya bimbingan dan konseling merambah ke dunia pendidikan. Seorang konselor juga dituntut dapat mengetahui dasar-dasar bimbingan dan konseling (meliputi. sejarah, arti, tujuan, fungsi, asas, prinsip, jenis layanan). Hal ini dianggap cukup penting, karena untuk dapat menguasai materi-materi bimbingan dan konseling lanjutannya, terlebih dahulu konselor diharapkan dapat menguasai dengan baik dasar-dasar bimbingan dan konseling. Profesi konselor mempunyai prospek yang cerah. Untuk menunjang profesi tersebut diterbitkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2008 tentang Standar Kualifikasi Akademik Dan Kompetensi Konselor.Kompetensi konselor terdiri dari kompetensi pedagogic, kompetensi kepribadian, kompetensi social,dan kompetensi professional.

Kata kunci : bimbingan dan konseling, sejarah, vocational, konselor

2

Agus Sukirno

A. Urgensi Bimbingan Konseling Dalam ranah dunia akademik khususnya dalam program jurusan Bimbingan dan Konseling Islam, istilah bimbingan dan konseling merupakan rangkaian kata yang saling kait mengkait, keduanya saling membutuhkan dan dibutuhkan (baca : simbiosis mutualisme). Pada hakikatnya konseling (counseling) merupakan bagian dari kegiatan bimbingan (guidance). Bimbingan menurut Donald G. Mortensen dan Alam M.Schmuller (1976) dalam Ahmad Juntika Nurihsan (2007) mendefinisikan, Guidance may be defined as that part of the total educational program that helps provide the personal opportunities and specialized staff services by which each individual can develop to the fullest of this abilities and capacities in term of the democratic idea. Sedangkan konseling menurut Shertzer dan Stone, Counseling is an interaction process which facilities meaningful understanding of self and environment and result in the establishment and/or clarification of goals and values of future behavior. Konseling adalah upaya membantu individu melalui proses interaksi yang bersifat pribadi antara konselor dan konseli agar konseli mampu memahami diri dan lingkungannya, mampu membuat keputusan dan menentukan tujuan berdasarkan nilai yang diyakininya sehingga konseli merasa bahagia dan efektif perilakunya. Dalam konseling sifatnya lebih khusus, artinya proses konseling sifatnya empat mata (face to face) antara konselor dan konseli. Achmad Juntika Nurihsan (2007), menjelaskan beberapa faktor diperlukannya bimbingan dan konseling. Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut : Filosofis, Latar belakang filosofis berkaitan dengan pandangan tentang hakikat manusia. Salah satu filsafat yang berpengaruh adalah adalah filsafat humanisme. Aliran filsafat ini

Jurnal al-Shifa, Vol. 02, No. 1, (Januari-Juni) 2011 ISSN: 2087-8621

Bimbingan dan Konseling: Kajian Historis dan Prospek Konselor 3

berpandangan bahwa manusia memiliki potensi untuk dapat dikembangkan seoptimal mungkin. Manusia memiliki kebebasan untuk merancang atau mengembangkan tingkah lakunya, manusia bukanlah pion yang bisa diatur oleh lingkungannya. Manusia adalah mahluk rasional dan sadar, tidak dikuasai oleh ketidaksadaran, kebutuhan irrasional, atau konflik. Aliran humanisme dapat diartikan sebagai ‖orientasi teoritis yang menekankan kualitas manusia yang unik, khususnya terkait dengan kemauan bebas (free will) dan potensi untuk mengembangkan dirinya.‖ Seperti, cinta, kreativitas, kesendirian, tanggung jawab, kemandirian, dan perkembangan diri. Aliran ini mempunyai keyakinan bahwa warga yang miskin dapat dientaskan melalui bimbingan pekerjaan (guidance vocational) sehingga pengangguran dapat dihapuskan. Beck (Blocher, 1974) sebagaimana dikutip oleh Syamsu Yusuf, LN dan A. Juntika Nurihsan (2008) mengemukakan beberapa asumsi eksistensialis tentang hakekat manusia, yaitu sebagai berikut: 1. Manusia bertanggungjawab terhadap perbuatannya sendiri. Dia mempunyai pilihan dan harus melakukan untuk dirinya sendiri. 2. Manusia harus memandang atau memperhatikan orang lain sebagai bagian dari dirinya, dan perhatiannya ini direfleksikan dalam pergaulan dengan warga masyarakat yang lebih luas. 3. Manusia eksis di dunia nyata, dan hubungan dengan dunianya di satu sisi merupakan ancaman yang dalam banyak hal tidak dapat merubahnya.

Jurnal al-Shifa, Vol. 02, No. 1, (Januari-Juni) 2011 ISSN: 2087-8621

4

Agus Sukirno

4. Hidup yang bermakna harus menghilangkan ancaman yang dihadapi, baik fisik maupun psikis. 5. Setiap manusia memiliki pembawaan dan pengalaman yang unik, sehingga memungkinkan berperilaku yang berbeda satu dengan lainnya. 6. Manusia berperilaku sesuai dengan pandangan subjektifnya tentang realitas. 7. Secara alami manusia tidak dapat diakatakan ‖baik‖ atau ‖buruk‖. 8. Manusia mereaksi situasi secara menyeluruh tidak bersifat serpihan (seperti halnya intelektual atau emosional). Psikologis, ini berkaitan erat dengan proses perkembangan manusia yang sifatnya unik, berbeda dari individu lain dalam perkembangannya. Keunikan individu mengandung arti bahwa tidak ada dua orang individu yang memiliki sifat dan karakteristik yang sama meskipun dengan saudara kembar, mereka memiliki watak dan sifat yang berbeda. Setiap individu lahir dengan membawa hereditas tertentu. Hereditas merupakan aspek pembawaan dan memiliki potensi untuk berkembang. Proses perkembangan tidak selalu berlangsung linier (sesuai yang diharapkan), tetapi bersifat juga fluktuatif dan bahkan terjadi stagnasi atau diskontinuitas perkembangan. Implikasi dari keragaman ini adalah bahwa individu memiliki kebebasan dan kemerdekaan untuk memilih dan mengembangkan kompetensi yang dimilikinya. Agar perkembangan pribadi peserta didik itu dapat berlangsung dengan baik, dan terhindar dari munculnya masalahmasalah psikologis, maka mereka perlu diberi bantuan yang sifatnya pribadi. Syamsu Yusuf, LN dan Ahmad Juntika Nurihsan (2008) menjelaskan munculnya tugas-tugas perkembangan bersumber pada

Jurnal al-Shifa, Vol. 02, No. 1, (Januari-Juni) 2011 ISSN: 2087-8621

Bimbingan dan Konseling: Kajian Historis dan Prospek Konselor 5

faktor-faktor berikut. (a) kematangan fisik, misalnya belajar berjalan karena kematangan otot-otot kaki, dan belajar bergaul dengan jenis kelamin yang berbeda pada masa remaja, karena kematangan hormon seksual. (b) tuntutan masyarakat secara kultural, misalnya belajar membaca, belajar menulis, belajar berhitung, dan belajar berorganisasi. (c) tuntutan dari dorongan dan cita-cita individu itu sendiri, misalnya memilih pekerjaan, dan memilih teman hidup. (d) tuntutan norma agama, misalnya taat beribadah kepada Allah, dan berbuat baik kepada sesama manusia. Sosial Budaya, kehidupan sosial budaya suatu masyarakat adalah sistem terbuka yang selalu berinteraksi dengan sistem lain. Keterbukaan ini mendorong terjadinya pertumbuhan, pergeseran, dan perubahan nilai dalam masyarakat yang akan mewarnai cara berpikir dan perilaku inidividu. Masyarakat industri (baca: masyarakat modern) yang tiap hari disibukkan dengan rutinitas pekerjaan dan karirnya memiliki tingkat kecemasan dan stres yang cukup tinggi, pekerjaan yang tercapai sesuai dengan target yang ditentukan akan berdampak positif bagi dirinya untuk mencapai prestasi/karir yang lebih gemilang, sebaliknya bagi mereka yang target pekerjaannya tidak tercapai, bisa berdampak negatif bagi pekerjaan dan karirnya. Di sisi yang lain, kehidupan masyarakat yang dulunya mengedepankan rasa kegotong royongan, kini mengalami pergesaran cukup signifikan. Di antara sesama warga yang tinggal dalam satu lingkungan tidak saling mengenal, bahkan bersikap acuh tak acuh. Paham hidup individualisme sudah menggerogoti aspek kegotong royongan tersebut. Pergeseran budaya yang lain adalan pergaulan muda-mudi sudah tidak lagi mengindahkan norma-norma agama dan masyarakat, seks bebas (free sex) dianggap hal yang biasa bahkan dihalalkan asal saling suka sama suka. Akibatnya banyak anak yang

Jurnal al-Shifa, Vol. 02, No. 1, (Januari-Juni) 2011 ISSN: 2087-8621

6

Agus Sukirno

lahir tanpa mengetahui siapa orang tua sebenarnya, atau anak dibunuh dengan sengaja untuk menutupi aibnya. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat, kesempatan kerja berkembang dengan cepat pula sehingga para siswa/mahasiswa/klien/konseli memerlukan bantuan dari pembimbing untuk menyesuaikan minat dan kemampuan mereka terhadap kesempatan dunia kerja yang selalu berubah dan meluas. Dunia modern memberi kemudahan kepada semua orang dalam menyelesaikan segala tugasnya, untuk menghemat tenaga dan biaya pertemuan antar wilayah atau antar negara bisa dilakukan dengan teleconference, proses surat menyurat dapat di kirim melaui e-mail, dsb. Namun di sisi yang lain perkembangan teknologi dapat membahayakan bagi perkembangan inidividu (siswa atau mahasiswa) baik fisik maupun psikis. Tayangan pornografi dan pornoaksi dengan leluasa dapat di akses oleh siswasiswi di bawah umur, bahkan ada beberapa sekolah yang merazia HP para siswa-siswi ketika proses belajar mengajar sedang berlangsung banyak ditemukan yang menyimpan foto-foto bugil maupun film porno (blue film). Dadang Hawari (2008) menjelaskan tentang definisi pornografi dan porno aksi, keduanya mengandung arti: (1) Penggambaran tingkah laku secara erotis dengan perbuatan atau usaha untuk membangkitkan nafsu birahi, misalnya dengan pakaian merangsang. (2) Perbuatan atau sikap merangsang atau dengan melakukan seksual (persetubuhan). Demokratisasi dalam Pendidikan, kesempatan yang sama untuk semua orang telah menjadi kenyataan dalam berbagai bidang, baik di sekolah,universitas, perguruan tinggi lainnya, pabrik-pabrik dan industri, maupun di kalangan profesional. Sekolah-sekolah menampung murid-murid dari berbagai asal-usul dan latar belakang kehidupan yang berbeda. Hal ini menimbulkan bertumpuknya masalah yang dihadapi seseorang yang terlibat dalam

Jurnal al-Shifa, Vol. 02, No. 1, (Januari-Juni) 2011 ISSN: 2087-8621

Bimbingan dan Konseling: Kajian Historis dan Prospek Konselor 7

kelompok campuran itu. Dalam kondisi demikian, pelayanan bimbingan merupakan salah satu cara untuk menanggulangi masalah tersebut. Perluasan Program Pendidikan, program ini memberi kesempatan kepada siswa untuk mencapai tingkat pendidikan setinggi mungkin sesuai dengan kemampuannya. Arah ini menimbulkan kebutuhan akan bimbingan, yaitu dalam memilih kelanjutan sekolah yang paling tepat, serta menilai kemampuan siswa yang bersangkutan, mungkinkah dia melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Lebih lanjut Achmad Juntika Nurihsan (2007), menjelaskan tentang diperlukannya bimbingan di Perguruan Tinggi. Belajar di Perguruan Tinggi memiliki beberapa karakteristik yang berbeda dengan sekolah lanjutan (SMA, SMK, MA). Karakteristik utama dari studi pada tingkat ini adalah kemandirian, baik dalam pelaksanaan kegiatan belajar dan pemilihan program studi, maupun dalam pengelolaan dirinya sebagai mahasiswa. Pola berpikir mahasiswa pun tentunya berbeda dengan siswa pada sekolah lanjutan. Kalau di sekolah lanjutan para siswa cenderung lebih menurut, namun bagi mahasiswa cara berpikir lebih kritis, analitis dan argumentatif. W. S. Winkel dan M. M. Sri Hastuti (2010) mengutip dalam amanat pembukaan pada First Asian Conference-Workshop ini Guidance and Counseling, yang diadakan di Manila dari tanggal 1 – 14 Agustus 1976, dikatakan sebagai berikut: ‖Asian Students are confronted with pressure from increased secularization demanding a shift from traditional values; with increased sexual consciousness and conflict with pressure to make their educational goals syntonic with national ones; with pressure because they are an elite, bearing responsiblity for national development. There can be conflict between

Jurnal al-Shifa, Vol. 02, No. 1, (Januari-Juni) 2011 ISSN: 2087-8621

8

Agus Sukirno

personal aspirations and motives, material or spiritual, and societal requirements. And finally, for many these students there is a fundamental difference between a traditional, religious, intuitive thought style, and the naturalistic, scientific and analytic mode of thought demanted by their academic pursuits. Kata-kata ini kiranya masih mengungkapkan tantangan-tantangan yang dihadapi oleh mahasiswa masa kini. Achmad Juntika Nurihsan (2007) menjelaskan secara keseluruhan, problema yang dihadapi oleh mahasiswa dapat dikelompokkan dalam dua kategori, yaitu : a. Problema Akademik 1. Kesulitan dalam memilih program studi/konsentrasi/pilihan mata kuliah yang sesuai dengan kemampuan dan waktu yang tersedia. 2. Kesulitan dalam mengatur waktu belajar disesuaikan dengan banyaknya tuntutan dan aktivitas perkuliahan, serta kegiatan mahasiswa lainnya. 3. Kesulitan dalam mendapatkan sumber belajar dan buku-buku sumber. 4. Kesulitan dalam menyusun makalah, laporan, dan tugas akhir. 5. Kesulitan dalam mempelajari buku-buku yang berbahasa asing. 6. Kurang motivasi atau semangat belajar. 7. Adanya kebiasaan belajar yang salah. 8. Rendahnya rasa ingin tahu dan ingin mendalami ilmu serta rekayasa.

Jurnal al-Shifa, Vol. 02, No. 1, (Januari-Juni) 2011 ISSN: 2087-8621

Bimbingan dan Konseling: Kajian Historis dan Prospek Konselor 9

9. Kurangnya minat terhadap profesi. b. Problema Sosial Pribadi 1. Kesulitan ekonomi/biaya kuliah 2. Kesulitan berkenaan dengan masalah pemondokan 3. Kesulitan menyesuaikan diri dengan teman sesama mahasiswa, baik di kampus maupun di lingkungan tempat tinggal. 4. Kesulitan menyesuaikan diri dengan masyarakat sekitar tempat tinggal mahasiswa, khususnya mahasiswa pendatang. 5. Kesulitan karena masalah-masalah keluarga. 6. Kesulitan karena masalah-masalah pribadi. W. S. Winkel dan M. M. Sri Hastuti (2010) menjelaskan enam aspek yang berkaitan dengan program bimbingan di perguruan tinggi adalah: a. Dengan bersumber pada Undang Undang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 16, yang menyatakan bahwa pendidikan tinggi merupakan kelanjutan pendidikan menengah, PP Nomor 30 tahun 1990 tentang Pendidikan Tinggi menetapkan: ‖Tujuan pendidikan tinggi adalah menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan/atau profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan dan/atau menciptakan ilmu pengetahuan teknologi dan/atau kesenian; serta mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi dan/atau kesenian serta mengupayakan penggunaannya untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat dan memperkaya kebudayaan nasional.‖

Jurnal al-Shifa, Vol. 02, No. 1, (Januari-Juni) 2011 ISSN: 2087-8621

10

Agus Sukirno

b. Masa mahasiswa meliputi rentang umur 18/19 tahun sampai 24/25 tahun. Rentang umur itu masih dapat dibagi-bagi atas periode 18/19 tahun sampai 20/21 tahun, yaitu mahasiswa dari semester I sampai dengan semester IV; dan periode waktu 21/22 tahun sampai 24/25 tahun, yaitu mahasiswa dari semester V sampai dengan semester VIII. c. Pola dasar bimbingan sebaiknya diikuti adalah pola generalis untuk sejumlah kegiatan bimbingan tertentu, misalnya orientasi studi, perkenalan dengan cara belajar mandiri, pembahasan tantangan bagi mahasiswa sebagai manusia pembangun, pertemuan untuk mendiskusikan hal-hal yang berkaitan dengan pergaulan dan hubungan antara jenis kelamin. d. Komponen bimbingan yang diutamakan adalah layanan konseling sepanjang masa studi. Pengumpulan data kerap dikaitkan dengan wawancara konseling, sejauh masalah yang dibicarakan menuntut hal itu, misalnya testing bakat khusus dalam kasus meninjau kembali pilihan program studi, atau testing minat menjelang pilihan suatu spesialisasi, atau testing kepribadian dalam kasus yang di duga menunjukkan aneka gejala neurotik. e. Bentuk bimbingan yang diutamakan tergantung dari layanan bimbingan yang diberikan. Pemberian informasi pada umumnya terlaksana dalam bentuk bimbingan kelompok, sedangkan pengumpulan data dan penempatan kerap dilaksanakan bentuk bimbingan individual. f. Tenaga-tenaga bimbingan macam apa yang dilibatkan dalam pelayanan bimbingan tergantung dari luasnya pelayanan bimbingan yang terdapat di perguruan tinggi tertentu.

Jurnal al-Shifa, Vol. 02, No. 1, (Januari-Juni) 2011 ISSN: 2087-8621

Bimbingan dan Konseling: Kajian Historis dan Prospek Konselor 11

Adapun tugas bimbingan dan konseling secara umum adalah memberikan pelayanan kepada klien/konseli agar mampu mengaktifkan potensi fisik dan psikisnya sendiri dalam menghadapi dan memecahkan kesulitan-kesulitan hidup yang dirasakan sebagai penghalang atau penghambat perkembangan lebih lanjut dalam bidang-bidang tertentu. Hakikat bimbingan adalah membantu individu/klien/konseli agar dapat memahami dirinya sendiri dan dunianya sehingga bimbingan ini diberikan pada siswa yang relatif tidak mengalami masalah. Sedangkan konseling membantu individu agar dapat memecahkan masalahnya, yang dilakukan melalui wawancara atau face to face sehingga umumnya diberikan kepada siswa/klien/konseli yang bermasalah.

B. Sejarah Bimbingan Konseling Bimbingan konseling berawal dari nagara Amerika Serikat. Andi Mapiare (1984), menjelaskan proses perkembangan bimbingan konseling terbagi dalam lima tahap.

1. Periode embrio (1898 – 1907) Periode ini mulai dirintis oleh George Merril, yang menyelipkan bimbingan jabatan, pada ‖The California School of Mechanical Arts‖ di San Fransisco, tahun 1895. Disusul munculnya upayaupaya bimbingan jabatan oleh Jesse B. Davis yang memusatkan perhatian pada penyuluhan jabatan dan pendidikan jabatan di ―Central High School‖, Detroid, Michigan, pada tahun 1898 –

Jurnal al-Shifa, Vol. 02, No. 1, (Januari-Juni) 2011 ISSN: 2087-8621

12

Agus Sukirno

1907. Pada tahun 1907 J.B. Davis, yang waktu itu menjabat kepala dari ―Central High School‖ di Grand Rapids, menyisipkan bimbingan bimbingan jabatan ke dalam mata pelajaran (Bahasa) Inggris dengan suatu dasar yang teratur. Tujuan dari program bimbingan itu adalah agar siswa mampu (a) mengembangkan karakternya yang baik sebagai asset yang sangat penting bagi setiap siswa (orang) dalam rangka merencanakan, mempersiapkan dan memasuki dunia kerja (bisnis); (b) mencegah dirinya dari perilaku bermasalah; dan (c) menghubungkan minat pekerjaan dengan kurikulum (mata pelajaran). Jesse B. Davis menerapkan pola-pola bimbingan jabatan (vocational) lebih tertata rapi dalam mata pelajaran tertentu (bahasa Inggris). Pada tahun 1901 di Boston, Meyer Bloomfield (putra seorang imigran Yahudi dan lulusan Harvard) telah membangun ―Civic Service House‖. Pada tahun 1907, Eli W Weaver mulai berusaha bersama dengan serikat guru SMA di Brooklyn ―The Brooklyn High School Teachers Association‖, berkonsentrasi pada bimbingan jabatan dan penempatan kerja, serikat/komite ini bertujuan untuk membantu para siswa/remaja mampu mengembangkan dan menggunakan kemampuan-kemampuannya agar menjadi karyawan/pegawai yang produkti, handal, dan berkualitas. Di tahun yang sama William Wheatly berupaya menyajikan bimbingan jabatan dalam ilmu pengetahuan social dan juga membuka mata pelajaran khusus dalam hal pekerjaan di SMA (Public High School), di Middletown, Connecticut.

Jurnal al-Shifa, Vol. 02, No. 1, (Januari-Juni) 2011 ISSN: 2087-8621

Bimbingan dan Konseling: Kajian Historis dan Prospek Konselor 13

2. Periode Pertumbuhan (1908 – 1918) Gerakan bimbingan umumnya dikatakan mulai lahir pada tanggal 13 januari 1980, ketika Frank Parsons mulai mengelola Biro Pekerjaan (Vocational Bureau) sebagai direktur pertama pada ―Civic Service House‖ di Boston, Massachussets. Parson disebut sebagai Bapak Bimbingan (Father of Guidance Movement in American E...


Similar Free PDFs