JURNAL REVIEW - APLIKASI PENYERAP OKSIGEN (OXYGEN SCAVANGERS) DALAM TEKNOLOGI PENGEMASAN PDF

Title JURNAL REVIEW - APLIKASI PENYERAP OKSIGEN (OXYGEN SCAVANGERS) DALAM TEKNOLOGI PENGEMASAN
Author Rozana Tunggadewi
Pages 13
File Size 318.1 KB
File Type PDF
Total Downloads 635
Total Views 968

Summary

Review Jurnal APLIKASI PENYERAP OKSIGEN (OXYGEN SCAVANGERS) DALAM TEKNOLOGI PENGEMASAN Oleh: ROZANA F152120061 SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 DAFTAR ISI DAFTAR ISI .................................................................................................................


Description

Review Jurnal APLIKASI PENYERAP OKSIGEN (OXYGEN SCAVANGERS) DALAM TEKNOLOGI PENGEMASAN

Oleh: ROZANA

F152120061

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

DAFTAR ISI DAFTAR ISI ............................................................................................................................. i I. PENDAHULUAN ............................................................................................................. 1 II. OXYGEN SCAVANGERS ............................................................................................... 3 III. APLIKASI OXYGEN SCAVANGERS .............................................................................. 6 1. Asam Askorbat .......................................................................................................... 6 2. Serbuk Besi ................................................................................................................ 8 3. Kapur Tohor ............................................................................................................... 12 IV. KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................................... 14

PENDAHULUAN Selama penyimpanan produk makanan yang dikemas. Oksigen sering tidak dikehendaki terutama pada produk yang sensitive terhadap oksigen karena dapat memicu penurunan kualitas seperti warna, kesegaran, dan sifat organoleptic (Doris Gibis and Klaus Rieblinger 2011), oksidasi lemak tak jenuh yang menyebabkan ketengikan, kehilangan vitamin C, browning pada daging segar, oksidasi minyak aromatic dan pigmen (M.A. Busolo, J.M. Lagaron 2012) serta kerusakan oleh mikroorganisme aerobic. Sehingga karena alasan tersebut kemasan yang sensitive oksigen terutama pada penghalang oksigen tinggi sering dikombinasikan dengan kemasan atmosfer termodifikasi (MAP) (T. Anthierens et al 2011). Adanya oksigen dalam kemasan terutama disebabkan oleh kegagalan dalam pengemasan, seperti campuran gas yang mengandung residu oksigen, atau vakum yang tidak efisien. Pengemasan vakum telah banyak digunakan untuk menghilangkan oksigen dalam kemasan sebelum sealing kemasan. Namun, oksigen dari lingkungan yang masuk ke dalam kemasan tidak dapat diatasi dengan metode pengemasan ini (vakum). Walaupun bahan pangan dapat dikemas dengan teknologi MAP atau bahkan dalam kemasan vakum, cara-cara tersebut tidak menjamin dapat menghilangkan O2 secara sempurna. Selain itu, O2 yang mampu menembus plastik kemasan tidak mampu dihilangkan dengan teknologi kemasan tersebut. Untuk itu diperlukan penyerap oksigen yang mampu menyerap O2 pascakemas didalam kemasan (Cruz RS, Camilloto GP, Santos AC 2012). System penyerap oksigen digunakan dalam berbagai bentuk seperti sachet, film plastic, label, kemasan plastic, maupun tutup botol. System ini menggunakan berbagai pendekatan konsep seperti oksidasi besi, oksidasi asam askorbat, dan oksidasi fotosensitif pewarna. Namun yang paling umum adalah berdasarkan oksidasi besi. Namun ada beberapa kelamahan yaitu adanya resiko tertelan oleh konsumen yang beresiko terhadap kesehtan disamping produk ini tidak bisa digunakan pada produk cair. Selain itu persepsi konsumen terhadap istilah berbasis besi masih negative, sehingga diperlukan pengembangan lain selain berbasis besi (Y. Byun et al. 2011). Penggunaan bahan kemasan yang mengandung agen aktif dalam kemasan monolayer atau struktur multilayer memberikan peluang yang baik karena dapat diterima konsumen dengan baik dan aman. Penggabungan agen penyerap oksigen kedalam kemasan seperti polimer memberikan keuntungan berupa berpotensi digunakan dalam kemasan retortable, menghindari resiko akibant kontak dengan makanan, dan penghematan biaya potensial karena peningkatan efisiensi produksi dan kenyamanan. Sehingga dikembangkan penggabungan senyawa penyerap oksigen ke bahan kemasan (M.A. Busolo, J.M. Lagaron 2012). Penggunaan penyerap oksigen telah banyak diterapkan pada berbagai jenis makanan. Sebagai contoh pada daging dan teh untuk mencegah adanya perubahan warna, pada makanan berlemak untuk mencegah ketengikan, atau pada bahan makanan dengan kelembaban tinggi seperti roti serta pada kopi untuk menghindari perubahan aroma. Selain itu juga digunakan pada produk terolah minimal maupun produk segar utuh untuk memperpanjang umur simpan, termasuk dalam memperpanjang umur simpan produk perikanan (C.O. Mohan et al. 2009a) karena tingginya kandungan protein yang beresiko untuk proses dekomposisi (C.O. Mohan et al. 2009b). Pada tulisan ini akan dikemukakan beberapa aplikasi penyerap oksigen serta beberapa perkembangan dalam pemakaian bahan penyerap oksigen.

1

PENYERAP OKSIGEN (OXYGEN SCAVANGERS) Penyerap oksigen dipasarkan pertama sekali di Jepang tahun 1977 yaitu berupa absorber berupa besi yang dimasukkan ke dalam kantung (sachet). Absorber oksigen umumnya digunakan untuk menyerap oksigen pada bahan-bahan pangan seperti hamburger, pasta segar, mie, kentang goreng, daging asap (sliced ham dan sosis), cakes dan roti dengan umur simpan panjang, produk-produk konfeksionari, kacang-kacangan, kopi, herba dan rempah-rempah. Penggunaan kantung penyerap 02 memberikan keuntungan khususnya untuk produk-produk yang sensitif terhadap oksigen dan cahaya seperti produk bakery dan pizza, daging ham yang dimasak dimana pertumbuhan jamur dan perubahan warna merupakan masalah utamanya (Ismariny 2010). Keuntungan penggunaan absorber oksigen sarna dengan keuntungan dari MAP yaitu dapat mengurangi konsentrasi oksigen pada level yang sangat rendah (ultra-low level), suatu hal yang tidak mungkin diperoleh pada kemasan gas komersial. Konsentrasi oksigen yang tinggi di dalam kemasan dapat meningkatkan pertumbuhan mikroorganisme, menurunkan nilai gizi bahan pangan, menurunkan nilai sensori (flavor dan warna) serta mempercepat reaksi oksidasi lemak yang menyebabkan ketengikan pada bahan pangan berlemak (Ismariny 2010). Bahan penyerap oksigen secara aktif akan menurunkan konsentrasi oksigen di dalam headspace kemasan hingga 0.01 %, mencegah terjadinya proses oksidasi, perubahan warna dan pertumbuhan mikrooorganisme. Jika kapasitas absorber mencukupi, maka absorber juga dapat menyerap oksigen yang masuk ke dalam headspace kemasan melalui lubang-lubang dan memperpanjang umur simpan bahan yang dikemas (Ismariny 2010). Keuntungan lain dari penggunaan absorber oksigen adalah biaya investasinya lebih murah dibandingkan biaya pengemasan dengan gas. Pada dasarnya untuk pengemasan aktif hanya dibutuhkan sistem sealing. Keuntungan ini menjadi lebih nyata apabila diterapkan untuk kemasan bahan pangan berukuran kecil hingga medium, yang biasanya memerlukan investasi peralatan yang besar. Sebaliknya, kelemahan dari kemasan aktif adalah kemasan ini visible atau labelnya terlihat jelas sedangkan pada kemasan gas, maka gasnya tidak terlihat (Ismariny 2010). Absorber oksigen yang tersedia saat ini pada umumnya berupa bubuk besi (iron powder), dimana 1 gram besi akan bereaksi dengan 300 ml 02 . Kelemahan dari besi sebagai absorber oksigen adalah tidak dapat melalui detektor logam yang biasanya dipasang pada jalur pengemasan. Masalah ini dapat dipecahkan dengan menggunakan absorber oksigen berupa asam askorbat atau enzim. Menurut Cruz RS, Camilloto GP, Santos AC (2012), ukuran penyerap oksigen yang digunakan tergantung pada jumlah oksigen pada head-space, oksigen yang terperangkap di dalam bahan pangan (kadar oksigen awal) dan jumlah oksigen yang akan masuk dari udara di sekitar kemasan selama penyimpanan (laju transmisi oksigen ke dalam kemasan), suhu penyimpanan, aktivitas air, masa simpan yang diharapkan dari bahan pangan tersebut. Absorber oksigen lebih efektif jika digunakan pada kemasan yang bersifat sebagai barrier bagi oksigen, karena jika tidak maka absorber ini akan cepat menjadi jenuh dan kehilangan kemampuannya untuk menyerap oksigen (Ismariny 2010). Penyerap oksigen harus memenuhi beberapa persyaratan seperti tidak berbahaya bagi tubuh manusia, menyerap oksigen di tingkat yang tepat, tidak menghasilkan zat beracun atau gas yang tidak menguntungkan atau bau, harus kompak di ukuran dan diharapkan untuk menunjukkan kualitas kinerja yang konstan, menyerap sejumlah besar oksigen dan harga ekonomis (Cruz RS, Camilloto GP, Santos AC 2012). Ukuran absorber oksigen yang ada di pasar bervariasi dengan kemampuan penyerapan antara 20-2.000 ml 02, dan digunakan pada suhu ruang, tetapi beberapa jenis lainnya dapat bereaksi pada suhu dingin bahkan suhu beku. Absorber oksigen juga dapat digunakan pada berbagai type bahan pangan dari yang kadar airnya rendah, intermediet sampai tinggi serta pada bahan-bahan pangan yang benninyak (Ismariny 2010).

2

Secara struktural, komponen penyerap oksigen dari sebuah kemasan dapat berbentuk sachet, label, film (penggabungan agen penyerap dalam film kemasan) (Gambar 1), kartu, penutup botol atau konsentrat (Cruz RS, Camilloto GP, Santos AC 2012). Gambar 1. Penyerap Oksigen: (a) O-Buster®sachet, (b) OMAC® film, (c) FreshMaxTM SLD Label Di Amerika Serikat absorber 02 juga digunakan pada kemasan botol bertutup, seperti bir yang sangat sensitif terbadap 02. Teknologi modern memungkinkan pengisian dan penutupan tutup botol dengan menyisakan oksigen < 500 ppb di dalam botol. Tetapi 02 masih dapat berpenetrasi ke dalam botol melalui tutup botol, meskipun tekanan di dalam botol mencapai 3 atm. Permeasi ini difasilitasi oleh tekanan parsial 02 di dalam kemasan yang rendah. Proses oksidasi flavor bir ini dapat dicegah dengan penambaban antioksidan seperti S02 dan asam askorbat, tetapi saat ini penggunaan absorber oksigen juga telah berbasil mengatasi hal ini. Bahan penyerap 02 seperti asam askorbat, sulfit dan besi dimasukkan ke dalam polimer dengan permeabilitas yang sesuai untuk air dan oksigen seperti polivinil klorida (PVC), sedangkan polietilena dan polipropilen mempunyai permeabilitas yang sangat rendah terhadap air (Ismariny 2010). Meskipun kinerja penyerap oksigen sachet cukup memuaskan untuk berbagai berbagai kondisi penyimpanan makanan, namun diakui dalam praktek penggunaannya ditemukan sejumlah keterbatasan. Estetika penyisipan, ditambah dengan kekhawatiran tentang kemungkinan tertelan atau pecah, serta ketidaksesuaiannya untuk digunakan pada makanan cair, menuntut peneliti untuk mencari solusi berbasis kemasan. Penggabungan adsorben di film kemasan adalah cara yang lebih baik untuk menyelesaikan masalah sachet terkait. Adsorben dapat tertanam menjadi padat, tersebar dalam plastik, atau dipasangkan ke berbagai lapisan kemasan, termasuk perekat, pernis, atau enamel lapisan. Secara umum, kecepatan dan kapasitas sistem penyerap oksigen tergabung dalam bahan kemasan jauh lebih rendah dibandingkan dengan sachet (besi berbasis ) dan label (Cruz RS, Camilloto GP, Santos AC 2012).

3

APLIKASI PENYERAP OKSIGEN PADA PRODUK PANGAN Penyerap oksigen telah banyak diteliti. Ada berbagai jenis penyerap oksigen yang telah berhasil diterapkan untuk mengurangi kerusakan pangan. Dibawah ini akan diberikan contoh aplikasi penyerap oksigen dengan berbagai bahan dasar. A. Asam Askorbat (C6H806) Vitamin C adalah nutrien dan vitamin yang larut dalam air dan penting untuk kehidupan serta untuk menjaga kesehatan. Vitamin ini juga dikenal dengan nama kimia dari bentuk utamanya yaitu asam askorbat. Vitamin C termasuk golongan antioksidan karena sangat mudah teroksidasi oleh panas, cahaya, dan logam. oleh karena itu penggunaaan vitamin C sebagai antioksidan semakin sering dijumpai. Pada umumnya teknologi penyerapan oksigen menggunakan satu atau lebih konsep berikut ini: oksidasi asam askorbat, oksidasi serbuk Fe, oksidasi pewarna peka-cahaya, oksidasi enzimatik (misalnya enzim glukosaoksidase dan alkoholoksidase), asam lemak tak jenuh (misalnya asam oleat atau linolenat, dan ragi (yeast). Diantara bahan tambahan tersebut, asam askorbat (vitamin C) di anggap yang paling luas penerimaannya oleh konsumen, Adapun reaksi yang terjadi dengan asam L-askorbat adalah : Asam L-askorbat + O2  asam dehidro L-askorbat + H20 dengan bantuan enzim (oksidasi atau peroksidase). Artinya, keberadaan asam L-askorbat aktif, O2 di dalam akan menurun karena digunakan untuk mengoksidasi asam L-askorbat. Akibatnya respirasi buah menurun, dan masa simpan dapat diperpanjang. Mekanisme asam askorbat sebagai komponen penyerap oksigen adalah berdasarkan oksidasi askorbat menjadi asam dehidroaskorbat. Sebagian besar reaksi ini lambat dan dapat dipercepat dengan cahaya atau logam transisi yang akan bekerja sebagai katalis, misalnya, tembaga. Asam askorbat mengurangi Cu2+ menjadi Cu+ untuk membentuk asam dehidroaskorbat (Persamaan I). Ion tembaga (Cu+) membentuk kompleks dengan ion O2 berasal dari ion tembaga (Cu2+) dan superoksida anion radikal (Persamaan II). Di hadapan tembaga, yang mengarah pada pembentukan O2 dan H2O2 radikal (Persamaan III). Tembagaaskorbat yang kompleks dengan cepat mengurangi H2O2 untuk H2O (Persamaan IV) tanpa formasi OH, oksidan yang sangat reaktif. Berikut reaksi yang menunjukkan proses absorber oksigen oleh asam askorbat.

Di dalam perkembangan penelitian pada buah duku, bahan aditif asam L-askorbat ternyata terbukti lebih efektif dibandingkan KMn04. Hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa baik bahan aditif asam L-askorbat maupun KMn04 sama efektifnya dalam memperpanjang masa simpan duku dan mempertahankan kandungan asam L-askorbat dalam buah. Namun tingkat kemanisan buah duku dengan bahan aditif asam L-askorbat terbukti lebih tinggi daripada yang berbahan aditif KMn04. Selain itu, dibandingkan dengan KMn04, bahan aditif asam L-askorbat tampaknya lebih aman, baik dari segi kesehatan maupun lingkungan (Food tech 06, 2008). a. Aplikasi pada jus jeruk. Untuk mengevaluasi kehilangan asam askornat dalam jus jeruk karena adanya oksigen, produk harus dikemas dalam film penyerap oksigen dan film penghalang oksigen.

4

Konsentrasi awal asam askorbat dalam jus jeruk adalah 374 mg/l dan menurun sebesar 74 dan 104 mg/l setelah 3 hari penyimpanan pada 25ºC di film penyerap oksegen dan film penghalang oksigen. Halangnya asam askorbat dengan cepat terkait dengan kandungan oksigen yang tinggi dalam ruangan dan yang terlarut dalam jus. Oksigen tidak bisa dihilangkan dengan oksigen barrier. Untuk mempertahankan kandungan asam askorbat dalam jus jeruk maka harus menghilangkan oksigen segera selama waktu penyimpanan (K. Zerdin et al. 2003). b. Aplikasi pada Salad Tarama Produk dikemas dalam PS tray yang diberi pengawet sodium benzoate (0.005%) dan asam askorbat (0.075%) agar bisa disimpan selama 2 minggu-2 bulan. Perlakuan meliputi diberi minyak oregano (0.1% v/w), diberi penyerap oksigen, dan indicator oksigen kemudian disimpan dalam kemasan LDPE dan EVOH dan disimpan dalam 4ºC. Hasil penelitian disajikan pada grafik dibawah.

Data yang tercatat dalam penelitian ini jelas menunjukkan bahwa penambahan minyak esensial oregano memiliki efek pengawet lebih kecil terhadap salad Tarama sedangkan penggunaan O2 absorber ® Ageless substansial meningkatkan umur simpan produk (yakni 24 vs minimal 60 hari). Jadi pengawet kimia yang digunakan hari untuk produksi komersial salad tarama bisa diganti baik oleh absorber O2 atau penyerap O2 ditambah oregano minyak esensial untuk mencapai umur simpan yang sama atau lebih dari 60 hari (S.F. Mexis et al. 2009). B.

Serbuk Besi Adsorben oksigen dipasarkan pertama sekali di Jepang tahun 1977 yaitu berupa besi yang dimasukkan ke dalam kantung (sachet). Sejak itu desain dan aplikasi dari adsorber oksigen terus berkembang dan Jepang merupakan negara produsen terbesar di dunia. Adsorber oksigen yang tersedia saat ini pada umumnya berupa bubuk besi (iron powder), di

5

mana 1 gram besi akan bereaksi dengan 300 ml 02. Kelemahan dari besi sebagai adsorber oksigen adalah tidak dapat melalui detektor logam yang biasanya dipasang pada jalur pengemasan (Julianti dan Nurminah, 2006). Penyerap oksigen tersedia secara komersial dalam bentuk sachet kecil berisi agen pereduksi logam, seperti besi oksida bubuk, besi karbonat dan logam platinum. Sebagian besar penyerap ini didasarkan pada prinsip oksidasi besi dalam keberadaan air. Sebuah pereaksi yang mengandung uap air dalam sachet segera setelah sachet terkena udara, reaksi dimulai. Dalam jenis yang tegantung kelembaban, penyerap oksigen terjadi hanya setelah air telah diambil dari makanan. Sachet ini stabil dalam udara terbuka sebelum digunakan karena mereka tidak bereaksi segera setelah paparan dengan udara dan akan mudah untuk ditangani jika tetap kering (Cruz RS, Camilloto GP, Santos AC 2012). Mekanisme penyerapan oksigen berdasarkan oksidasi besi sangat rumit, seperti pada reaksi berikut: Fe  Fe2+ + 2 e ½ O2 + H2O + 2 e  2 OH Fe2+ + 2 OH  Fe(OH)2 Fe(OH)2 + ¼ O2 + ½ H2O  Fe(OH)3 Jika tingkat oksidasi dari produk makanan dan permeabilitas kemasan terhadap oksigen diketahui, adalah mungkin untuk menghitung jumlah besi yang dibutuhkan untuk mempertahankan tingkat oksigen yang diinginkan selama waktu penyimpanan. Sebuah aturan praktis adalah bahwa 1 g zat besi akan bereaksi dengan 300 ml O2. a. Penyimpanan minyak zaitun dalam botol PET Minyak zaitun dipindahkan ke dalam botol PET dengan jarak 2 ml. kemudian diekspose diudara dan cahaya untuk mensimulasikan kondisi sebenarnya (10-12 jam/hari). Ada perlakuan yaitu penyimpanan dalam botol PET yang mengandung penyerap oksigen dan PET tanpa penyerap oksigen disimpan dalam gelap pada suhu 20-22ºC, selanjutnya PET dengan penyerap oksigen dan tanpa penyerap oksigen disimpan dalam kondisi bercahaya pada suhu 20-22ºC. Penyimpanan selama 13 bulan mampu dicapai oleh PET dengan penyerap oksigen yang disimpan dibawah cahaya (T. Cecchi et al. 2010). b. Penyimpanan stroberi dengan kemasan berlubang dan film penyerap oksigen Stroberi segar disimpan dalam kemasan PP tanpa OS, PP + OS, PP berlubang 9, PP berlubang 9 + OS, PP berlubang 7, PP berlubang 7 + OS, dan kemudian disimpan dalam kondisi atmosfir pada suhu 4ºC. Diperoleh hasil seperti pada Grafik. Penelitian ini menunjukkan bahwa pentinganya lubang kemasan dan penyerap oksigen. Kemasan 7 lubang menghasilkan termasuk hasil pada pH, total padatan terlarut, konduktivitas listrik, warna, tekstur dan analisis sensorik meningkat. Lubang pada kemasan untuk mempertahankan kualitas stroberi selama distribusi dan rantai penyimpanan. Selain itu, penyerap oksigen perlu untuk ditempatkan di nampan ritel ketika film berlubang digunakan. Hasil penelitian ini mendukung gagasan bahwa microperforated film dan penyerap oksigen dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan industri. Umur simpan stroberi segar dapat diperpanjang sampai 4 minggu, meningkatkan kemungkinan pemasaran ke luar (S. Kartal et al 2012).

6

c. Aplikasi Minyak Oregano dan OS pada ikan Produk disiapkan dalam kemasan yang diberi minyak oregano dengan konsentrasi 0.4% v/w dan OS kemudian disimpan dalam suhu 4ºC selama 21 hari. hasil ditunjukkan pada grafik dibawah.

7

Penelitian ini menunjukkan bahwa kombinasi dari Ageless absorber oksigen dan minyak oregano esensial pada konsentrasi0,4% v / w sangat efektif dalam memperpanjang masa simpan segar rainbow trout fillet sampai 17 hari, sedangkan sampel dikemas aerobik memiliki umur simpan hanya 4 hari. Kemudian, umur simpan 7-8 hari diperoleh untuk sampel kemasan aerobik dengan penambahan minyak oregano dan 1314 hari untuk sampel yang mengandung oksigen absorber (S.F. Mexis et al. 2009).

8

C.

Ca(OH)2 Untuk mempertahankan mutu tomat dalam jangka waktu yang relatif lama, cara paling mudah, murah dan aman bagi tomat-tomat dalam negeri adalah menyimpannya dalam kotak kayu. Kotak tersebut higroskopis sehingga dapat menyerap H20 dan di bagian bawahnya diberi kapur tohor atau Ca(OH)2 untuk mengikat CO2. Kemasan ini harus disimpan di tempat yang kering dan teduh sehingga penimbunan etilena dapat ditekan. Bila buah tomat yang disimpan masih berwarna kehijau-hijauan, penyimpanan dengan cara ini dapat menahan kesegaran buah tomat sampai seminggu (Kanara, 2009).

9

KESIMPULAN DAN SARAN Pertama, pplikasi teknologi Oxygen scavenger pada pangan diharapkan mampu menjaga, mempertahankan kualitas dan umur simpan produk, serta mampu memperpanjang masa penjualan produk. Biaya operas...


Similar Free PDFs