Title | KAK Wonreli |
---|---|
Author | Tegar Ramadhan |
Pages | 50 |
File Size | 3 MB |
File Type | |
Total Downloads | 21 |
Total Views | 59 |
39 BAB IV. KERANGKA ACUAN KERJA (TERM OF REFERENCE) SURVEY INVESTIGASI DAN DESAIN (SID) DERMAGA KAPAL PATROLI TAHUN ANGGARAN 2016 Kementerian Negara/Lembaga : Kementerian Perhubungan Unit Eselon I/II : Sekretaris Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Program : Pengelolaan dan Penyelenggaraan Transpor...
Accelerat ing t he world's research.
KAK Wonreli Tegar Ramadhan
Related papers DISUSUN OLEH : 3 SIPIL 2 PAGI Joseph Joseph T INJAUAN UMUM ajier jir RIP pelabuhan Makassar maria t riselia
Download a PDF Pack of t he best relat ed papers
39
BAB IV. KERANGKA ACUAN KERJA (TERM OF REFERENCE) SURVEY INVESTIGASI DAN DESAIN (SID) DERMAGA KAPAL PATROLI TAHUN ANGGARAN 2016 Kementerian Negara/Lembaga
:
Kementerian Perhubungan
Unit Eselon I/II
:
Sekretaris Direktorat Jenderal Perhubungan Laut
Program
:
Pengelolaan dan Penyelenggaraan Transportasi Laut
Hasil (Outcome)
:
Meningkatkan Keandalan Transportasi Laut
Kegiatan
:
Dukungan Manajemen dan Dukungan Teknis Lainnya Ditjen Hubla
Indikator Kinerja Kegiatan
:
Jumlah Lokasi Pelabuhan yang Optimal untuk mendukung Keamanan dan Kenyamanan Sandar Kapal Patroli
Jenis Keluaran (Output)
:
Dokumen
Volume Keluaran (Output)
:
1 (satu)
Satuan Ukur Keluaran (Output)
:
Dokumen
Prasarana dan
Sarana
A. LATAR BELAKANG 1.
Dasar Hukum a. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286); b. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 65/PMK.02/2015 Tentang Standar Biaya Masukan Tahun Anggaran 2016; c. Peraturan
Menteri
Keuangan Nomor
143/PMK.02/2015 Tentang
Petunjuk
Penyusunan dan Penelaahan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga dan Pengesahan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran; d. Keputusan Menteri Perhubungan nomor 65 tahun 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Pangkalan Penjagaan Laut dan Pantai.; e. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 60 Tahun 2010 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Perhubungan; f.
Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 78 Tahun 2014 Tentang Standar Biaya Umum
40
2. Gambaran Umum a.
Kondisi Geografis dan Teritorial Deklarasi Djuanda yang dicetuskan pada tanggal 13 Desember 1957 oleh Perdana Menteri Indonesia pada saat itu, Djuanda Kartawidjaja, adalah deklarasi yang menyatakan kepada dunia bahwa laut Indonesia adalah termasuk laut sekitar, di antara dan di dalam kepulauan Indonesia menjadi satu kesatuan wilayah NKRI. Sebelum deklarasi Djuanda, wilayah negara Republik Indonesia mengacu pada Ordonansi Hindia Belanda 1939, yaitu Teritoriale Zeeën en Maritieme Kringen Ordonantie 1939 (TZMKO 1939). Dalam peraturan zaman Hindia Belanda ini, pulau-pulau di wilayah Nusantara dipisahkan oleh laut di sekelilingnya dan setiap pulau hanya mempunyai laut di sekeliling sejauh 3 mil dari garis pantai. Ini berarti kapal asing boleh dengan bebas melayari laut yang memisahkan pulaupulau tersebut. Deklarasi Djuanda menyatakan bahwa Indonesia menganut prinsip-prinsip negara kepulauan (Archipelagic State) yang pada saat itu mendapat pertentangan besar dari beberapa negara, sehingga laut-laut antarpulau pun merupakan wilayah Republik Indonesia dan bukan kawasan bebas. Deklarasi Djuanda selanjutnya diresmikan menjadi UU No.4/PRP/1960 tentang Perairan Indonesia. Akibatnya luas wilayah Republik Indonesia berganda 2,5 kali lipat dari 2.027.087 km² menjadi 5.193.250 km² dengan pengecualian Irian Jaya yang walaupun wilayah Indonesia tapi waktu itu belum diakui secara internasional. Terkait dengan penetapan garis batas teritorial Negara Kesatuan Republik Indonesia, setelah melalui perjuangan yang penjang, pada tahun 1982 akhirnya dapat diterima dan ditetapkan dalam konvensi hukum laut PBB ke-III Tahun 1982 (United Nations Convention On The Law of The Sea/UNCLOS 1982). Selanjutnya delarasi ini dipertegas kembali dengan UU Nomor 17 Tahun 1985 tentang pengesahan UNCLOS 1982 bahwa Indonesia adalah negara kepulauan.
b.
Alur Pelayaran dan Lintas Perdagangan ALUR Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) merupakan rute pelayaran dan penerbangan bagi kapal dan pesawat udara asing di wilayah perairan Indonesia. ALKI yang merupakan ALKI I, II, dan III beserta cabang-cabangnya. Pelaksanaan hak ALKI membuat keamanan maritim di wilayah Indonesia menjadi prioritas bagi negara-negara di dunia karena terganggunya jalur ALKI dapat mengancam perekonomian dunia implementasi ketentuan UNCLOS (United Nation Convention
41
on The Law of The Sea) 1982, yang telah diratifikasi melalui Undang- 2 Undang RI Nomor 17 Tahun 1985. ALKI memberikan konsekuensi bagi Pemerintah Indonesia untuk menjamin keamanan bagi kapal dan pesawat udara asing dari segala bentuk gangguan dan ancaman. Gambar 1 : Peta Alur Laut Kepulauan Indonesia
c.
Undang-Undang 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran Berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran pada Bab XVII Pasal 276 sampai dengan pasal 281 diatur tentang bidang Penjagaan Laut dan Pantai. Pada pasal 276 ayat 1 disebutkan bahwa : Untuk menjamin terselenggaranya keselamatan dan keamanan di laut dilaksanakan fungsi penjagaan dan penegakan peraturan perundang-undangan di laut dan pantai. Pada ayat 2 dan 3 dijabarkan bahwa pelaksanaan untuk menjamin keselamatan dan keamanan di bidang pelayaran dilaksanakan oleh pejagaan laut dan pantai yang dioperasional kan oleh Menteri dan bertanggungjawab kepada Presiden. Penjagaan Laut dan Pantai (Sea and Coast Guard) adalah lembaga yang melaksanakan fungsi penjagaan dan penegakan peraturan perundang-undangan di laut dan pantai yang dibentuk dan bertanggung jawab kepada Presiden dan secara teknis operasional dilaksanakan oleh Menteri. Selain hal tersebut di atas, yang juga diatur secara tegas dan jelas dalam Undang-Undang Nomor 17 Tentang Pelayaran adalah pembentukan institusi di bidang penjagaan laut dan pantai (Sea and Coast Guard) yang dibentuk dan bertanggung jawab kepada Presiden dan secara teknis operasional dilaksanakan oleh Menteri. Penjaga laut dan pantai memiliki fungsi komando dalam
42
penegakan aturan di bidang keselamatan dan keamanan pelayaran, dan fungsi koordinasi di bidang penegakan hukum di luar keselamatan pelayaran. Penjagaan laut dan pantai tersebut merupakan pemberdayaan Badan Koordinasi Keamanan Laut dan perkuatan Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai. Diharapkan dengan pengaturan ini penegakan aturan di bidang keselamatan dan keamanan pelayaran dapat dilaksanakan secara terpadu dan terkoordinasi dengan baik sehingga tidak terjadi tumpang tindih kewenangan penegakan hukum di laut yang dapat mengurangi citra Indonesia dalam pergaulan antarbangsa. Dalam rangka melakanakan tugasnya Pejagaan laut dan Pantai didukung oleh prasarana berupa pangkalan armada penjaga laut dan pantai yang berlokasi di seluruh wilayah Indonesia, dan dapat menggunakan kapal dan pesawat udara yang berstatus sebagai kapal negara atau pesawat udara negara. Indonesia sebagai negara kepulauan (archipelagic state) terbesar di dunia terdiri atas ribuan pulau besar dan kecil. Transportasi laut sebagai bagian dari sistem transportasi nasional terus dikembangkan dalam rangka mewujudkan prinsip Wawasan Nusantara untuk mempersatukan seluruh wilayah teritorial Indonesia. Transportasi merupakan kegiatan yang vital dalam mendukung perekonomian suatu bangsa. Dengan semakin meningkatnya kualitas sistem dan jaringan transportasi, akan meningkat pula interaksi di antara pelaku ekonomi yang pada gilirannya dapat memajukan perekonomian di seluruh wilayah negara. Selama ini perwujudan terhadap fungsi Penjagaan Laut dan Pantai diwujudkan di dalam organisasi Penjagaan Laut dan Pantai di bawah naungan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, Kementerian Perhubungan. Hal ini sebagaimana diatur di dalam Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 65 Tahun 2002 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Pangkalan Penjagaan Laut dan Pantai. Tugas pokok yang diemban adalah melaksanakan kegiatan penjagaan, penyelamatan, pengamanan dan penertiban serta penegakan peraturan dibidang pelayaran di perairan laut dan pantai. Fungsinya adalah melaksanakan operasi dan penegakan peraturan dibidang pelayaran, penyelidikan dan penyidikan terhadap tindak pidana pelayaran, pengawasan kegiatan salvage dan pekerjaan
bawah
penanggulangan pencemaran.
air,
eksplorasi
kebakaran,
dan
eksploitasi
pengawasan
SBNP
dan dan
bantuan
SAR,
penanggulangan
43
d.
Pangkalan Penjagaan Laut dan Pantai Total jumlah pangkalan PLP yang ada saat ini adalah 5 (lima) pangkalan dengan gambaran umum sebagaimana ditunjukkan pada tabel 1.
Tabel 1. Gambaran umum profil Pangkalan PLP N
Pangkalan
o
PLP
Kelas Kapal Kls
Esln
SDM I
II
III
IV
V
Keterangan
1
Tanjung Priok
I
III
352
2
8
1
-
-
11
Memiliki dermaga
2
Tanjung Uban
II
IV
71
2
-
1
1
4
8
tambat,
3
Tanjung Perak
II
IV
66
1
-
3
-
-
4
4
Bitung
II
IV
50
1
-
1
-
1
2
5
Tual
II
IV
114
1
1
2
-
-
3
653
7
9
8
1
5
30
kantor,
bengkel, Peralatan
Total
SAR,
selam, senpi dan sapras lainnya.
Batasan wilayah operasi yang menjadi tanggung jawab dari kapal patroli pangkalan PLP adalah wilyah perairan Indonesia di luar Daerah Lingkungan Kerja (DLKr) dan Daerah Lingkungan Kepentingan (DLKp) dari setiap pelabuhan. Kondisi keberadaan sarana prasarana pendukung atau instalasi, termasuk kapal yang ada pada setiap pangkalan saat ini ditunjukkan pada tabel 2 dan tabel 3 berikut ini.
Tabel 2. Keberadaan Instalasi Pangkalan PLP saat ini Instalasi atau Sarana Penunjang Dermaga
Ruang KK
Bengkel
Bungker
Gudang S
Gudang P
Ruang T
Generator
Helly Pad
Slip Way
Tanjung Priok
-
-
-
2
Tanjung Uban
-
-
-
-
-
3
Tanjung Perak
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
4
Bitung
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
5
Tual
-
-
-
-
-
-
No
PLP
Asrama
Kapal
1
Pangkalan
44
Tabel 3. Spesifikasi Kapal Patroli N
Tipe
Jumlah
o
Kapal
(unit)
Tahun
(L)
(V)
Jelajah
Keterangan
Meter
knot
Nm
(bahan, umur)
1
Kelas I
7
2004/ 2010
60
17
3000
2
Kelas II
9
1983
40
15
1500
Baja, 30 tahun
3
Kelas III
8
28
20
250
Fibreglass, < 15 tahun
4
Kelas IV
1
12-16
20
50
Fibreglass, < 15 tahun
5
Kelas V
5
8-11
25
20
Fibreglass, < 15 tahun
2000 2000 2000
Baja, < 10 tahun
Dari penjelasan-penjelasan diatas, jelas terlihat bahwa adanya ketidakseimbangan antara luas wilayah yang harus diawasi dengan jumlah jumlah kapal patroli dan pangkalan PLP yang ada saat ini. Disamping itu letak dari beberapa pangkalan PLP berada pada lokasi yang kurang strategis, sehingga wilayah-wilayah perairan dengan tingkat lalulintas yang tinggi, rawan kecelakaan, dan rawan tindakan pelanggaran hukum di laut menjadi tidak tersentuh. Oleh karena itu, pengembangan pangkalan PLP dan penambahan armada kapal patroli ke depan menjadi suatu langkah yang harus dipertimbangkan untuk segera dilaksanakan guna mengoptimalkan tugas dan fungsi Pangkalan PLP khususnya dan Direktorat KPLP pada umumnya. e.
Pengembangan Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai 1) Penambahan Pangkalan Penambahan
pangkalan PLP
kedepan dilakukan
dengan pendekatan
kewilayahan yang berbasis pada Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) dan kerawanan wilayah, dengan sasaran memperpendek jalur komando dan waktu tanggap (respon time), yang dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama. Membentuk 5 (lima) Sub Pangkalan dari ke-5 pangkalan, yang akan menjadi wilayah kerja (wilker) dari masing-masing pangkalan, dikepalai seorang pejabat non struktural dengan penugasan bersifat di Bawah Kendali Operasi (BKO). Tahapan ini dimulai pada kuartal ke III 2015, realisasi dan operasionalnya diharapkan tahun 2016. Tahap Kedua. Membangun 3 (tiga) pangkalan baru yang diproyeksikan menjadi pangkalan utama PLP pada wilayah Barat, Tengah dan Timur. Tindaklanjut dari penyelesaian pembangunan ini akan dilakukan penyesuaian terhadap struktur
45
organisasi dan klasifikasi pangkalan PLP. Perencanaannya dimulai tahun 2015, realisasi dan operasionalnya diharapkan pada tahun 2018/2019.
2) Pembentukan Sub Pangkalan Pembentukan sub pangkalan sebagai wilayah kerja dari ke-5 pangkalan merupakan langkah paling memungkinkan untuk direalisasi dalam waktu dekat karena tidak mengakibatkan perpindahan pegawai dan aset secara masal, dan memanfaatkan infrastruktur yang ada pada unit pelaksana teknis yang memiliki tingkat frekwensi aktifitas tergolong sangat rendah. Oleh karena itu, pertimbangan pemilihan suatu lokasi sub pangkalan dipengaruhi oleh hal-hal dibawah ini, yaitu: a)
Keterjangkauan dengan pangkalan induk;
b)
Tingkat kerawanan wilayah;
c)
Kekosongan atau kekurangan pengawasan; dan
d)
Ketersediaan infrastruktur
Untuk itu, lokasi-lokasi sebagaimana dijelaskan pada tabel 4 berikut yang dianggap dapat ditetapkan sebagai sub pangkalan PLP. Khusus untuk sub pangkalan PLP Kelas II Tanjung Perak, diperlukan upaya-upaya yang lebih terencana, karena masalah pemukiman penduduk atas tanah Distrik Navigasi Kelas I Surabaya di desa Bansering, Banyuwangi.
Tabel 4. Pilihan Lokasi Sub Pangkalan PLP No
PLP Induk
Sub PLP
Pertimbangan
1
Kelas I Tanjung Priok
Cikoneng/ Anyer, Banten
Waktu tempuh < dari 1 hari, sangat ramai, sering terjadi musibah, terletak di ALKI I, ketersediaan infrastruktur pada Menara Suar Cikoneng atau UPP Anyer
2
Kelas II Tanjung Uban
Teluk Bayur, Padang,
Waktu tempuh < dari 4 hari, kondisi laut berbahaya, jalur imigran gelap, jarang diawasi, ketersediaan infrastruktur pada Distrik Navigasi Kelas II Teluk Bayur.
3
Kelas II Tanjung Perak
Bansering, Banyuwangi Jawa Timur
Waktu tempuh < dari 1 hari, rawan kecelakaan kapal rakyat, terletak di ALKI II, ketersediaan tanah Distrik Navigasi Kelas I Surabaya.
4
Kelas II Bitung
Waisai, Sorong, Papua Barat
Waktu tempuh < dari 2 hari, rawan kecelakaan kapal antar pulau, jarang diawasi, yacht wisatawan, ketersediaan infrastruktur pada UPP Saonek.
5
Kelas II Tual
Wonreli, Maluku Barat Daya
Waktu tempuh < dari 2 hari, jarang diawasi, batas luar negara, terletak pada ALKI III, ketersediaan infrastruktur pada UPP Wonreli
46
Teluk Bayur Tg. Uban:
Bitung:
Saonek
T u a l: Wonreli Anyer Banyuwangi Tg. Priok Tg. Perak:
Keterangan : warna kuning = pangkalan induk (saat ini), warna biru
= sub pangkalan
Realisasi sub pangkalan PLP pada lokasi-lokasi sebagaimana dijelaskan pada tabel 4 diatas, ditempuh dengan solusi sebagai berikut: a.
Penerbitan Surat Keputusan Menteri Perhubungan tentang Pembentukan 5 (lima) Sub Pangkalan PLP;
b.
Pembahasan (penyelesaian) internal;
c.
Pemancangan papan nama sub pangkalan;
d.
Penerbitan Surat Perintah Tugas Direktur Jenderal Perhubungan Laut kepada para Kepala pangkalan PLP untuk penugasan unsur kapal patroli.
Tahapan ini akan dimuali pada triwulan ke II-III 2015, menyesuaikan proses realisasi anggaran tambahan 2015. Garis besar tahapan realisasi sub pangkalan PLP ditunjukkan pada matriks berikut ini.
47
Tabel 5. Tahapan Penyelesaian Sub Pangkalan PLP 2015 (triwulan) No
Kegiatan
1.
Penyusunan konsep dan legalitas
2.
Pembahasan
internal
dan
I
II
III
IV
penyelesaian
administrasi 3.
Peninjauan lokasi (disesuaikan DIPA-APBNP 2015)
4.
Pemancangan papan nama dan hal teknis lainnya
5.
Sosialisasi (5 lokasi)
6.
Peluncuran (Teluk Bayur/Waisai/Wonreli)
3) Pembangunan Pangkalan Baru Pembangunan 3 (tiga) pangkalan baru yang diproyeksikan sebagai pangkalan utama PLP yang merepresentasikan wilayah Barat, Tengah dan Timur harus direncanakan dengan baik. Untuk lokasi ketiga pangkalan dimaksud disarankan berlokasi pada pulau-pulau besar diluar pulau Jawa, yaitu Sumatera, Kalimantan dan Papua. Dengan pertimbangan pengembangan pelabuhan ke depan, tingkat kerawanan wilayah, kedekatan ke Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI), serta kemudahan akses ke pusat Pemerintahan dan pemerintahan daerah setempat, maka lokasi-lokasi berikut ini dipandang layak untuk dikemukakan sebagai lokasi pangkalan utama PLP, yaitu: a)
Kuala Tanjung;
b)
Sampit; dan
c)
Merauke.
Kuala Tanjung akan berfungsi sebagai pangkalan Utama PLP untuk wilayah Barat, Sampit sebagai pangkalan Utama PLP wilayah Tengah dan Merauke sebagai pangkalan Utama PLP wilayah Timur Indonesia.
Pengaturan jumlah pang...