Keberatan dan Banding DOCX

Title Keberatan dan Banding
Author Defi Amalia Jusman
Pages 19
File Size 40.4 KB
File Type DOCX
Total Downloads 459
Total Views 579

Summary

Keberatan dan Banding Keberatan adalah cara yang ditempuh oleh Wajib Pajak jika merasa tidak puas atau kurang puas atas suatu ketetapan pajak yang dikenakan kepadanya atau atas pemotongan / pemungutan oleh pihak ketiga. Saya yakin, sebagian besar Wajib Pajak melakukan proses keberatan karena surat k...


Description

Keberatan dan Banding Keberatan adalah cara yang ditempuh oleh Wajib Pajak jika merasa tidak puas atau kurang puas atas suatu ketetapan pajak yang dikenakan kepadanya atau atas pemotongan / pemungutan oleh pihak ketiga. Saya yakin, sebagian besar Wajib Pajak melakukan proses keberatan karena surat ketetapan pajak (skp) yang dianggap tidak adil. Dan surat ketetapan pajak itu biasanya diterbitkan sebagai produk dari pemeriksaan pajak. Ya, keberatan umumnya didahului dengan proses pemeriksaan. Seorang pemeriksa pajak tentu banyak berbeda pendapat dengan Wajib Pajak tentang perlakuan perpajakan atas suatu transaksi yang dilakukan oleh Wajib Pajak. Jika dalam pembahasan dengan Wajib Pajak tidak menemukan titik temu, maka tidak jarang pemeriksa pajak mengeluarkan jurus "pokoknya". Selama argumentasi pemeriksa pajak memiliki landasan yuridis, selaras dengan "akal sehat", maka pendapat pemeriksa dapat dipertahankan dan hakim banding-lah yang menentukan benar tidaknya pendapat pemeriksa pajak. Prosedur pemeriksaan sekarang dibuat lebih merepotkan pemeriksa pajak sekaligus lebih memperkuat produk pemeriksaan. Saat menemukan temuan, pemeriksa pajak dapat membicarakan hasil temuan tersebut dengan Wajib Pajak. Kemudian, temuan itu dituangkan secara formal dalam surat pemberitahuan hasil pemeriksaan (SPHP). Berdasarkan SPHP tersebut Wajib Pajak kemudian memberikan tanggapan SPHP. Berdasarkan tanggapan SPHP, pemeriksa pajak dengan media Surat Panggilan memanggil Wajib Pajak untuk mendiskusikan hasil pemeriksaan. Tetapi jika temuan sudah didiskusikan terlebih dahulu sebelum SPHP keluar, maka pembahasan hasil pemeriksaan bisa lebih singkat atau bisa jadi langsung ke penandatangani berita acara hasil pemeriksaan. Bersama dengan tanggapan SPHP, Wajib Pajak dapat memberikan dokumen-dokumen yang diperlukan untuk membantah pendapat pemeriksa. Setelah itu, pada saat panggilan pembahasan (setelah diterima Surat Panggilan), Wajib Pajak juga dapat melengkapi dokumen-dokumen yang diperlukan. Setelah itu, dokumen yang digunakan untuk membantah pendapat pemeriksa bisa tidak berguna sama sekali karena sejak jamannya pa Pung (Dirjen Pajak Hadi Purnomo), Direktorat Jenderal Pajak memiliki klausul "dokumen yang tidak digunakan pada saat pemeriksaan, tidak dapat digunakan pada saat keberatan dan banding". Klausul tersebut dibuat karena banyaknya "dokumen baru" yang muncul pada saat banding di Pengadilan Pajak (dulu masih BPSP), padahal pada saat pemeriksaan dokumen tersebut tidak menjadi pertimbangan Wajib Pajak. Bahkan banyak dokumen Wajib Pajak yang pada saat pemeriksaan diminta, bahkan dengan surat permintaan dokumen, dokumen yang diminta tidak "nongol", tetapi pada saat banding tuh dokumen menjadi lengkap. Pada kasus lain, banyak produk hasil pemeriksaan dibuat dengan "penetapan secara jabatan". Ini adalah jurus terakhir dari pemeriksaan pajak karena tidak adanya dokumen yang dapat dijadikan dasar untuk menghitung besarnya pajak terutang. Penetapan secara jabatan adalah salah satu diskresi pemeriksaan pajak saat dokumen yang diminta tidak ada. Dulu, banyak kasus yang ditetapkan secara jabatan, Wajib Pajak keberatan, kemudian banding di Pengadilan Pajak, dan "sim salabim" dokumen yang dulu pernah diminta oleh pemeriksa pajak, pada waktu pemeriksaan di banding, dokumen menjadi lengkap! Ini kenyataan. TIM PEMBAHAS Sejak awal tahun 2007, proses pemeriksaan ditekankan pada adanya Tim Pembahas. Tim ini bisa berada di tingkat KPP Pratama atau Madya atau di Kanwil. Tim ini diposisikan sebagai Tim yang independen untuk menguji pendapat pemeriksa pajak....


Similar Free PDFs