Kekurangan Energi Protein PDF

Title Kekurangan Energi Protein
Author Rahma Ismayanti
Pages 12
File Size 439.8 KB
File Type PDF
Total Downloads 51
Total Views 503

Summary

KE EKURANGAN ENERGI PROTEIN MAKALAH UNT TUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH H Epidemiologi Gizi yang dibina di oleh Ibu Septa Katmawanti, S.Gz., M.K .Kes Disusun Oleh: R Rahma Ismayanti 130612607891 UNIVERSITAS NEGERI MALANG FA FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN JURUSAN ILMU KESEHATAN PROGRAM M STUDI ILMU KESEHA...


Description

KE EKURANGAN ENERGI PROTEIN MAKALAH UNT TUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH H Epidemiologi Gizi yang dibina di oleh Ibu Septa Katmawanti, S.Gz., M.K .Kes

Disusun Oleh: R Rahma Ismayanti

130612607891

UNIVERSITAS NEGERI MALANG FA FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN JURUSAN ILMU KESEHATAN PROGRAM M STUDI ILMU KESEHATAN MASYAR RAKAT September 2015

BAB I PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang KEP (Kekurangan Energi dan Protein) atau Protein Energy Malnutrition

merupakan salah satu gangguan gizi yang penting bagi banyak negara yang sedang berkembang di Asia, Afrika, Amerika Tengah dan Amerika Selatan. KEP terdapat terutama pada anak-anak di bawah lima tahun (balita). Dari berbagai hasil penelitian menunjukan bahwa KEP merupakan salah satu bentuk kurang gizi yang mempunyai dampak menurunkan mutu fisik dan intelektual, serta menurunkan daya tahan tubuh yang berakibat meningkatkan resiko kesakitan dan kematian terutama pada kelompok rentan biologis. Meskipun sekarang ini terjadi pergeseran masalah gizi dari defisiensi makro nutrien ke defisiensi mikro nutrien, namun beberapa daerah di Indonesia prevalensi KEP masih tinggi (> 30 %) sehingga memerlukan penanganan intensif dalam upaya penurunan prevalensi KEP. Berbagai upaya untuk menanggulangi kejadian KEP antara lain pemberdayaan keluarga, perbaikan lingkungan, menjaga ketersediaan pangan, perbaikan pola konsumsi dan pengembangan pola asuh, melakukan KIE, melakukan penjaringan dan pelacakan kasus KEP, memberikan PMT penyuluhan, pendampingan petugas kesehatan, mengoptimalkan Poli Gizi di Puskesmas, dan revitalisasi Posyandu. Meskipun berbagai upaya telah dilakukan, namun tetap saja kasus KEP bermunculan di setiap tahunnya. Hal ini disebabkan kompleksnya penyebab KEP itu sendiri. Mengingat pentingnya pengetahuan akan KEP tersebut, maka kami menyusun makalah berjudul “Kekurangan Energi Protein” ini yang didalamnya memaparkan hal-hal yang berhubungan dengan KEP itu sendiri.

1

1.2

Rumusan Masalah Berikut rumusan masalah yang terkait dengan makalah ini: 1. Bagaimana pengertian kekurangan energi protein? 2. Bagaimana etiologi kekurangan energi protein? 3. Bagaimana epidemiologi kekurangan energi protein? 4. Bagaimana klasifikasi kekurangan energi protein? 5. Bagaimana fungsi dan peran energi dan protein bagi tubuh?

1.3

Tujuan Penulisan Berikut tujuan penulisan dari makalah ini: 1. Mengetahui pengertian kekurangan energi protein 2. Mengetahui etiologi kekurangan energi protein 3. Mengetahui epidemiologi kekurangan energi protein 4. Mengetahui klasifikasi kekurangan energi protein 5. Mengetahui fungsi dan peran energi dan protein bagi tubuh

2

BAB II PEMBAHASAN

2.1

Pengertian Kekurangan Energi Protein Kekurangan Energi Protein(KEP) merupakan keadaan kurang gizi yang

disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan seharihari atau disebabkan oleh gangguan penyakit tertentu, sehingga tidak memenui angka kecukupan gizi (Depkes RI, 1999). Kekurangan energi protein adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari sehingga tidak memenuhi angka kecukupan gizi (Pudjiani, 2000). Sedangkan menurut Depkes RI (1999) Kurang Energi Protein (KEP) adalah masalah gizi kurang akibat konsumsi pangan tidak cukup mengandung energi dan protein serta karena gangguan kesehatan. KEP sendiri lebih sering dijumpai pada anak prasekolah (Soekirman, 2000). Sedangkan menurut Jellife (1966) dala Supariasa I.D.Nyoman (2002) dikatakan bahwa KEP merupakan istilah umum yang meliputi malnutrition, yaitu gizi kurang dan gizi buruk termasuk marasmus dan kwashiorkor. Jadi dapat disimpulkan bahwa Kekurangan Energi Protein adalah keadaan kurang gizi yang dapat disebabkan oleh dua faktor, yaitu konsumsi energi dan protein kurang dan gangguan kesehatan.

2.2

Etiologi Kekurangan Energi Protein Penyebab langsung dari KEP adalah defisiensi kalori maupun protein

dengan berbagai gejala-gejala. Sedangkan penyebab tidak langsung KEP sangat banyak, sehingga penyakit ini sering disebut juga dengan kausa multifaktorial. Salah satu penyebabnya adalah keterkaitan dengan waktu pemberian Air Susu Ibu (ASI) dan makanan tambahan setelah disapih (Khumaedi, 1989). Selain itu KEP merupakan penyakit lingkungan, karena adanya beberapa faktor yang bersama-sama berinteraksi menjadi penyebab timbulnya penyakit ini, antara lain yaitu faktor diet, faktor sosial, kepadatan penduduk, infeksi,

3

kemiskinan dan lain-lain. Peran diet menurut konsep klasik terdiri dari dua konsep: Pertama, yaitu diet yang mengandung cukup energi, tetapi kurang protein akan menyebabkan marasmus. Peran faktor sosial, seperti pantangan untuk menggunakan bahan makanan tertentu yang sudah turun temurun dapat mempengaruhi terjadinya KEP. Ada pantangan yang berdasarkan agama, tetapi ada juga pantangan yang berdasarkan tradisi yang sudah turun temurun, tetapi kalau pantangan tersebut berdasarkan pada agama, maka akan sulit untuk diatasi. Jika pantangan berdasarkan pada kebiasaan atau tradisi, maka dengan pendidikan gizi yang baik dan dilakukan dengan terus-menerus hal ini akan dapat diatasi (Pudjiadi, 2000 dalam Suyadi, 2009) Jellife (1998), menyatakan bahwa keadaan gizi seseorang merupakan hasil interaksi dari semua aspek lingkungan termasuk fisik, biologik, dan faktor kebudayaan. Secara garis besar, faktor-faktir yang menentukan keadaan gizi masyarakat, khususnya anak-anak adalah tingkat pendidikan orang tua, keadaan ekonomi, tersedianya cukup makanan serta aspek-aspek kesehatan. Tiap-tiap faktor tersebut dapat berpengaruh pada keadaan gizi masyarakat, baik secara langsung maupun tidak langsung. KEP pada dasarnya sangat ditentukan oleh 2 faktor. Faktor-faktor yang secara langsung dapat mempengaruhi terjadinya KEP pada balita adalah makanan dan ada atau tidaknya penyakit infeksi. Kedua faktor ini dipengaruhi oleh kualitas dan kuantitas makanan yang dimakan oleh seorang anak, antara lain ditentukan oleh beberapa faktor penyebab tidak langsung, yaitu: a) Zat-zat gizi yang terkandung di dalam makanan; b) Daya beli keluarga, meliputi penghasilan, harga bahan makanan dan pengeluaran keluarga untuk kebutuhan lain selain makanan; c) Kepercayaan ibu tentang makanan serta kesehatan; d) Ada atau tidaknya pemeliharaan kesehatan termasuk kebersihan; dan e) Fenomena sosial dan keadaan lingkungan (Levinson, 1979 dalam Lismartina, 2000). Kekurangan Energi Protein dipengaruhi oleh banyak faktor. Ada dua penyebab terjadinya KEP, yaitu penyebab langsung dan tidak langsung. Penyebab langsung antara lain ketidakcukupan konsumsi makanan, dan penyakit infeksi. Sedangkan, penyebab tidak langsung antara lain adalah kurangnya pengetahuan ibu tentang kesehatan, kondisi sosial ekonomi yang rendah, ketersediaan pangan

4

ditingkat keluarga yang tidak mencukupi, besarnya anggota keluarga, pola konsumsi keluarga yang kurang baik, pola distribusi pangan yang tidak merata, serta fasilitas pelayanan kesehatan yang sulit dijangkau (Suyadi, 2009). Masalah KEP dipengaruhi oleh berbagai macam faktor-faktor penentu baik secara langsung maupun tidak langsung. Faktor-faktor tersebut antara lain adalah kemiskinan, yang menyebabkan terbatasnya kesempatan untuk memperoleh pendidikan

dan

pekerjaan

sehingga

mengakibatkan

kemampuan

untuk

memperoleh pangan menjadi sangat rendah, penyakit infeksi yang berkaitan erat dengan kondisi sanitasi lingkungan tempat tinggal; kurangnya perhatian ibu terhadap balita karena bekerja; akses yang sulit terhadap sumber pelayanan kesehatan; dan kurangnya pengetahuan ibu tentang manfaat makanan bagi kesehatan anak, hal ini dikarenakan pendidikan ibu yang rendah. Menurut UNICEF (1998) pokok masalah timbulnya kurang gizi di masyarakat adalah kurangnya pemberdayaan wanita dan keluarga, kurangnya pemanfaatan sumber daya masyarakat, pengangguran, inflasi, kurang pangan dan kemiskinan. Sedangkan yang menjadi akarnya masalah adalah krisis ekonomi, politik dan sosial.

2.3

Epidemiologi Kekurangan Energi Protein Hampir separuh dari semua kematian pada anak di bawah 5 tahun

disebabkan oleh kekurangan gizi. Kekurangan gizi menempatkan anak-anak pada kondisi berisiko lebih besar meninggal akibat infeksi umum, meningkatkan frekuensi dan keparahan infeksi tersebut, dan memberikan kontribusi untuk pemulihan tertunda. Selain itu, interaksi antara gizi dan infeksi dapat membuat siklus yang berpotensi mematikan, memperburuk penyakit dan memperburuk status gizi (UNICEF, 2015). Gizi buruk pada 1.000 hari pertama kehidupan seorang

anak

juga

dapat

menyebabkan

pertumbuhan

terhambat,

yang

menyebabkan kemampuan kognitif terganggu. Berikut peta persebaran mengenai anak dibawah 5 tahun yang mengalami hambatan pertumbuhan atau stunting (tubuh pendek)

5

(Sumber: UNICEF, 2015)

Pada tahun 201 013, 99 juta anak di bawah usia 5 tahun ddi seluruh dunia memiliki berat badan an kurang. Prevalensi Gizi kurang terus menu nurun , akan tetapi lambat. Antara tahun un 1990 dan 2013 , gizi kurang pada balitaa di d seluruh dunia mengalami penurunan an dari 25 persen menjadi 15 persen. Jika pen enurunan ini terus berlanjut , sasaran M MDG 1 ( prevalensi gizi kurang pada tahunn 2015 berkurang hingga 50% dibanding ing tahun 1990 ) tidak akan terpenuhi.

(Sumber: UNICEF, 2015) Sedangkan dii Indonesia, I kecenderungan prevalensi statuss gizi anak balita menurut ketiga indek eks BB/U, TB/U dan BB/TB terlihat prevalens nsi gizi buruk dan gizi kurang meningka kat dari tahun 2007 ke tahun 2013. Prevalens nsi sangat pendek turun 0,8 persen dari ari tahun 2007, tetapi prevalensi pendek naik ik 1,2 persen dari tahun 2007 (Riskesda das, 2013).

6

(Sumber: Riskesdas, 2013)

2.4

Klasifikasi Kekurangan Energi Protein Penentuan prevalensi KEP diperlukan klasifikasi menurut derajat beratnya

KEP. Tingkat KEP I dan KEP II disebut tingkat KEP ringan dan sedang dan KEP III disebut KEP berat. KEP berat ini terdiri dari marasmus, kwashiorkor dan gabungan keduanya. Maksud utama penggolongan ini adalah untuk keperluan perawatan dan pengobatan. Untuk menentukan klasifikasi diperlukan batasanbatasan yang disebut dengan ambang batas. Batasan ini di setiap negara relatif berbeda, hal ini tergantung dari kesepakatan para ahli gizi di negara tersebut, berdasarkan hasil penelitian empiris dan keadaan klinis. Klasifikasi KEP menurut Direktorat Bina Gizi Masyarakat Depkes RI Tahun 1999 dapat diklasifikasikan menjadi 3 kategori, yaitu KEP I(ringan), KEP II (sedang) dan KEP III (berat). Baku rujukan yang digunakan adalah WHONCHS, dengan indeks berat badan menurut umur.

Klasifikasi KEP menurut Depkes RI (1999) : Kategori

Status

BB/U (%Baku WHO-NCHS, 1983)

Gizi Sedang

70 % – 79,9 % Median BB/U

KEP II (KEP Sedang) Gizi Kurang

60 % – 69,9 % Median BB/U

KEP I (KEP Ringan)

KEP III (KEP Berat)

Gizi Buruk

< 60 % Median BB/U

Sumber: Depkes RI (1999)

7

Sedangkan klasifikasi kurang Energi Protein menurut standar WHO: Klasifikasi

2.5

Malnutrisi sedang

Malnutrisi Berat

Edema

Tanpa edema

Dengan edema

BB/TB

-3SD s/d -2 SD

< -3 SD

TB/U

-3SD s/d -2 SD

< -3 SD

Fungsi dan Peran Energi dan Protein bagi Tubuh Salah satu indikator untuk menunjukkan tingkat kesehatan penduduk adalah

tingkat kecukupan gizi, yang lazim disajikan dalam energu dan protein (BPS, 2002). Energi dan protein mempunyai fungsi yang sangat luas dan penting dalam tubuh. Asupan energi yang seimbang sangat diperlukan pada berbagai tahap tumbuh kembang manusia, khususnya balita (Pudjiadi, 2000). Jika terjadi kekurangan konsumsi energi dalam waktu yang cukup lama maka akan berakibat pada terjadinya KEP (Sudiarti & Utari, 2007 dalam Suyadi, 2009). Kegunaan utama protein bagi tubuh adalah sebagai zat pembangun tubuh. Selain itu protein juga digunakan sebagai sumber energi bagi tubuh bila energi yang berasal dari karbohidrat atau lemak tidak mencukupi (Muchtadi, 1989). Pada anak-anak yang sedang dalam masa pertumbuhan, pembentukan jaringan terjadi secara besar-besaran sehingga kebutuhan tubuh akan protein akan lebih besar daripada dengan orang dewasa (Pudjiadi, 2000)

8

BAB III PENUTUP

3.1

Kesimpulan 1.

Definisi dari kekurangan energi protein adalah keadaan kurang gizi yang dapat disebabkan oleh dua faktor, yaitu konsumsi energi dan protein kurang dan gangguan kesehatan.

2.

Etiologi KEP pada dasarnya sangat ditentukan oleh 2 faktor. Faktorfaktor yang secara langsung dapat mempengaruhi terjadinya KEP pada balita adalah makanan dan ada atau tidaknya penyakit infeksi.

3.

Epidemiologi KEP di Indonesia, kecenderungan prevalensi status gizi anak balita menurut ketiga indeks BB/U, TB/U dan BB/TB terlihat prevalensi gizi buruk dan gizi kurang meningkat dari tahun 2007 ke tahun 2013. Prevalensi sangat pendek turun 0,8 persen dari tahun 2007, tetapi prevalensi pendek naik 1,2 persen dari tahun 2007

4.

Klasifikasi KEP menurut Direktorat Bina Gizi Masyarakat Depkes RI Tahun 1999 dapat diklasifikasikan menjadi 3 kategori, yaitu KEP I(ringan), KEP II (sedang) dan KEP III (berat).

5.

Energi dan protein mempunyai fungsi yang sangat luas dan penting dalam tubuh. Asupan energi yang seimbang sangat diperlukan pada berbagai tahap tumbuh kembang manusia, khususnya balita.

3.2

Saran 1.

Dengan adanya makalah ini, diharapkan dapat membantu pembaca dalam memahami kekurangan energi protein.

2.

Perlu diadakan kajian, penulisan, dan penelitian lebih lanjut mengenai kekurangan energi protein.

9

DAFTAR PUSTAKA

BPS. 2002. Statistik Kesejahteraan Rakyat Sumatera Utara, Hasil Susenas 2002. Medan: Badan Pusat Statistik Depkes RI, 1999. Rencana Pembangunan Kesehatan Menuju Indonesia. Sehat 2010. Jakarta. Jelliffe DB, EFP Jelliffe. 1989. Community Nutritional Assesment with Special Reference to Less Technically Developed Countries. Oxford: Oxford Universitas Press Khumaidi, M. 1989. Gizi Masyarakat. Bogor: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Lismartina. 2000. Faktor-faktor yang Berpengaruh Terhadap Terjadinya KEP pada Anak Balita di Kecamatan Tebet, Jakarta Selatan. Skripsi FKM-UI. Jakarta. Muchtadi,T.R. 1989. Teknologi Proses Pengolahan Pangan. PAU Pangan dan Gizi, IPB Bogor. Pudjiadi. S. 2000. Ilmu Gizi Klinis Pada Anak. Edisi Keempat FKUI. Jakarta. Riskesdas. 2010. Riset Kesehatan Dasar. Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI Riskesdas. 2013. Riset Kesehatan Dasar. Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI Soekirman. 2000. Besar dan karakteristik masalah gizi Di Indonesia. Jakarta : Akademi Gizi. Supariasa, IDN. 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC. Suyadi, Edwin Saputra. 2009. Kejadian KEP. Jakarta: FKM UI UNICEF. 1998. The State on the World Children. Oxford Univ. Press.

10

UNICEF. 2015. Undernutrition contributes to half of all deaths in children under 5 and is widespread in Asia and Africa (Online), (http://data.unicef.org/ nutrition/malnutrition) diakses pada 17 September 2015

11...


Similar Free PDFs