Konseling Lansia PDF

Title Konseling Lansia
Author Taufiq Fiq
Pages 9
File Size 242.6 KB
File Type PDF
Total Downloads 289
Total Views 613

Summary

JURNAL SAINS DAN PRAKTIK PSIKOLOGI © 2013 Magister Psikologi UMM, ISSN: 2303-2936 Volume I (2), 190 - 198 Konseling logoterapi untuk meningkatkan kebermaknaan hidup lansia Hana Uswatun Hasanah Suprapto Madiun Jawa Timur1 Abstraksi Menjadi tua adalah suatu hal yang tidak dapat dihindari. Saat memasuk...


Description

JURNAL SAINS DAN PRAKTIK PSIKOLOGI © 2013 Magister Psikologi UMM, ISSN: 2303-2936 Volume I (2), 190 - 198

Konseling logoterapi untuk meningkatkan kebermaknaan hidup lansia Hana Uswatun Hasanah Suprapto Madiun Jawa Timur1

Abstraksi

Menjadi tua adalah suatu hal yang tidak dapat dihindari. Saat memasuki periode lansia, menjadi seseorang yang lebih berarti dalam hidup tampaknya sangat penting. Lansia akan menghadapi berbagai persoalan yang terkait dengan beberapa perubahan yang dialami lansia, yaitu perubahan dalam aspek isik, kognitif, dan psikososial. Hal tersebut akan menimbulkan berbagai dampak bagi lansia, salah satunya ialah perasaan tidak bermakna dalam hidup yang dapat menyebabkan terjadinya gejala isik. Subjek ialah lansia yang mengalami ketidakbermaknaan hidup dan berdampak pada gejala isik. Penanganan yang diberikan terhadap subjek ialah konseling logoterapi dengan metode derelection. Penelitian dilakukan dengan menggunakan pendekatan studi kasus tunggal. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara dan pengisian Kuesioner Kebermaknaan Hidup. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konseling logoterapi dapat meningkatkan kebermaknaan hidup pada lansia.

Kata kunci

Konseling logoterapi, kebermaknaan hidup, lansia

Pendahuluan Menjadi seseorang yang berarti dalam hidup tampaknya sangat penting saat memasuki periode lansia (Wong, 2007). Pada masa ini, lansia harus dapat menerima, bersikap positif, serta dapat menjalani masa tuanya dengan tenang. Lansia akan menghadapi berbagai persoalan seperti perasaan kesepian, menurunnya kondisi isik dan kognitif, perasaan tidak mampu, kematian pasangan atau orang-orang terdekat (Suri, 2010), hilangnya dukungan sosial (Tang, 2008; Umberson & Montez, 2010), serta penurunan kesempatan dalam hal ekonomi karena tidak bekerja atau pensiun (Vladeck & Segel, 2010). �erbagai persoalan tersebut dapat mempengaruhi lansia dalam memaknai kehidupan. Persoalan yang terjadi pada masa lansia tersebut terkait dengan beberapa perubahan yang dialami lansia, yaitu perubahan yang meliputi aspek isik (Smith & Gove, 2005), kognitif (Duff, et al., 2010), dan psikososial (�rown & Lowis, 2003). Perubahan-perubahan yang terjadi dapat mempengaruhi individu dalam 1

melakukan aktivitas sehari-hari (Ayranci & Ozdac, 2006) serta dalam hubungan sosialnya dengan orang lain (Holt-Lunstad, Smith, & Layton, 2010). Lansia dapat mengalami kecemasan terhadap perubahan-perubahan tersebut, dan mempengaruhi mereka dalam memaknai hidupnya. Lansia yang tidak mampu melalui berbagai perubahan secara baik akan merasa kehilangan makna dan tujuan dari hidupnya. Hal tersebut akan dapat berdampak bagi lansia, misalnya neurosis, khususnya noogenic neuroses, yaitu neurosis yang lebih dikarenakan tidak terpenuhinya keinginan untuk hidup bermakna (Frankl, 2008). Kebermaknaan hidup lansia berkaitan dengan persepsi terhadap kualitas hidup (Alavi et al., 2011), yang mencakup kesejahteraan psikologis, fungsi isik yang baik, hubungan dengan orang lain, kesehatan, dan aktivitas sosial. Proses penuaan mengakibatkan penurunan dalam banyak hal, terutama dalam hal kesehatan dan kekuatan isik. Kebermaknaan hidup juga berkaitan dengan kematian di usia tua (Krause, 2009). Lansia yang merasa hidupnya bermakna akan memiliki usia ha-

Korespondensi ditujukan kepada Hana Uswatun Hasanah S, [email protected], telepon: 085643233777

190

JURNAL SAINS DAN PRAKTIK PSIKOLOGI 2013,Volume I (2), 190 - 198

rapan hidup yang lebih tinggi dibandingkan dengan lansia yang merasa hidupnya tidak bermakna. Kebermaknaan hidup juga memiliki keterkaitan dengan fungsi tubuh pada lansia. Lansia yang merasa tidak bermakna dapat merasa putus asa dan sia-sia dalam menjalani hidupnya, bahkan merasa menjadi beban bagi orang lain (Langle & Probst, 2000). Lansia yang memiliki makna hidup dapat melihat tujuan yang lebih besar dan saling keterkaitan dalam kehidupan, merasa lebih memegang kendali dalam mengarahkan hidupnya, serta menunjukkan keinginan kuat untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik (Reker & Woo, 2011). Mereka tidak mudah mengalami depresi dibandingkan dengan individu yang mementingkan diri sendiri, tanpa memiliki komitmen nyata untuk pengembangan pribadi, interpersonal, atau masyarakat (Reker & Woo, 2011). Memiliki makna hidup berarti dapat meningkatkan semangat hidup dan meletakkan dasar untuk kesejahteraan (Wong, 2007). Kehilangan makna hidup dapat menurunkan semangat untuk hidup, yang pada gilirannya dapat menyebabkan perasaan kekosongan dan depresi, dan dalam kasus terburuk, hingga bunuh diri. Untuk mengatasi perasaan tidak bermakna dalam hidup, lansia membutuhkan bantuan untuk mendapatkan makna hidupnya kembali. Konseling logoterapi merupakan sarana bagi lansia untuk menemukan dan meningkatkan makna dan tujuan hidupnya. Salah satunya ialah logo-autobiograi, pengembangan dari logoterapi, untuk meningkatkan kebermaknaan hidup dan kesehatan mental (Cho, 2008). Penanganan konseling logoterapi dapat dilakukan melalui beberapa metode. Salah satunya ialah metode derelection dimana klien mengabaikan gejala isik yang dialami dan lebih memperhatikan hal yang positif dan bermanfaat. Metode ini dapat digunakan pada berbagai kasus gangguan psikologis, seperti Skizofrenia (Lantz, 1982). Keluarga diajarkan metode derelection sehingga dapat berperan sebagai terapis bagi individu skizofrenia dengan lebih memberikan perhatian terhadap minat dan aktivitas yang lebih bermanfaat. �erdasarkan permasalahan yang dialami subjek yaitu merasa kehilangan makna hidup yang berakibat pada gejala-gejala isik pada subjek, maka penanganan yang akan diberikan kepada subjek ialah konseling logoterapi dengan metode derelection. Tujuan penanganan tersebut ialah agar subjek memahami per-

masalahan yang dihadapinya sehingga dapat menemukan makna dan tujuan hidupnya kembali serta mandiri dan bertanggungjawab terhadap pilihan-pilihan hidup yang lebih positif dan bermanfaat. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap wawasan dan wacana dalam pengembangan ilmu psikologi, terutama pada bidang psikologi konseling, psikologi klinis, serta psikologi perkembangan, dimana konseling logoterapi dapat diterapkan pada kasus yang sama terhadap individu yang mengalami gangguan isik akibat perasaan tidak bermakna dalam hidup.

Tinjauan Pustaka Upaya manusia untuk mencari makna hidup merupakan motivator utama dalam hidup, yang muncul karena dorongan nalurinya, yang hanya dapat dipenuhi oleh orang yang bersangkutan (Frankl, 2008; Macdonald, Wong, & Gingras, 2011). Keinginan untuk mencari makna hidup tersebut dapat terhambat karena berbagai hal, biasa disebut dengan frustasi eksistensial (Frankl, 2008). Seseorang dikatakan sehat secara mental yang didasarkan pada tingkatan ketegangan tertentu dimana terdapat jarak antara ketegangan yang telah dialami dengan ketegangan yang masih dapat dicapai; atau kesenjangan kondisi seseorang pada saat tertentu dengan kondisi yang seharusnya dicapai (Frankl, 2008). Dengan mengalami ketegangan tersebut, seseorang dapat meninjau kembali makna hidupnya. Seseorang yang merasa tidak memiliki makna hidup, tidak melihat makna yang layak dalam hidupnya dan mengalami kekosongan batin yang biasa disebut kehampaan eksistensial (Macdonald, Wong, & Gingras, 2011). Hal tersebut banyak dialami oleh lansia, yang terlihat dalam bentuk rasa bosan karena kurangnya aktivitas, terutama bila para lansia tersebut telah pensiun atau berhenti bekerja. Terdapat beberapa hal yang dapat dilakukan untuk meningkatkan makna hidup pada lansia, salah satunya melalui konseling logoterapi. Konseling logoterapi merupakan bagian dari pendekatan eksistensial yang diperkenalkan oleh Viktor Frankl pada tahun 1992 dalam bukunya, Man’s Searching for Meaning (Glassman, 1995). Frankl berpendapat bahwa gangguan yang dialami individu merupakan hasil dari kegagalan mencari makna hidup yang biasanya diperoleh dari penderitaan dan kehilangan, serta kegagalan dalam membuat

191

JURNAL SAINS DAN PRAKTIK PSIKOLOGI 2013,Volume I (2), 190 - 198

pilihan yang bermakna dan memaksimalkan potensi individu (Gladding, 2004). Frankl berpendapat bahwa setiap saat terdapat kesempatan baru untuk membuat pilihan dan menciptakan apapun (Bekerian & Levey, 2005; Bastaman, 2007). Tiap individu memiliki makna hidup yang berbeda, termasuk pada lansia. Menurut Frankl, setiap individu memiliki keinginan untuk bermakna dalam hidupnya, yang bersifat independen, tidak berdasarkan jenis kelamin, usia, kapasitas intelektual, karakteristik kepribadian, atau agama (Takkinen & Ruoppila, 2001). Sebagian lansia menyatakan bahwa makna hidup mereka ialah hubungan mereka dengan orang lain (Takkinen & Ruoppila, 2001). Sebagian lain merasa hidupnya bermakna saat mereka dapat melakukan aktivitas baru yang melibatkan kepentingan sosial, terutama setelah pensiun atau tidak bekerja (Takkinen & Ruoppila, 2001; Wong, 2007). Melalui konseling logoterapi, konselor memberikan bantuan psikologis kepada lansia mengenai dirinya berkaitan dengan kebermaknaan hidup. Tahapan dalam konseling logoterapi mencakup perkenalan, pengungkapan dan penjajagan masalah, pembahasan bersama, evaluasi dan penyimpulan, serta pengubahan sikap dan perilaku untuk meningkatkan kebermaknaan hidup (�astaman, 2007). Proses dan tahapan konseling logoterapi sejalan dengan konseling pada umumnya, dan komponen logoterapi dibahas selama pelaksanaan konseling yang bertujuan agar lansia menemukan makna dan tujuan hidupnya. Konseling logoterapi merupakan konseling pada individu yang mengalami ketidakjelasan makna dan tujuan hidup sehingga menyebabkan kehampaan dan kehilangan gairah hidup, bukan untuk kasus patologis berat yang membutuhkan psikoterapi (�astaman, 2007). Empat langkah konseling logoterapi yaitu (1) mengambil jarak atas gejala (distance from symptoms) dimana konselor membantu menyadarkan subjek bahwa gejala sama sekali tidak identik dan mewakili diri subjek, namun semata-mata merupakan kondisi yang dialami dan dapat dikendalikan; (2) modiikasi sikap (modiication of attitude) dimana konselor membantu subjek untuk mendapatkan pandangan baru atas diri dan kondisinya, selanjutnya subjek menentukan sikap baru untuk menentukan arah dan tujuan hidupnya; (3) pengurangan gejala (reducing symptoms) dimana konselor menggunakan teknik logote-

192

rapi berupa derelection untuk menghilangkan atau mengurangi dan mengendalikan gejala pada subjek; (4) orientasi terhadap makna (orientation toward meaning) dimana konselor bersama subjek membahas bersama nilai-nilai dan makna hidup yang secara potensial ada dalam kehidupan subjek, memperdalam dan menjabarkannya menjadi tujuan yang lebih konkrit. (�astaman, 2007) melalui langkahlangkah tersebut, subjek akan menemukan makna hidupnya dan dapat mengendalikan gejala isik yang dirasakan subjek. Dalam pendekatan humanistik eksistensial, terdapat beberapa gangguan yang dapat dialami individu. Salah satunya ialah neurosis noogenik yaitu gangguan yang disebabkan tidak terpenuhinya keinginan untuk hidup bermakna. Metode derelection dalam konseling logoterapi dapat digunakan untuk mengatasi neurosis noogenik yang terjadi pada lansia. Metode ini memanfaatkan kemampuan transendensi diri yang terdapat pada setiap individu dewasa dimana klien tidak memperhatikan kondisi yang menimbulkan ketidaknyamanan sehingga lebih memperhatikan hal-hal yang positif dan bermanfaat (�astaman, 2007). Melalui metode ini, klien akan mengalami perubahan sikap, yaitu dari sikap yang terlalu memperhatikan diri menjadi memiliki komitmen terhadap suatu yang penting baginya. Melalui langkah-langkah dan metode pada konseling logoterapi tersebut, lansia yang kehilangan makna hidupnya dapat berusaha untuk memperolehnya kembali. Seharusnya masa tua memberikan kesempatan bagi lansia untuk memberikan perhatian pada kondisi kesehatan, serta menjalin hubungan yang lebih dekat dengan keluarga dan para sahabat. Lansia yang hidup secara bermakna digambarkan sebagai individu yang menerima dan bersikap positif terhadap proses menjadi tua dan dapat menjalaninya dengan tenang (�astaman, 2007). Kondisi kesehatan mereka terjaga dan sejahtera, dihormati dan menjadi panutan dalam keluarga dan lingkungannya, serta bersedia membagi pengalaman-pengalamannya yang bermanfaat. Lansia yang memperoleh makna dari kehidupannya, akan menjadi pribadi yang lebih terbuka, bersedia melakukan pengalaman baru, menjadi pribadi yang menyenangkan, dan lebih berhati-hati (Reker & Woo, 2011). Lansia yang bermakna dalam hidupnya selalu memiliki harapan pada dirinya akan menjadi lebih baik dan bersedia untuk mem-

JURNAL SAINS DAN PRAKTIK PSIKOLOGI 2013,Volume I (2), 190 - 198

perbaiki diri, berguna dan bermanfaat pada lingkungan atau komunitas yang terkait dengan kehidupannya sebagai lansia (�astaman, 2007). Hubungan sosial dengan orang lain juga merupakan salah satu faktor yang terkait dengan perasaan bermakna dalam hidup. Lansia yang memiliki makna dalam hidupnya mampu hidup secara mandiri dan tidak terlalu bergantung pada keluarga, memiliki hubungan yang dekat dengan keluarga serta memiliki teman dan sahabat sebagai wadah untuk bersosialisasi di luar rumah (�astaman, 2007). Apabila lansia yang mengalami ketidakbermaknaan dalam hidup mulai menyadari dan menemukan makna hidupnya kembali, konselor yang berperan sebagai participating partner dapat menarik keterlibatan dengan klien sedikit demi sedikit (�astaman, 2007). Karakteristik konseling logoterapi ialah jangka pendek, berorientasi masa depan dan berorientasi pada makna hidup (�astaman, 2007). Hubungan konselor dengan klien ditandai dengan keakraban dan keterbukaan, saling menghargai, memahami, dan menerima. Konseling logoterapi dapat dilakukan secara leksibel, yaitu direktif atau non direktif dan tidak terpaku dalam tahapan pelaksanaannya (�astaman, 2007).

Metode Penelitian Rancangan penelitian Penelitian dilakukan dengan menggunakan pendekatan studi kasus tunggal (single case study), dimana suatu kasus diperdalam dengan batas-batas tertentu dari waktu ke waktu secara detil, pengumpulan data mendalam yang melibatkan berbagai sumber informasi (seperti observasi, wawancara, materi audiovisual, dokumen) dan deskripsi kasus (Creswell, et al., 2007; Fellows & Liu, 2008). Studi kasus tunggal diterapkan untuk melakukan evaluasi terhadap peranan dan pengaruh suatu intervensi pada kasus tunggal (Kazdin, 1998).

Subjek penelitian Subjek penelitian ialah individu berusia 62 tahun, sering mencari pelayanan medis karena merasakan berbagai keluhan isik, diantaranya sakit kepala (pusing), punggung kaku, nyeri di persendian tangan & kaki, dada sesak, perut kembung, lambung perih, lemah pada bagian kaki dan suara serak. Subjek meyakini bahwa keluhan isik yang dirasakannya

adalah nyata dan mengarah pada penyakit tertentu, meski dokter dan paramedis tidak menemukan hal serius berkaitan dengan penyakit kronis.

Metode pengumpulan data Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara dan pengisian kuesioner kebermaknaan hidup. Wawancara dilakukan terhadap subjek dan istri serta anak subjek. Informasi yang diperoleh pada saat asesmen atau pra konseling digunakan untuk menentukan langkah-langkah yang akan dilakukan pada saat konseling. Informasi yang diperoleh pada saat proses konseling digunakan untuk mengetahui perkembangan subjek pada setiap sesi. Informasi yang diperoleh pada saat pasca konseling digunakan untuk mengetahui perubahan subjek secara keseluruhan, serta informasi yang diperoleh dari keluarga subjek digunakan untuk mengetahui kesesuaian informasi perubahan yang disampaikan subjek, sedangkan informasi yang diperoleh pada saat tindak lanjut digunakan untuk mengetahui apakah perubahan pada subjek bersifat menetap atau tidak. Jenis wawancara yang digunakan ialah tidak terstruktur dimana wawancara dilakukan secara informal, pertanyaan-pertanyaan diajukan dengan bebas kepada subjek (Zuriah, 2005; Vanderstoep & Johnston, 2009). untuk mengumpulkan data-data terkait dengan subjek sebagai penunjang dalam penentuan intervensi yang sesuai dengan permasalahan yang dialami subjek. Kuesioner kebermaknaan hidup diadaptasi dari The Meaning in Life Questionnaire MLQ (Steger, Frazier, Oishi et al., 2006). MLQ memiliki reliabilitas .70 untuk item presence (1, 4, 5, 6, 9) dan .73 untuk item search (2, 3, 7, 8, 10) serta nilai validitas .70 untuk item presence dan .33 untuk item search. Tujuan diberikan kuesioner ini ialah untuk mengetahui kebermaknaan hidup subjek sebelum dan setelah dilakukan konseling, (Steger et al., 2006). Kuesioner diberikan pada awal dan akhir konseling, dan merupakan alat ukur semantik diferensial yang bersifat menilai kesesuaian item dengan kondisi subjek sehingga interpretasinya dilakukan pada setiap item untuk mengetahui kondisi kebermaknaan hidup subjek saat pengukuran dilakukan (Widhiarso, 2012). Kuesioner ini telah digunakan untuk pengukuran dalam kegiatan terapi dan penelitian, serta sebagai sarana untuk memahami subjek

193

JURNAL SAINS DAN PRAKTIK PSIKOLOGI 2013,Volume I (2), 190 - 198

saat akan memulai konseling untuk mencari dan membangun makna dan tujuan hidupnya selama proses konseling (Steger & Shin, 2010).

Prosedur penelitian Prosedur penelitian studi kasus tunggal dilakukan dalam beberapa tahap (Lesmana, 2008), yaitu tahap persiapan penelitian dilakukan dengan menentukan intervensi yang akan diberikan kepada subjek dengan administrasi yang dapat dilakukan secara berulang. Pada penelitian ini intervensi yang diberikan ialah konseling logoterapi. Tahap pelaksanaan dimana peneliti membangun hubungan dengan subjek sehingga subjek dapat menjelaskan permasalahan yang dialaminya. Peneliti mulai mengumpulkan data mengenai subjek melalui wawancara. Pada awal konseling, peneliti dan subjek membuat kesepakatan mengenai tujuan konseling, frekuensi konseling, durasi setiap sesi konseling, lama konseling atau jumlah sesi keseluruhan, harapan subjek, serta kesediaan subjek untuk berkomitmen. Selanjutnya subjek diminta mengisi MLQ untuk mengetahui tingkat kebermaknaan hidup subjek pada awal konseling. Selama pelaksanaan konseling, subjek menuliskan keadaannya setiap hari dan evaluasi dilakukan pada setiap sesi untuk mengetahui perkembangan subjek. Pada akhir konseling, evaluasi dilakukan pada seluruh proses konseling, dengan indikator tujuan dan harapan yang telah dise-pakati pada awal konseling. Konseling diakhiri saat kondisi subjek mengalami perkembangan ke arah lebih baik. Selanjutnya subjek diminta mengisi MLQ kembali untuk mengetahui tingkat kebermaknaan hidup subjek pada akhir konseling. Tahap penutup atau pasca konseling dimana peneliti menghentikan intervensi dan memberikan kesimpulan akhir dari keseluruhan intervensi yang telah dilakukan. Dilakukan wawancara terhadap istri subjek untuk mengetahui perubahan yang terjadi pada subjek, apakah sesuai dengan yang telah disampaikan oleh subjek. Tahap follow up dilakukan untuk mengetahui keadaan subjek setelah konseling berakhir, apakah keterampilan mengatasi masalah yang dipelajari selama konseling dapat dipertahan-kan oleh subjek dalam kesehariannya, serta apakah subjek telah menunjukkan pemahaman diri yang positif.

Rancangan intervensi Intervensi yang akan diberikan kepada subjek ialah untuk konseling logoterapi mengatasi 194

permasalahan yang dialami subjek dan tujuan yang akan dicapai subjek. Lukas (�astaman, 2007) menjabarkan empat langkah konseling logoterapi yaitu (1) mengambil jarak atas gejala (distance from symptoms) dimana konselor membantu menyadarkan subjek bahwa gejala sama sekali tidak identik dan mewakili diri subjek, namun semata-mata merupakan kondisi yang dialami dan dapat dikendalikan; (2) modiikasi sikap (modiication of attitude) dimana konselor membantu subjek untuk mendapatkan pandangan baru atas diri dan kondisinya, selanjutnya subjek menentukan sikap baru untuk menentukan arah dan tujuan hidupnya; (3) pengurangan gejala (reducing symptoms) dimana konselor menggunakan teknik logoterapi berupa derelection untuk menghilangkan atau mengurangi dan mengendalikan gejala pada subjek; (4) orientasi terhadap makna (orientation toward meaning) dimana konselor bersama subjek membahas bersama nilai-nilai da...


Similar Free PDFs