Landasan Filsafat Ekonomi Islam PDF

Title Landasan Filsafat Ekonomi Islam
Author M. Ii
Pages 21
File Size 2.2 MB
File Type PDF
Total Downloads 298
Total Views 541

Summary

Landasan Filsafat Ekonomi Islam Oleh : Muhammad Rasyid Ridlo A. Pendahuluan Islam sebagai risalah samawi yang universal, datang untuk menangani kehidupan manusia dalam berbagai aspek, baik dalam aspek spiritual, maupun aspek material. Artinya, Islam tidak hanya akidah, tetapi juga mencakup system po...


Description

Accelerat ing t he world's research.

Landasan Filsafat Ekonomi Islam Muhammad A L - M I N A N G K A B A W I II

Related papers

Download a PDF Pack of t he best relat ed papers 

Dasar dasar Ekonomi Islam Indri Syahfit ri ELAST ISITAS HUKUM ISLAM DALAM MERESPONS PERUBAHAN SOSIAL hamazah ramadhan Islamic Economics.pdf muhammad ruslan

Landasan Filsafat Ekonomi Islam Oleh : Muhammad Rasyid Ridlo

A. Pendahuluan Islam sebagai risalah samawi yang universal, datang untuk menangani kehidupan manusia dalam berbagai aspek, baik dalam aspek spiritual, maupun aspek material. Artinya, Islam tidak hanya akidah, tetapi juga mencakup system politik, sosial, budaya, dan perekonomian yang ditujukan untuk seluruh manusia.1 Inilah diungkapkan dengan istilah : Islam adalah al-din yang mencakup masalah akidah, Syariah dan akhlak. Sebagai agama yang sempurna, Islam tentu dilengkapi dengan system dan konsep ekonomi yang dibangun di atas landasan filsafat luhur sehingga menjadi panduan bagi manusia dalam melakukan kegiatan ekonomi. Inilah yang tidak dimiliki oleh selain Islam. Hal itu terbukti pada keruntuhan ekonomi sosialis tahun 1980-an. Setelah itu Barat bereaksi over terhadap “keunggulan” sistem ekonomi kapitalis.2 Sebenarnya di balik “keunggulan” sistem ini terdapat banyak masalah yang melanda berbagai belahan bumi di mana sistem ekonomi kapitalis berkuasa, khususnya di Indonesia, seperti beban cicilan utang yang terus melambung akibat dari pembiayaan devisit anggaran yang begitu besar yang diperoleh dari pinjaman. Diperburuk lagi oleh tingginya suku bunga secara relatif dan tidak stabil nilai tukar. Semua masalah ini tentu dipromotori oleh landasan filosofi sistem ekonomi kapitalisme, di mana aliran ini masih percaya Tuhan tetapi dalam keyakinannya, Tuhan setelah menciptakan alam dan meletakkan hukum-hukumnya tidak lagi ikut campur dengan urusan alam, termasuk dalam urusan ekonomi manusia. Semua persoalan terserah kepada masing-masing individu.3 Artinya, sistem ekonomi Barat gagal total dalam mewujudkan falah (kesejahteraan) karena filosofinya absurd.

1

Taqiyyuddin Ibnu taimiyah, Al-Siyasah Al- Syar’iyyah fi Islahi al-Ra’i Wa al’Ra’iyyah, (Cet. 1; al-Mamlakah al-‘Arabiyyah al-Su’udiyyah: Wuzarah al-Syu’uun al-Islamiyyah wa al-Auqaaf wa alDa’wah wa al-Irsyad, 1418), 124 2 Umer Chapra, masa depan umum ekonomi : sebuah tinjauan islam ( terjemahan ), (Jakarta, Gema Insani, 2001), 2. 3 John Schrems, Understanding Principles of Politics and the State, (PageFree Publishing, 2004), 234.

1

Kondisi ini mendorong makin kuatnya ghirah ekonom Muslim yang sebenarnya telah mulai muncul kepermukaan sejak satu dasawarsa sebelumnya, yakni pemikiran tentang sistem ekonomi Islam sebagai alternatif di luar ekonomi kapitalis.4 Sehingga intitusiintitusi ekonomi Islam yang mulai muncul sejak dibentuknya Islamic development bank di Jedah tahun 1975 terus menyebar, bahkan merambah kawasan di luarnya. Dari sini, terlihat ada perbedaan antara landasan filosofi ekonomi kapitalisme dengan Islam, sehingga sistem ekonomi Islam dianggap sebagai alternatif di luar ekonomi kapitalis. Tentu perbedaan tersebut berawal dari berbedanya landasan filsafat ekonomi yang diyakini. Lalu apa sebenarnya landasan filosofi ekonomi Islam yang membuat sistem ekonomi Islam berbeda dengan kapitalisme. Maka makalah ini akan mencoba menjelaskan landasan filosofi ekonomi Islam. B. Definisi Filsafat Ekonomi Islam Ibnu Manzhur dalam Lisan al-‘Arab menguraikan kata falsafat5 merupakan derivasi dari kata falsafa, yang memiliki arti al-hikmah,6 berasal dari luar Bahasa Arab.7 Kata falsafah dipinjam dari kata Yunani yang sangat terkenal, philosophia,8 berarti kecintaan pada kebenaran (wisdom). Dengan sedikit perubahan, kata “falsafah” diindonesiakan menjadi “filsafat” atau “filosofi” (karena pengaruh Bahasa Inggris, philosophy). Artinya, filsafat identik dengan hikmah karena makna al-hikmah, sebagaimana yang diungkapkan oleh Ibnu Arabi dalam Fushus Al-Hikam, adalah proses pencarian hakikat sesuatu dan perbuatan.9 Pengertian al-hikmah dengan esensi sama namun berbeda redaksi diungkapkan

Umer Chapra, masa depan…, 2. Menurut catatan para sejarawan, orang yang pertama kali menggunakan istilah filsafat adalah Pythagoras dari Yunani yang lahir antara 582-496 SM. Pada waktu itu, arti filsafat belum jelas. Kemudian pengertiannya diperjelas seperti yang banyak dipahami sekarang ini pertama kali oleh kaum Sophis (ahli debat) dan Socrater (470-399 SM) yang merupakan guru dari Plato (427-347 SM) dan Aristoteles (384-322 SM). Lihat Asep Ahmad Hidayat, Filsafat Bahasa, (Bandung: Rosdakarya, 2006), 19. 6 Hikmah yang banyak disebut oleh para mujtahidin sebagai asrar al-ahkam. Secara etimologis, berarti mengetahui keunggulan sesuatu melalui pengetahuan sempurna, bijaksana, dan sesuatu yang bergantung padanya akibat suatu yang terpuji. Adapun secara terminologis adalah suatu motivasi dalam pensyariatan hukum dalam rangka mencapai kemaslahatan atau menolak kemafsadatan. Lihat Ensiklopedia Hukum Islam, (Jakarta: Depag RI, 1997), 550. 7 Ibnu Manzhur, Lisan Al-‘Arab, (Cet. 1; Beirut: Dar al-Fikr, 1990), 273. 8 Asal-usul kata filsafat antar penulis beragam. Ada yang menyatakan dari philare (bukan philo) dan sophia, sebgaian juga ada yang mengatakan dari philein dan Sophia. Lihat Asep Ahmad Hidayat, Filsafat Bahasa…, 6. 9 Muhyiddin Ibnu Arabi, Fushuh Al-Hikam, (tp. Penerbit, t.t.,), 3. 4

5

2

Al-Raghib, bahwa al-hikmah adalah memperoleh kebenaran dengan perantara ilmu dan rasio.10 Artinya, filsafat adalah proses pencarian hakikat sesuatu dan perbuatan dengan perantara ilmu dan rasio. Sedangkan ekonomi Islam dalam bahasa Arab diistilahkan dengan al-Iqtishad alIslami. Al-Iqtishad secara etimologi berarti al-qashdu yaitu pertengahan dan berkeadilan.11 Pengertian pertengahan dan berkeadilan ini banyak terdapat dalam al-Qur’an di antaranya “Dan sederhanalah kamu dalam berjalan.”12 dan “Di antara mereka ada golongan yang pertengahan.”13 Maksudnya, orang yang berlaku jujur, lurus, dan tidak menyimpang dari kebenaran. Husain Mahmud mendefinisikan Iqtishad (ekonomi) sebagai pengetahuan tentang aturan yang berkaitan dengan produksi kekayaan, mendistribusikan, dan mengonsumsinya.14 Adapun yang dimaksud dengan ekonomi Islam menurut Abdul Mun’in al-Jamal adalah kumpulan dasar-dasar umum tentang ekonomi yang digali dari al-Quran dan al-Sunnah.15 Hampir senada dengan al-Jamal, Muhammad Abdul Manan berpendapat, Islamic Economis is a social sciens with studies the economic problems of a people imbued with the values of Islami.16 Lebih konkret lagi, Hasanuzzaman mendefinisikannya sebagai pengetahuan dan aplikasi dari ajaran dan aturan Syariah yang mencegah ketidakadilan dalam memperoleh sumber-sumber daya material memenuhi kebutuhan manusia yang memungkinkan untuk melaksanakan kewajiban kepada Allah dan masyarakat. 17 Artinya, ekonomi Islam merupakan penerapan syariat dalam aktivitas ekonomi. Dengan demikian, dapat dipahami dari definisi di atas bahwa filsafat ekonomi Islam merupakan suatu proses pencarian hakikat penerapan syariat dalam aktivitas ekonomi

10

Fathurrahman Djamil, Metode Ijtihad Majelis Tarjih Muhammadiyah, (Jakarta: Logos, 1997), 4. Rafiq Yunus al-Mishri, Ushul al-Iqtishad al-Islami, (Damsyiq: Dar al-Qalam, 1993), 11. 12 QS. Luqman : 19. 13 QS. Al-Maidah : 66. 14 Husain Hamid Mahmud, al-Nizham al-Mal wa al-Iqtishad fi al-Islam, (Riyadh: Dar al-Nasyr alDauli, 2000), 11. 15 Muhammad Abd al-Mun’in al-Jamal, Mausu’ah al-Iqtishad al-Islami, (Kairo: Dar al-Kitab alMisr, 1980), 14. 16 Muhammad Abdul Manan, Islamic Economic: Theori and Practice (A Comperative study), (Delhi: Idarah Adabiyah, 1970), 3. 17 Hasanuzzaman, “Definition of Islamic Economic” dalam Journal of Research in Islamic Economic, Vol. 1, No. 2, 1984. 11

3

melalui perantara ilmu dan akal. Tentu ilmu di sini adalah kaidah-kaidah usul dan tuntunan prkatek yang terdapat di dalam al-Qur’an dan al-Sunnah. C. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam Muhammad Nejatullah Siddiqi mengungkap bahwa praktik dan kebijakan ekonomi sudah berlangsung di masa Rasulullah dan al-Khulafa al-Rasyidun. Hal ini menjadi bukti empiris bagi para cendekiawan Muslim dalam melahirkan teori-teori ekonomi, termasuk landasan filosofinya.18 Berkenaan ini, Siddiqi menguraikan sejarah pemikiran ekonomi Islam dalam tiga fase, yaitu: Pertama, fase dasar-dasar ekonomi Islam. Fase ini berawal dari abad 1-5 Hijriah. Di antara tokoh-tokoh pemikirnya adalah Zaid bin Ali (w. 80 H/738 M), Abu Hanifah (w. 150 M/767 M), Abu Yusuf (w. 182 H/798 M), Al-Syaibani (w. 189 H/804 M), dan Al-Mawardi (w. 450 H/1058 M). Kedua, fase kemajuan. Fase ini dimulai dari abad 11-15 Masehi. Di antara tokoh-tokoh pemikirnya adalah Al-Ghazali (w. 505 H/1111 M), Ibnu Taimiyyah (w. 728 H/1328 M), Al-Syatibi (w. 790 H/1388 M), Ibnu Khaldun (w. 808 H/1404 M) dan Al-Maqrizi (w. 845 H/1441 M). Ketiga, fase stagnasi. Fase ketiga dimulai pada tahun 1446-1932 Masehi. Tokoh-tokoh pemikir ekonomi Islam pada fase ini antara lain diwakili oleh Shah Wali Allah (w. 1176 H/1762 M), Jamaluddin al-Afghani (w. 1315 H/1897 M), Muhammad Abduh (w. 1320 H/1905 M) dan Muhammad Iqbal (w. 1357 H/1938 M).19 Heri Sudarso menambahkan fase terakhir, yaitu fase lanjut (1931 M – sekarang), di antara tokohnya Muhammad Abdul Mannan, M. Nejatullah Siddiqi, Yusuf Qardhawi, Syed Nawab Haider Naqvi, Monzer Khaf, Muhammad Baqir As-Sadq, Umer Chapra dan tokoh ekonomi Islam pada masa sekarang.20

18 Adiwarman Azwar Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, (Cet. 5; Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2012), 10. 19 M. Nejatullah Siddiq, Recent Works on History of Economic Thought in Islam: A Survey, (Jeddah: ICRIE King Abdul Aziz University, 1982), 1-19. 20 Heri Sudarsono, Konsep Ekonomi Islam: Suatu Pengantar, (Yogyakarta: Ekonisia, 2002), 149.

4

D. Dasar-dasar Ekonomi Islam Muhammad Syauqi al-Fanjari memaparkan bahwa ekonomi Islam adalah aktivitas ekonomi Islam diatur oleh dasar-dasar ekonomi Islam.21 Menurutnya, ada dua bagian berkenaan ekonomi Islam, yaitu: Pertama, bagian yang Tsawabit atau tetap hukumnya. Di antara dasar-dasar yang termasuk bagian ini adalah harta itu milik Allah

dan mausia diserahi tugas untuk

mengelolanya;22 jaminan setiap individu di dalam masyarakat diberikan dalam batas kecukupan;23 keadilan sosial dan pemeliharaan keseimbangan ekonomi diwujudkan untuk semua individu dan masyakat Islam;24 milik pribadi dihormati;25 dan masih banyak dasardasar lainnya yang ada dalam al-Qur’an dan al-Al-Sunnah yang semunya disebut dengan istilah dasar-dasar ekonomi ilahiyah (ushul ilahiyah). Dalam perkara ini tidak ada perbedaan pendapat.26 Kedua, bagian yang Mutaghayyirat atau berubah-rubah hukumnya. Bagian ini berkaitan dengan penerapan dasar-dasar dan prinsip ekonomi Islam dalam memecahkan problematika masyarakat yang selalu berubah.27 Artinya, bagian ini merupakan metode dan langkah-langkah praktis yang diistimbathkan oleh para ulama dari sumber pokok dan prinsip ekonomi Islam yang terdapat dalam al-Qur’an dan al-Sunnah. E. Landasan Filsafat Ekonomi Islam Sebagaimana yang diulas di awal, ada perbedaan yang signifikan antara system ekonomoi Islam dengan kapitalis, sehingga ekonomi Islam dianggap sebagai alternatif atas gagalnya sistem non-Islamis seperti sistem sosialis dan kapitalis. Tentu, perbedaan itu disebabkan oleh landasan filsafatnya yang berbeda. Ini menunjukkan ada keistemewaan

21

Muhammad Syauqi al-Fanjari, Al-Mazhab Al-Iqtisadiyyah fi al-Islam, (Jeddah: Dar al-Funun Li al-Thaba’ah wa al-Nasyr, 1981), 18. 22 QS. Al-Najm : 31. 23 QS. Al-Ma’arij : 24-25. 24 QS. Al-Hasyr : 7. 25 QS. Al-Nisa’ : 32. 26 Muhammad Syauqi, Al-Mazhab Al-Iqtisadiyyah..., 19-22, juga lihat Rozalinda, Ekonomi Islam: Teori dan Aplikasinya pada Aktivitas Ekonomi, (Cet. 3; Jakarta : PT RajaGrafindo, 2016), 13-16. 27 Muhammad Syauqi, Al-Mazhab Al-Iqtisadiyyah..., 23.

5

pada filsafat ekonomi Islam. Di sini akan diuraikan landasan filsafat ekonomi Islam yang menjadi inti isu yang diangkat dalam makalah ini. Sebenarnya, filsafat ekonomi Islam didasarkan pada konsep triangle: yaitu filsafat Tuhan, manusia dan alam. Kunci filsafat ekonomi Islam terletak pada hubungan manusia dengan Tuhan, alam semesta dan makhluk Tuhan lainnya.28 Simplifikasinya, ada hubungan yang sifatnya vertical dan horizontal. Dimensi filsafat ekonomi Islam inilah yang membedakan ekonomi Islam dengan sistem ekonomi lainnya kapitalisme dan sosialisme. Filsafat ekonomi Islam, memiliki paradigma yang relevan dengan nilai-nilai akidah, syariah dan akhlak yang kemudian difungsionalkan ke tengah tingkah laku ekonomi manusia. Bangunan Ekonomi Islam didasarkan pada fondasi utama yaitu tauhid. Fondasi berikutnya, adalah syariah dan akhlak. Pengamalan syariah dan akhlak merupakan refleksi dari tauhid. Landasan tauhid yang tidak kokoh akan mengakibatkan implementasi syariah dan akhlak terganggu. Dari fondasi ini muncul 10 prinsip derivatif sebagai pilar filosofi ekonomi Islam sebagai berikut: Pertama, Tauhid. Tauhid merupakan fondasi utama seluruh ajaran Islam. Sebab itu, tauhid menjadi dasar seluruh konsep dan aktivitas umat Islam, baik di bidang ekonomi, politik, sosial maupun budaya. Dalam Al-Qur’an disebutkan bahwa tauhid merupakan filsafat fundamental ekonomi Islam.29 Menurut Ibnu Taimiyyah, hakikat tauhid dapat berarti penyerahan diri yang bulat kepada kehendak Ilahi, baik menyangkut ibadah maupun muamalah. Sehingga semua aktifitas yang dilakukan adalah dalam kerangka menciptakan pola kehidupan yang sesuai kehendak Allah.30 Landasan filosofis inilah yang membedakan ekonomi Islam dengan ekonomi kapitalisme dan sosialisme, karena keduanya didasarkan pada filsafat sekularisme dan

28

Rozalinda, Ekonomi Islam…, 18. Lihat QS. Al-Zumar : 38. 30 Taqiyyudin Ibnu Taimiyah, Majmu’ al-Fatawa, Tahqiq : Abd al-Rahman bin Muhammad, (alMamlakah al-al-Su’udiyyah al-‘Arabiyyah: Majma’ al-Malik Fahd Li Thiba’ati al-Mushhaf al-Syarif, 1416), 2/369. 29

6

materialisme. Sebab itu, Ibnul Qoyyim berpendapat bahwa dalam konteks ekonomi, tauhid berimplikasi adanya kemestian setiap kegiatan ekonomi untuk bertolak dan bersumber dari ajaran Allah, dilakukan dengan cara-cara yang ditentukan Allah dan akhirnya ditujukan untuk ketaqwaan kepada Allah.31 Senada dengan Ibnul Qoyyim, Ismail Al- Faruqi mengatakan, “Tauhid sebagai prinsip pertama tata ekonomi yang menciptakan “negara sejahtera” pertama, dan Islamlah yang melembagakan sosialis pertama dan melakukan lebih banyak keadilan sosial. Islam juga yang pertama merehabilitasi (martabat) manusia. Pengertian (konsep) yang ideal ini tidak ditemukan dalam masyarakat Barat masa kini.” 32 Konsep tauhid yang menjadi dasar filosofis ini, mengajarkan dua ajaran utama dalam ekonomi. Pertama, Semua sumber daya yang ada di alam ini merupakan ciptaan dan milik Allah secara absolut (mutlak dan hakiki). Manusia hanya sebagai pemegang amanah (trustee) untuk mengelola sumberdaya itu dalam rangka mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan kehidupan manusia secara adil. Sebagaimana firman Allah dalam kaitan pengelolaan sumberdaya di mana manusia harus mengikuti aturan Allah dalam bentuk syariah, “Kemudian kami jadikan bagi kamu syariah dalam berbagai urusan, maka ikutilah syariah itu. Jangan ikuti hawa nafsu orangorang yang tak mengetahui.”33 Salah satu contoh praktik ekonomi saat ini yang bertentangan dengan Tauhid adalah bunga. Bunga (interest) yang memastikan usaha harus berhasil (untung) bertentangan dengan tauhid. Firman Allah, “Seseorang tidak bisa memastikan berapa keuntungannya besok.”34 Padahal setiap usaha mengandung tiga kemungkinan, yaitu untung, impas atau rugi. Lebih dari itu, tingkat keuntungan itupun bisa berbeda-beda, bisa besar, sedang atau

31

Ibnu al-Qayyim al-Jauziyah, A-Thuruq Al-Hukmiyah fi al-Siyasah Al-Syar’iyah, 2/540-543. “ … it was al- Tawhid as the first principle of the economic order that created the first “ welfare state” and Islam that institutionalized that first socialist and did more for social justice as well as for the rehabilitation from them to be described in terms of the ideals of contemporary western societies”. Ismail Raji al-Faruqi, Al-Tawhid: Its Implications on Thought and Life, (USA: International Institute of Islamic Thought, 1982), 43. 33 QS. Al-Jatsiyah : 18. 34 QS. Luqman : 34. 32

7

kecil. Jadi, konsep bunga benar-benar tidak sesuai dengan syariah, karena bertentangan dengan prinsip tauhid. Selanjutnya konsep tauhid ini mengajarkan bahwa segala sesuatu bertitik tolak dari Allah, bertujuan akhir kepada Allah, termasuk dalam menggunakan sarana dan sumber daya harus disesuaikan dengan syariat Allah. Aktivitas ekonomi, seperti produksi, distribusi, konsumsi, ekspor – impor idealnya harus bertitik tolak dari tauhid (keilahian) dan berjalan dalam koridor syariah yang bertujuan untuk menciptakan falah dan ridha Allah. “Dialah yang menjadikan bumi ini mudah bagi kamu. Maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rezeki-Nya dan hanya kepada-Nya kami dikembalikan”.35 Aspek tauhid dalam produksi akan tercermin dari output yang dihasilkan. Seseorang yang berproduksi dengan nama Allah, maka barang yang diproduksi akan terjaga kebaikan dan kehalalannya. Sehingga mereka tidak akan memproduksi barangbarang yang membawa mudharat seperti rokok, miras apalagi narkoba serta barang-barang haram lainnya. Termasuk juga dalam proses produksi barang-barang halal. Prinsip Tauhid sebagaimana dijelaskan pada bagian ini memiliki hubungan yang kuat dengan prinsip-prnsip ekonomi Islam yang lain, seperti akhlak, maslahat, keadilan, dan ukhuwah serta sebagaimana dijelaskan pada bagian selanjutnya. Kedua, Akhlak. Prinsip ekonomi Islam yang kedua setelah tauhid adalah akhlak. Prinsip merupakan bentuk dari pengamalan sifat-sifat utama yang dimiliki oleh Nabi dan Rasul-Nya dalam seluruh kegiatan ekonomi, yaitu shiddiq (benar), tabligh (menyampaikan kebenaran), amanah (dapat dipercaya), dan fathanah (intelek). Semua sifat ini dipopulerkan dengan istilah STAF.36 Berikut ini uraian dari masing-masing sifat Rasulullah dalam kegiatan ekonomi.

35 36

QS. Al-Mulk : 15. Rozalinda, Ekonomi Islam…, 18.

8

-

Shiddiq, berarti jujur dan benar. Prinsip ini harus menjadi visi kehidupan seorang Muslim. Dari sifat jujur dan benar ini akan memunculkan efektifitas dan efisiensi kerja seseorang. Seorang Muslim akan berusaha mencapai target dari setiap pekerjaannya dengan baik dan tepat. Di samping itu dalam melakukan setiap kegiatannya dengan benar, yakni menggunakan teknik dan metode yang efektif.37

-

Tablig, berarti menyampaikan kebenaran. Dalam kehidupan, setiap Muslim memiliki tanggung jawab menyeru dan menyampaikan hal yang ma’ruf dan mencegah hal yang mungkar. Dalam kegiatan ekonomi, sifat tabligh ini juga dapat diimplementasikan dalam bentuk transparansi, iklim keterbukaan dan saling menasehati dengan kebenaran.38

-

Amanah. Ia merupakan sifat yang harus menjadi misi kehidupan seorang Muslim. sifat ini akan membentuk kredibilitas yang tinggi dan sikap penuh tanggung jawab pada setiap individu Muslim. sifat amanah memainkan peranan yang fundamental dalam kegiatan ekonomi dan bisnis, sehingga kehidupan ekonomi dapat berjalan dengna baik. Apabila setiap pelaku ekonomi mengemban amanah yang diserahkan kepadanya dengan baik, maka korupsi , penipuan, spekulasi, dan penyakit ekonomi lainnya tidak akan terjadi.39

-

Fathonah, berarti kecerdasan, kebijaksanaan dan intelektualitas. Sifat ini harus dimiliki oleh setiap Muslim, di mana ia dalam setiap melakukan setiap aktivitas kehidupannya harus dipandu dengan ilmu. Agar setiap pekerjaan yang dilakukan efektif dan efisien, serta terhindar dari penipuan maka ia harus mengoptimalkan potensi akal yang dikaruniakan Allah padanya.40

Ketiga, Maslahah. Prinsip ketiga dalam ekonomi Islam adalah maslahah. Mashlahah merupakan konsep yang paling penting dalam syariah, sesudah tauhid, sebab ia merupakan tujuan

37

Ibid., 19. Ibid.,...


Similar Free PDFs