LAPORAN KONSENTRASI LARUTAN PDF

Title LAPORAN KONSENTRASI LARUTAN
Author Monivia Chandra
Pages 10
File Size 300.3 KB
File Type PDF
Total Downloads 625
Total Views 802

Summary

84 KONSENTRASI LARUTAN Chandra, M.1), Ainani, A. F.2) 1) Praktikan Aplikasi Teknik Laboratorium, Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Universitas Hasanuddin 2) Asisten Aplikasi Teknik Laboratorium, Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Universitas Hasanuddin Abstrak Larutan merupakan campuran...


Description

84 KONSENTRASI LARUTAN Chandra, M.1), Ainani, A. F.2) 1)

Praktikan Aplikasi Teknik Laboratorium, Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Universitas Hasanuddin 2) Asisten Aplikasi Teknik Laboratorium, Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Universitas Hasanuddin

Abstrak Larutan merupakan campuran homogen yang terjadi dalam satu fase dan memiliki komposisi serba sama di seluruh bagian volumenya. Larutan terdiri atas zat terlarut (solute) dan pelarut (solvent). Praktikum ini memiliki tujuan untuk mengetahui konsep pembuatan dan pengenceran larutan dalam berbagai konsentrasi. Pada praktikum ini, pembuatan larutan NaOH dilakukan dengan menimbang padatan NaOH sebanyak 10 gr kemudian ditambahkan dengan akuades 100 ml lalu dihomogenkan menggunakan batang pengaduk. Hasil dari praktikum ini akan didapatkan larutan NaOH 2,5 m sebanyak 100 ml. Berdasarkan praktikum yang dilakukan, pembuatan larutan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu pembuatan larutan secara langsung dan pembuatan larutan melalui pengenceran Pembuatan larutan secara langsung dapat dilakukan dengan menimbang massa suatu bahan kemudian ditambahkan dengan pelarut. Pembuatan larutan dengan pengenceran dapat dilakukan dengan mengencerkan larutan dengan konsentrasi tinggi menjadi konsentrasi yang diinginkan. Adapun dalam melakukan pengenceran, volume larutan yang akan diencerkan dihitung terlebih dahulu kemudian larutan tersebut dimasukkan ke dalam labu ukur dengan jumlah volume yang diinginkan lalu ditambahkan dengan pelarut (umumnya akudes) hingga mencapai batas pada labu ukur. Kata Kunci: Larutan, NaOH, Pengenceran

I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari, istilah larutan sangat sering didengar. Larutan didefinisikan sebagai campuran homogen yang memiliki komposisi serba sama di seluruh bagian volumenya. Suatu larutan terdiri dari dua komponen (disebut sebagai larutan biner), yaitu pelarut dan zat terlarut. Zat terlarut mempunyai komponen (jumlah) yang lebih sedikit dibandingkan dengan pelarut. Hampir semua proses kimia berlangsung di dalam larutan sehingga sangat penting untuk memahami sifat-sifatnya. Larutan sangat penting bagi makhluk hidup, penggunaan larutan sering dijumpai di dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, larutan sangat penting untuk dipelajari.

Larutan memainkan peranan penting di dalam kehidupan sehari-hari. Di alam, kebanyakan reaksi berlangsung di dalam larutan air. Tubuh manusia menyerap mineral, vitamin, dan makanan dalam bentuk larutan. Larutan biasanya terdiri dari dua zat atau lebih yang merupakan campuran homogen dan terdiri dari satu fase sehingga tidak dapat diamati komponen-komponen penyusunnya. Karena hal ini lah maka perlu dilakukan praktikum mengenai larutan untuk dapat mengetahui sifat-sifat dari larutan tersebut. Di laboratorium sendiri, larutan memiliki peranan yang sangat penting. Larutan akan sangat dibutuhkan oleh praktikkan ketika ingin melakukan suatu percobaan/eksperimen dengan menggunakan larutan sebagai salah satu bahannya. Namun, di dalam laboratorium

85 sendiri, larutan yang tersedia sangat terbatas. Oleh karena itu, konsep dasar dalam mengencerkan larutan juga sangat penting, sehingga ketika praktikkan ingin menggunakan larutan dengan konsentrasi tertentu namun larutan tersebut tidak tersedia, maka larutan tersebut dapat diencerkan sesuai dengan konsentrasi yang diinginkan. Berdasarkan uraian tersebut, dengan melakukan praktikum ini, maka kita dapat mengetahui lebih dalam mengenai sifat-sifat larutan dan konsep dasar dari pengenceran, dimana pengetahuan ini dapat digunakan dan diterapkan dikemudian hari di dalam kehidupan bermasyarakat atau saat akan melakukan ekperimen di laboratorium. I.2 Rumusan Masalah Berdasarkan praktikum yang dilakukan, pemecahan masalah yang akan diselesaikan adalah mengenai konsep pembuatan dan pengenceran larutan dalam berbagai jenis konsentrasi. I.3 Tujuan dan Kegunaan Berdasarkan praktikum yang dilakukan, tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui konsep pembuatan dan pengenceran larutan dalam berbagai jenis konsentrasi. Kegunaan dari praktikum ini adalah dengan mengetahui konsep pembuatan dan pengenceran larutan, ketika ilmu tersebut akan diterapkan dalam proses pembuatan bahan pangan, maka tidak akan terjadi kesalahan yang dapat membahayakan orang yang mengonsumsinya.

II. METODOLOGI PRAKTIKUM II.1 Waktu dan Tempat Praktikum “Konsentrasi Larutan” dilaksanakan pada hari Selasa, 18 September 2018 pukul 07.30-11.30 WITA bertempat di Laboratorium Kimia Analisa dan Pengawasan Mutu Pangan, Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Departemen Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin, Makassar. II.2 Alat dan Bahan Praktikum ini menggunakan alat dan instrumen berupa cawan Schott, wadah plastik, pipet volume 10 ml, timbangan analitik (Thermo Genesys 20), batang pengaduk, spatula, Erlenmeyer 250 ml, gelas kimia 500 ml, botol kaca, gelas ukur 250 ml, bulb, pipet tetes, dan lemari asam (Camsco BT-2). Praktikum ini menggunakan bahan berupa padatan NaOH(s) 5 gr dan 10 gr, akuades(aq), larutan CH3COOH(l) 8,65 ml, larutan H2SO4(l) 2,038 ml, alkohol(l) 52,63 ml, aluminium foil, dan tissue. II.3 Prosedur Praktikum II.3.1 Pembuatan Larutan NaOH 2,5 M sebanyak 100 ml NaOH(s) ditimbang sebanyak 10 gram menggunakan timbangan analitik. Padatan NaOH kemudian dimasukkan ke dalam cawan Schott lalu ditambahkan dengan akuades(aq) untuk dilarutkan dengan menggunakan batang pengaduk. Larutan tersebut kemudian dimasukkan ke dalam Erlenmeyer yang masih terdapat akuades(aq) lalu diaduk menggunakan batang pengaduk hingga homogen. Setelah homogen, larutan diletakkan di atas air agar menjadi dingin. Larutan tersebut kemudian dimasukkan ke dalam botol kaca dan diberikan penanda menggunakan label.

86 II.3.2 Pembuatan CH3COOH 1,5 N sebanyak 100 ml Larutan CH3COOH dipipet sebanyak 8,65 ml menggunakan pipet volume kemudian dimasukkan ke dalam Erlenmeyer. Larutan tersebut kemudian ditambahkan dengan akuades(aq) 91,35 ml dan diaduk menggunakan batang pengaduk hingga menjadi homogen. Larutan CH3COOH 1,5 N yang telah jadi kemudian dimasukkan ke dalam gelas kaca dan diberikan penanda menggunakan label. II.3.3 Pembuatan Larutan NaOH 5% sebanyak 100 ml NaOH(s) ditimbang sebanyak 5 gram menggunakan timbangan analitik. Padatan NaOH kemudian dimasukkan ke dalam cawan Schott lalu ditambahkan dengan akuades(aq) untuk dilarutkan dengan menggunakan batang pengaduk. Larutan tersebut kemudian dimasukkan ke dalam Erlenmeyer yang masih terdapat akuades(aq) lalu diaduk menggunakan batang pengaduk hingga homogen. Setelah homogen, larutan diletakkan di atas air agar menjadi dingin. Larutan tersebut kemudian dimasukkan ke dalam botol kaca dan diberikan penanda menggunakan label. II.3.4 Pembuatan Larutan H2SO4 0,75 N sebanyak 100 ml Larutan H2SO4 dipipet sebanyak 2,038 ml menggunakan pipet volume kemudian dimasukkan ke dalam Erlenmeyer. Larutan tersebut kemudian ditambahkan dengan akuades(aq) 97,962 ml dan diaduk menggunakan batang pengaduk hingga menjadi homogen. Larutan H2SO4 0,75 N yang telah jadi kemudian dimasukkan ke dalam gelas kaca dan diberikan penanda menggunakan label.

II.3.5 Pembuatan Larutan NaOH 2,5 m sebanyak 100 ml Pembuatan larutan NaOH 2,5 m dilakukan dengan menimbang 10 gr NaOH(s) menggunakan timbangan analitik terlebih dahulu. NaOH(s) yang telah ditimbang kemudian dimasukkan ke dalam cawan schoot dan ditutup rapat menggunakan aluminium foil agar tidak meleleh. Langkah selanjutnya adalah mengambil akuades(aq) sebanyak 100 ml dan diletakkan ke dalam Erlenmeyer. Akuades(aq) kemudian ditambahkan ke dalam cawan Schott yang berisi NaOH(s) dan diaduk menggunakan batang pengaduk hingga menjadi homogen. Setelah homogen, larutan yang berada di dalam cawan schott kemudian dituang ke dalam Erlenmeyer yang masih tedapat akuades(aq). Erlenmeyer kemudian diaduk lagi menggunakan batang pengaduk hingga menjadi homogen. Selanjutnya, Erlenmeyer yang berisi larutan direndam ke dalam wadah yang berisi air agar menjadi dingin. Larutan NaOH kemudian dipindahkan ke dalam botol kaca dan diberi penanda menggunakan label. II.3.6 Pembuatan Alkohol(l) 50% sebanyak 100 ml Alkohol(l) dipipet sebanyak 52,63 ml menggunakan pipet volume kemudian dimasukkan ke dalam Erlenmeyer. Larutan tersebut kemudian ditambahkan dengan akuades(aq) 43,37 ml dan diaduk menggunakan batang pengaduk hingga menjadi homogen. Alkohol(l) 50% yang telah jadi kemudian dimasukkan ke dalam gelas kaca dan diberikan penanda menggunakan label.

87 III. HASIL DAN PEMBAHASAN III.1 Hasil Tabel hasil praktikum pembuatan larutan adalah sebagai berikut: Tabel 1. Hasil Pembuatan Larutan Klp

Bahan

V1 (ml) -

V2 (ml) 100

C1

C2

NaOH

m (gr) 10

1

-

2

CH3COOH

-

8,65

91,35

3 4

NaOH H2SO4

5 -

2,038

100 97,96 2

5

NaOH

10

-

100

99 % 36, 8 N -

2,5 M 1,5 N 5% 0,75 N

6

Alkohol

-

52,63

47,37

95 %

2,5 m 50%

Sumber: Data Primer Hasil Praktikum Aplikasi Teknik Laboratorium, 2018.

Keterangan: m = zat terlarut (gr) V1 = volume terlarut (ml) V2 = volume akuades (ml) C1 = konsentrasi awal C2 = konsentrasi akhir III.2 Pembahasan III.2.1 Larutan Larutan merupakan campuran homogen yang terjadi dalam satu fase. Larutan terdiri atas zat terlarut (solute) dan pelarut (solvent). Zat yang jumlahnya banyak biasanya disebut sebagai pelarut, sedangkan zat yang jumlahnya sedikit biasanya disebut sebagai terlarut. Larutan dengan jumlah maksimum zat terlarut pada temperatur tertentu dapat disebut sebagai larutan jenuh. Sebelum mencapai titik jenuh, larutan tersebut dapat disebut sebagai larutan tidak jenuh. Namun, terkadang dijumpai zat terlarut yang lebih banyak dibandingkan dengan pelarut dan biasa disebut sebagai larutan lewat jenuh. Berdasarkan wujud dari pelarutnya, suatu larutan dapat digolongkan ke dalam larutan padat, cair ataupun gas. Zat terlarut dalam ketiga fasa larutan tersebut juga dapat berupa gas, cair ataupun padat. Hal ini diperkuat dengan pernyataan

Khoerunnisa, dkk (2008) yang menyatakan bahwa larutan merupakan campuran homogen yang terdiri dari zat terlarut (solute) dan pelarut (solvent). Hal ini juga didukung oleh pernyataan FX Laksono (2005) yang mengatakan bahwa larutan yang memiliki jumlah maksimum zat terlarut biasanya disebut sebagai larutan jenuh dan jika belum mencapai maksimum maka disebut sebagai larutan tidak jenuh. Kelarutan atau solubilitas adalah kemampuan suatu zat kimia tertentu, zat terlarut (solute), untuk larut dalam suatu pelarut (solvent). Kelarutan dinyatakan dalam jumlah maksimum zat terlarut yang larut dalam suatu pelarut pada kesetimbangan. Larutan hasil yang mencapai kesetimbangan dapat disebut sebagai larutan jenuh sedangkan larutan yang mengandung jumlah zat terlarut yang kurang disebut sebagai larutan tidak jenuh. Selain itu, juga terdapat larutan kelewat jenuh, yaitu larutan yang mengandung zat terlarut dalam konsentrasi lebih banyak daripada yang seharusnya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Pangestuti (2017) yang mengatakan bahwa kelarutan adalah sifat instrinsik dari zat terlarut baik berupa padat, cair, atau gas untuk dapat terlarut di dalam pelarut dan membentuk larutan yang homogen. III.2.2 Konsentrasi Larutan Konsentrasi larutan merupakan parameter yang menyatakan komposisi atau perbandingan kuantitatif antara zat terlarut dan pelarut. Terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengetahui komposisi kuantitatif konsentrasi suatu larutan, meliputi persen, part permillion (ppm), molaritas, molalitas, normalitas, dan fraksi mol. Hal

88 ini sesuai dengan pernyataan FX Laksono (2005) yang mengatakan bahwa persen, ppm, molaritas, molalitas, normalitas, dan fraksi mol merupakan bagian dari konsentrasi larutan. Normalitas merupakan jumlah mol ekivalen suatu zat terlarut pervolume (liter) larutan. Mol ekivalen dalam normalitas dapat diartikan sebagai jumlah mol proton/elektron yang diperlukan untuk menetralisir (mencapai kesetimbangan) suatu asam/basa. Normalitas berfungsi untuk menentukan jumlah mol dalam mencapai kesetimbangan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Kurniawati (2017) yang mengatakan bahwa normalitas merupakan jumlah ekivalen zat terlarut dalam larutan. Rumus dari normalitas antara lain sebagai berikut: m x 1000 N= BE x V Keterangan: N = Normalitas (N) m = Massa (gram) BE = Berat ekivalen (gram/mol) V = Volume (L) Molaritas merupakan jumlah mol zat terlarut dalam tiap volume (liter) larutan. Jika molaritas menghitung mol zat terlarut dalam tiap volume larutan, maka molalitas merupakan jumlah mol zat terlarut dalam tiap massa (1000 gram) pelarut. Molalitas berfungsi untuk menentukan jumlah mol dalam tiap massa pelarut. Berbeda dengan molalitas, molaritas berfungsi untuk menghitung mol tiap volume larutan. Hal ini sesuai dengan penyataan Kurniawati (2017) yang menyatakan bahwa molaritas merupakan jumlah mol zat terlarut per liter larutan.

Rumus dari molaritas dan molalitas antara lain sebagai berikut: g x 1000 M/m = Mr x V/P Keterangan: M = Molaritas (M) m = Molalitas (m) g = Massa zat terlarut (gram) Mr = Massa molekul relatif (gr/mol) V = Volume larutan (ml) P = Massa zat pelarut (gram) Fraksi mol merupakan perbandingan mol antara zat terlarut dengan jumlah mol semua komponen. Fungsi dari fraksi mol adalah untuk mengetahui jumlah dari mol zat terlarut dalam suatu larutan. Hal ini sesuai dengan penyataan FX Laksono (2005) yang mengatakan bahwa fraksi mol adalah perbandingan mol zat terlarut dengan semua komponen. Rumus dari fraksi mol antara lain sebagai berikut: nt Xt = nt + np np Xp = np + nt Xt + Xp = 1 Keterangan: Xt = fraksi mol zat terlarut Xp = fraksi mol zat pelarut nt = mol zat terlarut np = mol zat pelarut Persen konsentrasi larutan terdiri atas 3 yaitu persen berat, persen volume, dan persen massa-volume. Fungsi dari persen konsentrasi larutan adalah untuk untuk mengetahui persentase zat terlarut dalam suatu larutan. Persen berat menyatakan banyaknya massa zat terlarut dalam 100 gram larutan. Persen volume menyatakan banyaknya volume zat terlarut dalam 100 ml larutan, dan persen berat-volume menyatakan banyaknya

89 massa zat terlarut dalam 100 ml larutan. Selain persen konsentrasi larutan, juga terdapat part per million (ppm), yaitu massa zat terlarut (mg) di dalam 1000 ml larutan. Tujuan dari ppm adalah untuk mengetahui satu bagian di dalam sejuta bagian. Hal ini sesuai dengan pernyataan FX Laksono (2005) yang menyatakan bahwa persen konsentasi larutan terbagi atas 3, yaitu persen berat, persen volume, dan persen berat-volume. Rumus dari persen konsentrasi antara lain sebagai berikut: %W/W = %V/V =

massa zat terlarut (g)

x 100%

massa larutan (g) volume zat terlarut (ml )

%W/V =

volume larutan (ml ) massa zat terlarut (g) volume larutan (ml )

x100%

x 100%

Keterangan: %W/W= Persen berat %V/V = Persen volume %W/V = Persen berat/volume III.2.3 Pengenceran Pengenceran adalah pencampuran larutan pekat (berkonsentrasi tinggi) dengan cara menambahkan pelarut agar diperoleh konsentrasi akhir yang lebih kecil dan volume akhir yang lebih besar. Jika suatu larutan senyawa kimia yang pekat diencerkan, kadang kala sejumlah kalor dilepaskan. Hal ini terutama terjadi pada pengenceran asam sulfat pekat. Dalam pembuatan larutan dengan konsentrasi tertentu, sering dihasilkan konsentrasi yang tidak diinginkan. Untuk mengetahui konsentrasi yang sebenarnya, maka perlu dilakukan standarisasi. Standarisasi sering dilakukan dengan titrasi. Zat dalam jumlah yang relatif besar disebut sebagai pelarut. Dalam kimia, pengenceran diartikan sebagai pencampuran zat yang bersifat homogen antara zat terlarut dan pelarut dalam larutan. Zat yang jumlahnya lebih sedikit

di dalam larutan disebut sebagai zat terlarut (solute) sedangkan zat yang jumlahnya lebih banyak daripada zat-zat lain dalam larutan disebut pelarut (solvent). Hal ini sesuai dengan pernyataan Fauziah (2014) yang mengatakan bahwa pengenceran merupakan teknik yang dilakukan untuk mengurangi konsentrasi dari suatu larutan dengan cara menambahkan pelarut. III.2.4 Natrium Hidroksida (NaOH) Natrium hidroksida (NaOH) juga dikenal sebagai soda kaustik atau sodium hidroksida merupakan jenis basa logam kaustik. Senyawa ini biasanya digunakan diberbagai bidang industri, misalnya pada proses produksi tekstil, air minum, sabun, detergen, dan sebagainya. Natrium hidroksida murni memiliki bentuk yang padat berupa kristal putih. Senyawa ini juga dapat ditemukan dalam bentuk pelet, serpihan, butiran maupun larutan jenuh 50%. NaOH memiliki tingkat kelarutan yang tinggi pada air (kelarutan: 111 gr/100ml) dan akan melepaskan kalor ketika dilarutkan. Hal ini dikarenakan terjadi reaksi eksoterm, yaitu pelepasan kalor dari sistem ke lingkungan akibat titik didih NaOH yang lebih tinggi dibandingkan dengan air (titik didih NaOH = 318oC). Semakin banyak massa NaOH maka larutan akan semakin panas dan kalor yang dilepas juga akan semakin besar. Selain itu, ketika NaOH dilarutkan ke dalam air, NaOH akan terurai secara sempurna menjadi ion Na+ dan ion OH-. Ion Na memiliki kereaktifan (termasuk ke dalam golongan logam) sehingga dapat menimbulkan panas. Selain pada air, NaOH juga dapat larut pada etanol dan metanol. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sarastina (2014) yang

90 mengatakan bahwa NaOH merupakan senyawa jenis basa logam kaustik yang banyak digunakan dalam bidang industri. III.2.5 Asam Asetat (CH3COOH) Asam asetat atau biasa dikenal sebagai asam cuka merupakan senyawa kimia organik yang dapat digunakan sebagai pemberi rasa dan aroma pada bahan makanan. Karena kegunaan tersebut, maka asam cuka dapat larut pada air dalam berbagai perbandingan. Asam asetat memiliki konstanta dielektrik sedang yaitu 6,2 sehingga dapat melarutkan senyawa polar seperti garam anorganik dan gula maupun senyawa non-polar seperti minyak dan unsur-unsur seperti sulfur dan iodin. Asam ini akan mudah bercampur dengan pelarut polar atau nonpolar lainnya seperti air, kloroform dan heksana. Karena sifat kelarutan inilah, asam asetat banyak dimanfaatkan dalam industri kimia. Asam cuka memiliki rumus empiris C2H4O2. Rumus ini sering ditulis dalah bentuk CH3COOH. Asam cuka murni berbentuk cairan higroskopis yang memiliki titik beku 16,7oC serta tidak berwarna. Asam cuka merupakan hasil olahan makanan melalui fermentasi. Fermentasi glukosa secara anaerob menggunakan khamir akan menghasilkan etanol. Selanjutnya etanol akan difermentasikan secara aerob oleh bakteri menghasilkan asam cuka. Hal ini sesuai dengan pernyataan Janeta (2011) dalam Surtiyani (2015) yang mengatakan bahwa asam cuka dapat dibuat dari berbagai bahan baku yang mengandung gula atau pati melalui fermentasi glukosa yang diikuti oleh fermentasi etanol.

III.2.6 Asam Sulfat (H2SO4) Asam sulfat (H2SO4) merupakan asam mineral anorganik yang kuat. Zat ini dapat larut di dalam air pada semua perbandingan. Meskipun demikian, asam sulfat merupakan oksidator yang kuat. Reaksi asam sulfat pekat dengan air akan menimbulkan panas yang tinggi. Asam sulfat pekat juga bertindak sebagai dehidrator yaitu menarik air dari senyawa lain. Hal ini disebabkan oleh perbedaan massa jenis kedua zat. Air akan mengapung diatas asam sulfat karena massa jenisnya yang lebih rendah. Oleh sebab itu, jika pengenceran dilakukan dengan cara menambahkan akuades pada asam sulfat maka akan terjadi reaksi yang keras atau air menjadi mendidih (melepaskan kalor). Asam sulfat mempunyai banyak kegunaan dan merupakan salah satu produk utama industri kimia. Asam sulfat murni yang tidak diencerkan tidak dapat ditemukan secara alami di bumi karena sifatnya yang higroskopis. Asam sulfat 98% lebih stabil untuk disimpan dan merupakan bentuk asam sulfat yang paling umum. Asam sulfat memiliki berat molekul sebesar 98,94 gr/mol dengan titik didih 249oC. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sitinjak (2014) yang mengatakan bahwa asam sul...


Similar Free PDFs