Laporan Pengamatan Arsitektur Vernakuler Joglo Jogja PDF

Title Laporan Pengamatan Arsitektur Vernakuler Joglo Jogja
Author Tya Cyntya
Pages 35
File Size 2.6 MB
File Type PDF
Total Downloads 180
Total Views 610

Summary

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Rumah adalah bangunan yang dijadikan tempat tinggal selama jangka waktu tertentu. Rumah bisa menjadi tempat tinggal manusia maupun hewan, namun tempat tinggal yang khusus bagi hewan biasa disebut sangkar,sarang, atau kandang. Dalam arti khusus, rumah mengacu pada...


Description

Accelerat ing t he world's research.

Laporan Pengamatan Arsitektur Vernakuler Joglo Jog ja tya cyntya

Related papers

Download a PDF Pack of t he best relat ed papers 

MAKALAH ARSIT EKT UR NUSANTARA DAN ACEH (KELOMPOK).docx Sit i Mariam Bbahan uas sejarah joglo t ania novit a ARSIT EKT UR JAWA T ENGAH oddie SANT OSO

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang Rumah adalah bangunan yang dijadikan tempat tinggal selama jangka waktu tertentu. Rumah bisa menjadi tempat tinggal manusia maupun hewan, namun tempat tinggal yang khusus bagi hewan biasa disebut sangkar,sarang, atau kandang. Dalam arti khusus, rumah mengacu pada konsep - konsep sosial kemasyarakatan yang terjalin di dalam bangunan tempat tinggal. Rumah menjadi faktor utama bagi sebuah keluarga dalam membentuk karakter dan menciptakan pribadi yang baik. Maka dari itu harus dibangun rumah dengan fasilitas-fasilitas yang mencukupi dan memenuhi syarat rumah sehat sehingga terwujud tujuan yang diharapkan. Indonesia kaya akan ragam budaya. Termasuk khasanah arsitekturnyadari Aceh sampai Papua. Terdapat ciri arsitektur yang berbeda karena latar belakang yang beragam. Rumah bagi orang Jawa merupakan patokan tentramnya suatu keluarga, sebab dengan sudah mampu memiliki rumah, keluarga tersebut sudah merasa tenang, tidak harus nyewa atau ngindung (numpang). Rumah-rumah yang ada di daerah perkotaan sangat padat, sehingga hampir tidak ada batas atau garis pemisah antara rumah satu dengan lainnya. Berbeda dengan rumah-rumah yang ada di daerah pedesaan, yang penduduknya masih memiliki pekarangan cukup luas, maka batas antar rumah sangat jelas, misalnya dibatasi pagar, pohon atau tanaman. Dahulu hanya orang yang tergolong dan terpandang dalam masyarakatlah, yang dapat membangun rumah joglo yang besar dan megah. Berbeda dengan orang biasa, pada umumnya mereka membangun rumah setengah permanen, atau rumah bentuk kampung ata rumah limasan sederhana. Perbedaan dari sebutan rumah itu dilihat dari atapnya dan kelengkapan ruangan dalam satu rumah. Tapi sekarang Rumah Joglo sudah dapat dibuat oleh golongan manapun asalkan cukup biayanya. 1.2 Rumusan Masalah 1.

Bagaimana kondisi fisik rumah Joglo dikehidupan masyarakat Yogyakarta?

2.

Bagaimana tata ruang tentang rumah adat Joglo Yogyakarta?

3.

Apa nilai-nilai filosofis rumah adat Joglo Yogyakarta?

1

1.3 Tujuan Pembahasan Mendeskripsikan tentang Arsitektur Tradisional Rumah Adat Joglo Yogyakarta, khususnya Rumah Joglo Tanjung di Kec. Ngaglik, Sleman Yogyakarta.

1.4 Manfaat Penulisan 1. Menambah ilmu pengetahuan, wawasan umum dan luas. 2. Mendukung upaya pelestarian kebudayaan Arsitektur Tradisional Rumah Adat Joglo Yogyakarta. 3. Dapat menjadi salah satu referensi bagi penulisan mengenai rumah adat Joglo Yogyakarta.

1.5 Metode Pengumpulan Data Pada laporan ini, penulis menggunakan 2 metode penelitian, yaitu metode observasi (pengamatan) dan literatur. 1. Observasi (pengamatan) Penulis mendapatkan berbagai informasi dengan mengamati objek secara langsung dan melakukan wawancara 2. Literatur Penulis mencari sumber dengan membaca buku-buku dan situs-situs internet yang dijadikan landasan dan sumber dalam pembuatan laporan. 1.6 Sistematika Penulisan Pada laporan ini, bab I berisi penduhuluan dengan sub bab latar belakang masalah, tujuan pembahasan, perumusan masalah, metode pengumpulan data, dan sistematika penulisan. Kemudian pada bab II, berisi kajian pustaka yang digunakan sebagai pedoman dalam pembuatan laporan ini. Pada bab III, berisi gambaran obyek pengamatan yang menjawab pertanyaan-pertanyaan yang terdapat dalam sub bab perumusan masalah. Pada bab IV, berisipenutup yang didalamnya terdapat sub bab simpulan dan saran.

2

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1 Arsitektur Tradisional Jawa Rumah adat Jawa Tengah berbentuk rumah joglo. Sebuah bangunan joglo yang menimbulkan interpretasi arsitektur Jawa mencerminkan ketenangan, hadir di antara bangunanbangunan yang beraneka ragam. Interpretasi ini memiliki ciri pemakaian konstruksi atap yang kokoh dan bentuk lengkung-lengkungan di ruang per ruang. Rumah adat joglo yang merupakan rumah peninggalan adat kuno dengan karya seninya yang bermutu memiliki nilai arsitektur tinggi sebagai wujud dan kebudayaan daerah yang sekaligus merupakan salah satu wujud seni bangunan atau gaya seni bangunan tradisional. Istilah Joglo berasal dari kerangka bangunan utama dari rumah adat jawa terdiri atas soko guru berupa empat tiang utama dengan pengeret tumpang songo (tumpang sembilan) atau tumpang telu (tumpang tiga) di atasnya. Struktur joglo yang seperti itu, selain sebagai penopang struktur utama rumah, juga sebagai tumpuan atap rumah agar atap rumah bisa berbentuk pencu. Pada arsitektur bangunan rumah joglo, seni arsitektur bukan sekadar pemahaman seni konstruksi rumah, juga merupakan refleksi nilai dan norma masyarakat pendukungnya. Kecintaan manusia pada cita rasa keindahan, bahkan sikap religiusitasnya terefleksikan dalam arsitektur rumah dengan gaya ini. Pada bagian pintu masuk memiliki tiga buah pintu,yakni pintu utama di tengah dan pintu kedua yang berada di samping kiri dan kanan pintu utama. Ketiga bagian pintu tersebut memiliki makna simbolis bahwa kupu tarung yang berada di tengah untuk keluarga besar, sementara dua pintu di samping kanan dan kiri untuk besan, hal ini melambangkan bahwa tamu itu adalah raja yang harus di hormati dan di tempatkan di tempat yang berbeda dengan keluarga inti ataupun keluarga dari mempelai, demi menghormati kehadiran mereka dan memberi tempat yang berbeda dari keluarga sendiri dan itu adalah cara atau tata krama yangb pantas untuk menyambut tamu. Pada ruang bagian dalam yang disebut gedongan dijadikan sebagai mihrab, tempat Imam memimpin salat yang dikaitkan dengan makna simbolis sebagai tempat yang disucikan, sakral, dan dikeramatkan. Gedongan juga merangkap sebagai tempat tidur utama yang dihormati dan pada waktu-waktu tertentu dijadikan sebagai ruang tidur pengantin bagi anak-anaknya, ruang tengah melambangkan bahwa di dalam rumah tinggal harus ada tempat khusus yang disakralkan atau di sucikan supaya digunakan ketika acara-acara atau kegiatan tertentu yang sakral atau berhubungan dengan Tuhan, hal ini adalah salah satu cara bagi penghuni rumah untuk selalu mengingat keberadaan Tuhan ketika berada di dalam Rumah mereka.

3

Ruang depan yang disebut jaga satru disediakan untuk umat dan terbagi menjadi dua bagian, sebelah kiri untuk jamaah wanita dan sebelah kanan untuk jamaah pria. Masih pada ruang jaga satru di depan pintu masuk terdapat satu tiang di tengah ruang yang disebut tiang keseimbangan atau soko geder, selain sebagai simbol kepemilikan rumah, tiang tersebut juga berfungsi sebagai pertanda atau tonggak untuk mengingatkan pada penghuni tentang keesaan Tuhan. Begitu juga di ruang dalam terdapat empat tiang utama yang disebut soko guru. Hal ini melambangkan bahwa, pada hakekatnya manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa menjalani hidup seorang diri, melainkan harus saling bantu membantu satu sama lain, selain itu soko guru juga melambangkan empat hakikat kesempurnaan hidup dan juga ditafsirkan sebagi hakikat dari sifat manusia. Untuk membedakan status sosial pemilik rumah, kehadiran bentangan dan tiang penyangga dengan atap bersusun yang biasanya dibiarkan menyerupai warna aslinya menjadi ciri khas dari kehadiran sebuah pendopo dalam rumah dengan gaya ini Susunan ruang dalam bangunan tradisional Jawa pada prinsipnya terdiri dari beberapa bagian ruang yaitu : 1. Pendapa, difungsikan sebagai tempat melakukan aktivitas yang sifatnya formal (pertemuan, upacara, pagelaran seni dan sebagainya). Meskipun terletak di bagian depan, pendapa bukan merupakan ruang penerima yang mengantar orang sebelum memasuki rumah. Jalur akses masuk ke rumah yang sering terjadi adalah tidak dari depan melalui pendapa, melainkan justru memutar melalui bagian samping rumah 2. Pringgitan, lorong penghubung (connection hall) antara pendapa dengan omah njero. Bagian pringgitan ini sering difungsikan sebagai tempat pertunjukan wayang kulit/kesenian/kegiatan publik. Emperan adalah teras depan dari bagian omah-njero. Teras depan yang biasanya lebarnya sekitar 2 meter ini merupakan tempat melakukan kegiatan umum yang sifatnya nonformal 3. Omah njero, kadang disebut juga sebagai omah-mburi, dalem ageng atau omah. Kata omah dalam masyarakat Jawa juga digunakan sebagai istilah yang mencakup arti kedomestikan, yaitu sebagai sebuah unit tempat tinggal. 4. Senthong-kiwa, dapat digunakan sebagai kamar tidur keluarga atau sebagai tempat penyimpanan beras dan alat bertani. 5. Senthong tengah (krobongan), sering juga disebut sebagai boma, pedaringan, atau krobongan. Dalam gugus bangunan rumah tradisional Jawa, letak senthong-tengah ini paling dalam, paling jauh dari bagian luar. Senthong-tengah ini merupakan ruang yang menjadi pusat dari seluruh bagian rumah. ruang ini seringkali menjadi “ruang pamer” bagi keluarga penghuni rumah tersebut.Sebenarnya senthong-tengah merupakan ruang yang sakral yang sering menjadi tempat pelaksanaan upacara/ritual keluarga. Tempat ini juga menjadi ruang penyimpanan benda-benda pusaka keluarga penghuni rumah. 4

6. Senthong-tengen, fungsinya sama dengan sentong kiwa 7. Gandhok, bangunan tambahan yang mengitari sisi samping dan belakang bangunan inti.

Tata ruang rumah rakyat biasa (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah, 1982)

Tata ruang rumah bangsawan (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah, 1982)

5

2.2 Arsitektur Tradisional Yogjakarta Yogyakarta merupakan salah satu tempat paling poluler di Indonesia karena memiliki banyak sekali kebudaya yang menarik. Beragam tempat wisata, makanan khas, dan tempat belanja sungguh menjadi magnet bagi para wisatawan yang hendak berkunjung. Selain beberapa hal di atas, Yogyakarta masih menyimpan salah satu keunikan budaya warisan yaitu rumah adat. Rumah Adat Yogyakarta disebut rumah joglo. Menurut Narpawandawa, 1937-1938. Rumah adat di Jawa ada lima jenis yaitu kampung, panggung pe, tajug, limasan, dan joglo. Namun dalam perjalannanya, jenis rumah ini bekembang menjadi berbagai jenis bangunan rumah tradisional/adat, hanya saja tetap berpakem pada pola dasar lima rumah tersebut. Rumah Adat di Jawa itu penuh filosofi dan makna. Berbagai hal mulai dari ukuran, kerangka, kondisi perawatan rumah, dan ruang-ruang di dalam rumah serta kondisi disekitar rumah yang dikaitkan dengan status pemiliknya itu ditentukan terlebih dahulu. Ada sebuah perhitungan yang disebut "petang" mulai dari letak, waktu, arah, cetak pintu utama rumah, letang pintu pekarangan, ukuran, kerangka rumah, dan lain-lain agar pemilik rumah memperoleh ketenteraman, kesejahteraan, dan kemakmuran ketika menghuni rumah tersebut. Di dalam kehidupan kepercayaan masyarakat Kejawen, setiap kali membuat rumah baru tidak dilupakan adanya sesajen, yaitu pernak-pernik tertentu yang disajikan untuk badan halus, danghyang desa, kumulan desa dan sebagainya, agar dalam usaha pembangunan rumah baru tersebut mendapatkan keselamatan (R. Tanaya, 1984:66-78). Bagian-bagian Joglo  pendapa  pringgitan  dalem  sentong  gandok tengen  gandok kiwo Bagian pendapa merupakan bagian paling depan dari rumah Joglo yang terdapat ruangan luas tanpa sekat-sekat, biasanya digunakan untuk tempat pertemuan untuk acara besar bagi si pemilik rumah seperti acara pagelaran wayang kulit,tari,gamelan dan yang lain.Pada waktu ada acara syukuran biasanya sebagai tempat tamu besar. Pendopo biasanya terdapat soko guru,soko pengerek,tumpang sari. Bagian Pringgitan adalah bagian penghubung antara pendopo dan rumah dalem.Bagian ini dengan pendopo biasanya di batasi dengan seketsel dan dengan dalem dibatasi dengan gebyok.Fungsi bagian pringgitan biasanya sebagai ruang tamu. Bagian Dalem adalah bagian tempat bersantai keluarga. Bagian ruangan yang bersifat lebih privasi.

6

Berdasarkan bentuk keseluruhan tampilan dan bentuk kerangka, bangunan joglo dapat dibedakan menjadi 4 bagian :  Muda (Nom) : Joglo yang bentuk tampilannya cenderung memanjang dan meninggi (melar).  Tua (Tuwa) : Joglo yang bentuk tampilannya cenderung pendek (tidak memanjang) dan atapnya tidak tegak/cenderung rebah (nadhah).  Laki-laki (lanangan) : Joglo yang terlihat kokoh karena rangkanya relatif tebal.  Perempuan (wadon/padaringan kebak) : Joglo yang rangkanya relatif tipis/pipih. Di bagian tengah pendapa terdapat empat tiang utama yang dinamakan sakaguru. Ukurannya harus lebih tinggi dan lebih besar dari tiang-tiang/saka-saka yang lain. Di kedua ujung tiang-tiang ini terdapat ornamen/ukiran. Bagian atas sakaguru saling dihubungkan oleh penyambung/penghubung yang dinamakan tumpang dan sunduk. Posisi tumpang di atas sunduk. Dalam bahasa Jawa, kata “sunduk” itu sendiri berarti “penusuk”. Di bagian paling atas tiang sakaguru inilah biasanya terdapat beberapa lapisan balok kayu yang membentuk lingkaranlingkaran bertingkat yang melebar ke arah luar dan dalam. Pelebaran ke bagian luar ini dinamakan elar. Elar dalam bahasa Jawa berarti ‘sayap’. Sedangkan pelebaran ke bagian dalam disebut ‘tumpang-sari’. Elar ini menopang bidang atap, sementara Tumpang-sari menopang bidang langit langit joglo (pamidhangan). Untuk lebih lengkapnya, detail dari rangka joglo adalah sebagai berikut :

Detail rangkajoglo sumber : Ismunandar, 2001 (telah diolah)

7

2.3 Konstruksi Arsitektur Joglo Yogyakarta Berdasarkan bentuk keseluruhan tampilan dan bentuk kerangka, bangunan joglo dapat dibedakan menjadi 4 bagian : 

  

Muda (Nom) : Joglo yang bentuk tampilannya cenderung memanjang dan meninggi (melar). Tua (Tuwa) : Joglo yang bentuk tampilannya cenderung pendek (tidak memanjang) dan atapnya tidak tegak/cenderung rebah (nadhah). Laki-laki (lanangan) : Joglo yang terlihat kokoh karena rangkanya relatif tebal. Perempuan (wadon/padaringan kebak) : Joglo yang rangkanya relatif tipis/pipih.

Di bagian tengah pendapa terdapat empat tiang utama yang dinamakan sakaguru. Ukurannya harus lebih tinggi dan lebih besar dari tiang-tiang/saka-saka yang lain. Di kedua ujung tiangtiang ini terdapat ornamen/ukiran.Bagian atas sakaguru saling dihubungkan oleh penyambung/penghubung yang dinamakan tumpang dan sunduk. Posisi tumpang di atas sunduk. Dalam bahasa Jawa, kata “sunduk” itu sendiri berarti “penusuk”. Di bagian paling atas tiang sakaguru inilah biasanya terdapat beberapa lapisan balok kayu yang membentuk lingkaran-lingkaran bertingkat yang melebar ke arah luar dan dalam. Pelebaran ke bagian luar ini dinamakan elar. Elar dalam bahasa Jawa berarti ‘sayap,. Sedangkan pelebaran ke bagian dalam disebut ‘tumpang-sari’. Elar ini menopang bidang atap, sementara Tumpangsari menopang bidang langit langit joglo (pamidhangan). Untuk lebih lengkapnya mengambil dari literature Ismunandar, 2001 (telah diolah), detail dari rangka joglo adalah sebagai berikut :

Detail rangkajoglo sumber : Ismunandar, 2001 (telah diolah)

8

1. Molo (mulo/sirah/suwunan), balok yang letaknya paling atas, yang dianggap sebagai “kepala” bangunan. 2. Ander (saka-gini), Balok yang terletak di atas pengeret yang berfungsi sebagai penopang molo. 3. Geganja, konstruksi penguat/stabilisator ander. 4. Pengeret (pengerat), Balok penghubung dan stabilisator ujung-ujung tiang; kerangka rumah bagian atas yang terletak melintang menurut lebarnya rumah dan ditautkan dengan blandar. 5. Santen, Penyangga pengeret yang terletak di antara pengeret dan kili. 6. Sunduk, Stabilisator konstruksi tiang untuk menahan goncangan/goyangan. 7. Kili (Sunduk Kili), Balok pengunci cathokan sunduk dan tiang. 8. Pamidhangan (Midhangan), Rongga yang terbentuk dari rangkaian balok/tumpang-sari pada brunjung. 9. Dhadha Peksi (dhadha-manuk), Balok pengerat yang melintang di tengah tengah pamidhangan. 10. Penitih/panitih. 11. Penangkur. 12. Emprit-Ganthil, Penahan/pengunci purus tiang yang berbentuk tonjolan; dudur yang terhimpit. 13. Kecer, Balok yang menyangga molo serta sekaligus menopang atap. 14. Dudur, Balok yang menghubungkan sudut pertemuan penanggap, penitih dan penangkur dengan molo. 15. Elar (sayap), Bagian perluasan keluar bagian atas sakaguru yang menopang atap. 16. Songgo-uwang, Konstruksi penyiku/penyangga yang sifatnya dekoratif

2.4 Ragam Hias Pada Rumah Joglo

Ragam Hias merupakan suatu bentuk tambahan pada suatu bengunan dengan lebih mementingkan estetika dan tanpa mempengaruhi fungsi, Namun kepercayaan jaman dulu ragam hias memiliki fungsi filosofis, seperti sebagai penunjuk derajat dari sang pemilik. Ragam hias pada bangunantradisional jawa pun memiliki jenis yang cukup beragam, peletakannya pun berbeda-beda.

9

FLORA 

Lung-Lungan Berasal dari kata “Lung” yang berarti batang tumbuhan yang melata dan masih muda

sehingga berbentuk lengkung. Peletakan Berada pada Balok rumah, pemidangan, tebeng pintu,jendela,daun pintu, patang aring.



Saton

Berasal dari kata ‘Satu” ialah nama jenis makanan berbentuk kotak dengan hiasan daun/bunga. Memiliki Warna dasar: merah tua, hijau tua; warna lung-lungan: kuning emas,sunggingan. Peletakan berada pada Tiang bag. Bawah, balok blandar, sunduk, pengeret, tumpang, ander,pengisipada ujung dan pangkal.

10



Wajikan

Seperti irisan wajik yang berbentuk belah ketupat sama sisi, isinya berupa daun yang memusat/bunga. Memiliki Warna dasar: merah tua, Warna: kuning emas.Peletakan pada Tiang tengah/ titik persilangan kayu/sudut.



Nanasan

Wujudnya mirip buah nanas, sering disebut omah tawon/tawonan. Memiliki warna yang cenderung polos. Diaplikasikan pada Kunci blandar, ditengah dadha peksi.

11



Tlacapan

Berasal dari kata “tlacap”, brupa deretan segi tiga. Memiliki warna dasar: merah tua, hijau tua; warna lung-lungan: kuning emas,sunggingan. Terletak pada pangkal dan ujung balok kerangka bangunan.



Kebenan

Dari kata keben yaitu tuah berbentuk empat meruncing bagaimahkota. Memiliki Warna dasar: merah tua Warna: kuning emas, terletak pada Kancing blandar tumpang ujung bawah.

12



Patron

Dari kata ‘patra’ yang berarti daun, memiliki warna polos atau sunggingan, terletak pada Balok - balok kerangka bangunan, blandar.



Padma

Berasal dari bentuk profil singgasana budha yang berbenyuk bunga padma. Memiliki Warna polos/ sunggingan, terletak pada Upak, sebagai alas tiang.

13

FAUNA 

Kemamang

Arti menelan segala sesuatu yang bersifat jahat yang hendak masuk, memiliki warna polos atau sunggingan, terletak pada pintu regol.

 `Peksi garuda Sebagai lambang pemberantas kejahatan, memiliki Warna polos/ sunggingan, kuning emas, terletak pada Bubungan, tebeng, pintu gerbang



Mirong

Melambangkan putri mungkur, menggambarkan putri dari belakang. Memiliki Warna: merah tua, kuning emas, terletak pada Tiang-tiang bangunan

14

ALAM 

Gunungan

Sering disebut kayon yang artinyamirip gunungan, memiliki warna natural, terletak pada Tengah bubungan rumah.



Makutha

Dimaksudkan agar raja sebagai wakil tuhan memberkahi seisi rumah. memiliki warna natural, terletak pada Bubungan bag. Tengah atau tepi kanan dan kiri.



Praba

Berasal dari kata praba yang berarti sinar, memiliki warna emas, terletak pada Tiang bangunan utama, pada bagian bawah.

15



Mega Mendhung

Berarti awan putih dan hitam, dunia ada yang baik dan buruk. Memiliki Warna: polos, kuning emas, gelap terang. Terletak pada Hiasan tebeng pintu, jendela.



Anyaman

Tidak memiliki arti tertentu, hany...


Similar Free PDFs