MAKALAH BAB PUASA PDF

Title MAKALAH BAB PUASA
Author Junita Retnosari
Pages 36
File Size 557.5 KB
File Type PDF
Total Downloads 148
Total Views 388

Summary

1 DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................3 A. Latar Belakang ............................................................................................. 3 B. Rumusan Masalah .................................................


Description

1

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................3 A. Latar Belakang ............................................................................................. 3 B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 3 C. Tujuan Pembahasan ..................................................................................... 4 BAB II POKOK PEMBAHASAN ..........................................................................5 A. Pengertian Puasa .......................................................................................... 5 B. Rukun Puasa Dan Syarat Puasa.................................................................... 6 1. Rukun puasa................................................................................................. 6 2. Syarat - Syarat Puasa ................................................................................... 6 C. Macam-Macam Puasa .................................................................................. 9 1. Puasa-Wajib ................................................................................................. 9 2. Puasa-Haram .................................................................................................9 3. Puasa Makruh..............................................................................................13 4. Puasa Tathawwu’ atau Puasa Sunnah ........................................................ 14 D. Hal Yang Disunnahkan Saat Puasa ............................................................ 18 1. Sahur .......................................................................................................... 19 2. Menta’hirkan makan sahur ........................................................................ 19 3. Menyegerakan berbuka .............................................................................. 19 4. Berbuka dengan kurma, sesuatu yang manis, atau dengan air. ...................19 5. Berdoa sewaktu berbuka puasa. ................................................................. 20 6. Memberi makanan untuk berbuka bagi orang-orang yang berpuasa. ........ 20 7. Hendaklah memperbanyak sedekah selama dalam bulan puasa. ............... 20 8. Menyibukkan diri dengan ilmu pengetahuan,............................................ 20

2

E. Hal Yang Membolehkan Pembatalan Puasa .............................................. 21 1. Perjalanan................................................................................................... 21 2. Sakit ........................................................................................................... 21 3. Dan 4. Wanita Hamil dan Wanita Menyusui ............................................. 22 5. Masa Tua.................................................................................................... 23 6. Rasa Lapar Dan Haus Yang Membahayakan ............................................ 23 7. Terpaksa ..................................................................................................... 24 F.

Hal Yang Membatalkan Puasa. .................................................................. 24 1.Makan dan minum ...................................................................................... 24 2.Muntah yang disengaja ............................................................................... 25 3.Bersetubuh .................................................................................................. 26 4.Keluar darah haid (kotoran) atau nifas (darah sehabis melahirkan) ............26 5.Gila.............................................................................................................. 26 6. Keluar mani dengan sengaja ...................................................................... 26

G. Qadha, Kifarat dan Fidyah ......................................................................... 26 1.

Hal-Hal Yang Harus Dilakukan Jika Puasa Batal .................................. 26

2.

Hukum Qadha ......................................................................................... 27

3.

Kafarat .................................................................................................... 30

4.

Fidyah ..................................................................................................... 31

H. Faedah Puasa .............................................................................................. 32 BAB III ANALISIS DAN DISKUSI .....................................................................34 BAB IV KESIMPULAN .......................................................................................35

3

BAB I PENDAHULUAN A.

Latar Belakang Alhamdulillah Hirobbil Alamin kami ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat dan Hidayah-Nya, sehingga kami kelompok 5 dapat menyelesaikan makalah Pendidikan Agama Islam yang berjudul “Puasa” dengan baik dan lancar. Kami menyadari masih banyak kekurangan yang terdapat dalam makalah ini. Oleh karena itu kami mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun, sehingga tugas ini dapat menjadi bahan bacaan yang bermanfaat bagi para pembaca. Pentingnya pembahasan mengenai bab Puasa adalah yang Pertama, sebagai salah satu bentuk rasa syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rezeki bagi kita. Kedua, sebagai perisai diri dari nafsu dan amarah. Ketiga, puasa juga bisa digunakan untuk menjaga kesehatan. Keseluruhan dari makalah ini adalah pada Bab I berisi tentang latar belakang kenapa kami membuat makalah ini, rumusan masalah yang berisi beberapa pokok pembahasan yang akan kami ulas pada makalah dan tujuan pembahasan mengenai puasa. Pada Bab II terdapat materi pembahasan dari beberapa rumusan masalah yang sudah kami sertakan pada Bab I. Bab III berisi analisa dan diskusi dari kelompok kami dengan para rekan Manajemen Reg. B. Dan yang terakhir, pada Bab IV berisikan kesimpulan dari pembahasan materi Puasa.

B.

Rumusan Masalah 1. Apa pengertian puasa baik secara Etimologi maupun Terminologi? 2. Apa saja rukun dan syarat puasa? 3. Apa saja macam-macam puasa? 4. Hal apa saja yang disunnahkan dalam puasa? 5. Hal apa saja yang membolehkan pembatalan puasa?

4

6. Hal apa saja yang dapat membatalkan dan tidak membatalkan puasa? 7. Apa itu Qadha, Kifarat dan Fidyah? 8. Apa saja hikmah puasa? C.

Tujuan Pembahasan 1. Ingin memahami pengertian puasa 2. Ingin memahami rukun dan syarat puasa 3. Ingin memahami macam-macam puasa 4. Ingin memahami apa saja yang disunnahkan saat puasa 5. Ingin memahami apa saja yang membolehkan pembatalan puasa 6. Ingin memahami hal yang membatalkan dan tidak membatalkan puasa 7. Ingin memahami Qadha, Kifarat dan Fidyah 8. Ingin memahami hikmah puasa

5

BAB II POKOK PEMBAHASAN A.

Pengertian Puasa Dari segi bahasa, puasa berarti menahan (imsak) dan mencegah (kaff) dari sesuatu. Misalnya, dikatakan “shama ‘anil-kalam”, artinya menahan dari berbicara. Allah SWT berfirman sebagai pemberitahuan tentang kisah Maryam:

ُ ‫إِنِّي نَ َذ ۡر‬... ٢٦ ‫نس ٗيا‬ ِ ِ‫ص ۡو ٗما فَلَ ۡن أُ َكلِّ َم ۡٱليَ ۡو َم إ‬ َ ‫ت لِلر َّۡح َٰ َم ِن‬ “Sesungguhnya aku telah bernadzar berpuasa untuk Tuhan Yang Maha Pemurah...”(Q.S. Maryam : 26) Maksutnya, diam dan menahan diri dari berbicara. Orang Arab lazim mengatakan, “shama an-nahar”, maksutnya perjalanan matahari berhenti pada batas pertengahan siang. Adapun menurut syarak (syara’), puasa berarti menahan diri dari hal-hal yang membatalkannya dengan niat yang dilakukan oleh orang bersangkutan pada siang hari, mulai terbit fajar sampai terbenam matahari. Dengan kata lain, puasa menurut istilah adalah menahan diri dari perbuatan (fi’li) yang berupa dua macam syahwat (syahwat perut dan syahwat kemaluan serta menahan diri dari segala sesuatu agar tidak masuk perut, seperti obat atau sejenisnya. Hal itu dilakukan pada waktu yang telah ditentukan, yaitu semenjak terbit fajar sampai terbenam matahari, oleh orang tertentu yang berhak melakukannya, yaitu orang Muslim, berakal, tidak sedang haid, dan tidak sedang nifas. Puasa harus dilakukan dengan niat, yakni, bertekad dalam hati untuk mewujudkan perbuatan itu secara pasti, tidak ragu-ragu. Tujuan niat adalah membedakan antara perbuatan ibadah dan perbuatan yang telah menjadi kebiasaan.1

1

Dr. Wahbah Al-Zuhayly, Puasa dan Itikaf (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005), 84-85.

6

B.

Rukun Puasa Dan Syarat Puasa 1.

Rukun puasa Ialah menahan diri dari dua macam syahwat, yakni syahwat perut dan syahwat kemaluan. Maksudnya, menahan diri dari segala sesuatu yang membatalkannya. 2 Dalam buku Fiqh Islam disebutkan ada 2 rukun puasa, yaitu: a. Niat pada malamnya, yaitu setiap malam selama bulan Ramadhan. Yang dimaksud dengan malam puasa ialah malam yang sebelumnya. Sabda Rasulullah SAW :

“Barang siapa yang tidak berniat puasa pada malamnya sebelum fajar terbit, maka tiada puasa baginya.” (Riwayat Lima Orang Ahli Hadis) Kecuali puasa sunat, boleh berniat pada siang hari, asal sebelum zawal (matahari condong ke barat). b. Menahan diri dari segala yang membatalkan sejak terbit fajar sampai terbenam matahari.3 2.

Syarat - Syarat Puasa a. Syarat Wajib Puasa 1) Baligh Puasa tidak diwajibkan atas anak kecil. Akan tetapi, puasa yang dilakukan oleh anak kecil yang mumayiz, hukumannya sah, seperti halnya sholat. Wali anak tersebut, menurut mazhab Syafi’i, Hanafi, dan hanbali, wajib menyuruhnya berpuasa ketika dia telah berpuasa tujuh tahun. Dan jika anak kecil itu tidak mau berpuasa,

2 3

Dr. Wahbah Al-Zuhayly, Puasa dan Itikaf (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005), 85. H. Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2014), 230.

7

walinya wajib memukulnya ketika di atelah berusia sepuluh tahun. Hal itu dimaksudkan agar dia menjadi terbiasa dengan puasa, seperti halnya sholat. Kecuali, terkadang seseorang mampu melakukan sholat, tetapi belum tentu mampu berpuasa.4 Sabda Rasulullah SAW : “Tiga orang terlepas dari hukum (a) orang yang sedang tidur hingga ia bangun, (b) ornag gila sampai ia sembuh, (c) kanak-kanan sampai ia balig.” (Riwayat Abu Dawud dan Nasai)5 2) Berakal Puasa tidak wajib dilakukan oleh orang gila, orang pingsan dan orang-orang mabuk, karena mereka tidak dikenai khithab taklifiy; mereka tidak berhak berpuasa. Pendapat ini dipahami dari Hadis Nabi SAW berikut:

Pena diangkat dari tiga orang; dari anak kecil sampai dia dewasa, dari orang gila sampai dia sadar, dan dari orang tidur sampai dia terjaga.6 Orang yang akalnya (ingatannya) hilang tidak dikenai kewajiban

berpuasa.

Dengan

demikian,

puasa

yang

dilakukan oleh orang gila, orang pingsan, dan orang mabuk tidak sah. Sebab, mereka tidak berkemungkinan untuk melakukan niat.7 3) Mampu (Sehat) dan Berada di Tempat Tinggal (Iqamah) 4

Dr. Wahbah Al-Zuhayly, Puasa dan Itikaf (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005), 163. H. Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2014),227. 6 Dr. Wahbah Al-Zuhayly, Puasa dan Itikaf (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005), 162. 7 Ibid, 163. 5

8

Puasa tidak diwajibkan atas orang sakit. Walaupun demikian

mereka

wajib

mengqadhanya.

Kewajiban

mengqadha puasa bagi keduanya ini telah disepakati oleh para ulama. Tetapi jika keduanya ternyata berpuasa, puasanya dipandang sah. Dalilnya ialah ayat berikut:

‫ة ِّم ۡن أَي ٍَّام أُخ ٖۚ ََر‬ٞ ‫ان ِمن ُكم َّم ِريضًا أَ ۡو َعلَ َٰى َسفَ ٖر فَ ِع َّد‬ َ ‫ت فَ َمن َك‬ ٖ ٖۚ ‫أَي َّٗاما َّم ۡع ُدو َٰ َد‬ ُ‫ لَّ ٖۚهۥ‬ٞ‫ع خ َۡي ٗرا فَهُ َو خ َۡير‬ َ ‫ين فَ َمن تَطَ َّو‬ َ ‫َو َعلَى ٱلَّ ِذ‬ ٖٖۖ ‫ة طَ َعا ُم ِم ۡس ِك‬ٞ َ‫ين يُ ِطيقُونَهۥُ فِ ۡدي‬ ١٨٤ ‫ون‬ َ ‫ر لَّ ُكمۡ ِإن ُكنتُمۡ ت َۡعلَ ُم‬ٞ ‫َوأَن تَصُو ُمو ْا خ َۡي‬ “(yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada harihari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah,

(yaitu):

memberi

makan

seorang

miskin.

Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui” (Q.S. Al-Baqarah: 184) b.

Syarat Sah Puasa8 1) Islam. Orang yang bukan Islam tidak sah puasa. 2) Mumayiz (dapat membedakan yang baik dengan yang tidak baik). 3) Suci dari darah haid (kotoran) dan nifas (darah sehabis melahirkan). Orang yang haid atau nifas itu tidak sah berpuasa, tetapi keduanya wajib mengqadha (membayar) puasa yang tertinggal itu secukupnya.

8

H. Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2014), 169.

9

Dari Aisyah. Ia berkata, “kami disuruh oleh Rasulullah SAW mengqada puasa dan tidak disuruhnya mengqada salat,” (Riwayat Bukhari) 4) Dalam waktu yang diperbolehkan puasa padanya. Dilarang puasa pada dua hari raya dan hari Tasyrik (tanggal 11-12-13 bulan Haji). Dari Anas, “Nabi SAW telah melarang berpuasa lima hari dalam satu tahun; (a) Hari Raya Idul Fitri, (b) Hari Raya Haji, (c) tiga hari Tasyriq (tanggal 11,12,13 bulan Haji).” (Riwayat Daruqutni)9 C.

Macam-Macam Puasa Puasa banyak macamnya; puasa-wajib, puasa sunah (tathawwu), puasa yang diharamkan, dan puasa yang dimakruhkan.10 1.

Puasa-Wajib Puasa jenis ini terdiri dari tiga macam : a. Puasa yang diwajibkan karena waktu tertentu, yakni puasa pada bulan ramadan, b. Puasa yang diwajibkan karena suatu sebab (‘illat), yakni puasa kafarat, dan c. Puasa yang diwajibkan karena seseorang mewajibkan puasa kepada dirinya sendiri, yakni puasa nazar.

2.

Puasa-Haram11 Puasa jenis ini ialah sebagai berikut : a. Puasa sunnah (nafilah) seorang perempuan yang dilakukan tanpa

izin

suaminya.

Kecuali,

jika

suaminya

tidak

memerlukannya. Misalnya, ketika suaminya sedang bepergian, sedang melakukan ihram haji atau umrah, atau sedang 9

H. Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2014), 229. Dr. Wahbah Al-Zuhayly, Puasa dan Itikaf (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005), 107. 11 Ibid, 108-109. 10

10

melakukan itikaf. Puasa ini diharamkan berdasarkan hadis yang diriwayatkan dalam kitab Ash-Shahihain berikut: “Seorang perempuan tidak dihalalkan berpuasa ketika suaminya hadir di sampingnya, kecuali dengan izinnya.”12 Lagipula, faktor yang menyebabkan pengharaman puasa ini ialah karena memenuhi hak suami merupakan kewajiban, yang tidak boleh diabaikan karena ada perbuatan sunnah. Seorang perempuan yang berpuasa tanpa izin suaminya, maka puasanya maka puasanya dipandang sah, sekalipun diharamkan; seperti halnya seorang yang salat di tempat hasil gasab. Suami perempuan tersebut berhak menyuruhnya membatalkan puasa, demi memenuhi hak dan kebutuhannya. Puasa jenis ini, menurut mazhab Hanafi, hukumnya makruh tanzihiy. b. Puasa pada hari yang diragukan (yaumus-sakk). Yakni, puasa pada hari ketiga puluh bulan Syakban, ketika orang-orang meragukan bahwa hari itu termasuk bulan Ramadan. Para fukaha mempunyai beberap ungkapan yang hampir sama mengenai batasan antara bulan Syakban dan Ramadan. Namun mereka

berbeda

pendapat

dalam

penetapan

hukumnya.

Walaupun demikian, mereka bersepakat bahwa puasa tersebut tidak makruh. Bahkan, mereka membolehkan puasa itu dilakukan jika bertepatan dengan kebiasaan melakukan puasa sunah, misalnya puasa sunah hari Senin dan hari Kamis. Dengan demikian, puasa yang dilakukan sehari atau dua hari sebelum Ramadan, hukumnya makruh. Kecuali, jika sebelumya seseorang telah terbiasa melakukan puasa sunah. Alasan pemakruhan puasa ini, karena khawatir puasa itu dianggapp sebagai tambahan untuk bulan Ramadan. Puasasunah yang dilakukan tanpa ada keraguan, hukumnya tidak

12

Dr. Wahbah Al-Zuhayly, Puasa dan Itikaf (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005), 108.

11

makruh. Oleh karena itu, seseorang tidak boleh berpuasa pada hari syak, kecuali puasa sunah. Menurut mazhab Maliki yang masyhur, puasa syak terjadi pada tanggal 30 Syakban ketika langit pada malam itu (tanggal tiga puluh) dalam keadaan mendung, sehingga hilal tidak bisa terlihat. Jika langit cerah, hari syak tidak ada. Dengan demikian, jika pada saat itu hilal tidak terlihat, berarti sudah pasti bahwa hari esoknya masih termasuk bulan Syakban. Pendapat ini sama dengan pendapat mazhab Hanafi. Disebut juga hari syak jika hilal disaksikan oleh seseorang yang kesaksiannya tidak diterima, seperti hamba sahaya, perempuan, atau orang fasik. Sedangkan, jika langit dalam keadaan mendung hari itu dipandang masih termasuk bulan Syakban hal demikian ini didasarkan atas hadis yang terdapat dalam kita Ash-Shahihain berikut:

“Jika

langit

mendung

di

atas

kalian,

maka

sempurnakanlah bilangan bulan Syakan sebanyak tiga puluh hari.”13 Puasa hari syak yang dilakukan karena berhati-hati (ihtiyath), kalau hari itu termasuk bulan Ramadan, hukumnya makruh. Puasa yang demikian dipandang sebagai puasa Ramadan. Barang siapa pada pagi hari itu tidak makan dan tidak minum, kemudian ternyata bahwa hari itu termasuk bulan Ramadan, puasanya tidak dipandang sebagai puasa Ramadan. Puasa pada hari itu boleh dilakukan oleh orang yang terbiasa melakukan puasa sunah terus menerus atau puasa pada hari yang ditentukan, misalnya hari Kamis. Pembolehan puasa pada hari 13

Dr. Wahbah Al-Zuhayly, Puasa dan Itikaf (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005), 111.

12

itu dengan melihat kasus seperti di atas adalah sebagaimana dibolehkan melakukan puasa sunah pada hari yang sama, atau seperti mengqadha puasa Ramadan yang lalu, atau puasa kafarat karena sumpah atau yang lainnya, atau puasa nazar yang harinya ditentukan, atau puasa

karena

menghormati

kedatangan

seseorang yang semuanya ternyata dilakukan pada hari syak. Seseorang disunahkan melakukan imsa (mencegah hal-hal yang membatalkan puasa) pada hari syak. Tujuannya, untuk mengetahui hal yang sebenarnya. Jika ternyata hari itu adalah bulan

Ramadan,

penghormatan

dia

telah

kepadanya,

melakukan

meskipun

imsak

semula

sebagai

dia

tidak

melakukan imsak. Puasa qadha, puasa nazar, atau puasa kafarat yang dilakukan pada hari syak, hukumnya tidak makruh. Karena, ketiga jenis puasa tersebut wajib hukumnya. Jika seseorang berpuasa pada hari syak sesuai dengan kebiasaanya kemudian ternyata hari itu termasuk bulan Ramadan, puasanya tidak dipandang sebagai puasa Ramadan. Dia wajib melakukan imsak pada hari itu, serta wajib mengqadhanya setelah bulan Ramadan berakhir.14 Kesimpulannya, puasa yang dilakukan pada hari syak, hukumnya makruh menurut Jumhur dan haram menurut mazhab Syafi’i. c. Puasa pada hari raya dan hari-hari Tasyrik.15 Menurut mazhab Hanafi, puasa yang dilakukan pada harihari tersebut hukumnya makruh tahrimiy, sedangkan menurut mazhab yang lainnya haram, serta tidak sah menurut mazhab yang lain baik puasa tersebut merupakan puasa wajib maupun puasa sunah. Seseorang dianggap melakukan maksiat jika 14 15

Dr. Wahbah Al-Zuhayly, Puasa dan Itikaf (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005), 113. Ibid, 113.

13

sengaja berpuasa pada hari-hari tersebut. Puasa-wajib yang dilakukan di dalamnya dipandang t...


Similar Free PDFs