MAKALAH FARMAKOTERAPI ANEMIA PDF

Title MAKALAH FARMAKOTERAPI ANEMIA
Author M. Aditya
Pages 41
File Size 1.2 MB
File Type PDF
Total Downloads 36
Total Views 435

Summary

MAKALAH FARMAKOTERAPI ANEMIA Disusun oleh: Aditya 24041116217 Lisda Widyawati 24041116069 Tenti Budiarti 24041116265 Ujang Mumad 24041116267 UNIVERSITAS GARUT FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM STUDI FARMASI S1 2019 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anemia merupakan salah satu ...


Description

Accelerat ing t he world's research.

MAKALAH FARMAKOTERAPI ANEMIA Muhammad Armin Aditya Aditya

Cite this paper

Downloaded from Academia.edu 

Get the citation in MLA, APA, or Chicago styles

Related papers

Download a PDF Pack of t he best relat ed papers 

MAKALAH FARMAKOTERAPI

ANEMIA

Disusun oleh: Aditya 24041116217 Lisda Widyawati 24041116069 Tenti Budiarti 24041116265 Ujang Mumad 24041116267

UNIVERSITAS GARUT FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM STUDI FARMASI S1

2019

BAB I PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Anemia merupakan salah satu masalah kesehatan di seluruh dunia terutama negara

berkembang yang diperkirakan 30% penduduk dunia menderita anemia. Anemia banyak terjadi pada masyarakat terutama pada remaja dan ibu hamil. Anemia pada remaja putri sampai saat ini masih cukup tinggi, menurut World Health Organization (WHO) (2013), prevalensi anemia dunia berkisar 40-88%. Jumlah penduduk usia remaja (10-19 tahun) di Indonesia sebesar 26,2% yang terdiri dari 50,9% laki-laki dan 49,1% perempuan (Kemenkes RI, 2013). Anemia adalah sekelompok penyakit yang ditandai dengan penurunan hemoglobin (Hb) atau sel darah merah (SDM), menghasilkan penurunan kapasitas pembawa oksigen dalam darah.

Anemia adalah sekelompok penyakit yang ditandai oleh penurunan hemoglobin (Hb) atau volume sel darah merah (RBC), yang menghasilkan penurunan kapasitas pembawa oksigen darah. Anemia didefinisikan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebagai Hb kurang dari 13 g / dL (kurang dari 130 g / L; kurang dari 8,07 mmol / L) pada pria dan kurang dari 12 g / dL (kurang dari 120 g / L; kurang dari 7,45 mmol / L) pada wanita. Anemia defisiensi besi (IDA) ditandai dengan penurunan kadar feritin (paling sensitif marker) dan serum besi, serta penurunan saturasi transferrin. Hb dan hematokrit menurun kemudian. Morfologi sel darah merah meliputi hipokromia dan mikrositosis. Sebagian besar pasien cukup diobati dengan terapi besi oral, walaupun terapi besi parenteral diperlukan pada pasien tertentu populasi. Kekurangan vitamin B12, anemia makrositik, bisa karena asupan yang tidak memadai, sindrom malabsorpsi, dan pemanfaatan yang tidak memadai. Anemia disebabkan oleh kurangnya faktor intrinsik, mengakibatkan penurunan penyerapan vitamin B12, disebut anemia pernisiosa. Neurologis gejala dapat hadir dan dapat menjadi ireversibel jika kekurangan vitamin B12 tidak segera diobati. Terapi oral atau parenteral dapat digunakan untuk penggantian.

Kekurangan asam folat, anemia makrositik, hasil dari asupan yang tidak memadai, menurun penyerapan, dan peningkatan kebutuhan folat. Perawatan terdiri dari pemberian oral folat asam, bahkan untuk pasien dengan masalah penyerapan. Asupan asam folat yang cukup sangat penting dalam wanita usia subur untuk mengurangi risiko cacat tabung saraf pada anakanak mereka. Anemia adalah salah satu masalah klinis paling umum pada lansia, meskipun bukan komplikasi penuaan yang tak terhindarkan. Konsentrasi Hb rendah tidak "normal" pada orang tua. Anemia dikaitkan dengan peningkatan risiko rawat inap dan kematian, penurunan kualitas hidup, dan penurunan fungsi fisik pada lansia. Anemia peradangan (AI) adalah istilah yang lebih baru digunakan untuk menggambarkan anemia penyakit kronis dan anemia penyakit kritis. AI adalah anemia hipoproliferatif yang secara tradisional telah dikaitkan dengan proses infeksi atau inflamasi, cedera jaringan, dan kondisi yang terkait dengan pelepasan sitokin proinflamasi. Perubahan karakteristik dalam ukuran sel darah merah yang terlihat dalam indeks eritrosit dapat menjadi langkah pertama dalam klasifikasi morfologis dan pemahaman anemia. Anemia dapat diklasifikasikan menurut ukuran RBC sebagai makrositik, normositik, atau mikrositik. Kekurangan vitamin B12 dan defisiensi asam folat keduanya anemia makrositik. Contoh anemia mikrositik adalah defisiensi besi, sedangkan normositik anemia dapat dikaitkan dengan kehilangan darah baru-baru ini atau penyakit kronis. Lebih dari satu etiologi anemia dapat terjadi secara bersamaan. Dimasukkannya penyebab yang mendasari anemia membuat diagnosis terminologi lebih mudah dipahami (misalnya, anemia mikrositik sekunder akibat defisiensi besi). Anemia mikrositik adalah hasil dari defisiensi kuantitatif dalam sintesis Hb, biasanya karena zat besi defisiensi atau gangguan pemanfaatan zat besi. Akibatnya, eritrosit yang mengandung Hb tidak mencukupi terbentuk. Mikrositosis dan hipokromia adalah kelainan morfologis yang memberikan bukti gangguan Sintesis Hb. Anemia makrositik dapat dibagi menjadi anemia megaloblastik dan nonmegaloblastik. Tipe dari anemia makrositik dapat dibedakan secara mikroskopis dengan pemeriksaan apusan darah tepi. Megaloblas adalah sel khusus yang mengekspresikan kelainan biokimia sintesis DNA terbelakang, menghasilkan pertumbuhan sel yang tidak seimbang. Anemia megaloblastik dapat mempengaruhi semua garis sel hematopoietik. Penyebab paling umum dari anemia megaloblastik adalah kekurangan vitamin B12 dan folat. Anemia macrocytic nonmegaloblastik

dapat timbul dari penyakit hati, hipotiroidisme, hemolitik proses, dan alkoholisme. Anemia hemolitik sering bersifat makrositik, mencerminkan peningkatan jumlah retikulosit yang bersirkulasi, yang rata-rata lebih besar daripada sel darah merah matang. Anemia memengaruhi sebagian besar populasi dunia. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), hampir 1,6 miliar orang (25% dari populasi dunia) menderita anemia. Anemia didefinisikan oleh WHO sebagai hemoglobin (Hb) kurang dari 13 g / dL (kurang dari 130 g / L; kurang dari 8,07 mmol / L) pada pria atau kurang dari 12 g / dL (kurang dari 120 g / L; kurang dari 7,45 mmol / L) pada wanita. Di Amerika Serikat, tentang 3,5 juta orang Amerika menderita anemia berdasarkan data yang dilaporkan sendiri dari National Center for Health Statistik. Diperkirakan jutaan orang tidak menyadari bahwa mereka menderita anemia, menjadikannya salah satu di antara mereka kondisi yang paling tidak terdiagnosis di Amerika Serikat. Kekurangan zat besi adalah penyebab utama anemia di seluruh dunia, terhitung sebanyak 50% dari kasus. Data terbaru menunjukkan bahwa prevalensi keseluruhan anemia telah menurun di Amerika Serikat pada anak-anak usia prasekolah dan wanita usia subur selama 20 tahun terakhir, tetapi prevalensi anemia defisiensi besi (IDA) tidak berubah secara signifikan dalam kelompok yang sama ini. Alasan untuk perubahan ini tetap tidak jelas. Meskipun Kekurangan gizi terjadi lebih jarang di Amerika Serikat, operasi obesitas yang dapat menyebabkan kekurangan adalah menjadi semakin umum. Anemia diakibatkan dari beberapa faktor,

salah satunya adalah tubuh kehilangan

banyak darah, eritropoiesis (proses pembentukan erirosit atau hemoglobin) yang kurang didalam tubuh, hemolysis (proses pemecahan sel darah merah) berlebihan.

1.2

Rumusan Masalah 1.2.1 Bagaimana anemia secara umum ? 1.2.2 Bagaimana terapi untuk anemia ? 1.2.3 Bagimana evaluasi terapi anemia ?

1.3

Tujuan 1.3.1 Menjelaskan anemia secara umum. 1.3.2 Menjelaskan terapi untuk anemia. 1.3.3 Menjelaskan evaluasi terapi anemia.

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Gambaran Umum Anemia 2.1.1 Definisi Anemia Anemia adalah sekelompok penyakit yang ditandai dengan penurunan hemoglobin (Hb) atau sel darah merah (SDM), menghasilkan penurunan kapasitas pembawa oksigen dalam darah.

Anemia adalah sekelompok penyakit yang ditandai oleh penurunan hemoglobin (Hb) atau volume sel darah merah (RBC), yang menghasilkan penurunan kapasitas pembawa oksigen darah. Anemia didefinisikan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebagai Hb kurang dari 13 g / dL (kurang dari 130 g / L; kurang dari 8,07 mmol / L) pada pria dan kurang dari 12 g / dL (kurang dari 120 g / L; kurang dari 7,45 mmol / L) pada wanita.

2.1.2 Klasifikasi Anemia Berdasarkan Etiologi 1. Anemia Hemolitik Adalah kondisi dimana hancurnya sel darah merah (eritrosit) lebih cepat dibandingkan pembentukannya. Terjadinya anemia hemolitik dapat dipicu oleh faktor dari dalam sel darah merah (intrinsik) maupun faktor dari luar sel darah merah (ekstrinsik). Anemia hemolitik ekstrinsik merupakan anemia hemolitik yang disebabkan oleh respons sistem imun yang merangsang limpa untuk menghancurkan sel darah merah. Sedangkan anemia hemolitik intrinsik merupakan anemia hemolitik yang disebabkan oleh sel darah merah yang tidak normal. Kondisi tersebut menyebabkan sel darah merah tidak memiliki masa hidup seperti sel normal. Anemia hemolitik intrinsik umumnya diturunkan secara genetik seperti anemia sel sabit atau thalassemia. 2. Anemia Defisiensi Besi Terlalu sedikit sel darah merah sehat karena kadar zat besi dalam tubuh terlalu sedikit dalam tubuh. Tanpa zat besi yang cukup, sel-sel darah merah tidak mampu membawa cukup oksigen ke jaringan tubuh. Anemia defisiensi besi (IDA) dapat disebabkan oleh asupan makanan

yang tidak memadai, penyerapan gastrointestinal (GI) yang tidak memadai, peningkatan kebutuhan zat besi (misalnya kehamilan), kehilangan darah, dan penyakit kronis.

3. Anemia Defisiensi Asam Folat Kondisi tubuh yang kekurangan sel darah merah karena kadar vitamin B12 dan B9 yang tidak memadai akibat defisiensi vitamin B12 dan folat. Penderita dapat mengalami berbagai gangguan medis. 4. Anemia Defisiensi B12 Kondisi tubuh yang kekurangan sel darah merah karena kadar vitamin B12 dan B9 yang tidak memadai. Kedua vitamin tersebut dibutuhkan untuk memproduksi sel darah merah yang mengangkut oksigen keseluruh tubuh. Anemia kekurangan vitamin B12 dan asam folat

dapat disebabkan oleh asupan makanan yang tidak memadai, penurunan penyerapan, dan pemanfaatan yang tidak memadai. Kekurangan faktor intrinsik menyebabkan penurunan penyerapan vitamin B12 (yaitu, anemia pernisiosa). Anemia defisiensi asam folat dapat disebabkan oleh hiperutilasi karena kehamilan, anemia hemolitik, mielofibrosis, keganasan, gangguan inflamasi kronis, dialisis jangka panjang, atau percepatan pertumbuhan. Obat-obatan dapat menyebabkan anemia dengan mengurangi penyerapan folat (misalnya, fenitoin) atau melalui antagonisme folat (misalnya, metotreksat).

2.1.3 Prevalensi Menurut WHO 2013, prevalensi anemia didunia berkisar 40 – 88 %. Jumlah penduduk usia remaja 10-19 th di Indonesia sebesar 26,2 % yang terdiri dari 50,9 % laki-laki dan 49,1% perempuan (Kemenkes RI, 2013). Prevalensi anemia di Indonesia yaitu 21,7% dengan penderita anemia berumur 15 – 24 th (Kemenkes RI 2014).

Populasi persentase tertinggi terjadinya anemia banyak terjadi pada anak – anak balita (bayi dibawah lima tahun) hal ini disebabkan karena anak usia balita berada pada masa pertumbuhan, dan pada saat ibu hamil mengalami kekurangan nutrisi, yang mengakibatkan anak lahir dengan keadaan nutrisi yang tidak tercukupi sehingga menyebabkan tubuh kekurangan hemoglobin yang mengakibatkan anemia. Kemudian persentase ke dua anemia terjadi pada ibu hamil, hal ini disebabkan karena pada saat hamil nutrisi yang diperlukan lebih tinggi dan volume darah akan bertambah hingga 50% untuk bisa mencukupi keperluan diri sendiri dan janin yang sedang tumbuh. Sehingga kebutuhan zat besi, asam folat dan

vitamin B12 lebih tinggi. Lalu persentase ketiga terjadi pada wanita, hal ini disebabkan karena pada dasarnya wanita membutuhkan asupan zat besi yang lebih tinggi. Kondisi – kondisi khusus seperti menstruasi, kehamilan, menyusui, menopause menuntut tubuh wanita untuk mendapatkan lebih banyak zat besi, asam folat dan vitamin B12. Keempat terjadi pada remaja, Saat remaja, pertumbuhan terjadi sangat cepat, sehingga kebutuhan gizi pun meningkat. Salah satu zat gizi yang kebutuhannya meningkat adalah zat besi yang dibutuhkan tubuh untuk pembentukan hemoglobin (sel darah merah) dan fungsi enzim. Dan terakhir terjadi pada lanjut usia, hal ini disebabkan karena pengurangan cadangan sumsum tulang terkait usia dapat membuat pasien usia lanjut lebih rentan terhadap anemia yang disebabkan oleh beberapa penyakit ringan dan sering tidak dikenal (misalnya, kekurangan nutrisi) yang secara negatif mempengaruhi erythropoiesis.

2.1.4 Etiologi Anemia terjadi akibat gangguan atau rusaknya mekanisme produksi sel darah merah yaitu dengan Menurunnya produksi sel-sel darah merah karena kegagalan dari sumsum tulang, Meningkatnya penghancuran sel-sel darah merah, Pendarahan, dan Rendahnya kadar eritropoietin, misalnya pada gagal ginjal yang parah (penyakit ginjal kronis).

2.1.5 Patofisiologi

ANEMIA HEMOLITIK anemia hemolitik dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu ekstravaskular dan intravaskular. Hemolisis ekstravaskular lebih sering terjadi dibandingkan intravaskular. Mekanisme primer dari hemolisis ekstravaskular adalah sekuestrasi dan fagositosis akibat deformabilitas sel darah merah yang buruk. Mekanisme intravaskular meliputi destruksi sel secara langsung, fragmentasi, dan oksidasi. Destruksi sel secara langsung dapat disebabkan oleh toksin dan trauma. Hemolisis fragmentasi terjadi jika faktor ekstrinsik menyebabkan luka dan ruptur pada sel darah merah. Hemolisis oksidatif timbul jika terjadi kegagalan pada mekanisme protektif sel.

ANEMIA DEFISIENSI BESI Zat besi sangat penting untuk fungsi semua sel. Tanpa zat besi, sel kehilangan kapasitasnya untuk transportasi elektron dan metabolisme energi. Kekurangan zat besi biasanya merupakan hasil dari keseimbangan besi negatif yang lama. Manifestasi defisiensi besi terjadi dalam tiga tahap. Pada tahap awal, toko besi berkurang tanpa kadar besi serum berkurang dan dapat dinilai dengan pengukuran feritin serum. Toko-toko memungkinkan zat besi untuk digunakan ketika ada peningkatan kebutuhan untuk sintesis Hb. Setelah toko habis, masih ada zat besi yang cukup dari pergantian RBC harian untuk sintesis Hb. Kerugian zat besi lebih lanjut akan membuat pasien rentan terhadap perkembangan anemia. Pada tahap kedua, defisiensi besi terjadi ketika zat besi toko habis, dan Hb berada di atas batas bawah normal untuk populasi tetapi dapat dikurangi untuk pasien tertentu. Ini dapat ditentukan dengan pengukuran CBC serial. Temuan termasuk berkurang saturasi transferrin dan peningkatan TIBC. Tahap ketiga terjadi ketika Hb kurang dari nilai normal.

ANEMIA VITAMIN B12 Vitamin B12 bekerja erat dengan folat dalam sintesis blok bangunan untuk DNA dan RNA, sangat penting dalam menjaga integritas sistem neurologis, dan berperan dalam biosintesis dan asam lemak produksi energi. Ini adalah vitamin yang larut dalam air yang diperoleh secara eksogen dengan menelan daging, ikan, unggas, produk susu, dan sereal yang diperkaya. Tubuh menyimpan beberapa tahun vitamin B12, di antaranya sekitar 50% ada di hati. Tunjangan harian yang disarankan adalah 2 mcg pada orang dewasa dan 2,6 mcg dalam wanita hamil atau menyusui. Diet barat rata-rata menyediakan 5 hingga 15 mcg vitamin B12 setiap hari, di mana 1 hingga 5 mcg diserap.31 Kekurangan vitamin B12 biasanya membutuhkan waktu beberapa tahun untuk berkembang berikut kekurangan vitamin. Kekurangan vitamin B12 dapat menyebabkan komplikasi neurologis dan hematologi. Ini biasanya dimulai dengan parestesia bilateral pada ekstremitas; defisit dalam proprioception dan getaran juga bisa terjadi. Jika tidak diobati, ini dapat berkembang menjadi ataksia, gejala seperti demensia, psikosis, dan kehilangan penglihatan. Di anak-anak defisiensi yang berkepanjangan dapat menyebabkan perkembangan otak yang buruk.13,34 Pasien dengan yang tidak dapat dijelaskan neuropati harus dievaluasi untuk defisiensi vitamin B12.

ANEMIA DEFISENSI ASAM FOLAT Asam folat adalah vitamin yang larut dalam air yang siap dihancurkan dengan memasak atau mengolahnya. Ini diperlukan untuk produksi DNA dan RNA. Ini bertindak sebagai donor metil untuk membentuk methylcobalamin, yang digunakan dalam remetilasi homocysteine menjadi methionine. Karena manusia tidak mampu mensintesis secukupnya folat untuk memenuhi total kebutuhan harian, mereka bergantung pada sumber makanan. Sumber makanan utama folat termasuk segar, sayuran berdaun hijau, buah jeruk, ragi, jamur, produk susu, dan organ hewan seperti hati dan ginjal. Sebagian besar folat dalam makanan hadir dalam bentuk poliglutamat, yang harus dipecah menjadi bentuk monoglutamat sebelum penyerapan di usus kecil. Setelah diserap, folat makanan harus dikonversi ke bentuk aktif tetrahydrofolate melalui a reaksi bergantung cobalamin. Pada tahun 1997, Amerika Serikat mengamanatkan bahwa produk biji-bijian diperkaya dengan asam folat dalam upaya meningkatkan asupan diet folat. Jumlah suplemen ini dipilih untuk mengurangi insiden cacat tabung saraf tanpa menutupi vitamin B12 yang tersembunyi kekurangan.

2.1.6 Manifestasi Klinis 

Pucat pada kelopak mata dipengaruhi oleh hemoglobin yang berfungsi sebagai zat warna pada darah.



Mual penderita anemia sering mengalami gejala morning sickness atau mual segera setelah mereka bangun dari tempat .



Denyut jantung tidak beraturan anemia merupakan kekurangan sel darah merah dalam tubuh salah satu fungsi darah adalah untuk transfer oksigen dan nutrisi ke jantung. Sehingga ketika sel darah merah kekurangan makana dan nutrisi maka tidak akan sampai ke jaringan dan membuat jantung berdetak tidak beraturan karena sel merasa kekurangan nutrisi dan makanan.



Keletihan berlebihan karena pasokan energi tubuh sangat bergantung pada oksidasi sel darah merah, sehingga tingkat oksidasi dalam tubuh berkurang.



Sakit kepala Orang yang mengalami anemia sering mengeluh sakit kepala secara terus menerus. Kerena kekurangan sel darah merah membuat otak kekurangan oksigen. Sehingga menyebabkan sakit kepala.Kerontokan rambut.



Rambut rontok bias menjadi gejala anemia. Ketika kulit kepala tidak mendapatkan makanan dan nutrisi yang cukup dari tubuh, anda akan mengalami penipisan rambut dengan cepat.

2.1.7 Faktor Resiko 

Kekurangan vitamin dan asupan nutrisi Seperti : Rendah Zat Besi,Vitamin B12, dan Asam Folat



Gangguan Usus sehingga kemampuan menyerap nutrisi dan vitamin berkurang



Menstruasi, Kehamilan dan Genetik



Pendarahan



Penyakit Kronis



Usia Usia berpengaruh pada resiko terjadinya anemia. Seperti pada saat balita memiliki resiko terkena anemia karena anak usia balita berada pada masa pertumbuhan. Dan lanjut usia pengurangan cadangan sumsum tulang terkait usia dapat membuat pasien usia lanjut lebih rentan terhadap anemia yang disebabkan oleh kekurangan nutrisi yang secara negatif mempengaruhi erythropoiesis.



Jenis kelamin Jenis kelamin wanita lebih beresiko terkena anemia dibandingkan dengan laki – laki, karena pada dasarnya wanita membutuhkan asupan zat besi yang lebih tinggi. Kondisi – kondisi khusus seperti menstruasi, kehamilan, menyusui, menopause menuntut tubuh wanita untuk mendapatkan lebih banyak zat besi, asam folat dan vitamin B12.

2.1.8 Diagnosis (Pharmacotherapy Handbook 9th edition)

Presentasi Umum Anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pengujian laboratorium digunakan dalam evaluasi pasien dengan anemia. Pemeriksaan menentukan apakah pasien mengalami perdarahan dan menyelidiki kemungkinan penyebab anemia, seperti meningkatnya kerusakan sel darah merah, penekanan sumsum tulang, atau defisiensi besi. Tanda dan gejala anemia yang muncul tergantung pada laju perkembangan dan usia serta status kardiovaskular pasien. Tingkat keparahan gejala tidak selalu berkorelasi dengan derajat anemia. Pasien sehat dapat menyesuaikan diri dengan konsentrasi Hb yang sangat rendah jika anemia berkembang lambat. Anemia ringan sering dikaitkan dengan tanpa gejala klinis dan dapat ditemukan secara tidak sengaja setelah mendapatkan hitung darah lengkap (CBC) karena alasan lain. Tanda dan gejala pada lansia pasien dengan anemia dapat dikaitkan dengan usia mereka atau keadaan penyakit yang menyertainya. Orang tua mungkin tidak mentole...


Similar Free PDFs