Makalah musyarakah mutanaqishah PDF

Title Makalah musyarakah mutanaqishah
Author Muhammad Firmansyah
Pages 18
File Size 258 KB
File Type PDF
Total Downloads 178
Total Views 814

Summary

1 A. PENDAHULUAN Praktek akad Musyarakah Mutanaqishah merupakan praktek yang baru dan merupakan terobosan dalam transaksi ekonomi syariah. Transaksi Musyarakah Mutanaqishah dalam prakteknya di Lembaga Keuangan Syariah merupakan suatu produk yang menawarkan kepada nasabah solusi untuk memiliki asset ...


Description

1

A. PENDAHULUAN Praktek akad Musyarakah Mutanaqishah merupakan praktek yang baru dan merupakan terobosan dalam transaksi ekonomi syariah. Transaksi Musyarakah Mutanaqishah dalam prakteknya di Lembaga Keuangan Syariah merupakan suatu produk yang menawarkan kepada nasabah solusi untuk memiliki asset dalam hal ini properti seperti rumah, ruko, rukan, dll. Hadirnya transaksi Musyarakah Mutanaqishah sangat banyak manfaatnya untuk para nasabah LKS yang ingin memiliki properti dengan modal yang terbatas, karena dalam hal ini nasabah dan LKS bertindak sebagai mitra untuk pengadaan sebuah asset properti yang nantinya disewa oleh nasabah dan asset tersebut dibeli secara bertahap oleh nasabah. Hal ini sangat membantu nasabah dalam kemudahan untuk membeli rumah yang tentunya dengan transaksi yang sesuai dengan prinsip syariah. Meskipun merupakan praktek baru, tetapi konsep yang digunakan dalam praktek Musyarakah Mutanaqishah merupakan konsep multi akad (al-‘uqud almurakkabah) dengan menggabungkan akad syirkah, ijarah dan jual beli, yang mana multi akad merupakan suatu konsep yang sudah lama dikenal dalam terminologi ekonomi syariah bahkan praktek multi akad sudah ada sejak jaman Rasulullah SAW, terbukti dengan adanya hadits yang melarang adanya dua transakasi dalam satu transaksi. Hadits ini pun menimbulkan banyak penafsiran diantara para ulama, ada yang melarangnya secara mutlak, ada pula yang membolehkannya dengan ketentuan dan batasan tertentu karena melihat illat larangan dalam hadits ini. Terlepas dari adanya perbedaan pendapat mengenai praktek multi akad dikalangan ulama, mayoritas ulama telah merumuskan konsep konsep mengenai multi akad yang sesuai dengan syariah sehingga transaksi multi akad yang dialakukan tidak termasuk ke dalam kategori multi akad yang dilarang yang dimaksud dalam hadits Nabi tersebut. Dalam makalah ini akan dibahas bagaimana transaksi Musyarakah Mutanaqishah yang merupakan terobosan baru dalam transaksi ekonomi syariah dalam kaitannya dengan konsep multi akad yang masyhur berkembang dikalangan para ulama.

2

B. PEMBAHASAN 1. Pengertian Musyarakah Mutanaqishah Musyarakah Mutanaqishah merupakan produk turunan dari akad Musyarakah, yaitu bentuk akad kerjasama dua pihak atau lebih. Musyarakah dengan kata lain disebut syirkah secara bahasa berarti percampuran.1 Dalam hal ini mencampurkan modal dengan modal satu dengan yang lain sehingga tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya. Menurut Sayyid Sabiq syirkah adalah akad antara pihak yang berserikat dalam hal modal dan keuntungan. 2 Sementara Mutanaqishah berasal dari kata yatanaqishu-tanaqish-tanaqishan-mutanaqishun, yang berarti mengurang secara bertahap. Menurut

Fatwa

DSN

MUI

No.

73/DSN-MUI/XI/2008

Tentang

Musyarakah Mutanaqishah, yang dimaksud dengan Musyarakah Mutanaqishah adalah Musyarakah atau Syirkah yang kepemilikan asset (barang) atau modal salah satu pihak (syarik) berkurang disebabkan pembelian secara bertahap oleh pihak lainnya.3 Jadi dalam akad ini pihak pertama menjual bagian modal/harta nya kepada pihak kedua secara bertahap hingga pada akhirnya kepemilikan pihak pertama habis dibeli oleh pihak kedua dan harta syirkah menjadi milik pihak kedua secara penuh. Terdapat perbedaan ulama dalam memperkenalkan istilah Musyarakah Mutanaqishah, ada yang menyebutnya dengan istilah Musyarakah Mutanaqishah, karena memperhatikan kepemilkan salah satu pihak yang menjual kepemilikannya berkurang.

Ada

yang

menyebut

dengan

Musyarakah

Ziyadah,

karena

memperhatikan porsi kepemilikan salah satu pihak yang bertambah. Ada juga yang menyebutnya dengan Musyarakah Muntahiya Bit Tamlik, karena memperhatikan status kepemilikan modal usaha bersama pada waktu yang disepakati, yaitu menjadi milik syarik secara penuh. Ada juga yang menyebutnya dengan istilah Musyarakah Muqayyadah, karena kerja sama terikat yang 1

Muhammad, Teknik Perhitungan Bagi Hasil dan Profit Margin Pada Bank Syariah (Yogyakarta : UII Press. 2004), Hlm. 79 2 Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah Jilid 13, Terjemah Kamaluddin A Marzuki (Bandung : PT. Al-Ma’arif. 1996), Hlm. 174. 3 Fatwa DSN MUI No. 73/DSN-MUI/XI/2008 Tanggal 14 November 2008 Tentang Musyarakah Mutanaqishah

3

didalamnya terdapat keterikatan yang disepakati oleh kedua belah pihak antara lain :4 a. Kesepakatan untuk membeli barang modal milik bank oleh nasabah yang dilakukan secara angsur. b. Kesepakatan untuk melakukan prestasi tertentu (misalnya ijarah) yang dilakukan oleh nasabah karena harta yang dijadika modal dalam syirkah harus menghasilkan keuntungan. c. Kesepakatan untuk memindahkan kepemilikan modal dari bank kepada nasabah karena pembelian secara berangsur. Kemal Taufiq Muhammad Hathab menyatakan bahwa dalam Musyarakah Mutanaqishah terdapat beberapa akad yang dilakukan secara paralel antara lain :5 a. Syirkah Inan, yaitu dua syarik atau lebih menyertakan seluruh hartanya dengan jumlah yang tidak sama guna dijakdikan modal usaha bersama. b. Janji (wa’ad) dari pihak syarik kepada syarik yang lain untuk membeli barang modal yang disertakan. c. Pembelian barang modal oleh syarik yang membeli dilakukan secara berangsur. Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa Musyarakah Mutanaqishah,adalah : a. Turunan dari akad Musyarakah, dimana para pihak bekerjasama dalam bentuk modal untuk sebuah kepemilikan suatu asset. b. Ada pengurangan dan penambahan kepemilikan kedua belah pihak atas asset tersebut. Sampai akhirnya kepemilikkan atas asset tersebut pindah, secara penuh dimiliki oleh satu pihak. c. Perpindahan kepemilikkan tersebut dikarenakan satu pihak menjual kepemilikannya dan pihak yang satunya lagi membeli porsi kepemilikkan atas asset tersebut secara berangsur.

4

Maulana Hasanudin dan Jaih Mubarak, Perkembangan Akad Musyarakah, (Jakarta : Kencana, 2012), Hlm. 62 5 Ibid, Hlm. 64

4

2. Dasar Hukum Musyarakah Mutanaqishah Dalam Al-Qur’an Surat Shad Ayat 24 disebutkan :

               

“Dan Sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebahagian mereka berbuat zalim kepada sebahagian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh; dan Amat sedikitlah mereka ini". Dalam Hadits riwayat Abu Daud yaitu :6

ِ ‫ص‬ ِ َ‫يصي حدثَنَا حَُم حد بن الِزب ِرق‬ َِِ‫ان َع ْن أ‬ ِ ‫َحدثَنَا حَُم حد بْ حن حسلَْي َما َن الْ ِم‬ ْ ‫ْح‬ َ ِ ‫ث‬ ‫ال إِن اللهَ يَ حق ح‬ َ َ‫َحيا َن الت ْي ِم ِي َع ْن أَبِ ِيه َع ْن أَِِ حهَريْ َرَة َرفَ َعهح ق‬ ‫ول أَنَا ثَال ح‬ ِ ‫ْ ما ََ ََحن أَح حد حُا‬ ‫ت ِم ْن بَْينِ ِه َما‬ ‫صاحبَهح فَِإذَا َخانَهح َخَر ْج ح‬ َ َ َ ْ ْ َ ِ ْ ‫الش ِري َك‬

“Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Sulaiman Al Mishshishi, telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Az Zibriqan, dari Abu Hayyan At Taimi, dari ayahnya dari Abu Hurairah dan ia merafa'kannya. Ia berkata; sesungguhnya Allah berfirman: "Aku adalah pihak ketiga dari dua orang yang bersekutu, selama tidak ada salah seorang diantara mereka yang berkhianat kepada sahabatnya. Apabila ia telah mengkhianatinya, maka aku keluar dari keduanya." (H.R. Abu Daud)

Adapun menurut pendapat beberapa ulama mengenai hukum Musyarakah Mutanaqishah yaitu, Ibnu Qudamah, dalam Al-Mughni, (Beirut : Dar Al-Fikr, t. Th), Juz 5 Halaman 173 :7 “Apabila salah satu dari dua yang bermitra (Syarik) membeli porsi (bagian, hishshah) dari syarik lainnya, maka hukumnya boleh, karena (sebenarnya) ia membeli milik pihak lain.” Ibn Abidin dalam Kitab Raddul Mukhtar Juz III Halaman 365 :8 6

Abu Daud, Sunan Abu Daud, (Beirut : Dar Al-Fikr, 2007), Juz 3, Hlm. 402. Nomor Hadits : 2936 Dikutip dari Fatwa DSN MUI No. 73/DSN-MUI/XI/2008 Tanggal 14 November 2008 Tentang Musyarakah Mutanaqishah 7

5

“Apabila salah satu dari dua orang yang bermitra (syarik) dalam (kepemilikan) suatu bangunan menjual porsi (hishshah) nya kepada pihak lain, maka hukumnya tidak boleh, sedangkan (jika menjual porsinya tersebut) kepada syariknya maka hukumnya boleh.” Wahbah Az-Zuhaili menyebutkan dalam kitab Al-Muamalah Al-Maliyah Al-Muasirah halaman 436-437 :9 “Musyarakah Mutanaqishah ini dibenarkan dalam syariah, karena sebagaimana Ijarah Muntahiyah bi-al-Tamlik bersandar pada janji dari Bank kepada mitra (nasabah)-nya bahwa Bank akan menjual kepada mitra porsi kepemilikannya dalam Syirkah apabila mitra telah membayar kepada Bank harga porsi Bank tersebut. Di saat berlangsung, Musyarakah Mutanaqishah tersebut dipandang sebagai Syirkah ‘Inan, karena kedua belah pihak menyerahkan kontribusi ra’sul mal, dan Bank mendelegasikan kepada nasabah-mitranya untuk mengelola kegiatan usaha. Setelah selesai Syirkah Bank menjual seluruh atau sebagian porsinya kepada mitra, dengan ketentuan akad penjualan ini dilakukan secara terpisah yang tidak terkait dengan akad Syirkah.” Kemal Taufiq Muhammad Hatab dalam Jurnal Dirasat Iqtishadiyyah Islamiyyah, Muharram 1434, Jilid 10, Volume 2, halaman 48 menyatakan :10 “Mengingat bahwa sifat (tabiat) Musyarakah merupakan jenis jual-beli karena Musyarakah dianggap sebagai pembelian suatu porsi (hishshah) secara musya’ (tidak ditentukan batas-batasnya) dari sebuah pokok. Maka apabila salah satu mitra (syarik) ingin melepaskan haknya dari syirkah, maka ia menjual hishshah yang dimilikinya itu, baik kepada pihak ketiga maupun kepada syarik lainnya yang tetap melanjutkan Musyarakah tersebut.” Nuruddin Abdul Karim Al-Kawamilah, dalam kitab Al-Musyarakah AlMutanaqishah wa Tathbiqatuha Al-Mu’ashirah, (Yordan : Dar Al-Nafa’is, 2008), Halaman 133 menyebutkan :11 “Studi ini sampai pada kesimpulan bahwa Musyarakah Mutanaqisah dipandang sebagai salah satu macam pembiayaan Musyarakah dengan bentuknya yang umum; hal itu mengingat bahwa pembiayaan Musyarakah dengan bentuknya yang umum terdiri atas beberapa ragam dan macam yang berbeda-beda. Dilihat dari sudut “kesinambungan pembiayaan” 8

Ibid Ibid 10 Ibid 11 Ibid 9

6

(istimrariyah al-tamwil), Musyarakah terbagi menjadi tiga macam: pembiayaan untuk satu kali transaksi, pembiayaan Musyarakah permanen, dan pembaiayaan Musyarakah Mutanaqishah” 3. Musyarakah Mutanaqishah di Lembaga Keuangan Syariah Pada pelaksanaannya di lapangan oleh Lembaga Keuangan Syariah (LKS), akad

Musyarakah

Mutanaqishah

banyak

digunakan

dalam

pembiayaan

kepemilikan rumah atau properti lainnya seperti Ruko, Rukan, dll. Pembiayaan Musyarakah Mutanaqishah merupakan bentuk kerjasama kemitraan ketika LKS dan Nasabah bersama-sama membeli rumah atau properti lainnya. Asset tersebut kemudian disewakan kepada Nasabah dengan biaya sewa bulanan. Bagian pendapatan sewa nasabah digunakan sebagai penambah kepemilikan, sehingga pada saat akhir waktu pembiayaan, rumah atau properti tersebut menjadi milik Nasabah sepenuhnya.12 Pelaksanaan Musyarakah Mutanaqishah sudah diatur oleh DSN MUI melalui Fatwa DSN MUI No. 73/DSN-MUI/XI/2008, yang mana disebutkan disana ketentuan akad dan ketentuan khusunya antara lain :13 Ketentuan akad : a. Akad Musyarakah Mutanaqishah terdiri dari akad Musyarakah/ Syirkah dan Bai’ (jual-beli). b. Dalam Musyarakah Mutanaqishah berlaku hukum sebagaimana yang diatur dalam Fatwa DSN No. 08/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Musyarakah, yang para mitranya memiliki hak dan kewajiban, di antaranya: 1) Memberikan modal dan kerja berdasarkan kesepakatan pada saat akad. 2) Memperoleh keuntungan berdasarkan nisbah yang disepakati pada saat akad. 3) Menanggung kerugian sesuai proporsi modal.

12

Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2008), Hlm. 195 Dikutip dari Fatwa DSN MUI No. 73/DSN-MUI/XI/2008 Tanggal 14 November 2008 Tentang Musyarakah Mutanaqishah 13

7

c. Dalam akad Musyarakah Mutanaqishah, pihak pertama (syarik) wajib berjanji untuk menjual seluruh hishshah-nya secara bertahap dan pihak kedua (syarik) wajib membelinya. d. Jual beli sebagaimana dimaksud dalam angka 3 dilaksanakan sesuai kesepakatan. e. Setelah selesai pelunasan penjualan, seluruh hishshah LKS beralih kepada syarik lainnya (nasabah). Adapun ketentuan khususnya adalah sebagai berikut : a. Aset Musyarakah Mutanaqishah dapat di-ijarah-kan kepada syarik atau pihak lain. b. Apabila asset Musyarakah menjadi obyek Ijarah, maka syarik (nasabah) dapat menyewa aset tersebut dengan nilai ujrah yang disepakati. c. Keuntungan yang diperoleh dari ujrah tersebut dibagi sesuai dengan nisbah yang telah disepakati dalam akad, sedangkan kerugian harus berdasarkan proporsi kepemilikan. Nisbah keuntungan dapat mengikuti perubahan proporsi kepemilikan sesuai kesepakatan para syarik. d. Kadar/Ukuran bagian/porsi kepemilikan asset Musyarakah syarik (LKS) yang berkurang akibat pembayaran oleh syarik (nasabah), harus jelas dan disepakati dalam akad. e. Biaya perolehan aset Musyarakah menjadi beban bersama sedangkan biaya peralihan kepemilikan menjadi beban pembeli. Dari ketetentuan Fatwa tersebut dinyatakan bahwa : a. Musyarakah Mutanaqishah merupakan transaksi yang menghimpun beberapa akad yaitu Musyarakah dan Jual-beli (multi akad). b. Masing-masing pihak mempunyai janji satu sama lain. Pihak LKS berjanji dan wajib untuk menjual asset Musyarakah Mutanaqishah tersebut, dan nasabah berjanji dan wajib membeli porsi kepemilikan LKS atas asset tersebut. c. Asset dapat di-Ijarah-kan kepada syarik (nasabah) atau pihak lain. Dengan begitu, maka nasabah dapat menyewa asset tersebut sesuai dengan ujrah

8

yang disepakati, ataupun juga disewakan kepada pihak lain, karena prinsip ijarah ini merupakan pilihan yang dapat digunakan dalam Musyarakah Mutanaqishah. Pada dasarnya Musyarakah Mutanaqishah tidak terkait dengan sewa atau Ijarah, Musyarakah Mutanaqishah hanya terdiri dari akad Musyarakah dan Jualbeli. Namun dalam pelaksanaannya, dimana LKS sebagai Syarik memerlukan pendapatan dan keuntungan yang dapat diambil langsung dari akad ini, maka LKS menembahkan akad Ijarah dalam transaksi ini agar asset dapat menghasilkan keuntungan dan keuntungan tersebut akan dibagi hasilkan antara LKS dengan Nasabah. Sebenarnya pihak yang menyewa asset tersebut boleh siapapun dan pihak manapun, tidak harus nasabah, yang penting selama masa pembiayaan asset tersebut harus menghasilkan keuntungan tiap bulan berupa uang sewa. Dalam kenyatannya, pihak yang menyewa asset tersebut kebanyakan adalah nasabah itu sendiri yang mana porsi bagi hasil nasabah digunakan untuk membayar pembelian porsi kepemilikan kepada LKS. Transaksi Musyarakah Mutanaqishah antara LKS dan Nasabah dapat diilustrasikan sebagai berikut : “Harga rumah misalnya 100 juta rupiah. LKS berkontribusi memberikan modal untuk membeli rumah tersebut sebesar 70 juta, dan nasabah 30 juta. Karena kedua belah pihak telah berkongsi, maka LKS memiliki porsi kepemilikan 70% atas rumah tersebut, dan nasabah sebesar 30%. Dalam syariah islam atau fatwa MUI disebutkan bahwa barang tersebut bisa disewakan kepada siapapun, dalam hal ini asset tersebut disewakan kepada nasabah. Seandainya biaya sewa yang disepakati sebesar 1 juta perbulan, maka secara prinsip uang sewa tersebut adalah 700 ribu milik LKS dan 300 ribu milik Nasabah. Akan tetapi karena pada dasarnya Nasabah bertujuan untuk memiliki secara penuh asset tersebut dan akan membeli porsi kepemilikan LKS atas asset tersebut, maka uang yang 300 ribu tersebut tidak diambil oleh Nasabah dan diberikan kepada LKS sebagai bayaran atas pembelian porsi kepemilikan LKS atas asset tersebut. Dengan demikian, porsi kepemilikkan LKS atas asset tersebut setiap bulan semakin kecil dan porsi kepemilikkan Nasabah atas asset tersebut semakin besar setiap bulan. Hal ini

9

dilakukan setiap bulan, dimana bagi hasil pendapatan sewa atas asset tersebut dibagi sesuai porsi kepemilikkan masing-masing pihak hingga pada akhirnya, nasabah menjadi pemilik penuh atas asset tersebut. Itulah yang disebut dengan perkongsioan Musyarakah Mutanaqishah atau disebut dengan Decreasing Participation dari pihak LKS.”14 Musyarakah Mutanaqishah dapat dibuat skema sebagai berikut : Akad

Asset menjadi milik nasabah secara penuh pada akhir masa pembiayaan

Modal

Modal

LKS

Properti

Nasabah

Sewa

Keuntungan Bagian LKS

Bayar Biaya Sewa

Bagian Nasabah di berikan sebagai Pembayaran pembelian porsi kepemilikan

4. Konsep Multi Akad Dalam Musyarakah Muatanaqishah Musyarakah Mutanaqishah termasuk kedalam transaksi multi akad, terlihat sangat jelas bahwa dalam transaksi ini terhimpun lebih dari satu akad yaitu akad Syirkah, Ijarah, dan Jual-beli. Multi akad yang dalam fikih sering disebut dengan istilah Al-‘uqud al-murakkabah yang menurut Nazih Hammad adalah :15 “Kesepakatan dua pihak untuk melaksanakan suatu akad yang mengandung dua akad atau lebih seperti jual beli dengan sewa menyewa, hibah, wakalah, qardh, muzara’ah, sharf (penukaran mata uang), syirkah, Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktek, (Jakarta : Gema Insani, 2004), Hlm. 173174 15 Hasanudin, Konsep dan Standar Multi Akad Dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI), (Disertasi : 2008), Hlm. 52 : dikutip dari Nazih Muhammad, Al-‘Uqud al-murakkabah fi al-fiqh al-islamy, (Damaskus : Dar Al-Qalam, 2005), Cet. Ke-1, Hlm. 7

14

10

mudharabah, dst. Sehingga semua hak dan kewajiban yang ditimbulkannya dipandang sebagai suatu kesatuan yang tidak dapat dipisah-pisahkan, sebagaimana akibat hukum dari satu akad.” Menurut Al-‘Imrani16, ada dua bentuk utama dari akad murakkab,yaitu isytirath ‘aqdin fi ‘aqdin (persyaratan adanya akad lain atas suatu akad) yang disebut dengan akad timbal balik (al-uqud al-mutaqabilah) dan ijtima’ ‘aqdain fi ‘aqdin (terhimpun dua akad dalam satu akad), disebut dengan akad gabungan (al‘uqud al-mujtami’ah). Dua bentuk utama ini disebut akad murakkab baik kedua akad yang dihimpun merupakan akad sejenis atau tidak sejenis, akad yang saling menafikkan, berlawanan atau bahkan bertolak belakang. Bisa jadi objek dua akad itu adalah hal yang sama atau berbeda, dilakukan pada waktu yang sama atau berlainan, dengan harga yang sama atau yang berbeda. Antara masing-masing akad tersebut terdapat korelasi satu sama lain sehingga satu akad tersebut terbentuk apabila akad yang satunya lagi sudah terbentuk, seperti halnya dalam Musyarakah Mutanaqishah adanya akad ijarah dan jual-beli terbentuk apabila sudah dilakukan akad syirkah terlebih dahulu untuk membeli asset yang dimaksud. Serta mempunyai akibat hukum yang tidak dapat dipisah-pisahkan, sebagaimana akibat hukum yang timbul dari satu akad biasa yang sah. Sehingga menurut Al-‘Imrani meskipun terhimpun beberapa akad, tetapi tidak terdapat korelasi satu sama lain dan akibat hukum dari akad-akad tersebut dapat dipisah-pisahkan maka hal tersebut tidak dapat dinamakan dengan akad murakkab. Mengenai status hukum multi akad, ulama berbeda pendapat mengenai kebolehannya. Mayoritas ulama Hanafiyah, sebagian pendapat ulama Malikiyah, ulama Syafi’iyah, dan Hanbali berpendapat bahwa hukum multi akad sah dan di[erbolehkan menurut syariat islam. Bagi yang membolehkan beralasan bahwa hukum asal dari akad adalah boleh dan sah, tidak diharamkan selama ada dalil hukum yang mengharamkannya.17

16

Hasanudin, Konsep dan Standar Multi Akad Dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI), (Disertasi : 2008), Hlm. 52 : dikutip dari Al-‘Imrani, Al-‘uqud al-maliyah almurakkabah, Hlm. 46-47 17 Ibid, Hlm. 69

11

Hukum asal syara’ adalah bolehnya melakukan transaksi multi akad, selama setiap akad yang membangunnya ketika dilakukan sendiri-sendiri hukumnya boleh dan tidak ada dalil yang melarangnya. Ketika ada dalil yang melarang18, maka dalil itu tidak diberlakukan secara umum, tetapi mengecualikan pada kasus yang diharamkan menurut dalil itu. Karena itu, kasus itu dikatakan sebagai ...


Similar Free PDFs