Mekanisme hormonal betina, folikulogenesis, oogenesis PDF

Title Mekanisme hormonal betina, folikulogenesis, oogenesis
Course Veterinary Reproduction
Institution Universitas Gadjah Mada
Pages 9
File Size 441.1 KB
File Type PDF
Total Downloads 260
Total Views 403

Summary

Learning Objectives 1. Bagaimanakah mekanisme hormonal pada genitalia hewan betina? 2. Bagaimakah mekanisme folikulogenesis dan oogenesis? 3. Bagaimanakah mekanisme siklus estrus? 4. Bagaimanakah proses terjadinya fertilisasi? Pembahasan 1. Mekanisme hormonal genitalia betina ( Skema 1&a...


Description

Learning Objectives 1. Bagaimanakah mekanisme hormonal pada genitalia hewan betina? 2. Bagaimakah mekanisme folikulogenesis dan oogenesis? 3. Bagaimanakah mekanisme siklus estrus? 4. Bagaimanakah proses terjadinya fertilisasi? Pembahasan 1. Mekanisme hormonal genitalia betina ( Skema 1&2) Gonadotropin-releasing hormone (GnRH) yang disekresikan oleh hipotalamus akan mengatur siklus ovarian dan uterina, GnRH akan menstimulasi reeasenya foliclestimulatin hormone (FSH) dan luteinizing hormone (LH) dari anterior pituitary. FSH akan menginisiasi perkembangan foliel sementara LH akan menstimulasi perkembangan folikel ovarium selanjutnya. Selain itu, FSH dan LH akan menstimulasi folikel ovarian untuk mensekresikan estrogen. LH akan menstimulasi sel teka dari folikel yang berkembang untuk menghasilkan androgen. Di bawah pengaruh FSH, androgen akan diangkut oleh sel granulosa folikel dan kemudian dikonversi menjadi estrogen. Pada midcycle,LH akan merangsang ovulasi dan pembentukan corpus luteum. Dipengaruhi oleh LH, corpus luteum akan memproduksi estrogen, progesteron, relaxine, dan inhibin. Peran estrogen yang disekresikan oleh folikel ovarium antara lain a. Merangsang perkembangan saluran reproduksi betina, karakteristik sekunder, dan pertumbuhan ambing susu. b. Estrogen dapat meningkatkan anabolisme protein, termasuk perkembangan dan penguatan tulang. c. Estrogen akan merendahkan level kolesterol darah d. Level estrogen pada darah dapat enghambat pelepasan GnRH dari hipotalamus serta menghambat sekresi LH dan FSH dari adenohipofisis. Progesterone, yang disekresikan utamanya oleh korpus luteum, bersama dengan estrogen akan mempersiapkan endometrium untuk implantasi ovum yang terferilisasi dan untuk mempersiapkan glandla mammae untuk sekresi susu. Tingginya level progesteron juga mampu menghambat sekresi GnRH dan LH. (Derrrickson dan Tortora, 2009) Relaxin, yang disekresikan oleh corpus luteum dalam jumlah yang kecil tiap siklus estrus akan merelaksasikan uterus dengan cara menghambat kontraksi miometrium. Selama kebuntingan, plasenta akan memprodusi lebih banyak relaksin, dan akan terus 1

merelaksasikan otot polos uterus. Pada akhir periode kebuntingan, relaksin akan meningkatka fleksibilitas simpfisis pubis dan mendilatasikan cervix uteri, sehingga akan mempermudah partus. (Derrrickson dan Tortora, 2009) Inhibin disekresikan oleh sel granulosa folikel yang berkembang dan oleh corpus luteum seelah ovulasi. Inhibin akan menghambat sekresi FSH dan LH. (Derrrickson dan Tortora, 2009)

Skema 1. Hormon-hormon reproduksi hewan betina

2

Skema 2. Mekanisme hormonal genitalia betina

2. Siklus reproduktif Terdapat dua jenis siklus reproduktif, estrus dan menstrual, di mana istilah siklus ovarian merupakan interval antara dua fase ovulasi. Pada hewan domestik, yang memiliki periode estrus (sexual receptivity) yang terbatas, sebutan siklus estrus digunakan, dan onset proestrus dijadikan sebagai permulaan siklus. Pada primata, yang penerimaan seksualnya selama hampir seluruh siklus reproduktif, istilah siklus menstruasi digunakan, dengan onset menstruasi sebagai awal dari siklus. Hari pertama siklus baik estrus maupun menstruasi pada beberapa spesies dimulai segera setelah akhir dari fase luteal. Pada anjing periode anestrus normal membutuhkan waktu selama 3 bulan, memisahkan antara diestrus dan proestrus. (Toelihere, 1993) Pada hewan domestik, proestrus umumnya dimulai 48 jam setelah akhir dari fase luteal, anjing dan babi merupakan pengecualian, proestrus pada babi tidak terjadi selama 5 hingga 6 hari. Pada primata, menstruasi umumnya dimulai dalam 24 jam setelah akhir fase luteal. Meskipun kedua fase dimulai pada waktu yang sama (segera setelah fase luteal), waktu ovulasinya berbeda. Hal ini dikarenakan fase luteal dan folikuler pada primata terpisahkan oleh ovulasi yang terjadi sekitar 12 hingga 13 hari setelah onset menses. Pada sebagian besar hewan domestik, fase folikuler akan melengkapi fase luteal, sehingga 3

ovulasi terjadi segera setelah siklus estrus. Ovulasi pada hewan domestik mudah untuk diperkirakan karena estrus umumnya berhubungan erat dengan pelepasan GnRH dan ovulasi. (Toelihere, 1993) Siklus estrus telah diklasifikasikan dalam beberapa tahap, yaitu: a. Proestrus

: Periode perkembangan folikel, terjadi berturut-turut setelah regresi

jjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjluteal dan akhir estrus b. Estrus

: Periode penerimaan seksual

c. Metestrus

: Periode perkembangan awal corpus luteum (CL)

d. Diestrus

: periode matangnya corpus luteum

Istilah lain yang umum digunakan untuk hewan domestik meliputi aktivitas behavioral dan gonadal. Siklus dapat dideteksi melalui perilaku hewan tersebut (estrus atau tidak). Siklus juga dapat digambarkan sebagai aktifitas gonadal jika membedakan folikel dan corpus luteum dapat dilakukan. Fase folikuler meliputi proestrus dan estrus, sedangkan fase luteal meliputi metestrus dan diestrus. (Cunningham, 2007) Karena corpus luteum pada kuda sulit untuk diidentifikasi melalui palpasi per rectum, kuda umumnya diklasifikasikan dalam status sexual behavior: estrus dan nonestrus. Klasifikasi behavioral juga digunakan pada spesies domestik lainnya seperti kambing, babi, dan domba, karena kesulitan untuk mengidentifikasi status ovarian. Status ovarian pada ternak dapat ditentukan secara akurat melalui palpasi perrectum, dan umumnya sapi diklasifikasikan berdasar status ovarian: folicular dan luteal. Status ovarian pada anjing dan kucing dapat ditentukan dengan mengukur level progesteron serum. (Cunningham, 2007) 3. Folikulogenesis dan oogenesis Pembentukan gamet pada ovarium disebut sebagai oogenesis. Berbeda dengan spermatogenesis, yang mulai pada pubertas jantan, oogenesis telah dimulai pada betina bahkan sebelum hewan betina tersebut lahir (prenatal). Selama perkembangan awal fetal, primordial (primitive) germ sel akan berpindah dari yolk sac menuju ke ovarium. Di sana, sel germ akan berdiferensiasi di dalam ovarium menjadi oogonia. Oogonia bersifat diploid yang kemudian akan membelah secara mitosis untuk memproduksi jutaan sel germinal. Bahkan sebelum lahir, sebagian besar sel germinal akan berdegenerasi dalam suatu proses yang disebut sebagai atresia. Sebagian kecil folikel akan berkembang menjadi sel yang lebih besar yang disebut sebagai oosit primer yang memasuki profase meiosis I selama perkembangan fetus namun tidak terselesaikan hingga pubertas. Selama fase istirahat, tiap oosit primer dikelilingi oleh satu lapis sel squamus, dan seluruh struktur ini disebut 4

sebagai folikel primordial. Korteks ovarian yang dikelilingi oleh folikel primordial terdiri dari serabut kolgen dan seperti fibroblas sel stromal. Ketika lahir (partus), sekitar 200.000 hingga 2.000.000 oosit primer terdapat pada masing-masing ovarium. Dari keseluruhan, sekitar 40.000 akan tetap ada saat pubertas, dan sekitar 400 akan matang dan terovulasikan. Oosit primer lainnya akan mengalami atresia. (Derrickson dan Tortora, 2009) Selama usia produkif, FSH dan LH yang disekresikan oleh adenohipofisis akan menstimulasi perkembangan beberapa folikel primordial. Meskipun hanya satu yang menjadi matang tiap fase ovulasi. Sebagian kecil folikel primordial akan mulai tumbuh dan berkembang menjadi folikel primer. Tiap folikel primer terdiri dari oosit primer yang dikelilingi oleh beberapa lapisan kuboid pada fase perkembangan selanjutnya disebut sebagai sel granulosa. Pada bagian terluar dari sel granulosa terdapat membran basal. Seiring berkembangnya folikel primer, membran basal akan membentuk lapisan glikoprotein disebut sebagai zona pelusida di antara oosit primer dan sel granulosa. Selain itu, sel stromal yang mengelilingi membran basal mulai membentuk suatu lapisan yang disebut sebagai theca foliculi. Selanjutnya, folikel primer akan berkembang menjadi folikel sekunder. pada folikel sekunder, lapisan teka berdiferensiasi menjadi dua lapisan: (1) theca interna, lapisan internal tinggi vaskularisasi yang terdiri dari sel-sel kuboid sekretorik estrogen, dan (2) teka eksterna, lapisan luar sel stromal dan serabut kolagen. Selain itu, sel granulosa akan mulai mensekresikan cairan folikuler yang tertampung di dalam suatu cavitas yang disebut sebagai antrum di bagian tengah folikel sekunder. Bagian paling dalam dari sel granulosa akan menjadi keras dan menempel pada zona pelusida dan kini disebut sebagai korona radiata. (Gambar 1) Folikel sekunder akan menjadi lebih besar dan kemudian berkembang menjadi folikel graafian. Dalam fase folikel graaf ini, sesaat sebelum ovulasi, oosit primer akan menyelesaikan meiosis I, dan menghasilkan dua sel haploid dalam ukuran yang berbeda (masing-masing mengandung 23 kromosom). Sel yang berukuran lebih kecil disebut first polar body, berisi material genetik buangan. Sel yang lebih besar, disebut sebagai oosit sekunder, akan mengandung sitoplasma yang lebih besar. Setelah terbentuk, oosit sekunder akan memulai meiosis II namun berhenti pada metafase. Folikel graaf kemudian akan segera luruh dan melepaskan oosit sekunder, proses ini disebut ovulasi. (Derrickson dan Tortora, 2009) Pada saat ovulasi, oosit sekunder akan dilepaskan menuju cavum pelvis bersama dengan badan polar pertama dan corona radiata. Sel ini akan menuju ke oviduk. Jika tidak 5

terjadi fertilisasi, sel akan mengalami degenerasi. Jika sperma hadir pada oviduk dan mempenetrasi oosit sekunder, meiois II akan berlanjut. Oosit sekunder akan membelah menjadi dua sel haploid dalam ukuran yang berbeda. Sel yang berukuran besar disebut sebagai ovum atau sel telur yang matang, dan yang berukuran kecil disebut sebagai second polar body. Nukleus spermatozoa dan ovum kemudian bersatu, membentuk zigot diploid. Jika first polar body mengalami pembelahan menjadi dua polar bodies, maka oosit primer akan menghasilkan tiga badan polar yang kemudian ketiganya akan berdegenerasi, dan satu ovum. Jadi, satu oosit primer akan menghasilkan satu gamet. (Skema 3, 4, Gambar 1)

Skema 3. Oogenesis dan folikulogenesis

6

Gambar 1. Tahap-tahap perkembangan folikel (folikulogenesis)

Skema 4. Mekanisme pembentukan ovum (oogenesis) 7

4. Fertilisasi Perkembangan individual baru membutuhkan transfer dari gamet jantan ke saluran genitalia betina untuk fertilisasi gamet betina. Spermatozoa yang telah dikonsentrasikan dan disimpan pada epididimis akan mengalami perubahan dari metabolisme oksidatif menjadi glikolitik. Pada situasi ini, spermatozoa dalam keadaan metabolisme yang mereduksi. Spermatozoa yang matang hanya mampu melakukan metabolisme glukosa tertentu, seperti fruktosa, di dalam saluran reproduktif. Laktosa, glukosa, dektrosa, dan fruktosa umumnya digunakan untuk memperbanyak volume semen. (Cunningham, 2007) Sperma diejakulasikan umumnya ke vagina, meskipun sebagian hewan domestik (anjing, kuda, dan babi) mengejakulasikannya langsung ke cervix dan uterus. Pergerakan sperma menuju cervix didukung oleh perubahan induksi estrogen pada mukosa cervix, yang menghasilkan formasi kanal-kanal yang mampu memfasilitasi pergerakan spermatozoa. Hal inilah yang menjadi alasan pada primata akan terjadi sekresi mukus tipis sebelum ovulasi sehingga waktu ovulasi dapat diprediksi. (Cunningham, 2007) Lingkungan sistem genitalia betina umumnya kurang sesuai untuk spermatozoa; contoh, sel darah putih akan sesegera mungkin menuju ke lumen uterus karena sel spermatozoa merupakan benda asing pada saluran genitalia betina. Namun, reservoir khusus pada saluran genitalia betina juga ada yang mendukung keselamatan transportasi spermatozoa; meliputi area uterotubulus junction dan di dalam ampulla. Penampungan ini secara progressif akan terisi (dari caudal ke cranial), membutuhkan waktu beberapa jam untuk memenuhi penampungan oviductal ini. Akhirnya, penampungan di dalam ampulla mampu untuk melepaskan spermatozoa sedikit demi sedikit dalam konsentrasi tertentu sehingga fertilisasi dapat terjadi singkat setelah oosit sampai di oviduk. (Gardner, 2009) Spermatozoa perlu mengalami perubahan di dalam genitalia betina yang merupakan prasayat untuk fertilisasi; proses ini disebut sebagai kapasitasi. Salah satu efek kapasitasi adalah dihilangkannya glikoprotein pada permukaan sel spermatozoa. (Gardner, 2009) Glikoprotein, yang mungkin ditambahkan untuk tujuan proteksi, akan mengganggu fertilisasi. Perubahan ini memungkinkan spermatozoa untuk mengalami reaksi akrosomik ketika mengalami kontak dengan oosit. Reaksi akrosomik meliputi pelepasan enzim hidrolitik dari acrosomal cap; hal ini penting untuk penetrasi spermatozoa melalui granulosa dan zona pelusida menuju membran plasma oosit. Hyaluronidase akan menyebabkan pemecahan asam hialuronat, komponen penting matrix sel granulosa yang 8

mengelilingi oosit. Acrosin, enzim proteolitik, akan mendigesti pembungkus aseluler disekeliling oosit. Kedua kejadian enzimatik ini memungkinkan spermatozoa untuk penetrasi ke oosit. Reaksi akrosomik juga menyebabkan perubahan pada permukaan spermatozoa, yang memungkinkan spermatozoa untuk fusi dengan oosit. Reaksi akrosomal ini juga menyebabkan pergerakan cauda spermatozoa untuk maju (penetrasi oosit). (Hossain, 2012) Karena perubahan-perubahan diperlukan spermatozoa sebelum fertilisasi, waktu deposisi spermatozoa sebelum ovulasi juga perlu diperhitungkan agar mencapai fertilitas maksimal. Pengecualian hal ini pada semen beku. Pada kasus ini, deposisi semen pada saluran reproduksi betina harus dilakukan dalam interval waktu yang singkat dari waktu maturasi ovum. Hewan betina umumnya estrus pada sekitar 24 jam ovulasi, jika dilakukan inseminasi sebaiknya beberapa jam sebelum ovulasi terjadi. Pada ovulasi terinduksi, seperti pada kucing, interval dari kopulasi hingga ovulasi membutuhkan waktu 24 jam atau lebih. Intinya, sistem telah berkembang sehingga sperma yang siap untuk memfertilisasikan ovum tersedia pada tempat fertilisasi ketika oosit tiba. Hal ini sesuai dengan pernyataan bahwa waktu hidup gamet jantan cenderung dua kali lebih lama dibandingkan gamet betina. (Hossain, 2012)

9...


Similar Free PDFs