MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPS MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TALKING STICK PADA SISWA KELAS IV. B PDF

Title MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPS MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TALKING STICK PADA SISWA KELAS IV. B
Author Ulfah Latifah
Pages 17
File Size 304.1 KB
File Type PDF
Total Downloads 482
Total Views 1,011

Summary

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPS MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TALKING STICK PADA SISWA KELAS IV.B SDN NO.13/ I MUARA BULIAN SKRIPSI OLEH, RTS. DEVIA NIM. A12D110011 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS JAMBI TAHUN 2013 1 MENINGKATK...


Description

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPS MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TALKING STICK PADA SISWA KELAS IV.B SDN NO.13/ I MUARA BULIAN

SKRIPSI

OLEH, RTS. DEVIA NIM. A12D110011

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS JAMBI TAHUN 2013

1

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPS MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TALKING STICK PADA SISWA KELAS IV.B SDN NO.13/ I MUARA BULIAN” Rts. Devia

ABSTRAK Latar belakang masalah penelitian ini adalah rendahnya hasil belajar IPS disebabkan oleh sifat guru yang terkesan mendominasi saat pemberian materi pelajaran, tanpa diselingi tindakan yang bisa membuat murid lebih rileks dan senang mengikuti proses pembelajaran. Dengan munculnya rasa bosan dalam diri murid akan mengakibatkan minimnya daya serap murid terhadap materi yang diajarkan sehingga akan berpengaruh pada hasil belajar murid. Tujuan Penelitian ini adalah untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS materi Kegiatan Ekonomi dalam Memanfaatkan Sumber Daya Alam dengan menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Talking Stick pada siswa kelas IV.B SDN No.13/ I Muara Bulian. Jenis penelitian yang dilaksanakan adalah Penelitian Tindakan Kelas yang dilakukan oleh peneliti dan guru kolaborator melalui 3 siklus penelitian, dimana setiap siklus dilaksanakan dalam 2 kali pertemuan. Setiap siklus terdiri dari empat kegiatan yaitu : perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi dan refleksi, evaluasi. Berdasarkan penelitian, hasil belajar yang dicapai siswa pada setiap siklus mengalami peningkatan. Pada siklus I nilai rata-rata siswa adalah 53,56 dengan ketuntasan klasikal 26,5 % (8 orang siswa), pada siklus II nilai rata-rata siswa adalah 63,17 dengan ketuntasan klasikal 60 % (18 orang siswa), dan pada siklus III nilai rata-rata siswa adalah 74,17 dengan ketuntasan klasikal 93,3 % (28 orang siswa). Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Talking Stick dapat meningkatkan hasil belajar IPS pada siswa kelas IV.B SDN No.13/ I Muara Bulian

Kata Kunci :

Hasil Belajar, IPS, Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Talking Stick

2

Pendahuluan Pendidikan mempunyai peran yang sangat strategis dalam meningkatkan kualitas sumber daya dan upaya mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia dalam mewujudkan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Pemerintah merumuskannnya dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional yang menjelaskan bahwa pendidikan dilakukan agar mendapatkan tujuan yang diharapkan bersama yaitu: “ pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kapada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”. Keberhasilan pendidikan, khususnya pada mata pelajaran ilmu pengetahuan sosial (IPS) dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal, dimana yang dimaksud dalam faktor internal adalah dari dalam diri murid itu sendiri sedangkan faktor eksternal adalah dari guru, orang tua, masyarakat dan lain sebagainya. Oleh karena itu, salah satu peranan guru yaitu menguasai materi yang diajarkan dan terampil dalam menyajikannya. Faktor internal yang berupa motivasi, dalam proses pembelajaran sangat berperan penting sebab seseorang yang tidak termotivasi dalam belajar, maka tidak akan mungkin melakukan aktivitas belajar secara efektif. Hal ini merupakan pertanda bahwa sesuatu yang akan dikerjakan itu tidak menentu kebutuhannya. Segala sesuatu yang menarik minat orang lain belum tentu menarik minat orang tertentu selama itu tidak bersentuhan dengan kebutuhunnya. Maslow sangat percaya bahwa tingkah laku manusia dibangkitkan dan diarahkan oleh kebutuhankebutuhan tertentu, seperti kebutuhan fisiologis, rasa aman, rasa cinta, penghargaan aktualisasi diri, mengetahui dan mengerti, dan kebutuhan estetik. Kebutuhan-kebutuhan inilah menurut maslow yang mampu memotivasi tingkah laku individu. Oleh karena itu, apa yang seseorang lihat sudah tentu akan membangkitkan minatnya sejauh apa yang ia lihat itu mempunyai hubungan dengan kepentingannya sendiri. Pada proses pembelajaran guru mempunyai peranan penting dalam menentukan keberhasilan murid dalam belajar. Dalam meningkatkan hasil belajar murid khususnya hasil belajar pada mata pelajaran IPS sangat dibutuhkan kemampuan dari guru untuk mengembangkan kreasi mengajar, mampu menarik minat murid untuk belajar IPS. Dengan demikian guru tidak hanya mentransfer ilmu yang dimilikinya melainkan juga mempertimbangkan aspek intelegensi dan kesiapan belajar murid, sehingga murid tidak mengalami depresi mental seperti kebosanan, mengantuk, frustasi bahkan anti pati terhadap mata pelajaran IPS. sifat guru yang terkesan mendominasi saat pemberian materi pelajaran, tanpa diselingi tindakan yang bisa membuat murid lebih rileks dan senang mengikuti proses pembelajaran. Dengan munculnya rasa bosan dalam diri murid

3

akan mengakibatkan minimnya daya serap murid terhadap materi yang diajarkan sehingga akan berpengaruh pada hasil belajar murid. Berdasarkan indikator tentang rendahnya hasil belajar IPS pada murid SDN No.13/ I Muara Bulian, maka penulis tertarik melakukan penelitian ini dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe talking stick. Penggunaan model mengajar yang tepat merupakan suatu alternatif dalam usaha menumbuhkan rasa senang bagi murid dalam mengikuti pelajaran sehingga murid dapat mempelajari IPS terintegrasi dengan rasa senang sehingga mampu membangunkan raksasa (otak) yang sedang tertidur untuk menyerap ilmu pengetahuan yang diberikan oleh guru dan lingkungan belajarnya. Model pembelajaran kooperatif tipe talking stick yang diterapkan oleh guru diharapkan agar dapat berlangsung secara lebih agar dapat berlangsung secara aktif dan efisien. Berdasarkan uraian di atas, sebagai upaya meningkatkan hasil belajar IPS kelas IV langkah yang dapat ditempuh antara lain dengan memperbaiki kegiatan belajar mengajar yang lebih interaktif misalnya dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif. Dalam melakukan penelitian, maka penulis mengangkat judul “Meningkatkan hasil belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Melalui Metode Pembelajaran Kooperatif Tipe Talking Stick Pada Siswa kelas IV SDN No.13/ I Muara Bulian Batang Hari”. Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : “Bagaimana menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe talking stick dapat meningkatkan hasil belajar pada pembelajaran IPS terhadap Siswa kelas IV SDN No.13/ I Muara Bulian Batang Hari ”? Pada prinsipnya, tujuan yang dicapai dalam penelitian ini adalah untuk menjawab permasalahan yang dirumuskan diatas. Secara operasional tujuan penelitian ini adalah: “Untuk mengetahui efektifitas dan keberhasilan dalam meningkatkan hasil belajar model pembelajaran kooperatif tipe talking stick pada murid kelas IV SDN No.13/ I Muara Bulian Batang Hari”. Menurut Sanjaya (2007 : 29) “Belajar adalah suatu proses aktivitas mental seseorang dalam berinteraksi dengan lingkungannya sehingga menghasilkan perubahan tingkah laku yang bersifat positif baik perubahan dalam aspek kognitif, afektif, maupun psikomotor”. Oleh karena itu, belajar adalah proses yang aktif, belajar adalah proses yang diarahkan kepada tujuan, proses berbuat melalui berbagai pengalaman. Belajar adalah proses melihat, mengamati, dan memahami sesuatu (Sudjana, 2005 : 28). Sementara tujuan belajar sebagai hasil yang menyertai tujuan belajar intruksional lazim disebut nurturant effects. Bentuknya berupa kemampuan berfikir kritis, sikap terbuka, demokratis, menerima orang lain dan sebagainya. (Suprijono, 2009:5).

4

Istilah hasil belajar tersebut tersusun dari dua kata yakni dari kata hasil dan belajar. Menurut kamus besar bahasa Indonesia , hasil diartikan sebagai sesuatu yang telah dicapai dari apa yang dilakukan atau apa yang telah dikerjakan sebelumnya. Belajar itu sendiri merupakan proses perubahan perilaku akibat interaksi individu dengan lingkungan. Jadi hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar. Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. (Sudjana, 2005 : 22 ). Gagne dalam (Suprijono, 2009 : 5-6 ) mengemukakan bahwa hasil belajar berupa : a.

Informasi verbal yaitu kapabilitas mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk bahasa, baik lisan maupuan tertulis. Kemampuan merespon secara spesifik. Kemampuan tersebut tidak memerlukan manipulasi simbol, pemecahan masalah maupun penerapan aturan.

b.

Keterampilan intelektual yaitu kemampuan mempresentasikan konsep dan lambang.

c.

Strategi kognitif yaitu kecakapan menyalurkan dan mengarahkan aktivitas kognitifnya sendiri. Kemampuan ini meliputi penggunaan konsep dan kaidah dalam pemecahan masalah.

d.

Keterampilan motorik yaitu kemampuan melakukan serangkaian gerakan jasmani dalam urusan dan koordinasi, sehingga terwujud otomatisme gerak jasmani.

e.

Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak objek berdasarkan penilaian terhadap objek tersebut.

Menurut Benyamin Bloom (Sudjana, 2005 : 22) Klasifikasi hasil belajar dapat dibagi menjadi tiga ranah yaitu ranah kognitif, ranah afektif, ranah psikomotor. 1. Ranah Kognitif Berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Kedua aspek pertama disebut kognitif tingkat rendah dan keempat aspek berikutnya termasuk kognitif tingkat tinggi. 2. Ranah Afektif. Berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek yakni penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi. 3. Ranah Psikomotor Berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak. Ada enam aspek ranah psikomotoris, yakni gerakan refleks, keterampilan gerakan dasar, kemampuan perseptual, keharmonisan atau ketepatan, gerakan keterampilan kompleks, dan gerakan ekspresif dan interpretatif.

5

Hasil belajar adalah perubahan perilaku secara keseluruhan bukan hanya salah satu aspek potensi kemanusiaan saja hasil belajar turut serta dalam membentuk pribadi/ individu yang selalu ingin mencapai hasil yang lebih baik lagi sehingga akan merubah cara berfikir serta menghasilkan perilaku yang lebih baik. Artinya, hasil pembelajaran yang dikategorikan oleh para pakar pendidikan sebagaimana tersebut di atas tidak dilihat secara fragmentaris atau terpisah, melainkan komprehensif. (Yeyet Rohayati. 2012 : 32) Hasil belajar merupakan salah satu ukuran penguasaan murid mendapatkan pelajaran di sekolah. Untuk mengukur kemampuan murid tersebut dilakukan evaluasi. Evaluasi hasil belajar dapat diartikan sebagai suatu kegiatan pengumpulan data mengenai kemampuan belajar murid untuk menentukan apakah kompetensi dasar dan indikator hasil belajar tercapai seperti apa yang diharapkan. a. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar Hasil belajar juga sering disebut prestasi belajar yang diperoleh dari peristiwa atau proses belajar yang terungkap melalui evaluasi belajar. Dimyati (2006 : 28) menyebutkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar ada 2 macam, yaitu faktor biologis dan faktor psikologis, Pada hakekatnya perkembangan hidup manusia mulai saat lahir sampai menjadi dewasa tak dapat terlepas dari masyarakat. Oleh karena itu pengetahuan sosial dapat dikatakan tak asing bagi tiap orang. Sejak bayi telah melakukan hubungan dengan orang lain terutama dengan ibu dan dengan anggota keluarga yang lainnya. Meskipun dengan sepihak, hubungan sosial itu telah terjadi. Tanpa hubungan sosial bayi tidak akan mampu berkembang menjadi manusia dewasa. Pengalaman manusia di luar dirinya tidak hanya terbatas hanya dalam keluarga tapi juga meliputi teman sejawat, warga kampung dan sebagainya. Hubungan sosial yang dialami makin meluas, dari pengalaman dan pengenalanan dan hubungan Sosial tersebut dalam diri seseorang akan tumbuh pengetahuan. Pengetahuan yang melekat pada diri seseorang termasuk pada diri orang lain dapat terangkum dalam “pengetahuan sosial”. Segala peristiwa yang dialami dalam kehidupan manusia telah membentuk pengetahuan sosial dalam diri kita masing-masing. Kehidupan sosial manusia di masyarakat beraspek majemuk yang meliputi aspek hubungan sosial, ekonomi, sosial, budaya, politik, psikologi, sejarah, geografi. Beraspek majemuk berarti kehidupan sosial meliputi berbagai segi yang berkaiatan satu sama lain. Bukti bahwa manusia adalah multiaspek, kehidupan sosial yang merupakan hubungan aspek-aspek ekonomi adalah sandang, papan, pangan merupakan kebutuhan manusia. Hakikat ilmu pengetahuan sosial adalah telaah tentang manusia dan dunianya. Manusia sebagai makhluk sosial selalu hidup dengan sesamanya. dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial menggambarkan bagaimana manusia memahami keseragaman budaya, suku dan adat istiadat, sumber daya alam. Selain itu juga mengajarkan mengenal sejarah yang terjadi dimasa lampau dan tokohtokohnya dan lain-lain. 6

Cooperative Learning berasal dari kata cooperative yang artinya mengerjakan sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu satu sama lainnya sebagai satu kelompok atau satu tim. Istilah cooperative learning dalam pengertian bahasa Indonesia dikenal dengan nama pembelajaran kooperatif. Menurut Johnson & Jhonson (dalam Lie. 2007) cooperative learning adalah mengelompokkan siswa di dalam kelas ke dalam suatu kelompok kecil agar siswa dapat bekerjasama dengan kemampuan maksimal yang mereka miliki dan mempelajari satu sama lain dalam kelompok tersebut. Isjoni (2011 : 17) menyatakan Cooperative learning adalah pemanfaatan kelompok kecil dalam pengajaran yang memungkinkan siswa bekerja bersama untuk memaksimalkan belajar mereka dan belajar anggota lainnya dalam kelompok yang heterogen. Cooperative learning menggalakkan siswa berinteraksi secara aktif dan positif dalam kelompok. cooperative learning dapat dikatakan pembelajaran gotong royong, yaitu sistem pembelajaran yang memberi kesempatan kepada peserta didik untuk bekerja sama dalam pendekatan pembelajaran yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil dengan siswa lain dalam tugas-tugas yang terstruktur. Menurut Sugiyanto (2010 : 40) “cooperative learning atau pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar dan sengaja mengembangkan interaksi yang silih asuh untuk menghindari ketersinggungan dan kesalahpahaman yang dapat menimbulkan permusuhan, sebagai latihan hidup di masyarakat”. Jadi yang dimaksud dengan cooperative learning adalah suatu model pembelajaran yang dapat digunakan dalam meningkatkan pengalaman belajar siswa dalam bekerja sama dengan teman kelompoknya masing-masing untuk mencapai tujuan bersama. Dengan belajar dan bekerjasama dalam kelompokkelompok kecil akan dapat belajar secara maksimal dan bisa berkolaborasi sehingga dapat merangsang gairah belajar peserta didik. Guru lebih berperan sebagai fasilitator yang berfungsi sebagai jembatan penghubung ke arah pemahaman yang lebih tinggi dan siswa mendapatkan pengalaman langsung dalam menemukan dan menerapkan ide-ide mereka. Menurut Isjoni (2011: 21), Pada dasarnya model cooperative learning dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran yang penting yaitu hasil belajar akademik, penerimaan terhadap perbedaan individu, pengembangan keterampilan sosial. Metode berasal dari bahasa Yunani “methos” yang berarti cara atau jalan yang ditempuh. “Metode dianggap sebagai cara atau prosedur yang keberhasilannya adalah di dalam belajar, atau sebagai alat yang menjadikan mengajar menjadi efektif”. (http/.tarmiziwordpres.com) Talking Stick merupakan salah satu alat dalam pembelajaran dengan bantuan tongkat, siapa yang memegang tongkat wajib menjawab pertanyaan dari guru setelah siswa mempelajari materi pokoknya. Tongkat ini diharapkan dapat

7

membuat siswa lebih (Ulfah. 2012 : 23)

termotivasi

dalam

melakukan

kegiatan

belajar

Menurut Ramadhan (www.tarmiziwordpres.com) mengungkapkan bahwa Talking Stick (tongkat berbicara) adalah metode yang pada mulanya digunakan oleh penduduk asli Amerika untuk mengajak semua orang berbicara atau menyampaikan pendapat dalam suatu forum. Tongkat berbicara telah digunakan selama berabad-abad oleh suku–suku Indian sebagai alat menyimak secara adil dan tidak memihak. Tongkat berbicara sering digunakan kalangan dewan untuk memutuskan siapa yang mempunyai hak berbicara. Pada saat pimpinan rapat mulai berdiskusi dan membahas masalah, ia harus memegang tongkat berbicara. Tongkat akan pindah ke orang lain apabila ia ingin berbicara atau menanggapinya. Dengan cara ini tongkat berbicara akan berpindah dari satu orang ke orang lain jika orang tersebut ingin mengemukakan pendapatnya. Apabila semua mendapatkan giliran berbicara, tongkat itu lalu dikembalikan lagi ke ketua/pimpinan rapat. Penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa talking stick dipakai sebagai tanda seseorang mempunyai hak suara (berbicara) yang diberikan secara bergiliran atau bergantian. Dalam bidang pendidikan talking stick termasuk salah satu metode pembelajaran yang dilakukan dengan bantuan tongkat, siapa yang memegang tongkat wajib menjawab pertanyaan dari guru setelah siswa mempelajari materi pokoknya. Suprijono (2009:109) mengungkapkan bahwa “Metode Talking stick mendorong peserta didik untuk berani mengemukakan pendapat”. Metode talking stick ini sangat tepat digunakan dalam pengembangan proses pembelajaran PAIKEM yaitu pembelajaran partisipatif, aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan. Pembelajaran PAIKEM adalah pembelajaran bermakna yang dikembangkan dengan cara membantu peserta didik membangun keterkaitan antara informasi (pengetahuan) baru dengan pengalaman (pengetahuan lain) yang telah dimiliki dan dikuasai peserta didik. Dengan menerapkan pembelajaran talking stick diharapkan setelah siswa mengikuti proses pembelajaran dengan menggunakan metode talking stick ini dapat memperoleh banyak pengetahuan dan keterampilan. Siswa menjadi termotivasi untuk belajar lebih giat, kegiatan belajar menjadi menyenangkan dan tidak membosankan. Talking Stick ini secara umum bertujuan agar siswa mengetahui letak kesalahannya sehingga pada akhirnya siswa akan dapat mengerjakan soal-soal dengan petunjuk yang diberikan oleh guru. Dengan demikian diharapkan siswa tidak mengulangi kesalahan yang sama saat mengerjakan soal yang serupa. Guru sebaiknya segera mengoreksi dan memberikan evaluasi pada pekerjaan siswa. Selanjutnya segera mengembalikannya kepada siswa. Cara ini akan lebih efektif karena siswa dapat segera memperbaiki kesalahan dalam mengerjakan soal.

8

Menurut Suprijono (2009:109) adapun langkah-langkah pembelajaran dengan menggunakan metode talking stick adalah sebagai berikut: 1. Guru menyiapkan sebuah tongkat 2. Guru menjelaskan materi pokok yang akan dipelajari, kemudian guru memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk membaca dan mempelajari materi pada pegangannya/ buku paketnya 3. Setelah selesai membaca buku dan mempelajarinya guru mempersilahkan peserta didik untuk menutup bukunya 4. Guru mengambil tongkat dan memberikan kepada salah satu peserta didik, setelah itu guru memberi pertanyaan dan peserta didik yang memegang tongkat tersebut harus menjawab pertanyaan dari guru demikian seterusnya 5. Ketika stick bergulir dari peserta didik ke peserta didik lainnya sebaiknya diiringi musik atau lagu 6. Guru memberikan kesempatan peserta didik untuk refleksi terhadap materi yang telah dipelajarinya 7. Guru memberikan ulasan terhadap seluruh jawaban yang diberikan peserta didik 8. Merumuskan kesimpulan 9. Penutup Penelitian ini dilaksanakan di SDN No.13/ I Muara Bulian Batang. Yang menjadi subjek adalah murid kelas IV.b yang berjumlah 30 murid, yang terdiri dari 16 laki-laki dan 14 perempuan. Penelitian tindakan...


Similar Free PDFs