Negara Pancasila vis-a-vis Negara Islam PDF

Title Negara Pancasila vis-a-vis Negara Islam
Author P. Fauzan
Pages 187
File Size 9.7 MB
File Type PDF
Total Downloads 96
Total Views 165

Summary

Perpustakaan Nasional RI. Data Katalog dalam Terbitan (KDT) Pepen Irpan Fauzan. Negara Pancasila vis-a-vis Negara Islam, Pemikiran Politik M. Natsir dan M. Isa Anshary (1945-1960) / Hendra Tohari, ed. -- Garut : STAIPI Garut Press, 2019. xvi, 178 hlm. ; 21 cm. ISBN 978-623-90066-5-5 1. Negara, Pemi...


Description

Accelerat ing t he world's research.

Negara Pancasila vis-a-vis Negara Islam PEPEN I R P A N FAUZAN STAIPI GARUT PRESS

Cite this paper

Downloaded from Academia.edu 

Get the citation in MLA, APA, or Chicago styles

Related papers

Download a PDF Pack of t he best relat ed papers 

ANAT OMI GERAKAN DAKWAH PERSAT UAN ISLAM M. Taufiq Rahman

Perumus Manifest o PERSIS PEPEN I R P A N FAUZAN SEJARAH PEMIKIRAN MODERN DALAM ISLAM Jawad Mughofar KH

Perpustakaan Nasional RI. Data Katalog dalam Terbitan (KDT) Pepen Irpan Fauzan. Negara Pancasila vis-a-vis Negara Islam, Pemikiran Politik M. Natsir dan M. Isa Anshary (1945-1960) / Hendra Tohari, ed. -- Garut : STAIPI Garut Press, 2019. xvi, 178 hlm. ; 21 cm. ISBN 978-623-90066-5-5 1. Negara, Pemikiran Politik -- Sejarah.

I. Judul

II. STAIPI Garut Press.

Penulis : Pepen Irpan Fauzan Editor : Hendra Tohari Desain Sampul dan Tata Letak : Iwan Kustiawan Cetakan : Pertama, Juli 2019 Penerbit :

LPPM STAI PERSIS GARUT Jl. Aruji Kartawinata, Ciawitali, Tarogong Kidul, Garut - 44151 Telp. (0262) 232413 - WA : 0813 1253 7672 e-mail : [email protected]

uji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT karena atas berkat dan rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan penulisan buku ini. Bahan utama buku ini berasal dari tesis saya pada Program Studi Pascasarjana Ilmu Sejarah, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia. Dalam pengerjaan buku ini ternyata tidak semudah yang dibayangkan. Dari mulai susahnya mencari data-data, terutama seputar kiprah elite Persis dalam proses perjuangan revolusi fisik, hingga sulitnya mencari pendekatan-pendekatan konseptual yang sesuai untuk menganalisis berbagai data-data tersebut. Saya merasa beruntung dapat menerima ilmu dari beberapa diskusi dengan dosen, tokoh Persis, termasuk teman-teman sejawat dalam mengkaji masalah sejarah pemikiran politik ini. Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan buku ini. Oleh karena itu, saya

mengucapkan terima kasih tak ter-

hingga kepada Prof. Dr. Susanto Zuhdi, selaku dosen pembimbing waktu saya kuliah. Terima kasih banyak atas ilmu pengetahuan, dorongan dan kesabarannya selama membimbing saya. Saya dapat memahami tentang hubungan struktur-peristiwa dengan prilaku individu,

termasuk

konsep-konsep

yang

diperlukan

untuk

menganalisa data, hampir sepenuhnya saya peroleh dari beliau.

Terima kasih juga kepada Dr. Priyanto Wibowo, selaku Ketua Departemen Sejarah Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, dan penguji. Terima kasih atas masukan yang telah diberikan pada saya. Dari beliau, saya dapat ide perbaikan tentang struktur polarisasi dalam organisasi Persis. Kepada Ibu Dr. Tri Wahyuning M. Irsyam, M.Si., selaku Sekretaris Departemen Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia dan pembimbing akademik. Terima kasih atas bimbingan dan nasihat akademik selama masa studi. Dr. Nana Nurliana, Dr. Apipudin, dan Dr. Hj. Ita Syamtasiyah Ahyat, selaku para penguji. Terima kasih atas masukan-masukan yang telah diberikan, terutama masalah penajaman pembahasan tesis yang terkait dengan kerangka konseptual. Terima kasih juga atas apresiasinya. Bu Wiwi di Departemen Sejarah, terima kasih atas kerjasamanya. Seluruh Dosen Departemen Sejarah Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, atas berbagai pengetahuan yang saya peroleh selama masa studi. Teman-Teman di Pascasarjana Ilmu Sejarah UI angkatan 2008: Mas Fauzi, Jamil, Pak Riyo, Bang Andi, Dita, Siska, Bang Mangapul, dan Kang Sofian. Terima kasih atas pertemanan dan diskusi selama masa studi di FIB UI. Termasuk Staf Administrasi Pimpinan Pusat Persatuan Islam yang telah banyak membantu saya dalam usaha memperoleh data yang diperlukan. Tak lupa terima kasih pada Prof. Dr. Dadan Wildan, M.Hum. Beliau tidak hanya menjadi senior di Jamiyyah Persis, tapi juga “guru” bagi saya. Kontribusinya sangat besar dalam mengarahkan dan “menaikkan” wawasan pengetahuan saya, terutama pada disiplin sejarah Islam di Tatar Sunda, wabilkhusus Kepersisan. Terima kasih telah berkenan memberikan Kata Pengantar buku ini.

Kepada Prof. Dr. Syafiq A. Mughni, MA., saya haturkan terima kasih. Di tengah kesibukan sebagai Staf Khusus Presiden RI dan guru besar di UIN Sunan Ampel Surabaya, beliau masih menyempatkan diri untuk memberikan catatan dan endorsement bagi buku ini. Terima kasih juga kepada Prof. Dr. Sudarnoto, MA., selaku Asisten Staf Khusus Presiden RI dan guru besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Saya sangat bersyukur bisa bertemu dan menimba ilmu dari beliau. Dengan kerendahan hatinya, Prof. Noto bersedia membaca dan memberikan pengarahan pada buku ini. Terima kasih setulus-tulusnya kepada kedua orang tua saya tercinta, Bapak Unu dan Ibu Nana (almarhumah). Terima kasih atas segala dukungan dan do’anya selama ini. Juga Bapak H. Tatang dan Ibu Hj. Tuti (Mertua). Terima kasih atas segala dukungan dan do’anya selama ini. Keluarga tercinta: kakak, adik, dan sepupu-sepupu. Terima kasih atas segala dukungan dan semangat yang telah diberikan kepada saya. Terutama Isteri saya, Yuliyanti, dan anak-anak saya: Hasbi Muhammad Syauqy, Hikam Adzkia Azra, dan Haisya Hanum Almaira yang telah memberikan dorongan moril dan semangat pada saya dalam menyelesaikan buku ini. Saya menyadari bahwa buku ini masih banyak kekurangannya dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, segala kritik dan saran yang membangun sangat saya harapkan. Akhir kata, saya berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga buku ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu dan ummat.

Aamiin.

"Persatuan Islam (PERSIS) adalah organisasi Islam yang berperan penting dalam meletakkan fondasi Negara Indonesia. Melalui tokoh-tokohnya, seperti A. Hassan, M. Natsir dan M. Isa Anshary, PERSIS menyumbangkan pemikiran-pemikiran kritis, demokratis dan terbuka dalam perspektif Islam. Setuju atau tidak terhadap pemikirannya, kita berhutang budi karena mereka berjasa dalam proses mematangkan konsep-konsep kebangsaan dan kenegaraan. Buku yang ditulis saudara Pepen Irpan Fauzan ini mengulas tuntas khazanah pemikiran politik tokoh-tokoh PERSIS tersebut. Layak dibaca oleh peminat studi agama dan negara." Prof. Dr. Syafiq A. Mughni, MA., Ph.D Staf Khusus Presiden RI

"Perdebatan gagasan tentang Islam, negara dan pemerintah sudah lama sekali terjadi di lingkungan dunia Islam dan ini bisa dilacak di berbagai Kitab Fiqih Siyasi dan karya intelektual muslim. Corak pemikiran ini kita jumpai juga bahkan di lingkungan ormas Islam pembaharu PERSIS. Buku ini menarik karena mencoba menjelaskan perbedaan pokok pemikiran dua pemimpin PERSIS penting yaitu M. Natsir dan Isa Anshary dan ditulis oleh seorang anak muda PERSIS." Sudarnoto Abdul Hakim Asisten Staf Khusus Presiden RI

"Tema historiografi Indonesia yang jarang disentuh adalah sejarah pemikiran. Dalam talian itu, buku yang semula merupakan tesis strata-2 dari penulisnya, menjadi sumbangan berharga bagi perkembangan historiografi di negeri ini. Akan halnya buku dengan judul yang "eye-catching" ini, hemat saya telah berhasil "memprovokasi" pembaca untuk memahami apa perbedaan antara "Negara Pancasila" dari "Negara Islam" atau di mana pula titik-titik "persamaannya." Harapan saya agar rasa penasaran pembaca akan segera terpenuhi dengan membacanya." Susanto Zuhdi Guru Besar Ilmu Sejarah Universitas Indonesia

ika masalah perdebatan seputar Islam versus Pancasila terjadi antara kelompok ideologi Islam melawan nasionalis liberalsekuler, itu tidak aneh. Dari sejak dekade 1930-an hingga saat kontemporer, perdebatan antara kedua kelompok ideologis tersebut masih saja terus terjadi. Namun demikian, masih jarang kajian yang mengupas perdebatan di kalangan internal kelompok Islam itu sendiri. Padahal, hal itu sangat mungkin terjadi. Islam tidak bersifat monolitik. Sangat dimungkinkan terjadi penafsiran pada hukum Islam, termasuk kaitannya dengan politik-kenegaraan, di kalangan yang berideologi Islam itu sendiri. Termasuk dalam hal ini, perdebatan masalah eksistensi Negara Islam dan kedudukan Negara Pancasila dalam perspektif

siyasah syar’iyyah di kalangan elite-elite politik Islam. Mereka inilah yang sejak awal abad ke-20 hingga awal kemerdekaan terkenal sebagai para pengusung ideologi Islam. Namun semenjak Negara yang berdasar pada Pancasila dideklarasikan, timbul polarisasi pemikiran dan pendekatan para elite politik Islam itu. Timbul dua kutub politik Islam, antara kaum moderat vis-à-vis kaum radikal. Polarisasi pemikiran dan pendekatan politik di kalangan elite Islam

inilah

yang

menjadi

pembahasan

pokok

buku

ini.

Wabilkhusus ulasan tentang perbedaan pandangan dan sikap politik dua tokoh: Mohamad Natsir versus Isa Anshary. Keduanya

berasal dari tanah kelahiran yang sama: Minang. Keduanya juga berguru pada tokoh pembaharu Tuan A. Hassan dan sama-sama aktif di organisasi Persatuan Islam (Persis) Bandung. Menariknya, kesamaaan daerah, guru dan organisasi itu tidak lantas membuat keduanya seiring-sejalan dalam politik. Mengapa bisa seperti itu? Buku ini mengulas-tuntas masalah tersebut. Selamat membaca! Penerbit, STAIPI Garut Press

ersatuan

Islam

(Persis)

adalah

organisasi

sosial-

kemasyarakatan (Ormas) Islam yang mempunyai ciri dan karakter yang khas. Tak dapat dipungkiri, Persis membawa arus pembaruan ke dalam dinamika Islam Indonesia sejak awal abad ke-20. Aktivitas Persis di bawah bendera kembali kepada al-Qur’an dan as-Sunnah telah membawa perubahanperubahan yang fundamental dalam kehidupan masyarakat Islam, khususnya di Indonesia. Persis menekankan Islam sebagai suatu pandangan hidup (nizham, worldview): sistem sosial, politik, dan budaya. Dan Islam sejati itu adalah yang berdasarkan al-Qur’an dan Sunnah (nash-nash yang utama). Paradigma ini terus melekat sebagai identitas jati-diri Persis, dari dulu hingga sekarang. Persis merupakan gerakan tajdid dalam memahami ajaranajaran agama Islam yang menekankan rasionalisme, egalitarianisme, dan skripturalisme. Oleh karenanya, Persis diakui telah membawa pencerahan Islam. Misalnya saja, dialog Tuan Hassan dengan Soekarno, tokoh pergerakan nasional awal abad ke-20. Soekarno yang tadinya kurang memahami Islam, sejak bergaul dengan Tuan Hassan, sedikit demi sedikit mulai terbuka terhadap Islam. Bahkan Tuan Hassan dianggap sebagai gurunya dalam hal agama. Terlebih

lagi ketika Soekarno menjalani hukuman pembuangan oleh pemerintah kolonial Belanda di Endeh, Flores, sehingga terkenal edisi “Surat-Surat Islam dari Endeh” pada buku Di Bawah Bendera

Revolusi-nya Soekarno. Persis berperan sangat penting dalam menegakkan fondasi Negara ini, wabilkhusus terhadap eksistensi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Para sejarahwan pasti mengakui dan bahkan secara terbuka akan menyebut Persis dalam konteks gerakan nasional pra-Kemerdekaan Indonesia, di samping nama Budi Utomo, Syarekat Islam, Muhammadiyah, Taman Siswa, dan sebagainya. Bagaimana tidak, di era kemunculan negara Indonesia, proses pembangunan bangsa yang mayoritas Muslim itu dijalankan oleh Persis dengan harus menapaki jalan berliku dalam waktu yang bersamaan: pengikisan tachayul-bid’ah-churafat, perlawanan terhadap kolonialisme, penegakan hukum dan entitas politik tunggal, pertarungan dengan ideologi komunis dan sekuler, pengembangan institusi dan sistem pendidikan, dan seterusnya. Walaupun Persis bukan organisasi politik, tetapi beberapa kenyataan sejarah telah membuktikan adanya beberapa usaha dari organisasi ini dalam bidang politik. Pemikiran para tokoh Persis tentang politik Islam membawa mereka pada arena politik. Atas nama Islam, Persis berbicara secara vokal menentang rencana konstitusi kolonial

tentang

peraturan

anti-poligami

dalam

Volksraad

(Parlemen) pada tahun 1936. Dalam upaya untuk menolak antipoligami, Persis mengorganisasi perdebatan dan polemik. Bahkan ketika Soekarno dan massa PNI (Partai Nasional Indonesia)-nya tidak menyetujui poligami, Mohammad Natsir dari Persis membela poligami sebagai tidak terlarang menurut al-Qur’an dan Sunnah.

Di samping melalui tulisan dan fatwa-fatwa para ulama, Persis secara terorganisir berkiprah dalam partai politik di tubuh Masyumi. Bahkan jauh sebelum era Masyumi, pada tahun 19201930an, anggota Persis banyak yang aktif dalam Sarekat Islam, satu -satunya payung politik bagi umat Islam saat itu. Di dalam MIAI (Madjelis Islam A‘la Indonesia), yang didirikan tahun 1937 sebagai federasi dari seluruh organisasi Islam Indonesia, Persis adalah anggota utama dan mengambil bagian dalam aktivitas keagamaan dan politiknya sampai dibubarkan oleh Jepang pada tahun 1942. Pada masa revolusi Indonesia, hampir seluruh potensi organisasi Persis tercurah pada front pertempuran. Mereka menyusun barisan dalam bentuk lasykar-lasykar perjuangan Sabilillah dan Hizbullah. Elite-elite Persis menduduki posisi yang cukup penting dalam fase perjuangan ini. M. Isa Anshary, misalnya, menduduki posisi pemimpin lasykar Sabilillah di daerah Priangan dan menjadi anggota ‘panitia nasional’ pada masa awal revolusi. M. Rusyad Nurdin, tokoh muda Persis waktu itu, menceritakan keterlibatan dirinya – dan tidak tertutup kemungkinan anggota Persis lainnya – dalam perjuangan Revolusi Fisik tersebut. Tuan Hassan pun punya jasa yang tidak sedikit ketika Negara Indonesia baru lahir. Ia mendukung negara yang baru lahir ini dengan caranya sendiri. Dengan kreativitas menulisnya, ia menerbitkan tulisan-tulisan yang isinya mendukung Pemerintahan Republik Indonesia di awal tahun 1946. Ia menyatakan perlunya kerjasama dengan Pemerintahan Soekarno dan meyakinkan perlunya persatuan. Tokoh yang lebih fenomenal lagi, tiada lain adalah Mohamad Natsir. Peran politik Natsir terutama ketika menyodorkan “Mosi

Integral Natsir” pada 3 April 1950. Mosi Natsir ini diterima secara aklamasi pada sidang parlemen tersebut. Bung Hatta, salah seorang proklamator dan menjadi PM RIS waktu itu, menyambut baik ide Natsir dan menegaskan; “Mosi Integral Natsir kami jadikan untuk

menyelesaikan persoalan-persoalan yang dihadapi”. Persoalan apa? Keterpecahan bangsa yang berimplikasi pada masalah sosial ekonomi, keamanan, dan lainnya. Inilah peran monumental dari seorang kader Persis, Natsir, terhadap eksistensi NKRI. Jelas, sejarah tidak bisa dipungkiri bahwa Natsir turut berjasa dalam menegakkan negara kesatuan. Dengan langkahnya, ia mendorong pengubah bentuk negara yang semula serikat menjadi kesatuan melalui mosinya. RIS kembali menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia, sehingga Indonesia tidak lagi menjadi Negara yang tercabik-cabik menjadi 17 negara bagian. Bahkan, Natsir kemudian yang menjadi Perdana Menteri pertama NKRI – setelah sebelumnya pada masa Revolusi Fisik (1945-1948) menjabat Menteri Penerangan. Mengapa Persis concern dalam wacana-urusan siyasah? Bahkan terlibat-aktif dalam politik praktis? Karena politik, bagi Persis, adalah bagian dari ibadah. Tentu ada tujuan dan goal politik yang ingin dicapai jamiyyah ini. Pada Muktamar Persis tahun 1954 di Bandung dikeluarkan pernyataan mengenai dasar negara Indonesia dalam konstituante. Manifes Perjuangan Persis 1956 menyatakan bahwa perjuangan total dan frontal Persis dalam bidang politik mengandung harapan dan idaman kemenangan dalam tiga lapangan dan arena perjuangan, yaitu : 1. Kemenangan dalam lapangan hukum, konstitusi negara yang berdasar Al-Qur’an dan Sunnah, lahirnya Republik Indonesia

yang berkejayaan dan berkebajikan diliputi oleh keampunan Ilahi; 2. Kemenangan di lapangan hukumah, lapangan pemerintahan dan kekuasaan negara, baik legislatif maupun eksekutif, sehingga umat Islam berkuasa penuh dalam mengendalikan kekuasaan dan pemerintahan; dan 3. Kemenangan di lapangan mahkum’alaih, lapangan masyarakat dan pergaulan hidup bersama, yang berintikan masyarakat Islamiyah di atas kasih sayang persaudaraan dan kemanusiaan yang murni dan asli.

***

Buku ini ditulis oleh Saudara Pepen Irpan Fauzan, seorang kader muda Persis. Saya teringat pertama kali bersilaturahmi dengannya terkait penerbitan buku “Dinamika Pembaharuan Islam di Pedesaan: Sejarah Persatuan Islam di Tanjungsari 1960-1990,” pada tahun 2003-an. Saya memberikan Kata Pengantar pada buku yang dimaksud. Walaupun ia masih muda belia waktu itu, tapi saya sangat mendukungnya. Sejarah berulang. Kini, saya kembali memberikan Kata Pengantar untuk bukunya terkait pemikiran politik tokoh Persis. Tentu sekarang sudah lebih matang. Buku Saudara Pepen ini menunjukkan bahwa pandangan politik Persis tidak monolitik. Kita akan mendapatkan eksplanasi komprehensif tentang wacana politik Islam yang berkembang dan menjadi discourse di kalangan tokoh Persis, khususnya M. Natsir dan Isa Anshary. Apa yang menjadi landasan bersama dalam per-

gerakan (politik) Islam dan bagaian-bagian tertentu yang masingmasing mempunyai pemikiran dan jalan-strategis yang berbeda. Buku buah karya Pepen ini menjadi penting adanya. Karya yang sangat berharga, paling tidak karena buku yang menelaah politik Persis secara komprehensif dan gamblang masih sedikit, bisa dihitung dengan jari. Saya yakin karya ini telah dikaji mendalam dan telah diperdebatkan secara akademis, sehingga mutunya sebagai karya sejarah politik tidak perlu diragukan lagi. Oleh karena itu, saya menyambut hangat karya ini. Layak untuk dijadikan rujukan para akademisi maupun masyarakat luas.

Jakarta-Bandung, Akhir Juli 2019

Ucapan Terima Kasih – iv Testimoni – vii Pengantar Penerbit – xi Kata Pengantar – xi Daftar Isi – xvii BAB I

PENDAHULUAN – 1  Pokok Permasalahan – 10  Metode dan Kerangka Konseptual – 12  Tinjauan Pustaka – 18  Susunan Penulisan – 23

BAB II

PERSIS DAN PERDEBATAN PEMIKIRAN TENTANG NEGARA ISLAM PADA MASA SEBELUM KEMERDEKAAN INDONESIA (1930-1945) – 25  Profil Pergerakan Persis – 31  Elite Persis dan Perdebatan Hubungan Agama dengan Politik – 43  Islam dan Masalah Kebangsaan – 43  Permasalahan tentang Konsep Negara Islam – 49  Aktivitas Terbatas Persis Zaman Jepang dan Perdebatan Politik Islam di BPUPKI dan PPKI – 60

BAB III NATSIR DAN ISA ANSHARY DALAM PERJUANGAN AWAL KEMERDEKAAN (1945-1955) – 73  Aktivitas dan Pengalaman Politik Natsir – 77

 Natsir dan Kongres Umat Islam Indonesia Tahun

1945 – 77  Natsir Menjadi Menteri Penerangan RI Di Masa

Revolusi – 80  Natsir Menjadi Perdana Menteri RI – 83  Aktivitas dan Pengalaman Politik Isa Anshary – 89  Kiprah Isa Anshary Di Masa Revolusi Fisik – 91  Isa Anshary Menjadi Ketua Umum Persis – 95  Isa Anshary, Partai Masyumi, dan Front Anti

Komunis – 99  Pemilu 1955 dan Ketegangan Isa Anshary versus Natsir

– 101 BAB IV PANDANGAN DAN SIKAP POLITIK NATSIR DAN ISA ANSHARY TENTANG KONSEP NEGARA (1955-1960) – 115  Pandangan Politik Natsir Tentang Konsep dan Dasar

Negara – 117  Pandangan Politik Isa Anshary Tentang Konsep dan

Dasar Negara – 130  Dampak Perbedaan Sikap Politik Terhadap Jamiyyah

Persis – 145  Kelompok Radikal-Fundamentalis Persis – 145  Kelompok Moderat Persis – 149 BAB V KESIMPULAN – 153 DAFTAR PUSTAKA Biografi Penulis

ndonesia adalah sebuah negara-bangsa (nation state) yang menganut

konsep integralistik — sehingga dikenal dengan

sebutan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) — dengan dasar ideologi Pancasila.1 Secara legal-formal dalam hukum tata negara Indonesia, bentuk negara kesatuan dengan Pancasila sebagai dasar ideologinya sudah jelas dan final.2 Akan tetapi, hingga saat kontemporer setelah lebih dari lima puluh tahun merdeka, di tengah masyarakat Indonesia itu sendiri ternyata masih ada kelompok-kelompok sosial yang mempunyai pandangan politi...


Similar Free PDFs