SUMBER-SUMBER PENERIMAAN NEGARA ISLAM PDF

Title SUMBER-SUMBER PENERIMAAN NEGARA ISLAM
Author Abdul Azis.R
Pages 23
File Size 409.2 KB
File Type PDF
Total Downloads 594
Total Views 919

Summary

SUMBER-SUMBER PENERIMAAN NEGARA Mata Kuliah : Moneter dan Fiskal Islam Disusun Oleh Kelompok 3 : ~Ekonomi Syariah 1~ Semeter 5 Ruangan SBSN FSEI 1.1 Yuni Azhari(153120011) Delfitriani(153120013) Ferawati (153120020) DiahFadhillah (153120026) Abdul Azis R. (153120028) FAKULTAS SYARIAH DAN EKONOMI ISL...


Description

SUMBER-SUMBER PENERIMAAN NEGARA Mata Kuliah : Moneter dan Fiskal Islam

Disusun Oleh Kelompok 3 : ~Ekonomi Syariah 1~ Semeter 5 Ruangan SBSN FSEI 1.1

Yuni Azhari(153120011) Delfitriani(153120013) Ferawati (153120020) DiahFadhillah (153120026) Abdul Azis R. (153120028)

FAKULTAS SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM/ESY-1 INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PALU TAHUN AKADEMIK 2017/2018

1

KATA PENGANTAR Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kita kesehatan dan kesempatan dalam rangka menyelesaikan kewajiban kami sebagai mahasiswa, yakni dalam bentuk tugas yang diberikan oleh Ibu Dosen dalam rangka menambah ilmu pengetahuan dan wawasan kami. Shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada baginda Nabi besar Muhammad SAW yang telah membawa kita dari alam kegelapan menuju ke alam yang terang benderang. Ucapan terima kasih kepada Ibu selaku dosen pengampu pada mata kuliah Moneter dan Fiskal Islam ini yang telah memberikan bimbingan serta arahan sehingga makalah yang berjudul “Sumber-Sumber Penerimaan Negara” ini selesai tepat waktu. Adapun dalam pembuatan makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan, oleh sebab itu kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun dalam rangka perbaikan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua, Amin Ya Robbal ‘Alamin.

Palu, 18 November 2017

Penulis

2

DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN SAMPUL KATA PENGANTAR ........................................................................................... i DAFTAR ISI ......................................................................................................... ii BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1 A. Latar Belakang ............................................................................................. 1 B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 1 BAB II PEMBAHASAN ...................................................................................... 2 A. Pengertian penerimaan negara ..................................................................... 2 B. Sumber-sumber penerimaan negara ............................................................ 2 C. Jenis-jenis perimaan negara ....................................................................... 16 BAB III PENUTUP ............................................................................................ 19 A. Kesimpulan ................................................................................................ 19 B. Saran .......................................................................................................... 19 DAFTAR PUSTAKA

3

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penerimaan negara merupakan pemasukan yang diperoleh negara untuk membiayai dan menjalankan setiap program-program pemerintahan, sedangkan Sumber-sumber penerimaan Negara berasal dari berbagai sektor, dimana semua hasil penerimaan tersebut akan digunakan untuk membiayai pembangunan dan meningkatkan kesejahtraan seluruh rakyat Indonesia. Sumber-sumber

penerimaan

Negara

antara

lain

pajak,

retribusi,

pinjaman,keuntungan BUMN/BUMD, dll,,dan penerimaan negara yang paling potensial adalah dari peneriman pajak. Dapat dikatakan setiap tahunnya penerimaan negara dari sektor pajak mengalami kenaikan. Pada dasarnya penerimaan negara didapat dari masyarakat dan semestinya digunakan lagi bagi kepentingan masyarakat pada umumnya.Pada awalnya masyarakat awam hanya mengetahui penerimaan negara hanya pada sektor pajak saja, dan dalam hal ini kita akan menjelaskan mengenai sumber-sumber ataupun jenis-jenis penerimaan negara dari beberapa sektor.

B. Rumusan Masalah 1. Apakah yang dimaksud dengan penerimaan negara? 2. Apa sajakah sumber-sumber penerimaan negara? 3. Apa sajakah jenis-jenis penerimaan negara?

4

BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Penerimaan Negara Penerimaan negara dapat diartikan sebagai penerimaan negara dalam arti yang seluas-luasnya yaitu meliputi penerimaan pajak, penerimaan yang diperoleh dari hasil penjualan barang dan jasa yang dimiliki dan dihasilkan oleh pemerintah, pinjaman pemerintah, mencetak uang, dan sebagainya.1 B. Sumber-Sumber Penerimaan Negara Sumber – sumber pendapatan Negara secara umum dibagi menjadi dua, yaitu penerimaan dari dalam negeri dan penerimaan dari luar negeri. 1. Penerimaan dari dalam negeri a. Pendapatan Pajak Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undangundang sehingga dapat dipaksakan dengan tiada mendapat balas jasa secara langsung. Pajak dipungut penguasa berdasarkan norma-norma hukum untuk

menutup

biaya

produksi

barang-barang

dan jasa

kolektif untuk mencapai kesejahteraan umum. Pajak menurut Pasal 1 angka 1 UU No 6 Tahun 1983 sebagaimana telah disempurnakan terakhir dengan UU No.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan umum dan tata cara perpajakan adalah "kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang Undang, dengan tidak mendapat timbal balik secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Lembaga

Pemerintah yang

mengelola

perpajakan

negara

di Indonesia adalah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang merupakan salah 1

Guritno, Ekonomi Publik edisi ketiga, BPFE Yogyakarta, 2009. Hal. 129

5

satu direktorat jenderal yang ada di bawah naungan Departemen Keuangan Republik Indonesia. b. Unsur pajak Dari berbagai definisi yang diberikan terhadap pajak baik pengertian secara ekonomis (pajak sebagai pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor pemerintah) atau pengertian secara yuridis (pajak adalah iuran yang dapat dipaksakan) dapat ditarik kesimpulan tentang unsur-unsur yang terdapat pada pengertian pajak antara lain sebagai berikut: 1) Pajak dipungut berdasarkan undang-undang. Asas ini sesuai dengan perubahan ketiga UUD 1945 pasal 23A yang menyatakan "pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dalam undang-undang." 2) Tidak mendapatkan jasa timbal balik (konraprestasi perseorangan) yang dapat ditunjukkan secara langsung. Misalnya, orang yang taat membayar pajak kendaraan bermotor akan melalui jalan yang sama kualitasnya dengan orang yang tidak membayar pajak kendaraan bermotor. 3) Pemungutan pajak diperuntukkan bagi keperluan pembiayaan umum pemerintah dalam rangka menjalankan fungsi pemerintahan, baik rutin maupun pembangunan. 4) Pemungutan pajak dapat dipaksakan. Pajak dapat dipaksakan apabila wajib pajak tidak memenuhi kewajiban perpajakan dan dapat dikenakan sanksi sesuai peraturan perundag-undangan. 5) Selain

fungsi

budgeter

(anggaran)

yaitu

fungsi mengisi

Kas

Negara/Anggaran Negara yang diperlukan untuk menutup pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan, pajak juga berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan negara dalam lapangan ekonomi dan sosial (fungsi mengatur / regulatif).

c. Fungsi pajak

6

Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara, khususnya di dalam pelaksanaan pembangunan karena pajak merupakan sumber pendapatan negara untuk membiayai semua pembangunan yang ada. 1) Fungsi anggaran (budgetair) Sebagai sumber pendapatan negara, pajak berfungsi untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara. Untuk menjalankan tugas-tugas rutin negara

dan

melaksanakan

pembangunan,

negara

membutuhkan

biaya. Biaya ini dapat diperoleh dari penerimaan pajak. Dewasa ini pajak digunakan untuk pembiayaan rutin seperti belanja pegawai, belanja barang,

pemeliharaan,

dan

lain

pembangunan, uang dikeluarkan

sebagainya. Untuk

pembiayaan

dari tabungan pemerintah,

yakni

penerimaan dalam negeri dikurangi pengeluaran rutin. Tabungan pemerintah ini dari tahun ke tahun harus ditingkatkan sesuai kebutuhan pembiayaan pembangunan yang semakin meningkat dan ini terutama diharapkan dari sektor pajak. 2) Fungsi mengatur (regulerend) Pemerintah

bisa

mengatur

pertumbuhan ekonomi melalui

kebijaksanaan pajak. Dengan fungsi mengatur, pajak bisa digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan. Contohnya dalam rangka menggiring penanaman modal, baik dalam negeri maupun luar negeri, diberikan berbagai macam fasilitas keringanan pajak. Dalam rangka melindungi produksi dalam negeri, pemerintah menetapkan bea masuk yang tinggi untuk produk luar negeri. 3) Fungsi stabilitas Dengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk menjalankan kebijakan

yang

berhubungan

dengan

stabilitas

harga

sehingga inflasi dapat dikendalikan, Hal ini bisa dilakukan antara lain dengan jalan mengatur peredaran uang di masyarakat, pemungutan pajak, penggunaan pajak yang efektif dan efisien.

7

4) Fungsi redistribusi pendapatan Pajak yang sudah dipungut oleh negara akan digunakan untuk membiayai semua

kepentingan

umum,

termasuk

juga

untuk

membiayai

pembangunan sehingga dapat membuka kesempatan kerja, yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat. d. Syarat pemungutan pajak Tidaklah mudah untuk membebankan pajak pada masyarakat. Bila terlalu tinggi, masyarakat akan enggan membayar pajak. Namun bila terlalu rendah, maka pembangunan tidak akan berjalan karena dana yang kurang. Agar tidak menimbulkan berbagai masalah, maka pemungutan pajak harus memenuhi persyaratan yaitu: 1) Pemungutan pajak harus adil Seperti halnya produk hukum pajak pun mempunyai tujuan untuk menciptakan keadilan dalam hal pemungutan pajak. Adil dalam perundang-undangan maupun adil dalam pelaksanaannya. Contohnya: a) Dengan mengatur hak dan kewajiban para wajib pajak b) Pajak diberlakukan bagi setiap warga negara yang memenuhi syarat sebagai wajib pajak c) Sanksi atas pelanggaran pajak diberlakukan secara umum sesuai dengan berat ringannya pelanggaran 2) Pengaturan pajak harus berdasarkan UU Sesuai dengan Pasal 23 UUD 1945 yang berbunyi: "Pajak dan pungutan yang bersifat untuk keperluan negara diatur dengan Undang-Undang", ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan UU tentang pajak, yaitu: a)

Pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara yang berdasarkan UU tersebut harus dijamin kelancarannya

b)

Jaminan hukum bagi para wajib pajak untuk tidak diperlakukan secara umum

8

c)

Jaminan hukum akan terjaganya kerasahiaan bagi para wajib pajak

3) Pungutan pajak tidak mengganggu perekonomian Pemungutan pajak harus diusahakan sedemikian rupa agar tidak mengganggu kondisi perekonomian, baik kegiatan produksi, perdagangan, maupun jasa.

Pemungutan

pajak

jangan

sampai

merugikan

kepentingan masyarakat dan menghambat lajunya usaha masyarakat pemasok pajak, terutama masyarakat kecil dan menengah. 4) Pemungutan pajak harus efesien Biaya-biaya yang dikeluarkan dalam rangka pemungutan pajak harus diperhitungkan. Jangan sampai pajak yang diterima lebih rendah daripada biaya pengurusan pajak tersebut. Oleh karena itu, sistem pemungutan pajak harus sederhana dan mudah untuk dilaksanakan. Dengan demikian, wajib pajak tidak akan mengalami kesulitan dalam pembayaran pajak baik dari segi penghitungan maupun dari segi waktu. 5) Sistem pemungutan pajak harus sederhana Bagaimana pajak dipungut akan sangat menentukan keberhasilan dalam pungutan pajak. Sistem yang sederhana akan memudahkan wajib pajak dalam menghitung beban pajak yang harus dibiayai sehingga akan memberikan dampak positif bagi para wajib pajak untuk meningkatkan kesadaran dalam pembayaran pajak. Sebaliknya, jika sistem pemungutan pajak rumit, orang akan semakin enggan membayar pajak. Contoh: a)

Bea materai disederhanakan dari 167 macam tarif menjadi 2 macam tarif

b)

Tarif PPN yang beragam disederhanakan menjadi hanya satu tarif, yaitu 10%

c)

Pajak perseorangan untuk badan dan pajak pendapatan untuk perseorangan disederhanakan menjadi pajak penghasilan (PPh) yang berlaku bagi badan maupun perseorangan (pribadi)

e. Penerimaan Pajak di Indonesia

9

Berdasarkan laporan keuangan pemerintah pusat tahun 2010. Penerimaan dari sektor perpajakan mencapai 723 triliun rupiah yang terdiri dari penerimaan pajak dealam negeri sebesar 694 triliun rupiah dan pajak perdaganngan internasional sebesar 28 triliun rupiah. Sementara itu total penerimaan negara bukan pajak sebesar 268 triliun rupiah yang terdiri dari penerimaan sumber daya alam 160 triliun rupiah, bagian pemerintah atas laba BUMN 30 triliun rupiah, penerimaan negara bukan pajak lainnya 59 triliun rupiah dan pendapatan BLU 10 triliun rupiah. Sedangkan penerimaan hibah sebesar 3 triliun rupiah. Jadi jumlah keseluruhan pendapatan negara yaitu sebesar 995 triliun rupiah1. Dapat disimpulkan

bahwa

penerimaan

perpajakan

di

negara

kita

menyumbangkan 70% dana dari total anggaran. Sementara 30%nya berasal dari penerimaan bukan pajak. 1. Macam-macam Pajak : a) Pajak Penghasilan Pajak

penghasilan adalah

pajak

yang

dibebankan

pada

penghasilan perorangan, perusahaan atau badan hukum lainnya. Pajak penghasilan bisa diberlakukan progresif, proporsional, atau regresif. Pada akhir maret 2010 jumlah wajib pajak di Indonesia mencapai sekitar 16 juta. Subyek pajak penghasilan Menurut Undang Undang no.36 tahun 2008 tentang pajak penghasilan, subyek pajak penghasilan adalah sebagai berikut: 1) Subyek pajak pribadi yaitu orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia.

10

2) Subyek pajak harta warisan belum dibagi yaitu warisan dari seseorang yang sudah meninggal dan belum dibagi tetapi menghasilkan pendapatan, maka pendapatan itu dikenakan pajak. 3) Subyek pajak badan badan

yang didirikan

atau bertempat

kedudukan di Indonesia, kecuali unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria: 1.

pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan;

2.

pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;

3.

penerimaannya dimasukkan dalam anggaran Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah; dan

4.

pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara.

Obyek Pajak Penghasilan Yang menjadi Objek Pajak adalah penghasilan yaitu setiap Tambahan Kemampuan Ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun. Karena Undang-undang PPh menganut pengertian penghasilan yang luas maka semua jenis penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam suatu tahun pajak digabungkan untuk mendapatkan dasar pengenaan pajak. Dengan demikian, apabila dalam satu Tahun Pajak suatu usaha atau kegiatan menderita kerugian, maka kerugian tersebut dikompensasikan dengan penghasilan lainnya (Kompensasi Horisontal), kecuali kerugian yang diderita di luar negeri. Namun demikian, apabila suatu jenis penghasilan dikenakan pajak dengan tarif yang bersifat final atau dikecualikan dari Objek Pajak, maka penghasilan tersebut tidak boleh digabungkan dengan penghasilan lain yang dikenakan tarif umum. a. Pajak Pertambahan Nilai 11

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas setiap pertambahan nilai dari barang atau jasa dalam peredarannya dari produsen ke konsumen. Dalam bahasa Inggris, PPN disebut Value Added Tax (VAT) atau Goods and Services Tax (GST). PPN termasuk jenis pajak tidak langsung, maksudnya pajak tersebut disetor oleh pihak lain (pedagang) yang bukan penanggung pajak atau dengan kata lain, penanggung pajak (konsumen akhir) tidak menyetorkan langsung pajak yang ia tanggung. Mekanisme pemungutan, penyetoran, dan pelaporan PPN ada pada pihak pedagang atau produsen sehingga muncul istilah Pengusaha Kena Pajak yang disingkat PKP. Dalam perhitungan PPN yang harus disetor oleh PKP, dikenal istilah pajak keluaran dan pajak masukan. Pajak keluaran adalah PPN yang dipungut ketika PKP menjual produknya, sedangkan pajak masukan adalah PPN yang dibayar ketika PKP membeli, memperoleh, atau membuat produknya. Indonesia menganut sistem tarif tunggal untuk PPN, yaitu sebesar 10 persen. Dasar hukum utama yang digunakan untuk penerapan PPN di Indonesia adalah Undang-Undang No. 8/1983 berikut revisinya, yaitu Undang-Undang No. 11/1994 dan Undang-Undang No. 18/2000. b. Pajak Penjualan atas Barang Mewah PPnBM merupakan jenis pajak yang merupakan satu paket dalam Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai. Namun demikian, mekanisme pengenaan PPnBM ini sedikit berbeda dengan PPN. Berdasarkan Pasal 5 Ayat (1) Undang-undang PPN, Pajak Penjualan Atas Barang Mewah dikenakan terhadap : 1. penyerahan Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah yang dilakukan oleh Pengusaha yang menghasilkan Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah di dalam Daerah Pabean dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya; 2. Impor Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah.

12

Dengan demikian, PPnBM hanya dikenakan pada saat penyerahan BKP Mewah oleh pabrikan (pengusaha yang menghasilkan) dan pada saat impor BKP Mewah. PPnBM tidak dikenakan lagi pada rantai penjualan setelah itu. Adapun fihak yang memungut PPnBM tentu saja pabrikan BKP Mewah pada saat melakukan penyerahan atau penjualan BKP Mewah. Sementara itu, PPnBM atas impor BKP mewah dilunasi oleh importir berbarengan dengan pembayaran PPN impor dan PPh Pasal 22 Impor. Dasar Pertimbangan Pengenaan PPnBM 1. perlu keseimbangan pembebanan pajak antara konsumen yang berpenghasilan rendah dengan konsumen yang berpenghasilan tinggi; 2. perlu adanya pengendalian pola konsumsi atas Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah; 3. perlu adanya perlindungan terhadap produsen kecil atau tradisional; 4. perlu untuk mengamankan penerimaan negara; Tarif, Kelompok dan Jenis BKP Mewah Berdasarkan Pasal 8 Undang-undang PPN, ditentukan : 1. Tarif Pajak Penjualan Atas Barang Mewah adalah paling rendah 10% (sepuluh persen) dan paling tinggi 75% (tujuh puluh lima persen). 2. Atas ekspor Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah dikenakan pajak dengan tarif 0% (nol persen). 3. Dengan Peraturan Pemerintah ditetapkan kelompok Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah yang dikenakan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah. 4. Jenis Barang yang dikenakan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah atas Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.” Peraturan Pemerintah yang mengatur pengelompokan BKP yang tergolong mewah ini adalah PP Nomor 145 Tahun 2000 yang kemudian

13

mengalami beberapa perubahan dengan PP Nomor 60Tahun 2001, PP Nomor 7 Tahun 2002, PP Nomor 6 Tahun 2003, PP Nomor 43 Tahun 2003, PP Nomor 55 Tahun 2004, PP Nomor 41 Tahun 2005 dan PP Nomor 12 Tahun 2006. Adapun Keputusan Menteri Keuangan yang mengatur jenis barang yang dikenakan PPnBM adalah Keputusan Menteri Keuangan Nomor 570/KMK.04/2000, ...


Similar Free PDFs