Ontologi, Metafisika, dan Komunikasi PDF

Title Ontologi, Metafisika, dan Komunikasi
Author Hasril Azmi
Pages 9
File Size 82.2 KB
File Type PDF
Total Downloads 800
Total Views 1,019

Summary

BAB II Pembahasan A. Pengertian Ontologi Secara etimologi, “ontologi” berasal dari dua kata dalam bahasa Yunani, yakni ontos dan logos. Ontos berarti “ada” dan logos berarti “ilmu” sehingga dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang yang ada. Sedangakan secara terminologi, ontologi adalah...


Description

BAB II Pembahasan A. Pengertian Ontologi Secara etimologi, “ontologi” berasal dari dua kata dalam bahasa Yunani, yakni ontos dan logos. Ontos berarti “ada” dan logos berarti “ilmu” sehingga dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang yang ada. Sedangakan secara terminologi, ontologi adalah ilmu tentang hakekat yang ada sebagai yang ada (being qua being). Dalam konteks keilmuan, yang ada diartikan sebagai apa yang ada dibalik ilmu atau seluk beluk ilmu. Jadi selanjutnya ontologi itu adalah ilmu yang mempelajari seluk beluk ilmu. Ilmu secara etimologi berasal dari kata “ilm” dalam bahasa Arab yang mempunyai arti memahami, mengerti, atau mengetahui. Secara terminologi berarti seluruh usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan, dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam manusia.1 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia definisi dari pengetahuan adalah segala sesuatu yg diketahui berkenaan dengan hal tertentu. Kesimpulannya, ilmu pengetahuan adalah keberadaan suatu fenomena kehidupan/alam yang dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah, dan ontologi menyelidiki apa yang ada dibalik pengetahuan sebelum menuju ke tahap epistemologi lalu menjadi ilmu pengetahuan. Ontologi adalah cabang dari filsafat yang membahas tentang realitas. Realitas adalah kenyataan, dimana kenyataan tersebut merupakan sesuatu kebenaran. Berkaitan dengan ontologi maka perkara realitas ini memunculkan beberapa pandangan yang berkaitan dengan unsur-unsur yang ada ditinjau dari segi kuantitas (jumlah), kualitas (sifat), dan proses/kejadian/perubahan. Segi Kuantitas: a. Monisme: menyatakan bahwa hanya ada satu kenyataan fundamental. Dapat berupa jiwa, materi, Tuhan atau substansi (watak yang sebenarnya dari sesuatu, isi, pokok, inti). Dipakai dalam filsafat untuk menunjukkan suatu realitas yang dalam dan mengandung sifat-sifat lainnya yang tidak dapat diketahui. b. Dualisme: menganggap adanya dua substansi yang masing-masing berdiri sendiri, dari dua macam hakekat sebagai asal sumbernya: hakekat materi dan ruhani, benda dan ruh, jasad dan spirit. Materi bukan muncul dari benda, sama-sama hakikat,

1

https://id.wikipedia.org/wiki/Ilmu, diakses pada 30 September 2015

kedua macam hakekat tersebut masing-masing bebas dan berdiri sendiri, sama-sama azali dan abadi, hubungan keduanya menciptakan kehidupan di alam ini. c. Pluralisme: menyatakan bahwa hakikat kenyataan terdiri dari atas unsur-unsur yang tidak terhitung banyaknya, sebanyak jumlah sifat benda dan semuanya dikuasai oleh suatu tenaga yang dinamakan nous. Bahwa nous adalah suatu zat yang paling halus yang memiliki sifat pandai bergerak dan mengatur. d. Nihilisme: berpandangan tentang tiga proporsi realitas: 1. Tidak ada sesuatu pun yang eksis. Realitas itu sebenamya tidak ada, 2. Bila sesuatu itu ada, ia tidak dapat diketahui, ini disebabkan oleh pengindraan itu tidak dapat dipercaya, pengindraan itu sumber ilusi, 3. Sekalipun realitas itu dapat kita ketahui, ia tidak akan dapat kita beritahukan kepada orang lain. Segi Kualitas: a. Spiritualisme/Idealisme: menyatakan bahwa kenyataan yang terdalam adalah ruh yaitu ruh yang mengisi dan mendasari seluruh alam. Spiritualisme dalam arti ini dilawankan dengan materialisme. b. Materialisme: menyatakan bahwa tidak ada hal yang nyata kecuali materi. Pikiran dan kesadaran hanyalah penjelmaan dari materi dan dapat dikembalikan pada unsurunsur fisik. Materi adalah sesuatu yang kelihatan, dapat diraba, berbentuk, menempati ruang. Hal-hal yang bersifat kerohanian seperti pikiran, jiwa, keyakinan, rasa sedih dan rasa senang tidak lain hanyalah ungkapan proses kebendaan. Segi Proses/Kejadian/Perubahan: a. Mekanisme: menyatakan bahwa semua gejala atau peristiwa dapat dijelaskan berdasarkan asas-asas mekanik (mesin). Semua peristiwa adalah hasil dari materi yang bergerak dan dapat dijelaskan menurut kaidah-kaidahnya. Aliran ini juga menerangkan semua peristiwa berdasar pada sebab kerja (efficient cause), yang dilawankan dengan sebab tujuan (final cause). Alam dianggap seperti sebuah mesin yang keseluruhan fungsinya ditentukan secara otomatis oleh bagian-bagiannya. b. Teleologi: berpendirian bahwa yang berlaku dalam kejadian alam bukanlah kaidah sebab akibat, akan tetapi sejak semula memang ada sesuatu kemauan atau kekuatan yang mengarahkan alam ke suatu tujuan. c. Vitalisme: memandang bahwa kehidupan tidak dapat sepenuhnya dijelaskan secara fisika-kimiawi, karena hakikatnya berbeda dengan yang tidak hidup. Hans Adolf (1867-1940) berpendapat bahwa setiap organisme atau makhluk hidup memiliki

asas hidup. Henry Bergson (1859-1941) menyebutnya dengan elan vital. Ia berpendapat bahwa elan vital (semangat hidup) merupakan sumber dari sebab kerja dan perkembangan dalam alam. Asas hidup ini memimpin dan mengatur gejala hidup dan menyesuaikannya dengan tujuan hidup.

B. Pengertian Metafisika “Meta” artinya setelah atau dibalik, dan “phusika” artinya hal-hal di alam atau hal-hal fisikal. Berdasar asal katanya tersebut metafisika diartikan sebagai “kenyataan” dibalik fisika atau “kenyataan” yang bentuknya tak terjangkau oleh indera.2 Cabang utama metafisika adalah ontologi, studi mengenai kategorisasi benda-benda di alam dan hubungan antara satu dan lainnya.3 Metafisika termasuk dalam bagian filsafat yang mengkaji tentang yang ada (being), berhubungan dengan obyek-obyek yang tidak dapat dijangkau oleh indera karena obyek-obyek tersebut tidak bersifat fisikal. Obyek-obyek atau yang ada ini tidak tampak dan tidak terasa oleh indera namun ada yang meyakini dan menganggap ada. Metafisika Umum dan Metafisika Khusus Christian Wolff membagi metafisika menjadi dua jenis:

 Metafisika Umum: mengkaji yang ada sebagai ada atau kenyataan karena tampak akan indera. Jenis ini biasa dikenal dengan ontologi.

 Metafisika Khusus: mengkaji yang ada dibalik gejala-gejala fisik, obyek-obyek yang ada ini tidak tampak akan indera. Jenis ini dapat dibagi lagi menjadi: Psikologi (hakekat manusia), Kosmologi (asal-usul alam semesta), Teologi (hakekat Tuhan).

2

Mohammad Zamroni, Filsafat Komunikasi Pengantar Ontologis, Epistemologis, Aksiologis, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2009, hlm. 81. 3 https://id.wikipedia.org/wiki/Metafisika, diakses 30 September 2015

C. Filsafat Komunikasi Pengertian filsafat komunikasi menurut beberapa ahli:

 Prof. Onong Ucahana Efendy, MA: Filsafat komunikasi adalah suatu disiplin ilmu yang menelaah pemahaman (verstehen) secara fundamental, metodologis, sistematis, analisis, kritis, dan holistis tentang teori dan proses komunikasi yang meliputi segala dimensi menurut bidangnya, sifatnya, tatanannya, tujuannya, fungsinya, teknik dan perannya.

 Aubrey Fisher: Menurut Fisher (1986:17) adalah ilmu yang mencakup segala aspek dan bersifat eklektik yang digambarkan oleh Wilbur Schramm (1963:2) sabagai jalan simpang yang ramai, semua disiplin ilmu melintasinya.

 Laurie Ouellette Chair & Amit Pinchevski: Filsafat komunikasi secara luas peduli

dengan masalah teoritis, analitis, dan politik yang melintasi batas-batas yang terjadi begitu saja untuk di analisa dalam studi komunikasi. Dari beberapa pengertian tersebut bisa kita sadari bahwa begitu rumit dan kompleks proses komunikasi yang dilakukan oleh manusia. Selain lima unsur komunikasi mengacu pada paradigma Lasswell: komunikator, pesan, media, komunikan, dan efek, ada beberapa hal yang dapat mengupas komunikasi secara lebih mendalam. Misalnya kaintannya dengan tempat, waktu, gangguan (noise), dan sebagainya. Joseph A. Devito menyebutkan adanya lingkungan komunikasi dalam bukunya Komunikasi Antar Manusia. Lingkungan komunikasi ini memiliki tiga dimensi:

 Dimensi fisik: Lingkungan nyata atau berwujud. Dimensi ini berkaitan dengan tempat dimana komunikasi berlangsung. Tempat juga mempengaruhi proses dalam komunikasi.

 Dimensi sosial-psikologis: Lingkungan hubungan kejiwaan antara komunikator dan komunikan. Dimensi ini terkait dengan suasana bagaimana komunikasi berlangsung. Suasana mental (dengan orang lain dan diri sendiri) dari komunikator maupun komunikan berpengaruh pada proses komunikasi.

 Dimensi temporal (waktu): Mencakup waktu dalam berlangsungnya komunikasi. Yang terpenting adalah bagaimana suatu pesan tertentu disesuaikan dengan rangkaian temporal peristiwa komunikasi. Tiap dimensi juga akan mempengaruhui dan dipengaruhi dimensi yang lain, sehingga perubahan yang diakibatkan pengaruh-pengaruh inilah yang menjadikan komunikasi selalu bersifat dinamis. Hal lain yang perlu diperhatikan dalam proses komunikasi adalah unsur gangguan atau noise. Noise adalah gangguan dalam komunikasi yang mendistorsi pesan sehingga pesan yang disampaikan

komunikator berbeda dengan pesan yang diterima oleh komunikan.4 Menurut Joseph A. Devito gangguan ini dapat berupa: gangguan fisik (suara selain komunikator), gangguan psikologis (pemikiran yang sudah ada di pikiran komunikator dan komunikan), gangguan semantik (salah mengartikan makna).

Macam Fisik

Definisi

Contoh

Interferensi dengan transmisi fisik isyarat atau pesan lain

Psikologis Interferensi kognitif atau mental

Semantik

Suara mobil lewat

Prasangka, pikiran yang sempit

Komunikator dan komunikan memberi Menggunakan bahasa yang berbeda, arti yang berlainan istilah yang tidak dipahami

Tiga Macam Gangguan

Dari ketiga gangguan yang telah disebut, gangguan semantik perlu mendapatkan perhatian khusus. Hal ini berkaitan dengan bahasa yang dilakukan oleh manusia. Sebagai makhluk yang berpikir manusia menggunakan simbol untuk mengkomunikasikan pikirannya. Tanpa bahasa manusia tidak dapat menyampaikan pikirannya ke yang lain. Bahasa berfungsi untuk mentransformasikan obyek-obyek faktual menjadi simbol-simbol yang abstrak sehingga memungkinkan manusia berpikir secara abstrak dan tidak perlu diperlihatkan obyek faktual yang dikomunikasikan. Pemaknaan bahasan yang sama memungkinkan terjadinya proses komunikasi yang efektif. Dari pemaknaan bahasa yang sama ini berkaitan dengan penyampaian statement atau hasil pemikiran seseorang supaya penyampaian suatu statement akan tercapai tujuannya. Hal yang pailng mendasar dari proses komunikasi adalah statement atau pernyataan hasil dari pemikiran seseorang.5 Selanjutnya, maka dari itu manusia memiliki hak untuk menyampaikan pemikirannya, dan proses komunikasi dimulai dari sini. Selain hak menyampaikan, maka manusia juga memiliki kewajiban untuk mendengarkannya. Hak itu boleh dikerjakan, dan kewajiban itu harus dikerjakan. Kegiatan komunikasi manusia bila didasari oleh kesadaran akan hak dan kewajiban tersebut akan menyebabkan

4

Kismiyati El Karimah dan Uud Wahyudin, Filsafat dan Etika Komunikasi Aspek Ontlogis, Epistemologis dan Aksiologis dalam Memandang Ilmu Komunikasi, Widya Padjajaran, Bandung, 2010, hlm. 38. 5 Ibid., hlm. 39.

proses komunikasi yang seimbang dan harmonis. Menurut Astrid S. Susanto, masyarakat ideal harmonis dan adil dapat tercapai bila: (1996: 16) a. Pendapat-pendapat norma-norma dalam masyarakat diarahkan kepada harmonisasi. b. Sifat-sifat khas dari materi publisistik/ komunikasi dipergunakan sesuai dan demi perwujudan ataupun peningkatan harmoni dalam masyarakat. c. Apabila dalam proses komunikasi terjadi pula komunikasi yang harmonis, yaitu apabila

antara

komunikator

dan

komunikan

terdapat

pengertian,

saling

mempengaruhi dalam rangka perwujudan suatu masyarakat harmonis. Dengan perkataan lain, publisistik terutama menyelidiki bagaimana dan faktorfaktor apa dalam masyarakat yang harus diperhatikan oleh komunikator maupun komunikan dalam menggunakan proses komunikasi, supaya harmoni tidak terganggu ataupun sebaliknya agar ideal dapat didekati. Dengan begitu dapat ditarik kesimpulan bahwa filsafat komunikasi adalah studi secara mendalam tentang pernyataan manusia yang disampaikan pada manusia lain menuju kemengertian bersama.6

D. Kajian Ontologis Komunikasi Metafisika dan ontologi sama-sama mengkaji obyek yang ada atau studi tentang keberadaan. Perbedaan diantara keduanya yaitu pada aspek tempat atau letak obyek yang dikaji. Metafisika mencari penjelasan dari obyek yang ada yang tidak tampak oleh indera atau mempelajari realitas yang ada dibalik suatu obyek, misal, jiwa, rohani, Tuhan, dan sebagainya. Ontologi merupakan salah satu cabang dari metafisika yang mempelajari hakekat obyek yang ada sebagai ada atau mempelajari realitas yang konkret, fisikal, ter-indera. Cabang lain dari metafisika salah satunya kosmologi. Richard L. Lanigan menyatakan bahwa metafisika adalah studi tentang sifat dan fungsi teori tentang realitas. Dalam metafisika, ada beberapa hal yang direfleksikan. Hal-hal itu adalah sifat manusia dan hubungannya dengan alam, sifat dan fakta kehidupan manusia, problema pilihan manusia, dan soal kebebasan pilihan tindakan manusia. Dalam hubungannya dengan teori komunikasi, metafisika berkaitan dengan hal-hal sebagai berikut:7

 Sifat manusia dan hubungannya secara kontekstual dan individual dengan realitas dalam alam semesta.

6 7

Ibid., hlm. 40. Muhammad Mufid, Etika dan Filsafat Komunikasi, Kencana, Jakarta, 2009, hlm. 85.

 Sifat dan fakta bagi tujuan, perlaku, penyebab, dan aturan.

 Problema pilihan, khususnya kebebasan versus determinisme pada perilaku manusia. Dalam filsafat komunikasi yang dipelajari tentu berkaitan dengan komunikasi, antara lain, bahasa, umpan balik, dan efek, sesuai dengan sudut pandang ontologi. Ontologi sebagian besar berhubungan dengan alam eksistensi manusia. Isu-isu ontologi dianggap penting karena bagaimana cara seorang penyusun teori mengonsptualisasikan komunikasi bergantung pada bagaimana komunikator dipandang.8 Studi dalam ontologi tentu didasari oleh kebenaran. Pertanggung jawaban atas kebenaran ini juga berada pada ilmu-ilmu yang lain. Dalam ilmu komunikasi kebenaran ini berada pada ide atau lambang yang merupakan esensi dari penelitian ilmu komunikasi. Walaupun ide atau lambang sifatnya non-materi, namun efek dan pengaruhnya dalam masyarakat juga diteliti. Dapat dikatakan bahwa penelitian ilmu komunikasi berpangkal pada ide atau lambang yang akan membawa persoalannya: pada fungsi dari ide, fungsi diri lambang, dan selanjutnya ilmu komunikasi memperhitungkan efek, pengaruh dan akibat dari lambang, atau ide tersebut dalam masyarakat.9 Menurut Ninis Agustini Damayani (2013: 4), ada tiga pemahaman yang tujuannya diharapkan mampu menjelaskan hakekat komunikasi bagi kehidupan manusia: 1. Manusia sebagai pelaku komunikasi Komunikasi antar manusia dengan manusia tidaklah semudah yang dibayangkan, tidak selalu setiap pesan yang disampaikan dapat diterima sesuai dengan keinginan peyampai pesan. 2. Kegunaan komunikasi bagi kehidupan manusia Komunikasi merupakan cara untuk berinteraksi, menjalin hubungan, dan kerja sama, serta cara untuk berbagi dan bertukar ide, gagasan, dan pikiran. 3. Komunikasi untuk aktualisasi diri Proses aktualisasi adalah perkembangan atau penemuan jati diri dan mekarnya postensi yang ada atau terpendam, dengan kata lain adalah menjadi manusiawi secara penuh. Namun demikian, tidak setiap orang berbakat, produktif, dan sukses memenuhi

kriteria

sehat

secara

psikologis,

matang,

dan

pribadi

yang

teraktualisasikan. 8

Kismiyati El Karimah dan Uud Wahyudin, Filsafat dan Etika Komunikasi Aspek Ontlogis, Epistemologis dan Aksiologis dalam Memandang Ilmu Komunikasi, Widya Padjajaran, Bandung, 2010, hlm. 41. 9 Mohammad Zamroni, Filsafat Komunikasi Pengantar Ontologis, Epistemologis, Aksiologis, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2009, hlm. 84-85.

BAB III Penutup Kesimpulan Karena tulisan ini merupakan kajian filosofis, berkaitan dengan ontologi, maka kebenaran akan realitas yang akan menjadi tujuannya. Dalam komunikasi ide atau lambang merupakan esensi dari proses komunikasi. Ide atau lambang ini berkaitan dengan: bahasa sebagai pen-transformasi ide abstrak menjadi bentuk material; umpan balik dan efek sebagai dinamika proses komunikasi. Bahasa, umpan balik, dan efek terkait dengan fungsi dari ide atau lambang yang dikomunikasikan, selanjutnya akan diperhitungkan efek, pengaruh, dan akibatnya dalam masyarakat atau diri sendiri. Sehingga bisa disimpulkan ide disampaikan untuk mencari kebenaran dalam ide yang lain atau ide itu sendiri dengan dasar kebenaran realitas manusia yang tujuannya bagi tujuan diri sendiri maupun tujuan sosial.

Daftar Pustaka

Buku Zamroni, Mohammad. 2009. Filsafat Komunikasi Pengantar Ontologis, Epistemologis, Aksiologis. Yogyakarta: Graha Ilmu. Sumarno, dkk. 2013. Filsafat dan Etika Komunikasi. Tangerang Selatan: Penerbit Universitas Terbuka. Kismiyati El Karimah dan Uud Wahyudin. 2010. Filsafat dan Etika Komunikasi Aspek Ontologis, Epistemologis dan Aksiologis dalam Memandang Ilmu Komunikasi. Bandung: Widya Padjajaran. Mufid, Muhammad. 2009. Etika dan Filsafat Komunikasi. Jakarta: Kencana.

Internet https://id.wikipedia.org/wiki/Ilmu, diakses pada 30 September 2015 https://id.wikipedia.org/wiki/Metafisika, diakses 30 September 2015...


Similar Free PDFs