Pendidikan dan Pengajaran pada Zaman Penjajahan Belanda.pdf PDF

Title Pendidikan dan Pengajaran pada Zaman Penjajahan Belanda.pdf
Author Ninda mato
Pages 23
File Size 359.1 KB
File Type PDF
Total Downloads 397
Total Views 645

Summary

MAKALAH “Pendidikan & Pengajaran Pada Zaman Penjajahan Belanda” Dr. Muhammad Idris, M.Ag DISUSUN OLEH NAMA : ANINDA MATO NIM : 15.2.1.008 JURUSAN : PGMI A (Semester lima) FAKULTAS TARBIYAH & ILMU KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI MANADO TAHUN AJARAN 2017-2018 BAB I 1 PENDAHULUAN A. Latar ...


Description

MAKALAH “Pendidikan & Pengajaran Pada Zaman Penjajahan Belanda”

Dr. Muhammad Idris, M.Ag DISUSUN OLEH NAMA

:

ANINDA MATO

NIM

:

15.2.1.008

JURUSAN

:

PGMI A (Semester lima)

FAKULTAS TARBIYAH & ILMU KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI MANADO TAHUN AJARAN 2017-2018 BAB I

1

PENDAHULUAN A.

Latar Belakang Bangsa Indonesia telah mengalami berbagai bentuk praktek pendidikan :

praktek pendidikan Hindu, pendidikan Islam, pendidikan zaman VOC, praktek pendidikan kolonial Belanda, pendidikan zaman pendudukan Jepang dan pendidikan zaman setelah kemerdekaan (Somarsono 1985). Berbagai praktek pendidikan memiliki dasar filosofis dan tujuan yang berbeda-beda. Praktek pendidikan zaman Indonesia merdeka sampai tahun 1965 bisa dikatakan banyak dipengaruhi oleh sistem pendidikan Belanda. Praktek pendidikan

zaman

kolonial

Belanda

ditujukan

untuk

mengembangkan

kemampuan penduduk pribumi secepat-cepatnya melalui pendidikan Barat. Diharapkan praktek pendidikan Barat ini akan bisa mempersiapkan kaum pribumi menjadi kelas menengah baru. Praktek pendidikan kolonial ini tetap menunjukkan diskriminasi antara anak pejabat dan anak kebanyakan. Kesempatan luas tetap saja diperoleh anak-anak dari lapisan atas. Dengan demikian, sesungguhnya tujuan pendidikan adalah demi kepentingan penjajah untuk dapat melangsungkan penjajahannya. Yakni, menciptakan tenaga kerja yang bisa menjalankan tugastugas penjajah dalam mengeploitasi sumber dan kekayaan alam Indonesia. Di samping itu dengan pendidikan model barat akan diharapkan muncul kaum bumi putra yang berbudaya barat, sehingga tersisih dari kehidupan masyarakat kebanyakan. Pendidikan zaman Belanda membedakan antara pendidikan untuk orang pribumi. Demikian pula bahasa yang digunakan berbeda. Namun perlu dicatat, betapapun juga pendidikan Barat (Belanda) memiliki peran yang penting dalam melahirkan pejuang-pejuang yang akhirnya berhasil melahirkan kemerdekaan Indonesia. Oleh karena itu, dalam makalah ini penulis akan membahas tentang Pendidikan dan Pengajaran pada masa Penjajahan Belanda.

2

B.

Dari uraian diatas pemakalah merumuskan Rumusan Masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana sistem pendidikan Indonesia pada masa Belanda ? 2. Apa saja ciri umum politik pendidikan Belanda? 3. Apa saja faktor yang menyebabkan berlangsungnya politik etika? 4. Bagaimana sistem persekolahan pada zaman pemerintahan Hindia Belanda?

3

BAB II PEMBAHASAN 1.

Pendidikan Indonesia pada masa Belanda Pendidikan selama penjajahan Belanda dapat dipetakan kedalam 2 (dua)

periode besar, yaitu pada masa VOC (Vereenigde Oost-indische Compagnie) dan masa pemerintah Hindia Belanda (Nederlands Indie) yaitu :1

-

Zaman VOC (Kompeni) Orang Belanda datang ke Indonesia bukan untuk menjajah melainkan

untuk berdagang. Mereka di motifasi oleh hasrat untuk mengeruk keuntungan yang sebesar-besarnya, sekalipun harus mengarungi laut yang berbahaya sejauh ribuan kilometer dalam kapal layar kecil untuk mengambil rempah-rempah dari Indonesia. Namun pedagang itu merasa perlunya memiliki tempat yang permanen di daratan dari pada berdagang dari kapal yang berlabuh di laut. Kantor dagang itu kemudian mereka perkuat dan persenjatai dan menjadi benteng yang akhirnya menjadi landasan untuk menguasai daerah di sekitarnya. Lambat laun kantor dagang itu beralih dari pusat komersial menjadi basis politik dan teritorial. Setelah peperangan kolonial yang banyak akhirnya Indonesia jatuh seluruhnya di bawah pemerintahan Belanda. Namun penguasaan daerah jajahan ini baru selesai pada permulaan abad ke 20.2 Metode kolonialisasi Belanda sangat sederhana. Mereka mempertahankan raja-raja yang berkuasa dan menjalankan pemerintahan melalui raja-raja itu akan tetapi menuntut monopoli hak berdagang dan eksploitasi sumber-sumber alam. Adat istiadat dan kebudayaan asli dibiarkan tanpa perubahan aristokrasi tradisional digunakan oleh Belanda untuk memerintah negeri ini dengan cara efisien dan murah. Oleh sebab Belanda tidak mencampuri kehidupan orang Indonesia secara langsung, maka sangat sedikit yang mereka perbuat untuk pendidikan bangsa.3 Kecuali usaha menyebarkan agama mereka di beberapa pulau 1

SL der Wal. Pendidikan di Indonesia 1900-1940, (Jakarta: Depdikbud, 1977), h.68

2

Jalaludin, Sejarah Nasional Indonesia IV. (Jakarta : Balai, 1990), h.24

3

Nasution, M, A, Sejarah Pendidikan Indonesia, (Jakarta: Bumi Aksara,2008), h.105

4

di bagian timur Indonesia, itulah kegian pendidikan pertama yang dilakukan VOC. Pada permulaan abad ke 16 hampir se abad sebelum kedatangan belanda, pedagang portugis menetap di bagian timur Indonesia tempat rempah-rempah itu di hasilkan. Biasanya mereka didampingi oleh misionaris yang memasukkan penduduk kedalam agama katolik yang paling berhasil diantara mereka adalah Ordo Jesuit di bawah pimpinan Feranciscus Xaverius. Xaverius memandang pendidikan sebagai alat yang ampuh untuk penyebaran agama. Seminari dibuka di ternate, kemudian di solor dan pendidikan agama yang lebih tinggi dapat diperoleh di Goa, India, pusat kekuasaan portugis saat itu. Bahasa portugis hampir sama populernya dengan bahasa melayu, kedudukan yang tak kunjung di capai oleh bahasa Belanda dalam waktu 350 tahun penjajahan kekuasaan portugis melemah akibat peperangan dengan raja-raja Indonesia dan akhirnya dilenyapkan oleh belanda pada tahun 1605.4 -

Zaman Pemerintahan Belanda setelah VOC Setelah VOC dibubarkan, para Gubernur/ komisaris jendral harus memulai

system pendidikan dari dasarnya, karena pendidikan zaman VOC berakhir dengan kegagalan total. Pemerintahan baru yang diresapi oleh ide-ide liberal aliran aufklarung atau Enlightenment (pencerahan) menaruh kepercayaan akan pendidikan sebagai alat untuk mencapai kemajuan ekonomi dan social. Pada tahun 1808 Deandels seorang Gubernur Belanda mendapat perintah Raja Lodewijk untuk meringankan nasib rakyat jelata dan orang-orang pribumi poetra,serta melenyapkan perdagangan budak. Usaha Deandels tersebut tidak berhasil, bahkan menambah penderitaan rakyat, karena ia mengadakan dan mewajibkan kerja paksa (rodi).5 Didalam lapangan pendidikan Deandels memerintahkan kepada Bupatibupati di Pulau Jawa agar mendirikan sekolah atas usaha biaya sendiri untuk

4

HAR Tilaar, 50 Tahun Pembangunan Pendidikan Nasional Indonesia. (Jakarta :Gramedia Widasarana, 1945-1995), h.65 5

Budiardjo Miriam , Dasar-dasar Ilmu Politik, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama,

2010, h.56

5

mendidik anak-anak mematuhi adat dan kebiasaan sendiri. Kemudian Deandels mendirikan sekolah Bidan di Jakarta dan sekolah ronggeng di Cirebon. Kemudian Pada masa (interregnum inggris) pemerintahan Inggris (1811-1816) tidak membawa perubahan dalam masalah pendidikan walaupun Sir Stamford Raffles seorang ahli negara yang cemerlang. Ia lebih memperhatikan perkembanagan ilmu pengetahuan, sedangkan pengajaran rakyat dibiarkan sama sekali. Ia menulis buku History of Java. Setelah ambruknya VOC tahun 1816 pemerintah Belanda menggantikan kedudukan VOC. Status Hindia Belanda tahun 1801 dengan terang-terangan menyatakan bahwa tanah jajahan harus memberikan keuntungan yang sebesarbesarnya kepada perdagangan dan kepada kekayaan negeri Belanda. Pada tahun 1842 Markus, menteri jajahan, memberikan perintah agar Gubernur Jendral berusaha dengan segenap tenaga agar memperbesar keuntungan bagi negerinya. Walaupuan setiap Gubernur Jendaral pada penobatannya berjanji dengan hidmat bahwa ia akan memajukan kesejahteraan hindia Belanda dengan segenap usuha prinsip yang masih dipertahankan pada tahun 1854 ialah bahwa hindia Belanda sebagai “negeri yang direbut harus terus memberi keuntungan kepada negeri belanda sebagai tujuan pendidikan itu. Sekolah pertama bagi anak Belanda dibuka di Jakarta pada tahun 1817 yang segera diikuti oleh pembukaan sekolah dikota lain di Jawa.6 Prinsip yang dijadikan pegangan tercantum ditahun 1818 bahwa sekolahsekolah harus dibuka ditiap tempat bila diperlukan oleh penduduk Belanda dan diizinkan oleh keadaan Gubernur Jendral Van der Capellen (1819-1823) menganjurkan pendidikan rakyat dan pada tahun 1820 kembali regen-regen diinstruksikan untuk menyediakan sekolah bagi penduduk untk mengajar anakanak membaca dan menulis serta mengenal budi pekerti yang baik. Anjuran Gubernur Jendral itu tidak berhasil untuk mengembangkan pendidikan oleh regen yang aktif.7

6 7

Jalaludin, Sejarah Nasional Indonesia IV. (Jakarta : Balai, 1990), h.30 Prof. Dr. H. Afifuddin, Sejarah Pendidikan, (Bandung: Prosfect, 2007), h.105

6

Tahun 1826 lapangan pendidikan dan pengajaran terganganggu oleh adanyan usaha-usaha penghematan. Sekolah-sekolah yang ada hanya bagi anakanak Indonesia yang memeluk agama Nasrani. Alasannya adalah karena adanya kesulitan financial yang berat yang dihadapi orang Belanda sebagai akibat perang Diponegoro (1825-1830) yang mahal dan menelan banyak korban seerta peperangan antara Belanda dan Belgia (1830-1839). Kesulitan keuangan ini menyebabkan raja belanda untuk meninggalkan prinsip-prinsip liberal dan menerima rencana yang dianjurkan Van den Bosch, bekas Gubernur di Guyana, jajahan Belanda di Amerika selatan, untuk memanfaatkan pekerjaan budak menjadi dasar eksploitasi colonial. Ia membawa ide penggunaan kerja paksa (rodi) sebagai cara yang ampuh untuk memperoleh cara usaha maksimal, yang kemudian terkenal dengan cultuur stelsel atau tanam paksa yang memaksa penduduk untuk menghasilkan tanaman yang diperlukan dipasaran Eropa.8 Van den Bosch mengerti, bahwa untuk memperbaiki stesel pembangunan ekonomi bagi belanda dibutuhkan tenaga-tenaga ahli yang banyak. Setelah tahun 1848 dikeluarkan peraturan-peraturan yang menunjukan perintah lambat laun menerima tanggung jawab yang lebih besar atas pendidikan anak-anak Indonesia sebagai hasil perdebatan diparlemen Belanda dan mencerminkan sikap Liberal yang

lebih

menguntungkan

tehadap

rakyat

Indonesia.

Terbongkarnya

penyalahgunaan system tanam paksa merupakan factor dalam perubahan pandangan. Peraturan pemerintah tahun 1854 mengintruksikan Gubernur Jendral untuk mendirikan sekolah dalam tiap kabupaten bagi pendidikan anak pribumi. Peraturan tahun 1863 mewajibkan Gubernur Jendral untuk mengusahakan terciptanya situasi yang memungkinkan penduduk bumi putera pada umumnya menikmati pendidikan.9 Sistem tanam paksa dihapuskan tehun 1870 dan digantikan dengan undang-undang Agraria 1870. Pada tahun itu di Indonesia timbul masa baru 8

Prof. Dr. S. Nasution, Sejarah Pendidikan Nasional,(Jakarta: Bumi Aksara, 1995), h.112

9

SL der Wal. Pendidikan di Indonesia 1900-1940, (Jakarta: Depdikbud, 1977), h.97

7

dengan adanya undang-undang Agraria dari De Waal, yang memberi kebebasan pada pengusaha-pengusaha pertanian partikelir. Usaha-usaha perekonomian makin maju, masyarakat lebih banyak lagi membutuhkan pegawai. Sekolahsekolah yang ada dianggap belum cukup memenuhi kebutuhan. Itulah sebabnya maka usaha mencetak calon-calon pegawai makin dipergiat lagi. Kini tugas departemen adalah memelihara sekolah-sekolah yang ada dengan lebih baik dan mempergiat usaha-usaha perluasan sekolah-sekolah baru. Pada tahun 1893 timbullah differensiasi pengajaran bumi putera. Hal ini disebabkan:10 1. Hasil sekolah-sekolah bumi putra kurang memuaskan pemerintah colonial. Hal ini terutama sekali desebabkan karena isi rencana pelaksanaannya terlalu padat. 2. Dikalangan pemerintah mulai timbul perhatian pada rakyat jelata. Mereka insyaf bahwa yang harus mendapat pengjaran itu bukan hanya lapisan atas saja. 3. Adanya kenyataan bahwa masyarakat Indonesia mempunyai kedua kebutuhan dilapangan pendidikan yaitu lapisan atas dan lapisa bawah. Untuk mengatur dasar-dasar baru bagi pengajaran bumi putra, keluarlah indisch staatsblad 1893 nomor 125 yang membagi sekolah bumi putra menjadi dua bagian:11 a) Sekolah-sekolah kelas I untuk anak-anak priyai dan kaum terkemuka. b) Sekolah-sekolah kelas II untuk rakyat jelata. Perbedaan sekolah kelas I dan kelas II antara lain:

10

Abd. Rachman Assegaf. Politik Pendidikan Nasional, (Yogyakarta: Kurnia Kalam,

2005), h.212 11

Rusdi Kantrapawira, Sistem Politik Indonesi, Bandung: Sinar Baru Algensindo,

1999,h.86

8

Kelas I Tujuan: memenuhi kebutuhan pegawai pemerintah, perdagangan dan perusahaan. Lama bersekolah: 5 tahun Mata pelajarannya: membaca, menulis, berhitung, ilmu bumi, sejarah, pengetahuan alam, menggambar, dan ilmu ukur. Guru-guru: keluaran Kweekschool Bahasa pengantar: Bahasa Daerah/Melayu12 Kelas II Tujuan: Memenuhi kebutuhan pengajaran di kalangan rakyat umum Lama bersekolah: 3 tahun Mata paelajaran: Membaca, menulis dan berhitung. Guru-guru: persyaratannya longgar Bahasa pengantar: Bahasa Daerah/Melayu Pada tahun 1914 sekolah kelas I diubah mejadi HIS (Hollands Inlandse School) dengan bahasa pengantar bahasa Belanda sedangkan sekolah kelas II tetap atau disebut juga sekolah vervolg (sekolah sambungan) dan merupakan sekolah lanjutan dari sekolah desa yang mulai didirikan sejak tahun 1907.13

12

Ellis, Arthur K., Cogan, JJ, dan Howey, KR. Introduction to the Foundations of Education. (USA: Prentice Hall, 1986), h.267 13 CE Beeby. Pendidikan Di Indonesia Penilaian dan Pedoman Perencanaan. Terjemahan. (Jakarta: LP3ES, 1982), h.56

9

2.

Ciri Umum Politik Pendidikan Belanda Politik pendidikan colonial erat hubungannya dengan politik mereka pada

umumnya, suatu politik yang didominasi oleh golongan yang berkuasa dan tidak didorong oleh nilai-nilai etis dengan maksud untuk membina kematangan politik dan kemerdekaan tanah jajahannya. Berhubungan dengan sikap itu dapat kita lihat sejumlah ciri politik dan praktik pendidikan tertentu. 14



Menurut Tilaar (1995) dalam pandangannya menyebutkan ada 5 ciri yang

dapat ditemukan pendidikan kita dimasa colonial belanda yaitu:

-

System Dualisme Dalam system dualisme diadakan garis pemisahan antara system

pendidikan untuk golongan Eropa dan system pendidikan unutk golongan bumi putra. Jadi disini diadakan garis pemisah sesuai dengan politik colonial yang membedakan antara bumi putra dan pihak penjajah. -

System Korkondasi System ini berarti bahwa pendidikan didaerah penjajahan disesuaikan

dengan pendidikan yang terdapat di Belanda. System ini diasumsikan bahwa dengan System yang berkrkondasi dengan system yang ada di negeri Belanda, maka mutu pendidikan terjamin setingkat pendidikan di Negara Belanda. -

Sentralisasi Kebijakan

pendidikan

dizaman

colonial

diurus

oleh

departemen

pengajaran. Departemen ini yang mengatur segala sesuatu mengeani pendidikan dengan perwakilannya yang terdapat dipropinsi-propinsi Besar. -

Menghambat gerakan Nasional15 Pendidikan pada masa itu sangat selektif karena bukan diperuntukan untuk

masyarakat pribumi putra untuk mendapatkan pendidikan dengan seluas-luasnya atau pendidikan yang lebih tinggi. Didalam kurikulum pendidikan colonial pada

14

Rusdi Kantrapawira, Sistem Politik Indonesi, Bandung: Sinar Baru Algensindo, 1999,h.99 15 Najamuddin, Perjalanan Pendidikan Di Tanah Air, (Bandung: Rineka Cipta, 2005), h.56

10

waktu itu, misalnya sangat dipentingkan penguasaan bahasa belanda dan hal-hal mengenai negeri belanda. Misalnya dalam pengajaran ilmu bumi, anak-anak bumi putra harus menghapal kota-kota kecil yang ada di negeri Belanda.16

-

Perguruan swasta yang militer Salah satu perguruan swasta yang gigih menentang kekuasaan colonial

adalah seolah-olah taman siswa yang didirikan oleh kihajar dewantara tanggal 3 juli 1922.

-

Tidak adanya perencanaan pendidikanyan sistematis Perkembangan pendidikan merupakan rangkaian kompromi antara usaha

pemerintah untuk memberikan pendidikan minimal bagi pribumi dan tuntutan yang terus menerus dari pihak Indonesia untuk memperoleh pendidikan yang sama dengan orang Belanda. 

Menurut Prof. Dr. S. Nasution mengemukakan enam cirri umum politik pendidikan Belanda, yaitu:

-

Dualisme Dualisme dalam pendidikan dengan adanya sekolah untuk anak Belanda dan untuk yang tak berada, sekolah yang memberi kesempatan melanjutkan dan tidak memeberi kesempatan.17

-

Gradualisme Gradualisme dengan mengusahakan pendidikan rendah yang sederhana

mungkin bagi anak Indonesia dan memperlambat lahirnya sekolah untuk anak Indonesia.

-

Prinsip Konkordansi18

16

CR Boxer. Jan Kompeni. Terjemahan. (Jakarta:Sinar Harapan, 1985), h.143

17

Kartini Kartono. Wawasan Politik Mengenai Sistem Pendidikan Nasional. (Bandung: Mandar Maju, 1990), h.87 18

BSNP. Buletin BSNP. (Jakarta: Depdiknas, 2003), h.60

11

Prinsip yang memaksa semua sekolah berorientasi barat mengikuti model sekolah Nederland dan menghalangi penyesuaiannya dengan keadaan Indonesia.

-

Control sentral yang kuat Yang menciptakan birokrasi yang ketat yang hanya memungkinkan

perubahan kurikulum dengan persetujuan para pembesar di Indonesia maupun di negeri Belanda.

-

Tidak adanya perencanaan pendidikan yang sistematis Menyebabkan pemerintah mengadakan percobaan dengan berbagai macam

sekolah menurut keadaan zaman.

-

Pendidikan pegawai sebagai tujuan utama sekolah. Penyelenggaraan dan penerimaan murid didasarkan atas kebutuhan

pemerintah Belanda dalam tenaga kerja.19 Beberapa prinsip yang oleh pemerintah Belanda diambil sebagai dasar kebijakannya di bidang pendidikan antara lain: A. Menjaga jarak atau tidak memihak salah satu agama tertentu; B. Memperhatikan keselarasan dengan lingkungan sehingga anak didik kelak mampu mandiri atau mencari penghidupan guna mendukung kepentingan kolonial; C. Sistem pendidikan diatur menurut pembedaan lapisan sosial, khususnya yang ada di Jawa. D. Pendidikan diukur dan diarahkan untuk melahirkan kelas elit masyarakat yang dapat dimanfaatkan sebagai pendukung supremasi politik dan ekonomi pemerintah kolonial. Jadi secara tidak langsung, Belanda telah memanfaatkan kelas aristokrat pribumi untuk melanggengkan status quo kekuasaan kolonial di Indonesia.20 3.

Politik Etika dan Pengajaran

19

Abd. Rachman Assegaf. Politik Pendidikan Nasional, (Yogyakarta: Kurnia Kalam,

2005), h.78 20

Mochtar Buchori. Evolusi Pendidikan di Indonesia, (Yogyakarta: Insist, 2007), h.75

12

Indonesia yang kaya raya ini di keruk terus menerus oleh penjajah Belanda. Keuntungan mengalir terus ke negeri Belanda. Rakyat Indonesia tetap miskin. Keadaan ini sangat menggelisahkan kaum Importir Belanda yang membawa barang hasil industry dari Eropa ke Indonesia. Mereka tidak dapat menjual barangnya karena daya beli masyarakat sangat rendah, sedangkan industri di negeri Belanda sedang pesat. Mereka menginginkan agar Indonesia yang banyak penduduknya itu menjadi pasar bagi industry Belanda. Sedangkan para eksportir mendapat laba besar dengan membawa barang mentah dari Indonesia. Untuk memenuhi kaum importir tidak ada jalan lain yang harus segera ditempuh selain memperbaiki dan membuat ekonomi rakyat Indonesia yang sudah rusak.21 Selain itu pada tahun 1899 terbit sebuah artikel oleh Van Devender berjudul “Hutang Kehormatan” dalam majalah De Gids. Disitu ia mengemukakan bahwa keuntungan yang diperoleh ol...


Similar Free PDFs