PENEGAKAN HUKUM LAUT TERHADAP ILLEGAL FISHING PDF

Title PENEGAKAN HUKUM LAUT TERHADAP ILLEGAL FISHING
Author T. Reinhart-Thamrin
Pages 19
File Size 1.4 MB
File Type PDF
Total Downloads 189
Total Views 929

Summary

Penegakan Hukum Laut Terhadap Illegal Fishing Kertas Kerja PENEGAKAN HUKUM LAUT TERHADAP ILLEGAL FISHING1 Oleh Tanty S Reinhart Thamrin2 Latar Belakang Indonesia, merupakan salah satu negara kepulauan (archipelagic state) terbesar di Asia dan kedua di dunia yang memiliki 17.506 pulau-pulau besar dan...


Description

Accelerat ing t he world's research.

PENEGAKAN HUKUM LAUT TERHADAP ILLEGAL FISHING Tanty S Reinhart-Thamrin

Related papers

Download a PDF Pack of t he best relat ed papers 

ILEGAL FISHING SEBAGAI ANCAMAN KEUT UHAN BANGSA INDONESIA.docx Nur Alfiyah A.S

hukum perikanan Rizky Jonat han Lumban Gaol PENEGAKKAN HUKUM T ERHADAP T INDAK PIDANA ILLEGAL FISHING Kart iko Adi

Penegakan Hukum Laut Terhadap Illegal Fishing Kertas Kerja PENEGAKAN HUKUM LAUT TERHADAP ILLEGAL FISHING1 Oleh Tanty S Reinhart Thamrin2

Latar Belakang Indonesia, merupakan salah satu negara kepulauan (archipelagic state) terbesar di Asia dan kedua di dunia yang memiliki 17.506 pulau-pulau besar dan kecil, serta luas wilayah lebih dari 7.7 juta km², dimana 2/3 bagiannya merupakan perairan seluas lebih dari 5.8 juta km², dengan garis pantai sepanjang lebih dari 81.000 km², dan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE ) selebar 200 mil3. Letak yang strategis di antara dua benua, benua Asia dan Australia, serta dua samudera, Samudera Pasifik dan Samudera Hindia membuat konstelasi geografis Indonesia tersebut beserta kekayaan sumber daya alam yang dimiliki Indonesia, merupakan faktor-faktor yang sangat mempengaruhi dinamika politik, ekonomi, dan keamanan nasional Indonesia4. Letak strategis ini juga mengakibatkan Indonesia berada pada persilangan jalur perdagangan dan pelayaran internasional, baik dari wilayah Pasifik dan Asia Timur menuju kawasan Timur Tengah, Afrika dan Eropa maupun sebaliknya. Dengan demikian, Indonesia menjadi wilayah tempat transitnya berbagai macam kepentingan negara-negara pengguna jalur perdagangan. Kondisi geografis ini membuat Indonesia memiliki 4 posisi strategis, yaitu:

1

Kertas kerja sebagai bahan RTD Penegakan Hukum Maritime terhadap praktik illegal fishing di Indonesia, Lemhanas – RI, 16 Juni 2016. 2 Tanty S Reinhart Thamrin adalah praktisi Conflict and Disaster Risk Reduction/Management. Contact : [email protected] 3 ZEE adalah daerah terluar dan berdampingan dengan laut teritorial yang tunduk pada rejim hukum khusus dimana terdapat hak-hak dan jurisdiksi negara pantai, hak dan kebebasan negara lain yang diatur oleh konvensi dengan lebar 200 mil sebagaimana ditegaskan pada 57 Konvensi. Lihat Evaluasi Kebijakan Dalam Rangka Implementasi Konevensi Hukum Laut Internasional (UNCLOS 1982) di Indonesia, (Departemen Kelautan dan Perikanan Sekretariat Jenderal Satuan Kerja Dewan Kelautan Indonesia Jakarta, 2008), hal.32 4 Doktrin TNI AL Eka Sasana Jaya, (Jakarta:MABESAL),

Penegakan Hukum Laut Terhadap Illegal Fishing 1. Indonesia sebagai strategic junction pelayaran internasional 2. Indonesia sebagai strategic fishing ground 3. Indonesia sebagai strategic potential bussines 4. Indonesia sebagai strategic key partner bagi negara-negara besar. Hal ini membawa konsekuensi logis yang berkenaan dengan pertahanan dan keamanan negara di laut, yakni munculnya ancaman yang berpengaruh pada konsep dan strategi pertahanan negara. Dalam sejarah Indonesia, kawasan perairan Indonesia merupakan suatu sistem network yang terdiri dari beberapa sistem sub-network dari aktifitas perdagangan, politik, dan sebagainya. Aktifitas ini melibatkan penggunaan jalur pelayaran sebagai sarana, hal tersebut menggambarkan adanya suatu jaringan interdependency berupa interregional, internasional maupun lokal. Konsep kemaritiman sudah dikenal sejak jaman Sriwijaya sebagai kerajaan maritim yang pernah tumbuh menjadi kerajaan maritim terbesar di Asia Tenggara dengan kekuasaan terpusat di Selat Malaka sebagai jalur perdagangan internasional saat itu5. Konsepsi negara kepulauan di Indonesia diperkenalkan dengan sejarahnya dimana cakupan wilayah maritim Indonesia diperkokoh pada tanggal 13 Desember 1957 Deklarasi Djuanda yang menyatakan kepada masyarakat internasional bahwa Indonesia terdiri dari beribu-ribu pulau sebagai satu kesatuan di bawah kedaulatan Indonesia serta penetapan garis batas territorial dengan lebar 12 mil diukur dari garisgaris yang menghubungkan titik-titik ujung terluar pada pulau-pulau di Indonesia, yang kemudian diperkuat dengan UU No.4 Prp tahun 1960 tentang Perairan Indonesia dan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah No.8 Tahun 1928, dan menjadikan luas

Safri Burhanudin, dkk, “Sejarah Maritim Indonesia: Menelusuri Jiwa Bahari Bangsa Indonesia dalam Proses Integrasi Bangsa (Sejak Jaman Prasejarah Hingga Abad XVII)”, (Pusat Kajian Sejarah & Budaya Maritim Asia Tenggara, Lembaga Penelitian Universitas Diponegoro Semarang serta Pusat Riset Wilayah Laut & Sumberdaya Non-Hayati Badan Riset Kelautan Perikanan Departemen Kelautan dan Perikanan: Jakarta, 2003), hal. 13,63. 5

Penegakan Hukum Laut Terhadap Illegal Fishing wilayah laut Indonesia 2.027.087 km² (wilayah daratan) menjadi 5.193.250 km² dan penambahan wilayah perairan nasional sebesar 3.166.163 km²6. Ide masyarakat internasional mengenai penarikan lebar laut wilayah, zona tambahan, ZEE, landas kontinen dan konsepsi archipelagic state yang dibahas dalam Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa pada United Nations Conference on the Law of the Sea (UNCLOS) I tahun 1958 dan UNCLOS II tahun 1960 tidak berujung pada kesepakatan karena berbagai kepentingan negara, kesepakatan baru didapat pada UNCLOS III tahun 1982 di Montegon Bay. Implementasi Indonesia dari perjanjian internasional tersebut disahkan dalam Undang-Undang No.17 Tahun 1985 tentang Pengesahan UNCLOS 1982 bahwa Indonesia adalah kepulauan nusantara secara geografis merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan memiliki luas laut sebesar 5.8 juta km² yang terdiri dari laut teritorial dengan luas 0.8 juta km², laut nusantara 2.3 juta km² dan ZEE 2.7 juta km², serta memiliki pulau sebanyak 17.480 pulau dan garis pantai 95.181km7. Dengan penjelasan-penjelasan sejarah kemaritiman Indonesia dan diterimanya konsepsi wawasan nusantara serta perjuangan Bapak Mochtar Kusumaatmaja di forum internasional dalam partisipasinya hingga UNCLOS III yang dijelaskan secara singkat di atas, UNCLOS menjadi tatanan hukum yang bersifat mengikat bagi negara anggota, selanjutnya konvensi-konvensi tersebut merupakan rezim hukum laut yang harus dipatuhi oleh negara yang meratifikasi. Dari konvensi UNCLOS III adanya butir kesepakatan mengenai kewajiban dan hak Indonesia sebagai negara kepulauan dan negara yang berdaulat yang kemudian di implementasikan ke dalam Undang-Undang Republik Indonesia No.6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia12 dan PP No.38 Tahun 2002 tentang Daftar Koordinat Geografis Titik-titik Garis Pangkal Kepulauan Indonesia, sebagaimana yang telah disepakati bahwa Indonesia berhak memanfaatkan lautnya serta sumber daya Departe e Kelauta da Perika a “ekretaris Je deral “atua Kerja De a Mariti I do esia., E aluasi Kebijakan Dalam Rangka Implementasi Konevensi Hukum Laut Internasional (UNCLOS 1982) di I do esia , DKP:Jakarta, , hal. . 7 Mochtar Kusu aat aja, Bu ga ra pai Huku Laut , Bi acipta : Ba du g, , hal 6

Penegakan Hukum Laut Terhadap Illegal Fishing kelautannya dengan ketentuan yang disepakati untuk tidak berlebih (over-exploitation), serta hak negara pantai untuk memberlakukan tindakan dan hukum terhadap pelaku pelanggaran peraturan peraturan perundang-undangan di ZEE. Pada tahun 2010 Perserikatan Bangsa Bangsa melalui Commission on the Limits

of

Continental

Shelf

(CLCS)

menerima

submisi

Indonesia

atas

hak

kedaulatannya di dasar laut di wilayah di luar 200 mil laut (NM), maka wilayah baru yang menjadi bagian yurisdiksi Indonesia adalah di bagian Barat Aceh seluas kuranglebih 4.209 km². Wilayah perairan Indonesia mencapai lebih dari 5,887,879 km, namun nilai ekspor sub sector perikanan hanya Rp 3,34 Milyar per tahun. Salah satu penyebabnya adalah illegal fishing, hal ini selain berdampak pada berkurangnya asset sumber kekayaan laut juga berdampak pada timbulnya kemiskinan di wilayah-wilayah pesisir. Data BPS pada 2011, kantong-kantong kemiskinan tersebar di 10,640 desa pesisir dimana 7,78 juta jiwa digolongkan sebagai penduduk miskin atau lebih dari seperrempat bagian (25,14 persen) dari total kemiskinan nasional mencapai 31,02 juta jiwa. Langkah Menteri Perikanan dan Kelautan dengan menerapkan hukum yang tegas terhadap pelaku illegal fishing pada satu sisi akan berdampak pada tumbuhnya perekonomian bangsa terutama di wilayah-wilayah pesisir. Namun demikian, pada sisi lain tindakan penenggelaman kapal pelaku illegal fishing tersebut tentu dapat berdampak pada berbagai sisi, khususnya hubungan diplomati Indonesia dengan negara para pelaku illegal fishing yang kapalnya ditenggelamkan. Kertas kerja ini akan membahas hal tersebut dari sisi kedaulatan negara maupun dari sisi penegakan hukumnya.

Penegakan Hukum Laut Terhadap Illegal Fishing Rumusan Masalah 1. Bagaimana strategi penegakan hukum maritime yang tegas dan diterima oleh hukum internasional dalam rangka menekan tindak illegal fishing dan menegakkan kedaulatan laut Indonesia. 2. Bagaimana mewujudkan strategi kebijakan yang komrehensif, efektif dan efisien sehingga tidak ada tumpeng tindih kewenangan antar Kementerian maupun lembaga dalam menangani maupun menindaklanjuti para pelanggar hukum di laut Indonesia.

Illegal Fishing Illegal fishing menurut dokumen International Plan of action-Food and Agriculture Organization of the United Nations (IPOA-FAO) terbagi dalam beberapa kategori8, yaitu: 1. Kegiatan yang dilakukan oleh kapal-kapal nasional maupun asing di wilayah yuridiksi negara tanpa izin, atau bertentangan dengan hukum dan peraturan perundang-undangan negara tersebut. 2. Dilakukan oleh kapal berbendera negara anggota organisasi perikanan regional, tetapi kegiatannya bertentangan dengan konservasi dan pengelolaan yang telah ditetapkan oleh organisasi tersebut dan negara yang dinyatakan oleh bendera tersebut atau bertentangan dengan hukum internasional yang berlaku. 3. Pelanggaran hukum nasional atau kewajiban internasional, termasuk oleh negara-negara yang melakukan kerjasama dengan organisasi pengelolaan perikanan regional.

“International Plan Of Action To Prevent, Deter And Eliminate Illegal, Unreported And Unregulated Fishing”, http://www.fao.org/docrep/003/y1224e/y1224e00.HTM , lihat juga abstraksi IPOA-FAO adalah instrumen swadaya yang berlaku untuk semua negara dan entitasnya dan untuk semua nelayan.

8

Penegakan Hukum Laut Terhadap Illegal Fishing Hal ini diikuti dengan tujuan IPOA dan prinsip-prinsip dan pelaksanaan langkahlangkah untuk mencegah, menghalangi dan menghilangkan IUU fishing. Langkahlangkah ini fokus pada semua tanggung jawab negara, tanggung jawab negara yang dibawa oleh kapal berbendera negara tersebut, Tindakan negara pantai, pelabuhan, serta kesepakatan secara internasional yang berhubungan dengan pasar perikanan, penelitian dan organisasi pengelolaan perikanan regional. Persyaratan khusus bagi negara-negara berkembang menjadi pertimbangan, diikuti oleh laporan dan peran FAO.

UU fishing dapat dikategorikan dalam tiga kelompok: (1) Illegal fishing yaitu kegiatan penangkapan ikan secara illegal di perairan wilayah atau ZEE suatu negara, atau tidak memiliki ijin dari negara tersebut; (2) Unregulated fishing yaitu kegiatan penangkapan di perairan wilayah atau ZEE suatu negara yang tidak mematuhi aturan yang berlaku di negara tersebut; dan (3) Unreported fishing yaitu kegiatan penangkapan ikan di perairan wilayah atau ZEE suatu negara yang tidak dilaporkan baik operasionalnya maupun data kapal dan hasil tangkapannya. Praktek terbesar dalam IUU fishing pada dasarnya adalah poaching atau penangkapan ikan oleh negara lain tanpa ijin dari negara yang bersangkutan atau dengan kata lain, pencurian ikan oleh pihak asing alias illegal fishing. Pada prakteknya keterlibatan pihak asing dalam pencurian ikan dapat digolongkan menjadi dua, yaitu: 1. Pencurian semi-legal, yaitu pencurian ikan yang dilakukan oleh kapal asing dengan memanfaatkan surat ijin penangkapan legal yang dimiliki oleh pengusaha lokal, dengan menggunakan kapal berbendera lokal atau bendera negara lain. Praktek ini tetap dikatagorikan sebagai illegal fishing, karena selain menangkap ikan di wilayah perairan yang bukan haknya, pelaku illegal fishing ini tidak jarang juga langsung mengirim hasil tangkapan tanpa melalui proses pendaratan ikan di wilayah yang sah. Praktek ini sering disebut sebagai praktek “pinjam bendera” (Flag of Convenience; FOC).

Penegakan Hukum Laut Terhadap Illegal Fishing 2. Pencurian murni illegal, yaitu proses penangkapan ikan yang dilakukan oleh nelayan asing dan kapal asing tersebut menggunakan benderanya sendiri untuk menangkap ikan di wilayah suatu negara. Praktek illegal fishing tidak hanya dilakukan oleh pihak asing, tetapi juga oleh para nelayan/pengusaha lokal. Praktek illegal fishing yang dilakukan oleh para nelayan/pengusaha lokal dapat digolongkan menjadi tiga golongan: 1. Kapal ikan berbendera Indonesia bekas kapal ikan asing yang dokumennya palsu atau bahkan tidak memiliki dokumen ijin; 2. Kapal Ikan Indonesia (KII) dengan dokumen aspal atau “asli tapi palsu” (pejabat yang mengeluarkan bukan yang berwenang, atau dokumen palsu); 3. Kapal ikan Indonesia yang tanpa dilengkapi dokumen sama sekali, artinya menangkap ikan tanpa ijin. Illegal fishing merupakan aksi yang mengabaikan yurisdiksi nasional dan kesepakatan internasional yang mengatur pengelolaan sumber daya laut. Kegiatan ini sangat merusak lingkungan. Hal ini akan terjadi secara terus menerus di mana pemerintahan negara pantai lemah dalam pengaturan mengelola perikanan dan sumber daya laut lainnya dalam agenda hukum, serta di mana negara-negara gagal memenuhi tanggung jawab kesepakatan internasional mereka. Kegiatan ilegal ini

akan

mengancam ketersediaan sumber daya perikanan, satwa laut dan habitat lainnya yang berasal dari laut; penyimpangan pasar dan melemahkan standar perburuhan; mengancam keamanan pangan, menimbulkan pencucian uang dan pasar ikan ilegal. Beberapa faktor penyebab timbulnya Illegal fishing di perairan Indonesia baik secara langsung maupun tidak langsung yang sulit diatasi berdasarkan Kementerian Kelautan dan Perikanan Indonesia, antara lain : 1. Span of control yang sangat luas sehingga pengawasan menjadi tidak mudah; 2. Kemampuan armada pengawasan laut Indonesia masih sangat terbatas; 3. Law enforcement yang masih lemah, mulai dari instansi penegak hukum dan instansi pemberi ijin masalah perikanan yang melindungi aktifitas Illegal fishing. Terlihat pada putusan hukum atas tindak pidana Illegal fishing yang tidak tegas;

Penegakan Hukum Laut Terhadap Illegal Fishing 4. Lemahnya peraturan mengenai keberadaan kapal ikan asing, sehingga masih membiarkan akan keberadaan kapal asing tersebut di wilayah yuridiksi perairan Indonesia; 5. Lemahnya kemampuan sumber daya nelayan, karena armada penangkapan ikan dan penguasaan teknologi yang masih tergolong sederharna dengan kapal ukuran kecil yang berdaya jelajah kecil dan tidak dapat berlayar dalam jangka waktu lama.

Potret Kondisi Keamanan Laut dan Permasalahannya 1. Kecenderungan keamanan laut Maraknya aktifitas pencurian ikan (illegal fishing), masih terdapatnya sejumlah kekerasan di laut. 

International Maritime Bureau (IMB): Peristiwa tindak kekerasan yang



terjadi di perairan Indonesia 2013-2014 mengalami peningkatan.



mengalami kerugian sebesar Rp 30 triliun/tahun.

FAO: Kerugian Indonesia sebagai akibat dari praktek illegal fishing

Banyak data yang dipublikasikan oleh asing terkait kejahatan di laut terlalu dibesar-besarkan.

2. Disparitas pembangunan kelautan Keamanan laut tidak terlepas dari kebijakan dan strategi nasional yang melingkupi isu-isu penegakan hukum di laut, search and rescue, keselamatan navigasi, perlindungan perikanan, lingkungan, dan keimigrasian. 

Perlunya fungsi penegakan hukum, pengamanan, dan keselamatan yang belum dilakukan oleh instansi terkait sesuai dengan peraturan perundangundangan diharapkan dapat diatasi melalui lembaga atau badan



keamanan laut yang kini sudah terbentuk. Keterbatasan dukungan anggaran pertahanan dan keamanan juga menjadi salah satu permasalahan penting dalam meningkatkan kinerja keamanan laut.

Penegakan Hukum Laut Terhadap Illegal Fishing 3. Regulasi dan kelembagaan 4. Infrastruktur pertahanan dan keamanan. Tiga elemen penting terkait infrastruktur yang perlu ditingkatkan yakni: 1) Penambahan unsur-unsur patroli yang berupa kapal dan pesawat pengintai/patroli maritim jarak sedang, lengkap dengan logistik di pangkalan depan/aju. 2) Pengintegrasian infrastruktur sistem informasi dan komunikasi data keamanan laut. 3) Peningkatan pembangunan kapasitas sumber daya manusia dalam mendukung kegiatan penegakan hukum di laut. Faktor-faktor

tersebut

di

atas

menyebabkan

Indonesia

belum

mampu

mengamankan wilayah perairannya dari pencurian ikan yang dilakukan kapal-kapal asing akibat belum memadainya tenaga dan sarana untuk menjaga sekitar 6 juta kilometer persegi wilayah laut Indonesia. Selain itu, terjadi penggandaan perizinan atau lisensi penangkapan ikan oleh kapal-kapal asing,

Selain kendala yang dihadapi

pemerintah, terkait koordinasi pengawasan antar instansi kelautan yang tidak optimal, sosialisasi dan penafsiran hukum yang ada masih dipersepsikan berbeda, masih banyak persoalan lain seperti minimnya sumber daya manusia, juga minimnya sarana dan prasarana penunjang operasional seperti kapal patroli sesuai kebutuhan di tempatkannya kapal tersebut di mana wilayah pelanggaran sering terjadi.

Penegakan Hukum Di Laut Indonesia sebagai negara maritim yang berdaulat dan memiliki perangkat hukum penuh dengan sumber daya alam yang terkandung diberikan hak pengelolaan. Dengan adanya penetapan batas-batas perairan Indonesia, baik batas landas kontinen maupun ZEE 200 mil merupakan persoalan utama bagi Indonesia dalam upayanya mengamankan perairan demi integritas wilayah, tetapi juga sumber-sumber kekayaan alamnya.

Penegakan Hukum Laut Terhadap Illegal Fishing Umumnya aktifitas IUU Fishing di ZEE Indonesia terjadi karena tidak mematuhi aturan yang berlaku di Indonesia, baik dilakukan oleh state actor maupun non state actor, bahkan mengarah pada transnational organization crime, dimana secara langsung maupun tidak langsung mengancam integritas dan viabilitas NKRI. Hal tersebut sangat jelas pada tingkat individu dan masyarakat erat kaitannya pada kesejahteraan negara bangsa yang berkelanjutan serta memperkuat dimensi lainnya. Sumber daya perikanan bersifat dapat diperbaharui, akan tetapi perlu adanya pengelolaan yang tepat. Salah satu penyebab meningkatnya aktifitas IUU Fishing adalah lemahnya law enforcement IUU Fishing (penegakan hukum pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan), pada umunya pelanggaran terhadap IUU Fishing dilakukan oleh kapal ikan asing dengan modus diantaranya : tanpa dokumen izin (tidak berizin), memiliki izin tetapi melanggar ketentuan (pelanggaran alat tangkap, Fishing Ground) pemalsuan dokumen, manipulasi persyaratan (antara lain : Certificate dan Bill of Sale), transhipment di laut dan double flagging. Namun, peraturan-peraturan yang dibuat tidak diimbangi dengan penerapan sanksi dan penegakkan hukum yang jelas hingga akhirnya kasus-kasus pencurian masih sering terjadi. Ada beberapa aturan-aturan yang diberlakukan oleh negara-negara khususnya negara pantai adalah investigation, prosecution, dan judicial proceedings, serta kerjasama antar negara dalam mengatasi transnational organized criminal IUU Fishing, akan tetapi di Indonesia penerapan law enforcement untuk kasus pelanggaran IUU Fishing belum maksimal. Berdasarkan pasal 73 UNCLOS 1982 disebutkan bahwa 9 Enforcement of Laws and regulations of the coastal State, meliputi: 1. The coastal State may, in the exercise of its sovereign rights to explore, exploit, conserve and manage the living resources in the exclusive economic zone, take such measures, including boarding, i...


Similar Free PDFs