Sejarah Lahirnya Hukum Laut Internasional PDF

Title Sejarah Lahirnya Hukum Laut Internasional
Author Riko Syahrudin
Pages 23
File Size 181.2 KB
File Type PDF
Total Downloads 283
Total Views 397

Summary

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Hukum laut internasional adalah seperangkat norma hukum yang mengatur hubungan antara Negara pantai atau yang berhubungan dengan pantai. Yang terkurung oleh daratan dan atau organisasi maupun subjek hukum internasional lainnya. Yang mengatur tentang kedaulatan Neg...


Description

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Hukum laut internasional adalah seperangkat norma hukum yang mengatur hubungan antara Negara pantai atau yang berhubungan dengan pantai. Yang terkurung oleh daratan dan atau organisasi maupun subjek hukum internasional lainnya. Yang mengatur tentang kedaulatan Negara di laut. Yuridiksinya Negara dan hak – hak Negara atas perairan tersebut. Hukum laut internasional menpelajari tentang aspek – apek hukum di laut dan peristiwa hukum yang terjadi di laut. Hukum laut internasional mengalami perkembangan secara terus – menerus dan mengalami penyempurnaan dari waktu ke waktu untuk kepentingan umat manusia melalui aturan – aturan yg berlaku tiap – tiap Negara. Pada zaman Romawi , penguasaan laut belum menimbulkan persoalan perlintasan laut, karena kekuatan Romawi sebagai kekuasaan kekaisaran (imperium) masih menguasai Laut Tengah dan belum ada kerajaan-kerajaan yang mengimbangi kekuatan kekaisaran Romawi pada waktu itu. Pada masa abad pertengahan imperium Romawi runtuh, maka bermunculanlah negara-negara yang menuntut sebagian laut yang berbatasan dengan pantainya, antara lain Venetia mengklaim Laut Adriatik, Genoa mengklaim laut Liguria dan Pisa mengklaim laut Thyrrhenia. Klaim negara-negara ini menimbulkan keadaan yang menyebabkan laut tidak lagi menjadi milik bersama, sehingga diperlukan peraturan untuk menjelaskan kedudukan hak-hak atas laut menurut hukum. Perjalanan hukum laut cukup panjang hingga sampailah pada Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut I tahun 1958 (UNCLOS I), Konferensi Hukum Laut UNCLOS II tahun 1960 dan UNCLOS III tahun 1982. Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut (Bahasa Inggris: United Nations Convention on the Law of the Sea) disingkat (UNCLOS), juga disebut Konvensi Hukum Laut atau Hukum perjanjian Laut, adalah perjanjian internasional yang dihasilkan dari Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut yang ketiga (UNCLOS III ) yang berlangsung dari tahun 1973 sampai dengan tahun 1982. Konvensi Hukum Laut ini mendefinisikan hak dan tanggung jawab negara dalam penggunaan lautan di dunia serta menetapkan pedoman untuk bisnis, lingkungan, dan pengelolaan sumber daya alam laut. Konvensi kesimpulkan pada tahun 1982, menggantikan perjanjian internasional mengenai laut tahun 1958. UNCLOS diberlakukan pada tahun 1994, setahun setelah Guyana menjadi negara ke 60 untuk menandatangani perjanjian Untuk saat ini telah 158 negara dan Masyarakat Eropa telah bergabung dalam Konvensi. Ini lah salah satu yang melatar belakangi kami mengambil judul makalah ini "HUKUM LAUT INTERNASIONAL" karna kekomplek tivitasanya dari sejarah pembentukan sejak zaman dahulu kala hingga sekarang ini dan ilmu yang akan didapatkan dari isi makalah ini nantinya.

[1]

B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, adapun masalah yang muncul adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana sejarah pembentukan hukum laut? 2. Berapa kali tahapan – tahapan hukum laut internasional ? 3. Bagaimana proses lahirnya laut lepas ?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui sejarah perkembangan hukum laut yang pertama kali berlaku sehingga bisa berkembang hingga saat sekarang ini. 2. memberikan gambaran tentang laut territorial Indonesia baik berdasarkan peraturan nasional maupun peraturan internasional. 3. Melalui makalah ini diharapkan dapat memberikan pemahaman kepada masyarakat luas pada umumnya dan pada penulis khususnya mengenai laut teritorial sehingga masyarakat dapat ikut secara bersama sama menjaga kedaulatan indonesia. Adapun manfaat yang ingin dicapai adalah sebagai berikut : 1. Manfaat Teoritis, yaitu melihat perkembangan sejarah dan perkembangan hukum yangdi terapkan di laut dengan menggunakan hukum laut internasional. 2. Manfaat Praktis, yaitu sebagai bahan tambahan pengetahuan mahasiswa mengenai batasan batasan hukum lautinternasional dengan hukum laut nasional. D. Metode dan Teknik Penulisan Metode dan teknik penulisan yang digunakan dalam penulisan karya tulis ini adalah metode studi pustaka. Studi pustaka dilakukan untuk mendapatkan data dan informasi yang bersifat teoritis yang kemudian data tersebut akan dijadikan dasar atau pedoman untuk melihat adanya ketidaksesuaian antara teori dengan kenyataan sebagai penyebab dari permasalahan yang dibahas dalam karya tulis ini. Sumber – sumber yang dijadikan sebagai rujukan untuk studi pustaka diperoleh dari berbagai sumber bacaan. Baik itu buku maupun situs – situs yang ada di internet.

[2]

BAB II SEJARAH HUKUM LAUT A. Sejarah Lahirnya Hukum Laut Internasional Sejak dahulu kala telah terdapat dua konsepsi mengenai laut, yaitu: res nullius dan res commanis. 1. Res nullius, berpendapat bahwa laut sebagai ranah tak bertuan, atau kawasa yang tidak ada pemiliknya. Karena tidak ada pemiliknya, maka laut dapat diambil atau dimiliki oleh masingmasing Negara. 2. Res communis, berpendapat bahwa laut adalah milik masyarakat dunia, karena itu tidak dapat diambil dan dimiliki secara individual oleh Negara-negara. Sebagai milik bersama, maka laut harus dipergunakan untuk kepentingan semua Negara, dan pemanfaatannya terbuka bagi semua Negara. Ini sesuai dengan pendapat Ulpian yang menyatakan bahwa “the sea is open to everybody by nature”, dan Celcius yang menyatakan “ the sea like the air, is common to all mankind”. Dalam pelaksanaannya, kedua teori tersebut tak dapt diterapkan secara kaku. Keduanya saling melengkapi, yakni dalam batas-batas tertentu dapat dimiliki, tetapi dibatasi sampai jarak tertentu ini dapat dilihat dalam praktik yang dianut Negara-negara sejak dahulu sampai sekarang. 1. Zaman sebelum Romawi Punisia kuno, sebuah kerajaan sebelum zaman Romawi menganggap laut yang mereka kuasai sebagai milik Negara mereka. Paham ini juga dianut oleh bangsa Persia, Yunani dan Rhodia. Di zaman Rhodia, hokum laut telah mulai berkembang, yang kemudian menjadi dasar bagi Hukum Romawi tentang laut. 2. Zaman Romawi Setelah perang Punis III Romawi telah menjadi penguasa tunggal di Laut Tengah. Laut Tengah kemudian dianggap oleh orang-orang Romawi sebagai “danau” mereka. Dalam melaksanakan kekuasaannya di laut tersebut banyak tanda yang menunjukkan bahwa dalam pandangan orang Romawi laut bias dimiliki. Orang Romawi memandang laut sebagai “public property” yakni sebagai milik Kerajaan Romawi. 3. Setelah Zaman Romawi Setelah zaman Romawi terdapat banyak Negara di sekitar Laut Tengah yang merupakan pecahan dari Kerajaan Romawi. Negara-negara ini menuntut laut yang berdekatan dengan pantai mereka sebagai wilayah mereka. Karena itu masa ini dipandang sebagai awal dari berkembangnya konsep laut wilayah. Tuntutan atas kepemilikan laut ini misalnya dilakukan oleh: (a) Venesia yang menuntut sebagian besar Laut Adriatik. Tuntutan ini diakui oleh Alexander III pada Tahun 1117. Di kawasan ini Venesia memungut kepada setiap kapal yang melewati kawasan laut Adriatik, (b) Genoa menuntut Laut Liguarian dan sekitarnya, dan (c) Pysa menuntut dan melaksanakan kedaulatannya atas laut Tyraania.

[3]

Tuntutan-tuntutan itu cenderung menimbulkan penyalahgunaan hak oleh Negara-negara tersebut (misalnya memungut biaya pelayaran). Untuk mengatasi hal ini, para penulis pada waktu itu membatasi tuntutan tersebut sampai batas tertentu saja. Misalnya, Bartolus, Solorzan dan Cosaregis membatasi laut Negara pantai itu sampai 100 mil Italia (pada waktu itu = 1480 m). Baldus, Bodin dan Targa membatasinya sampai 60 mil, Loccanius membatasinya sampai batas yang diinginkan oleh Negara pantai tanpa merugikan negara tetangganya. 4. Zaman Portugal dan Spanyol Jatuhnya Constantinopel ke tangan Turki pada tahun 1443, menyebabkan bangsa Portugis mencari jalan laut lain ke timur menuju Indonesia melalui Samudera Hindia. Selain itu, Portugal juga menuntut Laut Atlantik sebelah selatan Maroko sebagai wilayah mereka. Bersamaan dengan ini, Spanyol sudah samapi di Maluku melalui Samudera Pasifik, dan menuntut Samudera ini bersama dengan bagian Barat Samudera Atlantik dan Teluk Mexico sebagai kepunyaan mereka. Tuntutan kedua Negara ini diakui oleh Paus Alexander VI, yang membagi dua lautan di dunia menjadi dua bagian dengan batas garis meridian 100 leagues (lk. 400 mil laut) sebelah Barat Azores. Sebelah barat dari meridian tersebut (Samudera Atlantik Barat, Teluk Mexico dan Samudera Pasifik) menjadi miliki Spanyol, dan sebelah Timur (Atlantik sebelah Selatan Maroko, dan Samudera Hindia) menjadi milik Portugal. Pembagian ini kemudian diperkuat dengan perjanjian Tordissilias antara Spanyol dan Portugis (1494) dengan memindahkan garis perbatasannya menjadi 370 leagues sebelah Barat Pulau0pulau Cape Verde di pantai Barat Afrika. Sementara itu, Swedia dan Denmark menuntut kedaulatan atas Laut Baltik, dan Inggris atas Narrow Seas, dan Samudera Atlantik dari Cape Utara sampai ke Cape Finnistere,3 atau laut di sekitar kepulauan Ingrris (Mare Anglicanum).4 dan untuk melaksanakan kedaulatannya atas laut-laut tersebut, pada abad ke-17 Inggris memaksa orang-orang asing untuk mendapat lisensi Inggris untuk melakukan penangkapan ikan di Laut Utara, dan ketika dalam 1636 Belanda mencoba menangkap ikan, mereka diserang dan dipaksa mebayar 30.000 found sebagai harga kegemaran (the price of indulgence). 5. Belanda Tuntutan kedaulatan atas Samudera Pasifik, Atlantik, dan Hindia oleh Portugal dan Spanyol serta kedaulatan atas Mare Anglicanum oleh Inggris dirasa sangat merugikan Belanda di bidang pelayaran dan perikanan. Di bidang pelayaran Belanda sudah sampai di Indonesia melalui Samudera Hindia pada tahun 1596, dan mendirikan Verenigde Oost Indische Compgnie (VOC) pada tahun 1602. Penerobosan melalui Samudera Hindia ini langsung berbenturan dengan kepentingan dan tuntutan Portugal. Di bidang perikanan orang-orang Belanda selama berabadabad telah menangkap ikan di sekitar perairan Mare Anglicanum, dan kegiatan ini telah dijamin oleh berbagai perjanjian antara kedua Negara. Untuk memperkuat dalil penentangannya atas kepemilikan laut, Belanda berusaha mencari dasar-dasar hokum yang menyatakan laut adalah bebas untuk semua bangsa. Untuk kepentingan ini Belanda menyewa Hugo de Groot, seorang ahli hokum untuk menulis sebuah buku yang membenarkan pendirian Belanda, shingga orang-orang Belanda dapat bebas berlayar ke Indonesia. Hasilnya, Grotius menyusun sebuah buku dengan judul “Mare Liberum”. Buku ini menguraikan teori kebebasan lautan dalam arti bahwa laut bebas bagi setiap orang, dan tak dapat dimiliki oleh siapa pun.

[4]

Teori Gratius mendapat tentangan dari banyak penulis seangkatannya. Gentilis misalny, membela tuntutan Spanyol dan Inggris dalam bukunya “Advocatio Hispanica” yang diterbitkan setelah ia meninggal, tahun 1613. Pada tahun yang sama William Wellwood membela tuntutan Inggris dalam bukunya “de Dominio Maris”.njohn Seldon menulis Mare Clausum sive de Domino Marsnya pada tahun 1618 dan terbit pada tahun 1635. Paolo Sarpi menerbitkan “Del Dominio del mare Adriatico” 1676 untuk membela tuntutan Venesia atas laut lautan Adriatik. Yang terpenting dari buku-buku yang membela kepentingan kepemilikan atas laut adalaah Mare Clausum Shelden. Karya ini diperintahkan untuk diterbitkan pada tahun 1635 pada masa raja Charles I, yang meminta agar penulis Mare Liberium dihukum. 6. Inggris Pada mulanya, sebelum tahun 604 Inggris menganut faham kebebasan lautan. Faham ini dianut terutama untuk menghadapi tuntutan Denmark atas kebebasan di laut Utara.. namun dalam tahun 1604 Charles I memproklamirkan “King Chamber Area” yang meliputi 26 wilyayah di sepanjang dan sekitar lautan Inggris (Mare Anglicanum) sebagai wilayah kedaulatan Inggris. Di daerah-daerah ini, diantaranya ada yang melebihi 100 mil, Charles I melarang kapal-kapal nelayan asing menangkap ikan di kawasan tersebut. Tuntutan ini ditentang oleh Belanda. Dalam perkembangan selanjutnya, umum diterima bahwa Negara-negara dapat memiliki jalur-jalur laut yang terletak di sekitar atau di sepanjang pantainya, dan di luar jalurjalur tersebut dianggap bebas bagi semua umat manusia. Beberapa jalur laut yang dapat dimiliki tidak sama untuk semua Negara, dan ini tergantung pada jenis dan fungsi jalur-jalur tersebut. Lebar laut untuk kepentingan perikanan misalnya, tidak sama dengan untuk kepentingan netralitas, pengawasan pabean dan kepentingan yurisdiksi perdata, pidana dan lain-lain.1

B. Tahapan-tahapan Pelaksanaan Konferensi Hukum Laut 1. Konferensi Kodifikasi Den Haag Tahun 1930 Salah satu masalah Hukum Internasional yang dibicarakan dalam konferensi ini adalah perairan teritorial (territorial water). Walaupun di dalam konferensi ini belum diperoleh kesepakatan mengenai lebar laut territorial (laut wilayah), Namun demikian, sudah ada rekaman hukum atau kejadian di dalam praktek bernegara mengenai batasan wilayah laut,. Konferensi Internasional utama yang membahas masalah laut teritorial ialah “codificationconference” (13 Maret – 12 April 1930) di Den Haag, di bawah naungan Liga Bangsa Bangsa, dan dihadiri delegasi dari 47 negara. Konferensi ini tidak mencapai kata sepakat tentang batas luar dari laut teritorial dan hak menangkap ikan dari negara-negara pantai pada zona tambahan. Ada yang menginginkan lebar laut teritorial 3 mil (20 negara), 6 mil (12 negara), dan4 mil. Konferensi ini menetapkan : 1. wilayah negara yang meliputi jalur laut disebut Laut Teritorial. Wilayah negara pantai meliputi ruang udara di atas laut territorial, dasar laut dan tanah dibawahnya yang dikenal dengan istilah tiga demensi laut teritorial. Khusus batasan ruang udara, dikenal teori grafitasi, 1

(Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia sejarah hukum laut internasional)

[5]

yaitu benda yang masih jatuh ke bawah, masih masuk ke dalam wilayah ruang udara/angkasa negara tersebut. 2. Hak Lintas Damai, pada prinsipnya kapal asing boleh masuk, melintas wilayah laut asal tidak membuang jangkar, mencemarkan lingkungan, menyelundup, dan lain-lain yang dapat menimbulkan keadaan tidak damai (the right of innoucense) 3. Yurisdiksi criminal dan sipil atas kapal-kapal asing 4. Pengejaran seketika (hot porsuit) bila melanggar Sesudah Perang Dunia Kedua (tahun 1945). Sesudah perang dunia kedua, ada 2 (dua ) hal yang dipermasalahkan, yaitu 1. Proklamasi Presiden Amerika Serikat tahun 1945 (Truman), menyatakan Continental self (landas continental) menjadi bagian wilayah laut negara yang bersangkutan. Tujuannya untuk mencadangkan kekayaan alam pada dasar laut (seabed) dan tanah di bawahnya (subsoil) yang berbatasan dengan dan gas bumi) Kontinental self dapat dianggap sebagai kelanjutan alamiah daratan, sehingga kekuasaan untuk mengaturnya ada pada negara pantai yang berbatasan dengan daratan kontenen yang bersangkutan. Penggunaan wilayah ini tidak untuk mengganggu pelayaran bebas melalui perairan di atasnya yang tetap sebagai status laut lepas. Dengan adanya Proklamasi Presiden Amerika Serikat, Truman ini , walaupun dianggap tindakan sepihak Amerika Serikat, tetapi membawa akibat yang besar atas perkembangan hukum laut internasional, karena banyak diikuti oleh negara-negara lain. Proklamasi Truman ini mendorong untuk diadakannya konferensi hukum laut di Jenewa tahun 1958 guna menentukan batas-batas dan isi yang pasti dari continental shelf . 2. Perikanan Walaupun Perikanan tidak sepenting dengan continental self, tetapi dari sudut adanya kebebasan menagkap ikan di laut lepas merupakan contoh pemanfaatan hak suatu negara menyangkut Perikanan di luar batas laut teritorialnya. Suatu monument sejarah yang terjadi pada tahun 1951, yaitu sengketa antara Inggeris dan Norwegia tentang pemilikan dan pemanfaatan laut. Norwegia menetapkan batas wilayah laut dengan cara straight baselines (garis pangkal lurus). Inggeris menggugat pada Mahkamah Internasional mengenai keabsahan penetapan batas Perikanan exclusif yang ditetapkan sepihak oleh Norwegia tahun 1935 sebagai hukum internasional. Gugatan Inggeris bukan lebar laut yang ditetapkan Norwegia sepanjang 4 mil, tetapi cara penarikan garis pangkal lurus yang menghubungkan titik-titik terluar pada pantai Norwegia (straight baselines). Keputusan Mahkamah Internasional ini menolak gugatan Inggeris dan menyatakan bahwa cara penarikan garis pangkal lurus oleh Norwegia dapat dibenarkan sebagai penetapan dari suatu kaidah Hukum Internasional yang berlaku umum pada suatu keadaan khusus. Keputusan Mahkamah Internasional ini menjadi salah satu sumber hukum internasional (yurisprodensi).

[6]

2. Deklarasi Djuanda 13 Desember 1957 tentang Hukum Laut Sebagaimana halnya Amerika Serikat, yang membuat hukum laut secara sepihak melalui proklamasi Presiden Truman tentang continental self (Gambar 1) dan Norwegia yang menetapkan straight baselines (Gambar 2), Indonesia setelah Perang Dunia ke dua, yaitu tahun 1957 juga tidak ketinggalan membuat Deklarasi yang dikenal dengan nama Deklarasi Djuanda 13 Desember 1957 tentang Hukum Laut. Hal ini dilakukan karena ketentuan peninggalan Belanda Kringen Ordonansi 1939 mengenai perairan Indonesia, dianggap bisa berbahaya sebagai negara kepulauan, karena masing-masing pulau mempunyai laut sendiri yang disebut perairan Nusantara, sehingga perairan antara pulau adalah laut lepas Dengan demikian, pertimbangan deklarasi Djuanda adalah : 1. Bila diantara pulau-pulau terdapat laut bebas, maka Indonesia tidak dapat melakukan kedaulatannya secara penuh di perairan Indonesia. 2. Dapat membahayakan integritas negara kesatuan Republik Indonesia. Deklarasi Djuanda, merupakan strategi Indonesia dan mengandung 4 (empat) hal, yaitu : 1. Seluruh kepulauan Indonesia merupakan satu kesatuan dan laut antara pulau-pulau Indonesia dianggap perairan pedalaman. 2. Lalulintas damai bagi Kapal asing dimungkinkan diperairan pedalaman (hak lintas damai = right of innocence passage),asal tidak berhenti, membuang jangkar, membuang limbah, mondar-mandir 3. Lebar laut wilayah Indonesia adalah 12 mil laut 4. Penentuan lebar laut wilayah diukur dari garis yang menghubungkan titik pulau-pulau terluar. - Laut wilayah laut yang terletak sebelah luar pulau. - laut perairan pedalaman adalah laut yang terletak sebelah dalam pulau-pulau.

3. Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut I tahun 1958 (UNCLOS I) Setelah perdebatan panjang dan tidak menemukan kata kesepakatan diantara negaranegara yang bersengketa tentang wilayah maritim, maka PBB yang sebelumnya bernama Liga Bangsa-Bangsa mengadakan konferensi hukum laut pertama pada tahun 1958 dan konfrensi hukum laut yang kedua pada tahun 1960 yaitu yang lebih dikenal dengan istilah UNCLOS 1 danUNCLOS 2. Dalam konfrensi hukum laut pertama ini melahirkan 4 buah konvensi, dan isi dari konvensi Unclos pertama ini adalah: 1. Konvensi tentang laut teritorial dan jalur tambahan (convention on the territorial sea and contiguous zone) belum ada kesepakatan dan diusulkan dilanjutkan di UNCLOS II 2. Konvensi tentang laut lepas (convention on the high seas) a. Kebebasan pelayaran, b. Kebebasan menangkap ikan, c. Kebebasan meletakkan kabel di bawah laut dan pipa-pipa, d. Kebebasan terbang di atas laut lepas [7]

3. Konvensi tentang perikanan dan perlindungan sumber-sumber hayati di laut lepas (convention onfishing and conservation of the living resources of the high sea) 4. Konvensi tentang landas kontinen (convention on continental shelf). Konvensi ini telah disetujui. Pada tanggal 17 Maret – 26 April 1960 kembali dilaksanakn konferensi hukum laut yang kedua atau UNCLOS II, membicarakan tentang lebar laut teritorial dan zona tambahan perikanan, namun masih mengalami kegagalan untuk mencapai kesepakatan, sehingga perlu diadakan konferensi lagi.

4. Konferensi Hukum Laut UNCLOS II tahun 1960 dan UNCLOS III tahun 1982 Pada pertemuan konfrensi hukum laut kedua, telah disapakati untuk mengadakan kembali pertemuan untuk mencari kesepakatan dalam pengaturan kelautan maka diadakan kembali Konferensi Hukum Laut PBB III atau Unclos III yang dihadiri 119 negara. Dalam pertemuan ini,disepakati 2 konvensi yaitu: · Konvensi hukum laut 1982 merupakan puncak karya dari PBB tentang hukum laut, yangdisetujui di Montego Bay, Jamaica (10 Desember1982), ditandatangani oleh 119 negara. · Ada 15 negara yang memiliki ZEE besar: Amerika Serikat, Australia, Indonesia, New Zealand,Kanada, Uni Soviet, Jepan...


Similar Free PDFs