PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH: Perbandingan Pengelolaan Anggaran Indonesia dan Jepang PDF

Title PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH: Perbandingan Pengelolaan Anggaran Indonesia dan Jepang
Author Edi Nasution
Pages 45
File Size 700.3 KB
File Type PDF
Total Downloads 20
Total Views 307

Summary

PERENCANAAN PEMBANGUNAN WILAYAH DAN PERDESAAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH PERBANDINGAN PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA INDONESIA DAN JEPANG Oleh : Edi NIM :127003006 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Desentralisasi menjadi salah satu alternatif sistem pemerintahan di berbagai...


Description

PERENCANAAN PEMBANGUNAN WILAYAH DAN PERDESAAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

PERBANDINGAN PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA INDONESIA DAN JEPANG Oleh : Edi NIM :127003006

I. PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang Desentralisasi menjadi salah satu alternatif sistem pemerintahan di

berbagai dunia pada saat ini. Menurut Rondinelli, ada tiga pendorong dibutuhkannya desentralisasi yaitu adanya kegagalan perencanaan sentralistik, adanya kebutuhan pengembangan dan pengelolaan program dan proyek pembangunan yang cepat dan inovatif dan perkembangan kompleksitas masyarakat di daerah yang berdampak pada kegiatan pemerintahan yang semakin membengkak. Maka, penerapan sistem ini pun diterapkan di beberapa negara dalam sistem pemerintahannya. Selain itu, penerapan desentralisasi dianggap dapat memberikan keuntungan dan manfaat bagi pelaksanaan pemerintahan yang baik. Menurut Hulme merujuk Smith, ada dua manfaat dan keuntungan utama dari desentralisasi yaitu, pertama secara politik memiliki manfaat antara lain, pendidikan politik bagi masyarakat, adanya keadilan politik karena distribusi kekuasaan, tingginya akuntabilitas karena akses bagi masyarakat luas semakin tinggi dan daya-tanggap pemerintah semakin baik karena keterwakilan dan partisipasi semakin tinggi. Kedua, dari sisi administrasi dan manajemen manfaatnya diantaranya adalah perencanaan lokal dapat dibangun semakin baik, koordinasi antar organisasi di tingkat lokal dapat terwujud semakin nyata, tumbuhya inovasi dan tentu beban kerja pemerintah pusat berkurang. Implikasi dari penerapan desentralisasi adalah dibentuknya pemerintah di tingkat lokal atau disebut pemerintah daerah. Pemerintah daerah dibentuk guna menjalankan prinsip otonomi daerah. Menurut Kaho secara umum bahwa

2

kemampuan pelaksanaan otonomi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor manusia pelaksana, faktor keuangan, faktor peralatandan faktor organisasi dan manajemen. Para pakar lain seperti Rondinelli dan Cheema, Smith, dan Hoessein seringkali juga mengatakan bahwa faktor keuangan menjadi penentu keberhasilan kebijakan

desentralisasi.

Adanya

desentralisasi

mengakibatkan

adanya

pembagian urusan antara pusat dan daerah. Hal ini melahirkan dua pemahaman dalam keuangan daerah dan pusat. Pemahaman pertama melihat perlu adanya perimbangan keuangan pemerintah pusat dan daerah karena merupakan upaya mencari perimbangan akibat fungsi dan kewenangan yang diemban daerah dengan sumber keuangan yang dimiliki dan diraihnya. Sedangkan pemahaman kedua melihat adanya hubungan keuangan pemerintah pusat dan daerah. Di dasari oleh kenyataan multilevel pemerintahan sehingga mau-tidak mau ada pola hubungan yang tercipta yang harus diatur. Pada dasarnya pembagian urusan keuangan adalah implikasi dari penerapan desentralisasi. Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Anggaran (KEMPPKF) pada dasarnya merupakan sebuah acuan sekaligus landasan bagi Pemerintah dalam menyusun Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN). Selain itu, Kebijakan Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Anggaran (KEM-PPKF) disusun sebagai bentuk pertanggungjawaban pelaksanaan tugas dari Pemerintah kepada rakyat, sebagaimana diatur dalam Pasal 13 ayat 1 UndangUndang (UU) Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Pasal 157 ayat 2 UU 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD. Pada

era

setelah

pemberlakuan

Otonomi

Daerah,

pelaksanaan

desentralisasi anggaran di Indonesia meningkat secara signifikan. Bagian pengeluaran pemerintah daerah pada Tahun Anggaran 2001 meningkat hampir dua kali lipat dari tahun sebelumnya menjadi sekitar 30% dari total pengeluaran pemerintah pusat dan daerah (Brodjonegoro dan Martinez-Vazquez, 2002; Rochana, 2010). Dalam kaitan ini, Bank Dunia memberikan istilah The Indonesia’s 2001 Big Bang Decentralization karena hanya dalam ”semalam” Indonesia berubah dari negara yang sangat sentralistik menjadi negara yang sangat desentralistik (Bank Dunia, 2003).

3

Secara

teoretis,

alasan

ekonomi

desentralisasi

anggaran

adalah

meningkatkan efisiensi penyediaan barang publik sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi (Oates, 1972; Martinez-Vazquez dan McNab, 2003; Brueckner, 2006). Berbeda dengan barang privat, barang publik memiliki karekteristik nonexcludable dan nonrival, yang menyebabkan mekanisme pasar gagal mencapai kondisi pareto efisien. Untuk efisiensi alokasi barang publik, Teori Ekonomi menawarkan desentralisasi. Tiebout Hypothesis (Tiebout, 1956), Club Good Theory (McGuire, 1974), Decentralization Theorem (Oates, 1972), Misperceifed Preferences (Stigler, 1957), dan Public Choice (Brenan dan Buchanan,

1980)

mengungkapkan

bahwa

sistem

pemerintahan

yang

terdesentralisasi dapat menciptakan mekanisme quasi market untuk barang publik yang akan menghasilkan solusi mirip pasar (market like solution), yaitu alokasi barang publik yang efisien seperti alokasi barang privat dalam mekanisme pasar. Kebijakan anggaran merujuk pada kebijakan yang dibuat pemerintah untuk mengarahkan ekonomi suatu negara melalui pengeluaran dan pendapatan (berupa pajak) pemerintah, kebijakan anggaran berbeda dengan kebijakan moneter yang bertujuan menstabilkan perekonomian dengan cara mengontrol tingkat bunga dan jumlah uang yang beredar. Instrumen utama kebijakan anggaran adalah pengeluaran dan pajak. Perubahan tingkat dan komposisi pajak dan pengeluaran pemerintah dapat memengaruhi variable-variabel.

1.2.

Rumusan Masalah Rumusan masalah dari penulisan ini adalah 1.

Apakah bentuk pengelolaan keuangan pusat dan daerah negara Indonesia dan Jepang.

2.

Apakah persamaan dan perbedaan keuangan pusat dan daerah negara Indonesia dan Jepang.

1.3.

Tujuan Tujuan dari penulisan ini adalah: 1.

Menganalisis pengelolaan keuangan pusat dan daerah negara Indonesia dan Jepang.

4

2.

Menganalisis persamaan dan perbedaan keuangan pusat dan daerah negara Indonesia dan Jepang.

1.4.

Manfaat Manfaat penulisan ini adalah memberikan gambaran perbandingan

keuangan di Indonesia dan Jepangasebagai tugas mata kuliah Perencanaan Keuangan Daerah.

II.

KERANGKA TEORI

Undang-undang Keuangan Negara pada dasarnya mengatur prinsip-prinsip umum keuangan negara. Hal-hal baru dan perubahan mendasar dalam ketentuan keuangan negara yang diatur dalam UU. No 17 Tahun 2003 meliputi penetapan pengertian dan ruang lingkup keuangan negara, penegasan kedudukan Presiden sebagai pemegang kekuasaan umum keuangan negara, pengaturan pendelegasian wewenang

pengelolaan

anggaran

kepada

Menteri

Keuangan

dan

Menteri/Pimpinan Lembaga, penegasan kedudukan Gubernur Bank Sentral selaku pengelola kebijakan moneter dan pengaturan hubungan otoritas anggaran dan otoritas moneter, penegasan asas desentralisasi dalam bidang keuangan negara, penyusunan rencana strategis nasional oleh Dewan Perencanaan Nasional yang beranggotakan pemerintah dan masyarakat, penetapan struktur anggaran, penetapan solusi dalam hal RAPBN tidak disetujui DPR, penetapan prinsipprinsip umum pengelolaan anggaran negara dan daerah, serta penetapan keharusan pemerintah menyajikan Neraca pemerintah dan Laporan Keuangan Perusahaan Negara dalam pertanggungjawaban tahunan keuangan negara. Undang-Undang No.17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara memuat berbagai

perubahan

mendasar

dalam

pendekatan

anggaran.

Reformasi

pengelolaan keuangan negara meliputi aspek-aspek penerapan pendekatan penganggaran dengan perspektif jangka menengah (Medium Term Expenditure Framework), penerapan penganggaran secara terpadu (Unified Budget) dan penerapan anggaran berdasarkan kinerja (Performance Budget).

5

Munculnya Undang-Undang No.17 Tahun 2003 menggantikan undangundang yang lama merupakan upaya reformasi di bidang keuangan negara untuk meningkatkan efisiensi, akuntabilitas dan profesionalitas. Perubahan tersebut dilakukan karena dalam proses penganggaran yang selama ini berlaku dinilai mempunyai beberapa kelemahan, antara lain : 1. Kurang terkaitnya antara kebijakan, perencanaan, penganggaran, dan pelaksanaannya. 2. Penganggaran yang berhorizon satu tahun. 3. Penganggaran yang berdasarkan masukan (inputs). 4. Terpisahnya penyusunan anggaran rutin dan anggaran pembangunan. Di lain pihak, perencanaan dan proses penganggaran Anggaran Pendapatan

dan

Belanja

Negara

(APBN)

yang

baru

tersebut

dalam

pelaksanaannya masih mengandung beberapa permasalahan dan kekurangan, yaitu: 1.

Jajaran pemerintah, khususnya Departemen Keuangan yang terlibat dan Panitia Anggaran DPR praktis bekerja hampir sepanjang tahun, mulai Maret hingga Oktober, untuk membahas dan mengesahkan APBN. Mekanisme birokrasi kepemerintahan di tingkat eksekutif dan jadwal serta tata tertib persidangan di DPR sering tidak sejalan.

2.

Persetujuan DPR atas APBN sampai ke jenis belanja, organisasi, dan fungsi memang bertujuan baik dan ideal untuk disiplin anggaran. Namun, sering kali menyulitkan kedua belah pihak karena kedalaman materi dan waktu yang mendesak sering kali memerlukan kompromi- kompromi. Ketergantungan eksekutif sebagai perencana dan pelaksana anggaran dengan legislatif sebagai pemegang kendali budget menjadi sangat tinggi sehingga mengurangi fleksibilitas eksekutif dalam kebijakan anggaran.

3.

Di pihak eksekutif, khususnya departemen dan lembaga pengguna anggaran yang saat ini belum terbiasa dengan disiplin anggaran, cenderung resisten dengan

sistem

yang

mengharuskan

akuntabilitas

tinggi.

Akibatnya

keterlambatan pencairan terjadi dan program pembangunan terkorbankan.

6

4.

Terjadinya keterlambatan karena masih terjadi dalam beberapa kasus tumpang tindih pekerjaan penyusunan dan verifikasi DIPA dan RKAKL di Direktorat Jenderal Anggaran dan Perimbangan Keuangan (DJAPK) dan Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Depkeu. Namun, diharapkan hal tersebut tidak terjadi lagi di tahun 2006. Dalam tahap perencanaan anggaran, reformasi yang dilakukan adalah

perubahan anggaran dual budgeting system (DBS) menjadi unified budgeting system (UBS). DBS yang selama ini dikenal adalah berupa pemisahan antara belanja rutin dan belanja pembangunan. Adapun UBS (penganggaran terpadu) adalah penyusunan rencana keuangan tahunan yang dilakukan secara terintegrasi untuk seluruh jenis belanja guna melaksanakan kegiatan pemerintah dengan prinsip efisiensi alokasi dana. Selain perubahan dalam siklus perencanaan, reformasi di bidang keuangan negara juga berdampak positif terhadap siklus ketiga dari APBN, yaitu pelaksanaan anggaran. Menteri/pimpinan lembaga/kepala satker perangkat daerah selaku pengguna anggaran menyelenggarakan akuntansi atas transaksi keuangan, aset, utang, dan ekuitas dana, termasuk transaksi pendapatan dan belanja yang berada dalam tanggung jawabnya. 2.1.

Konsepsi Tentang Sistem Keuangan Negara Keuangan negara dapat diartikan sebagai (Sumosudirdjo et al, 1983),

”Semua hak dan semua kewajiban yang dapat dinilai dengan uang, demikian pula segala sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan kekayaan negara, berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut”. Definisi lebih lanjut tentang keuangan negara tersebut dimuat dalam Tambahan Lembaran Negara No. 2776. Keuangan negera tidak hanya termasuk uang negara, tetapi seluruh kekayaan negara, termasuk didalamnya segala hak serta kewajiban yang timbul karenanya,

baik kekayaan itu berada dalam

penguasaaan dan pengurusan pada pejabat-pejabat dan/atau lembaga-lembaga yang termasuk pemerintahan umum maupun berada dalam penguasaan dan pengurusan bank-bank Pemerintah, yayasan Pemerintah, dengan status hukum publik maupun privat, usaha di mana Pemerintah mempunyai kepentingan khusus

7

serta dalam penguasaan dan perjanjian dengan penyertaan Pemerintah ataupun penunjukkan dari Pemerintah. Di lain pihak keuangan negara dapat didefinisikan sebagai (Musgrave, 1958) “The complex of problems that counter around the revenue and expenditure process of government is referred to traditionally as public finance” Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa keuangan negara meliputi masalah yang berkisar tentang pendapatan dan pembelanjaan oleh Pemerintah, sehingga keuangan negara dapat mempunyai arti yang luas dalam prakteknya. Sehingga perlu adanya klasifikasi yang jelas dalam pembagian mana yang masuk dalam pendapatan dan pembelanjaan dalam negara. Secara singkat keuangan negara termasuk: 1.

Semua penerimaan dan pengeluaran Pemerintah, baik di pusat maupun di daerah

2.

Semua kekayaan negara yang ada pada Departemen-Departemen dan Lembaga-Lembaga Negara serta Lembaga-Lembaga Pemerintah non Departemen termasuk instansi vertikalnya

3.

Semua kekayaan daerah beserta instansi vertikalnya

4.

Semua kekayaan negara yang dipisahkan

5.

Semua kekayaan dari badan, baik dari badan hukum publik maupun privat yang dibiayai atau disubsidi oleh negara, ataupun di mana negara mempunyai kepentingan keuangan Pada dasarnya konsep keuangan negara masih belum mempunyai

bentukan final, sehingga masih sering terjadi perdebatan. Setidaknya ada dua hal mendasar mengenai tanggung jawab keuangan negara seperti dalam pasal 23 ayat 5 UUD 1945 mengenai tanggung jawab tentang pelaksanaan APBN, di lain hal ketentuan pasal 2 ayat (1), (2) dan (3) UU 5/1973 adalah ruang lingkup pemeriksaan yang harus dilaksanakan oleh Badan Pemeriksa Keuangan. Kedua hal ini saling terkait atau menjelaskan. Hal yang menjadi krusial adalah sistem keuangan negara itu sendiri masih merujuk pada Indische Compatibilities Wet Stbl 1925 No 448 yang diubah dan ditambah terakhir dengan UU No 9/1968 atau

8

dikenal dengan ICW. Dengan kata lain sistem pengelolaan APBN yang mendatang masih merujuk pada ICW. Lebih lanjut tentang tugas Badan Pemeriksaan Keuangan yang terdapat dalam pasal 2 UU No. 5 tahun 1973 masih menyangkut ruang lingkup yang luas. Hal ini diterangkan dalam penjelasan tersebut bahwa pertanggungjawaban keuangan negara termasuk antara lain APBN, Anggaran dan Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) serta anggaran perusahaan-perusahaan milik negara, hakekatnya seluruh kekayaan negara. Dalam pengertian lain terdapat batasan yang tidak jelas apa yang dimaksud dengan keuangan negara dalam hal ini. Disamping itu, pasal 33 ayat (3) UUD 1945 menetapkan bahwa bumi dan air dari kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, berarti kekayaan negara yang termasuk dalam ruang lingkup keuangan negara. Sehingga ruang lingkup keuangan negara mencakup APBN, APBD, anggaran BUMN/BUMD, bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya yang hakekatnya seluruh kekayaan negara. Pengurusan kekayaan negara di Indonesia dibagi dalam dua macam yaitu: 1. Pengurusan umum atau pengurusan administratif 2. Pengurusan khusus atau pengurusan bendaharawan Dalam hal ini persamaannya adalah bahwa baik pada pengurusan umum maupun pada pengurusan khusus, kedua-duanya mengandung unsur pengurusan dan unsur pertanggungjawaban. Sedangkan perbedaannya adalah pengurusan umum luas sifatnya dan pengurusan khusus sempit sifatnya. Pengurusan umum mengandung unsur penguasaan sedangkan pengurusan khusus mengandung unsur kewajiban. Menurut Sumosudirdjo et., al., (1983) segala perintah, pengaturan dan petunjuk dibuat oleh pengurusan umum, sedangkan pengurusan khusus berkewajiban melaksanakan perintah, peraturan dan petunjuk tersebut. Pengurusan umum berhubungan erat dengan penyelenggaraan tugas negara di segala bidang yang akan membawa akibat kepada pengeluaran keuangan negara serta mendatangkan penerimaan atau pendapatan untuk dapat menutupi pengeluaran atau belanja negara itu. Mengingat pelaksanaan tugas negara yang sangat luas dan bermacam ragam jenisnya dengan kemungkinan

9

pembiayaannya yang terbatas, maka perlu sekali disusun rencana keuangan yang akan dijalankan untuk masa mendatang, yang biasanya dibuat untuk satu tahun. Rencana keuangan ini yang dikenal dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dibuat tiap-tiap tahun untuk dapat menjalankan tugas-tugas negara dan melanjutkan roda Pemerintah. Pemerintah Negara Indonesia seperti yang diamanatkan dalam Pembukaan UUD 1945 bertugas melindungi segenap bangsa Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan perdamaian abadi dan keadilan sosial. Presiden sebagai penguasa sekunder dalam praktek sehari-harinya dilaksanakan oleh menteri keuangan. Dalam hal ini para menteri lainnya apabila mengambil tindakan-tindakan yang akan membawa akibat pengeluaran keuangan negara, senantiasa memerlukan persetujuan dari menteri keuangan sebagai pejabat ordonatur. Ordonatur adalah pejabat yang diberi wewenang untuk : 1. Memeriksa semua tagihan kepada negara 2. Membebankan pengeluaran negara 3. Menerbitkan Surat Perintah Membayar (SPM) 4. Menerbitkan Surat Penagihan (SPN) Menteri Keuangan dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai ordonatur mempunyai aparat yang berada di dalam jajaran Direktorat Jenderal Anggaran. Sedangkan yang ditunjuk untuk menjalankan pengurusan khusus sejak dulu dikenal dengan sebutan Comptable dan sekarang dikenal dengan Bendaharawan. Ketentuan tentang bendaharawan (Comptabel) terdapat pada pasal 77 (1) ICW yang menetapkan, Bendaharawan adalah orang-orang dan badan-badan yang karena negara ditugaskan untuk menerima, menyimpan, membayar dan mengeluarkan atau menyerahkan uang,

atau kertas-kertas berharga dan barang-barang di dalam

gudang-gudang atau tempat-tempat penyimpanan yang lain sebagai dimaksud dengan pasal 55 ICW dan selaku demikian diwajibkan memberikan perhitungan

10

dan pertanggungjawaban tentang hal pengurusannya kepada Badan Pemeriksa Keuangan. Sedangkan yang diatur dalam pasal 55 ICW, Pengurusan barang-barang dalam gudang-gudang negara dan tempat-tempat penyimpanan lainnya berada dalam pengawasan Badan Pemeriksa Keuangan, berdasarkan dan dengan cara yang ditentukan dengan peraturan umum. Sedangkan bendaharawan mengurus: 1.

Hanya uang negara, atau uang milik pihak lain yang dikuasai negara dan berada pada kas negara. Dalam pengertian ini termasuk kertas-kertas berharga. Contohnya adalah Surat Perintah Membayar (SPM) yang juga disebut mandate, bea meterai dan perangko.

2.

Hanya barang-barang milik negara atau barang-barang milik pihak lain yang dikuasai negara dan berada dalam gudang atau tempat penyimpanan yang lain.

3.

Mengurus uang dan barang milik negara Pada dasarnya bendaharawan bertanggung jawab kepada Menteri

Keuangan atau Pimpinan Lembaga yang mengangkatnya. Dalam taraf terakhir bendaharawan dihadapkan pada BPK yang berwenang memberi peradilan, yaitu mengadakan tuntuan ganti rugi terhadapnya, jikalau bendaharawan melakukan perbuatan tercela atau mengabaikan tugasnya sehingga negara dirugikan. 2.2.

Tinjauan dan Teori Penganggaran Anggaran mempunyai peran penting dalam perencanaan, pengendalian

dan evaluasi dalam operasionalisasi pemerintah. Ketiga tahap anggaran tersebut adalah aspek penting dalam pendekatan dan proses anggaran. 1.
...


Similar Free PDFs